Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Kerajaan Tulang Bawang

Oleh :

Lian Anggraeni

SMA NEGERI 03 KONAWE SELATAN


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan
salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan
kepada kita selaku umatnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan
sebaik-baiknya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
makalah ini.
Penulis mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Ambakumina, 24 Mei 2022

Lian Anggraeni

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

1.1 Latar Belakang......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................2

2.1 Sejarah Kerajaan Tulang Bawang........................................................2


2.2 Kehidupan Sosial Budaya.....................................................................4
2.3 Kehidupan Agama................................................................................4
2.4 Kehidupan Ekonomi.............................................................................4

BAB III PENUTUP..........................................................................................6

3.1 Kesimpulan...........................................................................................6
3.2 Saran.....................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................7

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sejarah kebudayaan dan perdagangan di Nusantara, Tulang Bawang digambarkan


merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia, disamping kerajaan Melayu, Sriwijaya,
Kutai, dan Tarumanegara. Meskipun belum banyak catatan sejarah yang mengungkapkan
keberadaan kerajaan ini, namun catatan Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke-4
seorang pejiarah Agama Budha yang bernama Fa-Hien, pernah singgah di sebuah kerajaan yang
makmur dan berjaya, To-Lang P’o-Hwang (Tulang Bawang) di pedalaman Chrqse (pulau emas
Sumatera). Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang Bawang,
namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu Way
Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat
kota Menggal.

Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P’o Chie (Sriwijaya), nama dan
kebesaran Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya sulit sekali
mendapatkan catatan sejarah mengenai perkembangan kerajaan ini.

2.1 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah kerajaan Tulang Bawang?


2. Bagaimana kehidupan sosial budaya kerajaan Tulang Bawang?
3. Bagaimana kehidupan agama kerajaan Tulang Bawang?
4. Bagaimana kehidupan ekonomi kerajaan Tulang Bawang?

iv
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Kerajaan Tulang Bawang

Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri di Lampung.
Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak
catatan sejarah yang memberikan keterangan mengenai kerajaan ini. Musafir Tiongkok yang
pernah mengunjungi Nusantara pada abad VII, yaitu I Tsing yang merupakan seorang peziarah
Buddha, dalam catatannya menyatakan pernah singgah di To-Lang P’o-Hwang
(“Tulangbawang”), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse (Pulau Sumatera). Namun
Tulangbawang lebih merupakan satu Kesatuan Adat. Tulang Bawang yang pernah mengalami
kejayaan pada Abad ke VII M. Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan
Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini
terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam
radius 20 km dari pusat kota Menggala.

Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P’o Chie (Sriwijaya), nama


Kerajaan Tulang Bawang semakin memudar. Tidak ada catatan sejarah mengenai kerajaan ini
yang ada adalah cerita turun temurun yang diketahui oleh penyimbang adat, namun karena
Tulang Bawang menganut adat Pepadun, yang memungkinkan setiap khalayak untuk berkuasa
dalam komunitas ini, maka Pemimpin Adat yang berkuasa selalu berganti ganti Trah. Hingga
saat ini belum diketemukan benda benda arkeologis yang mengisahkan tentang alur dari kerajaan
ini.

Kerajaan Tulang Bawang merupakan salah satu Kerajaan Hindu tertua di Nusantara. Tidak
banyak catatan sejarah yang mengungkap fakta tentang kerajaan ini. Sebab, ketika Che-Li-P‘o
Chie (Kerajaan Sriwijaya) berkembang, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang justru
pudar. Menurut catatan Tiongkok kuno, sekitar pertengahan abad ke-4 pernah ada seorang
Bhiksu dan peziarah bernama Fa-Hien (337-422), ketika melakukan pelayaran ke India dan
Srilangka, terdampar dan pernah singgah di sebuah kerajaan bernama To-Lang P‘o-Hwang
(Tulang Bawang), tepatnya di pedalaman Chrqse (Sumatera).

v
Sumber lain menyebutkan bahwa ada seorang pujangga Tiongkok bernama I-Tsing yang
pernah singgah di Swarna Dwipa (Sumatera). Tempat yang disinggahinya ternyata merupakan
bagian dari Kerajaan Sriwijaya. Ketika itu, ia sempat melihat daerah bernama Selapon. Ia
kemudian memberi nama daerah itu dengan istilah Tola P‘ohwang. Sebutan Tola P‘ohwang
diambil dari ejaan Sela-pun. Untuk mengejanya, kata ini di lidah sang pujangga menjadi
berbunyi so-la-po-un. Orang China umumnya berasal dari daerah Ke‘. I-Tsing, yang merupakan
pendatang dari China Tartar dan lidahnya tidak bisa menyebutkan So, maka ejaan yang familiar
baginya adalah To. Sehingga, kata solapun atau selapon disebutkan dengan sebutan Tola
P‘ohwang. Lama kelamaan, sebutan itu menjadi Tolang Powang atau kemudian menjadi Tulang
Bawang.

Kerajaan Sriwijaya merupakan federasi atau gabungan antara Kerajaan Melayu dan
Kerajaan Tulang Bawang (Lampung). Pada masa kekuasaan Sriwijaya, pengaruh ajaran agama
Hindu sangat kuat. Orang Melayu yang tidak dapat menerima ajaran tersebut, sehingga mereka
kemudian menyingkir ke Skala Brak. Namun, ada sebagian orang Melayu yang menetap di
Megalo dengan menjaga dan mempraktekkan budayanya sendiri yang masih eksis. Pada abad ke-
7, nama Tola P‘ohwang diberi nama lain, yaitu Selampung, yang kemudian dikenal dengan nama
Lampung.

Hingga kini, belum ada orang atau pihak yang dapat memastikan di mana pusat Kerajaan
Tulang Bawang berada. Seorang ahli sejarah, Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan
ini terletak di Way Tulang Bawang, yaitu antara Menggala dan Pagar Dewa, yang jaraknya
sekitar radius 20 km dari pusat Kota Menggala. Jika ditilik secara geografis masa kini, kerajaan
ini terletak di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Sekitar abad ke-15, Kota
Manggala dan alur Sungai Tulang Bawang dikenal sebagai pusat perdagangan yang berkembang
pesat, terutama dengan komoditi pertanian lada hitam. Konon, harga lada hitam yang ditawarkan
kepada serikat dagang kolonial Belanda atau VOC (Oost–indische Compagnie) lebih murah
dibandingkan dengan harga yang ditawarkan kepada pedagang-pedagang Banten.

Oleh karenanya, komoditi ini amat terkenal di Eropa. Seiring dengan perkembangan zaman,
Sungai Tulang Bawang menjadi dermaga “Boom” atau tempat bersandarnya kapal-kapal dagang
dari berbagai penjuru Nusantara. Namun, cerita tentang kemajuan komoditi yang satu ini hanya
tinggal rekaman sejarah saja. Kerajaan Tulang Bawang tidak terwariskan menjadi sistem

vi
pemerintahan yang masih berkembang hingga kini. Nama kerajaan ini kemudian menjadi nama
Kabupaten Tulang Bawang, namun sistem dan struktur pemerintahannya disesuaikan dengan
perkembangan politik modern.

2.2 Kehidupan Sosial Budaya

Ketika ditemukan oleh I-Tsing pada abad ke-4, kehidupan masyarakat Tulang Bawang
masih tradisional. Meski demikian, mereka sudah pandai membuat kerajinan tangan dari logam
besi dan membuat gula aren. Dalam perkembangan selanjutnya, kehidupan masyarakat Tulang
Bawang juga masih ditandai dengan kegiatan ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-15,
daerah Tulang Bawang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di Nusantara. Pada saat itu,
komoditi lada hitam merupakan produk pertanian yang sangat diunggulkan. Deskripsi tentang
kehidupan sosial-budaya masyarakat Tulang Bawang lainnya masih dalam proses pengumpulan
data.

2.3 Kehidupan Agama

Sungguhpun kita telah dididik diajar digembleng dan diresapi oleh Agama Islam yang sudah
berabad-abad lamanya ini, namun pengaruh Animisme Hindu nampaknya sampai pada dewasa
ini masih belum juga dapat dikuras habis. Dimana-mana lebih-lebih di Kampung-kampung dan
di pedalaman hal ini masih dipraktikkan oleh Rakyat di sana. Mereka masih meyakinkan bahwa
Roh-roh itu masih aktif, masih bekerja masih tetap mengawasi anak-cucunya di mana saja
berada. Mereka masih meyakinkan bahwa kayu-kayu besar, gunung-gunung besar mempunyai
penunggu dan penjaganya, inilah yang dinamakan animisme.

2.4 Kehidupan Ekonomi

Semua alat-alat pertanian seperti: pacul, gobek, kapak, dibuat dari besi, demikian juga alat
senjata: tombak, badik, keris dan sebagainya bukankah ini dari besi. Di atas telah penulis
singgung pada tahun 671 Pendeta Tiongkok I Tsing pernah mengadakan pencatatan-pencatatan
tentang Kerajaan Tulang Bawang, bahwa didapatinya Rakyat di sana sudah maju, pandai
membuat gula dan membuat besi.

Jelas disini gula aren yang kita minum sekarang, demikian juga senjata-senjata dari besi
adalah dari Zaman Hindu dari Kerajaan Tulang Bawang asalnya, malahan di Pagar Dewa

vii
sekarang ini masih ada pandai besi (tukang membuat senjata) badik, keris, dan sebagainya.
Malahan menurut keterangan Batu Tempaan Kuno ada pada orang tersebut, orang Kalianda
mengakui atas kebenaran ini, mereka punya bahannya (besi segelungan), Pagar Dewa punya
tepaannya. bahkan di Lampung pembuatan sarung-sarung dari pada senjata-senjata ini yang
dikenal hanya Pagar Dewalah tempat pembuatan sarung badik yang terbaik, berita ini sampai
sekarang masih disebut-sebut.

viii
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri di Lampung.
Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak
catatan sejarah yang memberikan keterangan mengenai kerajaan ini. Dalam perkembangan
selanjutnya, kehidupan masyarakat Tulang Bawang juga masih ditandai dengan kegiatan
ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-15, daerah Tulang Bawang dikenal sebagai salah
satu pusat perdagangan di nusantara.

Mereka masih meyakinkan bahwa roh-roh itu masih aktif, masih bekerja masih tetap
mengawasi anak-cucunya di mana saja berada. Mereka masih meyakinkan bahwa kayu-kayu
besar, gunung-gunung besar mempunyai penunggu dan penjaganya, inilah yang dinamakan
animisme.

3.2 Saran

Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan berusaha menjaga
dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.

ix
DAFTAR PUSTAKA

http://melayuonline.com/ind/history/dig/408/kerajaan-tulang-bawang

https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Tulang_Bawang

http://tulangbawangkab.go.id/?page_id=223

https://doc.lalacomputer.com/makalah-kerajaan-tulang-bawang/

Anda mungkin juga menyukai