Anda di halaman 1dari 5

ESAI MASALAH SOSIAL DI MASYARAKAT

Konflik Keraton Solo

Disusun oleh:
Aliyah Fatin N.S
Silvana Mei Widyanti

SMA Negeri 1 Balongpanggang


2022/2023

A. Latar Belakang

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik adalah


percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Konflik sosial adalah
pertentangan antar anggota masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam
kehidupan. Tahta (ejaan tidak baku: tahta) atau singgasana adalah kursi duduk
resmi bagi seorang penguasa untuk menjalankan fungsi seremonial maupun
negara.
Konflik yang kami ambil yaitu konflik Keraton Solo. Konflik bermula saat
Susuhunan Pakubuwana XII wafat tanpa sempat menunjuk permaisuri maupun
putera mahkota. Krisis tersebut memunculkan kedua anak Sinuhun yang saling
mengklaim pemangku takhta sah, yakni Hangabehi dan Tedjowulan. Bahkan,
masing-masing pihak menyelenggarakan acara pemakaman ayahnya secara
terpisah. Akan tetapi, konsensus keluarga telah mengakui bahwa Hangabehi
yang diberi gelar Pakubuwana XIII.

B. Rumusan Masalah

● Apa yang menjadi penyebab utama konflik Keraton Solo


● Siapa saja yang terlibat dalam konflik ini
● Kapan konflik ini terjadi
● Dimana konflik ini terjadi
● Apa dampak dari konflik ini
● Bagaimana konflik ini diatasi

C. Isi

Konflik bermula tahun 2004 ketika Pakubuwono XII tidak menunjuk pewaris
tahta Kasunanan Solo. Sejarah mencatat, tak cukup banyak yang bisa
diapresiasi dari kepemimpinan PB XII yang bertahta sejak 1945. Pada saat
masa awal menjabat, Sunan muda dihadapkan pada pilihan sulit untuk
mendukung republik. Tak seperti Sultan HB IX yang supportif, Sunan terkesan
menunggu dan pada akhirnya kehilangan momentum. Dirinya sempat diculik
Barisan Benteng dan akhirnya status pemerintahan mandiri diturunkan menjadi
karisidenan karena dianggap gagal mengelola ketertiban Surakarta.

Pada masa colonial, Belanda yang hanya memiliki SDM terbatas, cenderung
memanfaatkan aristokrat lokal untuk menjamin stabilitas daerah. Dengan
aristokrat ini, Belanda membuat kontrak jangka panjang dan pendek. Sebagai
imbalannya, bangsawan lokal mendapatkan konsesi dari Belanda. Satu-satunya
aristokrat yang kritis terhadap kontrak Belanda hanyalah Sultan HB IX (Cribb
2000) yang akhirnya setuju bertanda tangan setelah menerima bisikan leluhur.
Jepang tak banyak merubah kondisi ini karena fokusnya hanya memenangkan
peperangan. 

Setelah tak cukup piawai di awal kepemimpinan, PB XII juga tak cukup baik
di akhir karena tak menunjuk penerus tahta.  Konflik terjadi diantara saudara-
saudara lain ibu yang jumlahnya cukup banyak. Dua pangeran yang kemudian
masing-masing mendeklarasikan diri di tahun 2004 adalah Sinuhun Hangabehi
dan Sinuhun Tedjowulan. Hangabehi, putra tertua, bertahta di dalam keraton
dengan dukungan utama dari saudara satu ibunya termasuk Gusti Moeng.
Tedjowulan bertahta di luar keraton dengan dukungan saudaranya yang merasa
dirinya lebih mampu memimpin keraton.

Setelah rekonsiliasi tahun 2012 yang memberikan jabatan Mahapatih kepada


Tedjowulan, konflik tak juga berakhir. Gusti Moeng dan saudara-saudaranya
tak setuju dengan rekonsiliasi, membentuk Lembaga Dewan Adat. LDA ini
yang menyewa pendekar untuk menyandera dwitunggal (PB XIII dan
Mahapatih) dan melakukan kudeta terhadap PB XIII yang diikuti drama
penjebolan pintu keraton oleh massa yang khawatir keselamatan PB XIII. Ada
yang menarik dari konflik ini.
Pertama, konflik ini terjadi saat proses judicial review terhadap UU 10/1950
tengah berlangsung. Peraturan ini menghapus Gouvernement Soerakarta yang
diakui Belanda sampai tahun 1942 (Cribb 2000) dan pengakuan kekuasaan oleh
Soekarno di awal kemerdekaan. Praktis sejak saat itu, Kraton Solo menjadi tak
lagi berwibawa karena kehilangan kontrol terhadap daerah tradisionalnya, sama
seperti puluhan kerajaan lain di luar Jawa.

Dengan dibatalkannya UU 10/1950, para ningrat di Solo berharap


mendapatkan kembali area yang hilang tersebut. Tetapi konflik ini
menunjukkan dengan jelas, tanpa stabilitas politik di internal keraton,
bagaimana mungkin memberikan kuasa lebih di luar tembok keraton?

Kedua, konflik meruntuhkan wibawa Keraton Surkarta di masyarakat. 


Kecanggihan media membuat konflik ini dapat dengan mudah terekam awam
melalui televisi. Ternyata perilaku keturunan langsung raja yang hidup di
dalam tembok keraton tak lebih baik dari konflik yang sering ditayangkan
sinetron. Aksi tersebut menjadi ingatan kolektif masyarakat atas pelanggaran
langsung pranata kraton yang selama ini dipercaya.
PB XIII tampaknya harus segera mengambil inisiatif untuk melakukan
rekonsiliasi dengan adik-adiknya, yaitu adik kandung, adik tiri dan adik ipar
yang jumlahnya puluhan. Hal ini sekaligus menjadi tantangan dan bukti
kepemimpinan PB XIII, baik di antara bangsawan keraton maupun untuk
masyarakat.

Sekitar 250 tahun lalu, misalnya dalam pemberontakan RM Said dan


Mangkubumi, konflik diakhiri dengan pembagian sumber material yaitu
wilayah keraton. Saat ini, negoisasi tetap bisa dilakukan dengan pembagian
kewenangan dan urusan internal keraton. Tanpa kepemimpinan kuat, konflik
nampaknya masih akan panjang walaupun hanya berinti pada putra-putri dan
menantu PB XII

Konflik politik yang tak melibatkan identitas dan kepercayaan, hampir selalu
bisa diselesaikan dengan pembagian sumber ekonomi. Toh, saat ini hibah dari
pusat dan provinsi juga ditahan. Jangan sampai berebut pepesan kosong dengan
menghancurkan warisan sejarah yang dibangun para leluhur sejak empat abad
silam. Semoga saya tak menjadi saksi berakhirnya Keraton Surakarta.

D. Kesimpulan
E.
Pertempuran memperebutkan tahta pun mencapai puncaknya pada Agustus
2004 di mana Kubu Tedjowulan mengukuhkan perwira TNI AD tersebut
sebagai Paku Buwana XIII. Penobatan Tedjowulan dilakukan di Ndalem
Sasana Purnama, Kotabarat Mangkubumen. Lokasi berada sekitar enam
kilometer dari kompleks Keraton Surakarta. Pengukuhan dilakukan di luar
keraton karena pada hari itu Kubu KGPH Hangabehi menggembok pintu
gerbang keraton dan sebulan Kemudian Kubu KGPH Hangabehi melakukan
tindakan sama yaitu melantik KGPH Hangabehi juga sebagai Paku Buwana
XIII.
Proses penyelesaian konflik raja kembar di Keraton Surakarta terlihat
Menunjukkan titik terang pada tahun 2012. KGPH Tedjowulan telah
menyatakan Kesiapannya untuk melaksanakan rekonsiliasi dengan Paku
Buwana XIII Hangabehi dan siap melepas gelar raja. Walaupun KGPH
Tedjowulan siap Melepas gelar raja namun beliau mendapatkan posisi sebagai
wakil raja untuk Mendampingi KGPH Hangabehi.

F. Daftar Pustaka

Kami mencari informasi dari beberapa sumber di internet


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Konflik_Keraton_Surakarta#:~:text=Konflik
%20bermula%20saat%20Susuhunan%20Pakubuwana,acara%20pemakaman
%20ayahnya%20secara%20terpisah

https://nasional.tempo.co/read/1672821/terjadi-sejak-2004-begini-awal-sejarah-
konflik-keraton-surakarta

https://amp.kompas.com/tren/read/2022/12/26/100446265/sejarah-konflik-keraton-
solo-berawal-dari-perebutan-tahta-18-tahun-silam

https://www.tribunnews.com/nasional/2022/12/25/sejarah-konflik-di-keraton-solo-
berawal-dari-perebutan-takhta-setelah-pb-xii-mangkat-18-tahun-silam

https://bayudardias.staff.ugm.ac.id/2013/09/09/konflik-keraton-solo/

Anda mungkin juga menyukai