Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cirebon sebagai salah satu daerah di Jawa Barat mulai muncul dalam
panggung sejarah pada sekitar pertengahan abad ke-15 Masehi. Berarti sampai
sekarang perjalanan sejarah Cirebon mencakup waktu yang sangat panjang,
Cirebon mengalami zaman Hindu-Budha, zaman kerajaan Islam (abad ke-15
hingga pertengahan abad ke- 17), zaman penjajahan (akhir abad ke- 17 hingga
pertengahan abad ke 20 ),yang terbagi atas zaman kekuasaan kompeni, zaman
pemerintahan Hindia Belanda, zaman pendudukan Jepang dan zaman
kemerdekaan (pertengahan abad ke- 20 hingga sekarang) .Akan tetapi, sampai
sekarang sejarah Cirebon dari zaman ke zaman belum ditulis secara lengkap.
Tulisan-tulisan tentang sejarah Cirebon yang sudah ada, baru berupa penggalan-
penggalan pada periode tertentu, dan sebagian dari tulisan tulisan itu bersifat
tulisan sejarah populer. Berdasarkan keterangan dalam sejumlah sumber, cukup
banyak peristiwa atau masalah dalam sejarah Cirebon yang penting untuk
diungkap dan dikaji. Penting dikaji karena sejarah memuat pengalaman
pengalaman manusia di masa lampau. Totalitas pengalaman manusia di masa
lampau, sangat berharga untuk dipetik manfaatnya guna dijadikan bahan acuan
menghadapi kehidupan masa kini dan masa depan. 3

Dari bentang waktu yang sangat panjang dimulai dari abad ke 15 hingga
sekarang, Cirebon mengalami perkembangan yang sangat signifikan baik dari segi
pemerintahan maupun dari segi kehidupan sosial di masyarakatnya. Adapun
dalam segi pemerintahan Cirebon memiliki beberapa fase perkembangannya.
Dimulai dari pemerintahan tradisional, semi tradisional hingga pemerintahan
modern.Adanya sistem pemerintahan tradisional juga tidak lepas dari peran Sunan

3
A Sobana Hardjasaputra dkk, Cirebon Dalam Lima Zaman (Disbudpar Provinsi Jawabarat: 2011),
hlm 3.
2

Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah atau juga disebut sebagai Susuhunan
Jati.

Berdasarkan beberapa literatur yang ada,pada awal kehadirannyadi


Nusantara, Syarif Hidayatullah hanya berperan utama sebagai juru da'wah yang
ditugaskan oleh guru-gurunya untuk menyebarkan Islam di pulau Jawa. Atas dasar
status tersebut, beliau kemudian menjadi bagian dari Wali songo(sembilan Wali).
Oleh karena itu, menjadi suatu hal yang menarik untuk mengulas bagaimana
langkah-langkah dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan Sunan Gunung Jati
dalam melakukan proses Islamisasi di wilayah Cirebon. Terlebih masa
pemerintahan Sunan Gunung Jati sekitar 89 tahun (1479-1568),4 tentunya banyak
perubahan kebijakan yang terkait dengan agama, sosial, politik, militer dan
budaya. Pada saat yang sama, selama masa pemerintahan Sunan Gunung Jati pada
akhir abad lima belas memasuki abad ke-enam belas, terjadi transformasi luar
biasa di bidang sosial, politik, dan budaya di kota-kota pelabuhan di Jawa.

Langkah awal paling bersejarah yang diambil oleh Sunan Gunung Jati
dalam masa pemerintahannya adalah dengan menghentikan pengiriman upeti
garam dan terasi pada tahun 1483 5 yang tiap tahun harus dikirimkan ke ibukota
Pakuan Pajajaran, sebagai persembahan dari vasal6 kerajaan induk. Langkah ini
membuktikan Cirebon tidak lagi menjadi negara vasal dari Kerajaan Pajajaran.
Sebagai upaya untuk mempertahankan negara dan mengantisipasi serangan
Kerajaan Pajajaran sebagai dampak penghentian upeti, kemudian
dibentukpasukan keamanan yang disebut dengan pasukan Jagabaya 7 dengan
komandan tertingginya dipegang oleh Tumenggung.8

4
Zaenal Masduqi, M. Ag, MA, Cirebon: Dari Kota Tradisional Ke Kota Kolonial (Cirebon :
Nurjati Press, 2011), hlm. 13
5
Atja dan Ayatrohaedi, Nagarakertabhumi Karya Kelompok Kerja Di Bawah Tanggung Jawab
PangeranWangsakerta Panembahan(Cirebon, Bandung : P&K, 1986), hlm. 13
6
Dalam kamus KBBI Vasal berarti daerah taklukan atau daerah jajahan.
7
Dalam istilah Jawa Jagabaya berarti pasukan keamanan Desa.
8
Tumenggung adalah gelar bagi Kepala Daerah (Distrik) di Jawa dan Kalimantan. Gelar tersebut
merupakan gelar yang cukup tinggi (Kepala Adat Besar), namun gelar tersebut di Kalimantan
Barat hanya untuk kepala adat kampung (kepala adat kecil)
3

Sunan Gunung Jati dalam menyelenggarakan pemerintahan, baik di pusat


maupun di wilayah bawahan9, telah melakukan penataan yang diselaraskan
dengan kebutuhan sesuai situasi, kondisi sosial dan budaya saat itu. Sunan
Gunung Jati telah menata gelar jabatan yang ada, antara lain untuk kepala
persekutuan masyarakat terkecil yang penduduknya sebanyak dua puluhsomah
(kepala keluarga) dipimpin oleh Ki Buyut; beberapa unit kebuyutan disebut
sebuah dukuh/desa yang dipimpin oleh kuwu; kumpulan beberapa dukuh/desa
dipimpin oleh Ki Gede (Ki Ageng istilah yang dipakai di Jawa Tengah), beberapa
Gede dipimpin oleh Bupati atau Adipati atau Tumenggung. 10 Para Adipati,
Bupati, Tumenggung wajib menghadiri rapat bulanan dalam istilah lama disebut
Seba Keliwonan di ibukota negara setiap hari Jum'at Kliwon. Rapat bertempat di
Masjid Agung Sang Ciptarasa dipimpin langsung oleh Sunan Gunung Jati sebagai
kepala negara.

Sejalan dengan semakin mantapnya strategi penyiaran Islamdan politik,


maka Sunan Gunung Jati menempatkan Maulana Hasanuddin bertahta di Banten
yang telah di-Islam-kan dan berhasil mematahkan pengaruh Portugis yang
beraliansi dengan Raja Pakuan Pajajaran yang mencoba menjejakkan kekuasaan
di Sunda Kelapa. 11

9
Wilayah bawahan Kerajaan Cirebon hingga tahun 1530 sudah meliputi lebih dari separoh
Propinsi Jawa Barat sekarang dan dihuni oleh banyak penduduk. Sekalipun demikian sebagian
besar penduduk masih beragaman non-Islam. Hal tersebut akan dapat menimbulkan bahaya bagi
kelangsungan hidup kerajaan Cirebon yang berdasarkan Islam. Unang Sunardjo, Masa Kejayaan
Kerajaan Cirebon Kajian dari Aspek Politik danPemerintahan, Cirebon: Yayasan Keraton
Kasepuhan Cirebon, t.t., halm. 38
10
Adipati (bahasa Sanskerta अअअअअअ, adhipati: "tuan, kepala, atasan; pangeran, tuan
tertinggi, raja") adalah sebuah gelar kebangsawanan untuk orang yang menjabat sebagai
kepala wilayah yang tunduk/bawahan dalam struktur pemerintahan kerajaan di Nusantara,
seperti di Jawa dan Kalimantan. Wilayah yang dikepalai oleh seorang Adipati
dinamakan Kadipaten.Adipati berbeda dengan bupati terutama dilihat dari kepentingan wilayah,
luas wilayah, dan alasan strategi politik. Adipati dianggap memiliki kekuasaan lebih tinggi
daripada bupati. Suatu kadipaten dapat memiliki beberapa kabupaten. Sedangkan bila Bupati
cakupan wilayahnya hanya satu kabupaten. https://id.wikipedia.org/wiki/Adipati, diunduh pada
tangga 22 januari 2019 pukul 20.30.
11
Hasan Muarif Ambary, op. cit, hlm 46. Menurut kajian Ahmad Mansur Suryanegara bahwa
pengiriman pasukan perang Walisanga/Sunan Gunung Jati yang dipimpin oleh Fatahillah ke Sunda
Kelapa dalam rangka menggagalkan usaha penjajahan Kerajaan Katolik Portugis di Pelabuhan
Kalapa atau Sunda Kelapa. Kedatangnnya sebagai pelaksana Testamen Imperealisme Paus
Alexander VI dalam perjanjian Tordesilas 1494M. Atas kemenangan pasukan Walisanga/Sunan
4

Selain beberapa hal yang disebutkan sebelumnya Syekh Syarif


Hidayatullah juga berhasil mengembangkan sarana dan prasarana pemerintahan
dalam ukuran suatu kerajaan. Diantaranya yaitu pembangunan Keraton, Masjid
Agung, Pelabuhan, Jalan raya, Pasar, Pusat industri dan lain lain. 12 Namun pada
masa pemerintahan penggantinya, mulai terlihat terjadinya penurunan potensi dan
ketahanan politik, karena Cirebon telah menjadi tempat berebutnya pengaruh tiga
kekuatan yaitu Mataram, Banten dan VOC ini terjadi dalam bentang waktu antara
pertengahan abad 17 hingga 18 sampai akhirnya tidak dapat dipertahankan lagi
eksistensi Kerajaan Cirebon.

Yang pertama adalah terjadinya konflik internal diantara keluarga Keraton


Cirebon antara Pangeran Wangsakerta dan Pangeran Kartawijaya. Hal inilah yang
kemudian memberikan peluang bagi pihak luar,dalam hal ini VOC, untuk
melakukan intervensi, baik karena diminta oleh pihak yang berselisih atau dengan
dalih untuk menciptakan perdamaian. Lalu terjadilah perjanjian "persahabatan"
antara Cirebon dengan pihak VOC pada 7 Januari 1681.

Berhasilnya VOC menjadikan Cirebon berada di bawah pengaruhnya,


lambat laun implikasinya mulai dirasakan oleh sultan-sultan dan masyarakat
Cirebon. Depolitisasi dan demiliterisasi para sultan Cirebon lebih terasa ketika
VOC untuk pertama kalinya menempatkan seorang pedagang(koopman) yaitu
Marten Samson pada tahun 1685.13 yang berkuasa di Cirebon. Dengan adanya
kedinasan-kedinasan teknis di pusat, tugas residen dalam hal ini pelaksana
instruksi dari pemerintah pusat. Di bawah residen ada asisten residen yang dijabat
oleh Belanda, bertugas mengawasi kerja para bupati(regent) yang dijabat oleh

Gunung Jati dalam mengusir Portugis digantilah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta pada
tanggal 22 Juni 1527 M. Lihat, Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, (Bandung : Salamadani
Pustaka Semesta, 2009), hlm. Viii. Sunda Kelapa adalah nama sebuah pelabuhan Kerajaan Pakuan
Pajajaran, pelabuhan Sunda Kalapa adalah cikal bakal Jayakarta. Pelabuhan ini juga sangat sangat
penting dimana kerajaan kerajaan nusantara dan pendatang dai eropa memperebutkannya.
12
Konsep pemerintahandi wilayah Cirebon adalah berazaz desentralisasi. Sedangkan polanya yang
utama adalah pola pemerintahan kerajaan di pesisir, di mana pelabuhan menjadi bagian yang
sangat penting dan pedalaman menjadi penunjang yang sangat vital.RH. Unang Sunardjo,
Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cirebon, (Bandung : Tarsito,
1983).
13
Hingga tahun 1930 VOC dan pemerintah kolonial telah menempatkan tidak kurang 69 residen
5

pribumi(binnenlands bestuur). Sebuah daerah kabupaten(regentschappen) dibagi


atas beberapa kawedanan(district) yang dikepalai oleh seorang wedana. District
membawahi beberapa onderdistrict(kecamatan) yang dikepalai oleh camat atau
asisten wedana. Kecamatan membawahi beberapa desa.

Yang kedua nampaklah sesudah tahun 1800 pengaruh Koloni sangatlah


bertambah. Pengaruh tersebut makin lama makin cepat, luas dan mendalam
dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Apabila sebelum tahun 1800
kegiatan kegiatan Belanda disesuaikan dengan pranata-pranata masyarakat timur
maka sesudah tahun 1800 Belanda berusaha menyesuaikan masyarakat Indonesia
dengan pandangan-pandangan Barat. Perubahan tersebut disebabkan oleh
perubahan status orang orang Belanda sesudah tahun 1800. Apabila sebelum
tahun 1800 mereka datang untuk berdagang maka sesudah tahun 1800 mereka
mulai menjalankan pemerintahan kolonial dalam arti yang sebenarnya. Setelah
tahun 1800 tata kehidupan masyarakat Indonesia bersifat feodal dalam beberapa
hal mulai diubah menjadi tata pergaulan kehidupan yang modern.14

Awal dari pengaruh penuh pihak kolonial terhadap Kerajaan Cirebon


terjadi pada tahun 1808,dimana pada saat itu Gubernur Jendral Deandles
menetapkan dua wilayah keresidenan yang pertama adalah Batavia yang meliputi
wilayah Kota Jakarta, Tanggerang, Karawang, Bogor, Cianjur, Bandung dan
Sumedang. Yang kedua adalah KesultananCirebon meliputi wilayah Kesultanan
Cirebon, Limbangan(Kabupaten Garut),Sukapura(Kabupaten Tasikmalaya), dan
Galuh(Kabupaten Ciamis). Tindakan ini dilanjutkan lagi oleh Deandels pada
tahun 1809, khusus bagi Kesultanan Cerbon, dengan dikeluarkannya sebuah
Reglement op het beheer van de Cherbosche Landen pada tanggal 2 Februari
1809. Dengan keluarnya Reglement ini maka sejak saat inilah puncak dari
kemunduran Kerajaan Cirebon dimana pada saat itu para sultan Cirebon dijadikan
sebagai pegawai Pemerintah Koloni Hindia Belanda di bawah Gubernur Jendral

14
Prof. A Daliman, Sejarah Indonesia Abad XIX-Awal Abad XX (Yogyakarta : Penerbit Ombak,
2012) hlm 3-4
6

Deandels15 yang kemudian dilikuidasi oleh Gubernur Jendral Thomas Stamford


Raffles pada tahun 1815.

Pada sekitar tahun 1815 ketika kekuasaan Inggris hampir berakhir ketiga
Sultan Cirebon diberi pensiun. Maka berakhirlah secara tuntas eksistensi para
Sultan Cirebon dan mereka selanjutnya hanya berstatus sosial sebagai “Pemangku
Adat” di Cirebon dan Informal Leader. Pemerintah Kolonial Belanda yang
kemudian berkuasa lagi, setelah tahun 1815 tidak merubah keputusan
Rafflesterhadap para Sultan di Cirebon.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi tersebut di atas dapat dijadikan bukti


bahwa betapa cepatnya pengaruh pemerintahan Kolonial Hindia Belanda dalam
menguasai dan mengatur Kesultanan-kesultanan di Cirebon, sampai pada urusan
rumah tangga para Sultan. Kondisi para Sultan saat itu sudah sedemikian rupa,
sehingga semua tindakan Gubernur Jendral Belanda tampaknya sudah sulit untuk
ditentang. Dengan demikian kiranya jelas bahwa Kesultanan kesultanan di
Cirebon tidak pernah diberikan status Swapraja sebagai status transisi oleh
Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda sebagaimana halnya Kesultanan Bima di
Sumbawa, Pontianak di Kalimantan Barat atau Kesultanan Deli di Sumatera
Utara, tetapi langsung dilikuidasi segala kewenangan politiknya. 16

Di samping itu pula sejak Belanda (melalui Kompeni) menanamkan


pengaruhnya pertama kali tahun 1681 di Cirebon, rakyat mulai merasakan
penderitaan. Strata status sosial tampak berbeda sangat jelas. Ada golongan
bangsawan tinggi (Sultan dan Keluarganya), golongan bangsawan menengah
(para pejabat bawahan sultan, ulama dan saudagar), dan rakyat. Perbedaan
mencolok adalah kehadiran orang asing Eropa, Arab, China. Tahun 1700 rumah-
rumah rakyat kumuh terbuat dari bambu kecil dan sangat sederhana.

15
RH. Unang Sunardjo,Op.Cit, hlm 162-163
16
Ibid, hlm 165
7

Sementararumah bangsawan dan orang-orang asing sangat megah terbuat dari


tembok dan kayu. 17

Sejak tahun 1681, rakyat terbebani dengan kerja paksa (Rodi), tanam
wajib (Preangerstelsel sebelum ada Culturestelsel). Kompeni mewajibkan Sultan
menyerahkan tenaga kerja rodi. Sultan semakin lemah, hubungan rakyat dengan
Sultan hanya terjadi dalam konteks keagamaan dan seni budaya, 18 Seperti Idul
Fitri, acara Mauludan, Panjang Jimat, pertunjukan kesenian, dan sebagainya.
Namun kegiatan dakwah agama Islam diawasi oleh pihak Kompeni, karena dalam
peraturan lain, Kompeni mewajibkan Sultan untuk mengawasi kegiatan
keagamaan, terutama yang dilakukan oleh para kyai. Kehidupan seni dan budaya
boleh jadi tidak terpengaruh oleh situasi politik. Hal itu antara lain ditunjukkan
oleh perkembangan ragam hias atau motif batik. Berlangsungnya kekuasaan
Kompeni di Cirebon telah mengilhami para pengrajin batik dengan ragam hias
gambaran kehidupan di Cirebon di bawah kekuasaan Kompeni. Muncullah batik
Khas Cirebon yang disebut batik motif Kompeni berbagai corak. Di samping batik
motif Cina dan batik motif megamendung. Waktu itu, seni dan budaya Cina selain
berpengaruh pada penggunaan porselin gaya Cina, juga berpengaruh pada
pembuatan ukiran. Porselin Cina biasa digunakan sebagai hiasan di keraton,
masjid dan makam para ulama terutama makam Wali Songo. 19

Selain itu, dibawah kekuasaan Kompeni di Cirebon mengalami kelaparan,


wabah penyakit, dan emigrasi penduduk. Kelaparan terjadi disebabkan : pertama,
padi dan beras dimonopoli oleh Kompeni. Kedua, lahan untuk menanam padi
berkurang karena sebagian lahan digunakan untuk menanam nila (tarum) dan kopi
untuk kepentingan Kompeni. Ketiga, rakyat kekurangan waktu untuk
bercocoktanam padi dan palawija, karena mereka sering melakukan kerja rodi dan
kerja wajib untuk penguasa. 20

17
Omi Busytoni, Dakwah Dan Perjuangan Ulama Cirebon, (Cirebon, 2013), hlm 93
18
Ibid hlm 93
19
A Sobana Hardjasaputra dkk, Cirebon Dalam Lima Zaman (Disbudpar Provinsi Jawabarat:
2011) hlm 124-125
20
Omi Busytomi, Op Cit, hlm 93
8

B. Rumusan Masalah

Dalam penulisan ini, berupaya mengetahui tentang sebuah kebijakan


pemerintahan kolonial terhadap perubahan kehidupan sosial ekonomi dan budaya
di Cirebon. Berdasarkan latar belakang yang ada, maka permasalahan yang akan
dibahas pada kajian ini dapat dipaparkan dalam pertanyaan penelitian sebagai
berikut:

(1) Apa saja hubungan Kesultanan Cirebon dengan Kolonial abad 17-19 ?

(2) Bagaimana implikasinya bagi kehidupan masyarakat di Cirebon?

C. Ruang Lingkup Penelitian

Kajian ini membatasi pembahasan pada perkembangan pemerintahan


Kerajaan Cirebon. Penelitian iniakan mencakup periode periode tertentu
khususnya setelah adanya pengaruh Kolonial tahun 1681, dimana pada tahun
tersebut terjadi perjanjian antara Kerajaan Cirebon dengan pihak Kolonial yang
berdampak terhadap eksistensi Kerajaan Cirebon. Dan selanjutnya adalah tahun
tahun setelah tahun 1681 yang memunculkan implikasi yang ditimbulkan dari
pengaruh hubungan kolonial. Dan pada tahun 1816 adalah puncak dari dampak
kolonial.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Sejarah menyajikan seperangkat wawasan yang dapat mempersatukan


sikap warga masyarakat atau bangsa terhadap tanah air atau tanah kelahirannya.
Maka dari itu, tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendokumentasikan
sejarah Cirebon di abad 19 tersebut dan dampak dampak yang ditimbulkannya.
Diharapkan hasil penelitian ini memiliki kegunaan sebagai salah satu pengetahuan
9

dalam mengetahui sejarah Cirebon serta menjadi bahan referensi dan bacaan bagi
kalangan akademisi maupun pelajar yang ingin menambah wawasannya tentang
sejarah Cirebon lebih dalam dan komprehensif.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini membutuhkan referensi untuk menambah kajian tentang


pemerintahan Cirebon yang terdapat dalam sumber-sumber pustaka. Sumber
sumber yang digunakan dalam kajian ini baikdalam bentuk primer maupun
sekunder yang akan memberikan pengetahuan dalam memahami sejarah Cirebon.

Adapun dalam kajian ini penulis masih mempunyai batasan dan belum
banyak menemukan sumber-sumber yang dimaksud,Oleh karena itu buku-buku
yang diambil adalah buku-buku yang terkait dengan bahasan inidan sebatas untuk
membantu dalam penulisan mengenai sejarah Cirebon. Dalam hal ini buku buku
yang telah menjadi alat bantu referensi penulis antara lain adalah:

1. Cirebon dalam sketsa Ekonomi dan Tradisi cetakan I karya Zaenal


Masduqi M.Ag& Firliana Tiya Deviani. Buku yang ditulis langsung oleh seorang
sejarawan lokal yang menceritakan bagaimana perkembangan ekonomi dan tradisi
di wilayah Cirebon

2. Cirebon dari Kota Tradisional ke Kota Kolonial. Karya Zaenal Masduqi


M. Ag. buku yang menjelaskan tentang bagaimana perkembangan Cirebon dari
yang bersifat Kerajaan sampai bersifat Kenegaraan yang digagas oleh Belanda.
Urgensi buku ini terletak dari bagaimana koloni Belanda membangun eksistensi
nya di Cirebon.

3. Cirebon dalam lima zaman(abad ke 15 hingga ke pertengahan abad ke


20). Karya A Sobana Hardjasaputra dkk. buku yang sangat menarik karena dalam
buku ini pembaca diajak untuk mengarungi sejarah Cirebon yang dibagi dalam
abad-abad tertentu.
10

4. Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cirebon


(1479-1809). Karya RH. Unang Sunardjo. Buku yang membahas tentang
dinamika Cirebon dari masa berdirinya hingga datangnya pengaruh VOC
didalamnya.

5. Dakwah Dan Perjuangan Ulama Cirebon. Karya Omi Busytoni. Buku


yang didalamnya bercerita bagaimana perjuangan santri dan ulama dalam
menentang berbagai kebijakan pemerintahan Kolonial.

6.Baban Kana Sejarah Pesantren Babakan Ciwaringin dan Perang


Nasional Kedongdong, Karya KH. Zamzami Amin. Buku ini mengungkap sejarah
perlawanan perlawanan rakyat cirebondalam menghadapi kebijakan kebijakan
pemerintah kolonial.

F. Landasan Teoritik/Kerangka Konseptual

Sejarah perkembangan kolonialisme bermula ketika Vasco da Gama dari


Portugis berlayar ke india pada tahun 1498. Di awali dengan pencarian jalan ke
Timur untuk mencari sumber rempah-rempah perlombaan mencari tanah jajahan
dimulai. Kuasa Barat Portugis dan Spanyol kemudian diikuti Inggris dan Belanda
berlomba-lomba mencari daerah penghasil rempah-rempah dan berusaha
mengusainya. Penguasaan wilayah yang awalnya untuk kepentingan ekonomi
akhirnya beralih menjadi penguasaan atau penjajahan politik yaitu campur tangan
untuk menyelesaikan pertikaian, perang saudara, dan sebagainya. Ini karena kuasa
kolonial tersebut ingin menjaga kepentingan perdagangan mereka daripada
pergolakan politik lokal yang bisa mengganggu kelancaran perdagangan mereka.

Kata “koloni” berasal dari bahasa Latin “colonia” yang artinya “tanah,
tanah pemukinan atau jajahan”. Secara umum, pengertian Kolonialisme adalah
11

penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk
memperluas negara itu.21

Istilah kolonialisme bermaksud memaksakan satu bentuk pemerintahan


atas sebuah wilayah atau negeri lain (tanah jajahan) atau satu usaha untuk
mendapatkan sebuah wilayah baik melalui paksaan atau dengan cara damai.
Usaha untuk mendapatkan wilayah biasanya melalui penaklukan. Penaklukan atas
sebuah wilayah bisa dilakukan secara damai atau paksaan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pada mulanya mereka membeli barang dagangan dari
penguasa lokal, untuk memastikan pasokan barang dapat berjalan lancar mereka
kemudian mulai campur tangan dalam urusan pemerintahan penguasa setempat
dan biasanya mereka akan berusaha menjadikan wilayah tersebut sebagai tanah
jajahan mereka. Negara yang menjajah menggariskan panduan tertentu atas
wilayah jajahannya, meliputi aspek kehidupan sosial, pemerintahan, undang-
undang dan sebagainya.

Dari berbagai teori yang telah dipaparkan diatas bahwasannya


Kolonialisme pasti akan menimbulkan dampak yang signifikan bagi suatu bangsa
maupun Negara. Begitupula pengaruh kolonial terhadap Kesultanan Cirebon.
Misalnya mereka menerapkan sitem Culture Stelsel(Tanam Paksa) untuk
keuntungannya sendiri. Selain itu dampak lain yang ditimbulkan dari berbagai
pengaruh kolonial adalah hilangnya hak-hak Sultan/Raja karena mereka telah
dijadikan sebagai pegawai dibawah kekuasaan pemerintahan Kolonial sehingga
mereka hanyalah sebuah simbol semata. 22

Rakyat Cirebon menjadi semakin menderita berkat adanya pengaruh


Kolonial yang mengakibatkan perubahan status sosial di masyarakat yang mana
para bangsawan hidup bermewah mewahan sedangkan rakyat pribumi harus hidup
dengan penderitaan dan kesengsaraan.23

21
https://pengertianahli.id/2013/12/pengertian-kolonialisme-apa-itu-kolonialisme.html
22
A Sobana Hardjasaputradkk, Cirebon Dalam Lima Zaman (Disbudpar Provinsi Jawabarat:
2011)hlm 122-124
23
A Sobana Hardjasaputra dkk, Op Cit hlm 158
12

G. Metode dan Sumber Penelitian

Sesuai dengan jenis studi nya yaitu studi sejarah, maka secara umum studi
ini menggunakan metode yang berlaku dalam ilmu sejarah, atau yang biasa
disebut dengan metode sejarah. Metode penelitian yang digunakan adalah :

Heuristik

Bagi seorang peneliti sejarah langkah langkah pengumpulan data yang


berasal dari zaman itu sangatlah penting baik itu dari yang tertulis ataupun tidak
tertulis istilah ini biasa disebut dengan heuristik. untuk memperjelas serta
memperkuat keterangan dalam mengemukakan permasalahan maupun peristiwa
sesuai dengan permasalahannya. Dalam hal ini menggunakan ilmu bantu
antropologi,sosiologi karena untuk memperjelas kehidupan masyarakatnya,
sosialnya dengan tidak meninggalkan studi yang dibahas.

Teknik dalam pencarian data adalah dengan penelitian kepustakaan


dengan membaca historiografi tradisional maupun modern maupun dengan
membaca manuskrip atau dokumen dokumen yang ada hubungan nya dengan
pemerintahan Cirebon dan pemerintahan Kolonial. Dengan di perkuat juga
melalui sumber sumber lisan yang mengetahui permasalahan dalam sumber
sumber ini. Dalam hal ini adalah para sejarawan lokal, budayawan lokal.

Kritik

Inilah langkah dimana seorang peneliti sejarah harus bisa menelaah,


memahami, mempelajari leih lanjut untuk menguji keabsahan dan keotentisan dari
pengumpulan data yang telah diambil. Seringkali sejarawan harus mengerahkan
segala kemampuan dan fikirannya, bahkan seringkali ia harus menggabungkan
antara pengetahuan, sikap ragu(skeptis), rasa percaya begitu saja, menggunakan
akal sehat dan menggunakan tebakan intelejen ( Jacques Barzun & Henry F.
Graff, 1970: 99). Inilah fungsi kritik sehingga karya sejarah merupakan produk
13

ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan hasil dari suatu fantasi


semata.24

Interpretasi

Dalam tahap ini penulis berusaha menganalisis data yang diperoleh.


Sumber data tersebut dikumpulkan dan dianalisis untuk memperoleh fakta. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang relevan. Dalam penulisan
sejarah, digunakan seacara bersamaan teknis dasar tulis menulis yaitu deskripsi,
narasi, dan analisis. Ketika sejarawan menulis sebenarnya merupakan
keinginannya untuk menjelaskan(eksplanasi) sejarah, ada dua dorongan utama
yang menggerakkannya yakni mencipta ulang (re create) dan menafsirkan
(interprete).25

Historiografi

Fase terakhir dalam metode penelitian yang merupakan pemaparan atau


penulisan hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam penyusunan historiografi
ini selalu memperhatikan aspek kronologis, dengan menghubungkan peristiwa
yang satu dengan yang lain, sehingga menjadi sebuah rangkaian fakta sejarah
yang utuh.

H. Sistematika Penulisan

Untuk kelancaran Studi ini akan dijabarkan lebih lanjut dan dibagi menjadi
sub bab-bab tertentu.

Pada Bab I dimana didalamnya terdapat latar belakang masalah, rumusan


masalah, tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, landasan teori, metode penulisan
serta sistematika penulisan.

24
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, ( Yogyakarta: penerbit ombak, 2012) hlm 103
25
Helius Sjamsuddin, Op cit hlm 123
14

Bab II menjelaskan mengenai sejarah Cirebon masa tradisional. Bab ini


meupakan bab awal dan hanya sebatas pengantar saja. Yang di dalam nya terdapat
sub sub bab tertentu antara lain:

A. Sejarah terbentuknya kerajaan Cirebon


B. Cirebon masa Sunan Gunung Jati

Bab III disini penulis mulai untuk membahas permasalahan pokok yaitu
Cirebon masa Kolonial, serta menceritakan latar belakang proses awal Cirebon
jatuh dalam penguasaan koloni. Dalam kerangkanya yaitu:

A. Sejarah awal jatuhnya Cirebon ke tangan VOC


B. Cirebon di bawah pengaruh VOC
1. Perjanjian-perjanjian
a. Perjanjian 7 Januari 1681
b. Perjanjian 4 Desember 1685
c. Perjanjian 8 september 1688
d. Perjanjian 4 Agustus 1699
2. Cirebon di bawah pemerintahan Deandels (1809-1811)
3. Cirebon di bawah pemerintahan Raffless (1811-1816)

Bab IVmenuliskan tentang apa implikasidari pengaruh koloni bagi


kehidupan masayarakat Cirebon.

A. Dampak bagi perubahan kehidupan sosial dan politik di Cirebon


B. Dampak bagi perubahan kehidupan ekonomi dan budaya di Cirebon

Bab V Kesimpulan. Pada bab ini disajikan hasil-hasil kajian secara ringkas
dan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang di ajukan dalam rancangan-
rancangan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai