Anda di halaman 1dari 12

Kerajaan Tulang Bawang dan Kota Kapur

D
I
S
U
S
U
N

Oleh :

Nama Anggota Kelompok :


1. Destia Nur Rosyadah Purba
2. Chintya Darlina
3. M. Iqbal Zai
4. Adzra Fatin Tarigan
5. Danan Jeswin
6. Fahri Prayuda
7. Ezra Hendiko Pakpahan
Kelas : X-3
Mata Pelajaran : Sejarah
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah Swt. yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah tentang “Kerajaan Tulang Bawang dan Kota
Kapur”

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah
ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan
dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,


baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya
ilmiah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki karya ilmiah ini.

Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan
manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................i


DAFTAR ISI ...........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................1
A. Latar Belakang Kerajaan Tulang Bawang..............................1
B. Rumusan Masalah Kerajaan Tulang Bawang.........................1
C. Latar Belakang Kerajaan Kota Kapur.................................... 1
D. Rumusan Masalah Kerajaan Kota Kapur................................2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................3


A. Seajarah Kerajaan Tulang Bawang.........................................3
B. Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Tulang Bawang .............4
C. Kehidupan Agama Kerajaan Tulang Bawang.........................5
D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Tulang Bawang......................5
E. Sejarah Singkat Kerajaan Kota Kapur.....................................6
F. Letak kerajaan Kota Kapur......................................................6
G. Prasasti Peninggalan Kerajaan Kota Kapur.............................7
H. Masa Kejayaan Kerajaan Kota Kapur.....................................8
I. Runtuhnya Kerajaan Kota Kapur............................................8

BAB III PENUTUP.......................................................................9


A. Kesimpulan Kerajaan Tulang bawang.................................9
B. Kesimpulan Kerajaan Kota Kapur.......................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang Kerajaan Tulang Bawang


Dalam sejarah kebudayaan dan perdagangan di Nusantara, Tulang
Bawang digambarkan merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia,
disamping kerajaan Melayu, Sriwijaya, Kutai, dan Tarumanegara. Meskipun
belum banyak catatan sejarah yang mengungkapkan keberadaan kerajaan ini,
namun catatan Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke-4 seorang
pejiarah Agama Budha yang bernama Fa-Hien, pernah singgah di sebuah
kerajaan yang makmur dan nimism, To-Lang P’o-Hwang (Tulang Bawang) di
pedalaman Chrqse (pulau emas Sumatera). Sampai saat ini belum ada yang nim
memastikan pusat kerajaan Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W.
Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang
Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km
dari pusat kota Menggal.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P’o Chie (Sriwijaya),
nama dan kebesaran Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar.
Akhirnya sulit sekali mendapatkan catatan sejarah mengenai
perkembangan kerajaan ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kerajaan Tulang Bawang?
2. Bagaimana kehidupan nimis budaya kerajaan Tulang Bawang?
3. Bagaimana kehidupan agama kerajaan Tulang Bawang?
4. Bagaimana kehidupan ekonomi kerajaan Tulang Bawang

C. Latar Belakang Kerajaan Kota Kapur

Prasasti Kota Kapur adalah prasasti Śrīwijaya yang pertama kali


ditemukan, jauh sebelum Prasasti Kedukan Bukit yang baru ditemukan
di Palembang pada tanggal 29 November 1920, dan Prasasti Talang Tuwo yang
ditemukan beberapa hari sebelumnya yaitu pada tanggal 17 November 1920.
Berdasarkan prasasti ini Sriwijaya diketahui telah menguasai bagian selatan
Sumatera, Pulau Bangka dan Belitung hingga Lampung. Prasasti ini juga
menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk
menghukum “Bhumi Jawa” yang tidak berbakti (tidak mau tunduk) kepada
Sriwijaya.
1
Peristiwa ini cukup bersamaan waktunya dengan perkiraan
runtuhnya Taruma di Jawa bagian barat dan Holing (Kalingga) di
Jawa bagian tengah. Ada kemungkinan hal tersebut
akibat serangan Sriwijaya. Sriwijaya tumbuh dan berhasil
mengendalikan jalur perdagangan nimism di Selat Malaka, Selat
Sunda, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.
Prasasti Kota Kapur ini, beserta penemuan-penemuan arkeologi
lainnya di daerah tersebut, merupakan peninggalan
masa Sriwijaya dan membuka wawasan baru tentang masa-
masa Hindu-Budha di masa itu. Prasasti ini juga membuka gambaran
tentang corak masyarakat yang hidup pada abad ke-6 dan abad ke-
7 dengan latar belakang agama Buddha.
Prasasti tersebut ditemukan oleh J.K. van der Meulen pada bulan
Desember 1892 . Selanjutnya, prasasti ini pertama kali dianalisis oleh
H. Kern, seorang ahli epigrafi bangsa Belanda yang bekerja pada
Bataviaasch Genootschap di Batavia. Replika prasasti dapat dilihat di
Museum Timah Indonesia. Situs ini terletak di Desa Kota Kapur, Kec.
Mendo Barat, Kabupaten Bangka. Sebelum Sriwijaya, kelompok
masyarakat yang menghuni pemukiman di dalam lingkungan benteng
tanah adalah penganut ajaran Hindu Waisnawa seperti yang
berkembang di Asia tenggara daratan dan Pantai Utara Jawa. Dari
pemukiman itu dipasarkan Kapur Sirih.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam


makalah Kerajaan Kota Kapur ini adalah:
1) Bagaimana sejarah singkkat Kerajaan Kota Kapur ?
2) Dimana letak Kerajaan Kota Kapur?
3) Peninggalan Kerajaan Kota Kapur
4) Bagaimana masa kejayaan Kerajaan Kota Kapur?
5) Bagaimana runtuhnya Kerajaan Kota Kapur?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kerajaan Tulang Bawang

Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah


berdiri di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang,
Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang memberikan keterangan
mengenai kerajaan ini. Musafir Tiongkok yang pernah mengunjungi Nusantara
pada abad VII, yaitu I Tsing yang merupakan seorang peziarah Buddha, dalam
catatannya menyatakan pernah singgah di To-Lang P’o-Hwang
(“Tulangbawang”), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse (Pulau Sumatera).
Namun Tulangbawang lebih merupakan satu Kesatuan Adat. Tulang Bawang
yang pernah mengalami kejayaan pada Abad ke VII M. Sampai saat ini belum
ada yang nim memastikan pusat kerajaan Tulang Bawang, namun ahli sejarah
Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu Way
Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20
km dari pusat kota Menggala.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P’o Chie (Sriwijaya),
nama Kerajaan Tulang Bawang semakin memudar. Tidak ada catatan sejarah
mengenai kerajaan ini yang ada adalah cerita turun temurun yang diketahui
oleh penyimbang adat, namun karena Tulang Bawang menganut adat Pepadun,
yang memungkinkan setiap khalayak untuk berkuasa dalam komunitas ini,
maka Pemimpin Adat yang berkuasa selalu berganti ganti Trah. Hingga saat ini
belum diketemukan benda benda arkeologis yang mengisahkan tentang alur
dari kerajaan ini.
Kerajaan Tulang Bawang merupakan salah satu Kerajaan Hindu tertua di
Nusantara. Tidak banyak catatan sejarah yang mengungkap fakta tentang
kerajaan ini. Sebab, ketika Che-Li-P‘o Chie (Kerajaan Sriwijaya) berkembang,
nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang justru pudar. Menurut catatan
Tiongkok kuno, sekitar pertengahan abad ke-4 pernah ada seorang Bhiksu dan
peziarah bernama Fa-Hien (337-422), ketika melakukan pelayaran ke India dan
Srilangka, terdampar dan pernah singgah di sebuah kerajaan bernama To-Lang
P‘o-Hwang (Tulang Bawang), tepatnya di pedalaman Chrqse (Sumatera).
Sumber lain menyebutkan bahwa ada seorang pujangga Tiongkok bernama
I-Tsing yang pernah singgah di Swarna Dwipa (Sumatera). Tempat yang
disinggahinya ternyata merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya. Ketika itu, ia
sempat melihat daerah bernama Selapon. Ia kemudian memberi nama daerah
itu dengan istilah Tola P‘ohwang. Sebutan Tola P‘ohwang diambil dari ejaan
Sela-pun. Untuk mengejanya, kata ini di lidah sang pujangga menjadi berbunyi
so-la-po-un. Orang China umumnya berasal dari daerah Ke‘. I-Tsing, yang
merupakan pendatang dari China Tartar dan lidahnya tidak nim menyebutkan
So, maka ejaan yang familiar baginya adalah To. Sehingga, kata solapun atau
selapon disebutkan dengan sebutan Tola P‘ohwang. Lama kelamaan, sebutan
itu menjadi Tolang Powang atau kemudian menjadi Tulang Bawang.

3
Kerajaan Sriwijaya merupakan federasi atau gabungan antara Kerajaan
Melayu dan Kerajaan Tulang Bawang (Lampung). Pada masa kekuasaan
Sriwijaya, pengaruh ajaran agama Hindu sangat kuat. Orang Melayu yang tidak
dapat menerima ajaran tersebut, sehingga mereka kemudian menyingkir ke
Skala Brak. Namun, ada sebagian orang Melayu yang menetap di Megalo
dengan menjaga dan mempraktekkan budayanya sendiri yang masih eksis. Pada
abad ke-7, nama Tola P‘ohwang diberi nama lain, yaitu Selampung, yang
kemudian dikenal dengan nama Lampung.
Hingga kini, belum ada orang atau pihak yang dapat memastikan di mana
pusat Kerajaan Tulang Bawang berada. Seorang ahli sejarah, Dr. J. W. Naarding
memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di Way Tulang Bawang, yaitu antara
Menggala dan Pagar Dewa, yang jaraknya sekitar radius 20 km dari pusat Kota
Menggala. Jika ditilik secara geografis masa kini, kerajaan ini terletak di
Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Sekitar abad ke-15, Kota
Manggala dan alur Sungai Tulang Bawang dikenal sebagai pusat perdagangan
yang berkembang pesat, terutama dengan komoditi pertanian lada hitam.
Konon, harga lada hitam yang ditawarkan kepada serikat dagang nimism
Belanda atau VOC (Oost–indische Compagnie) lebih murah dibandingkan
dengan harga yang ditawarkan kepada pedagang-pedagang Banten.
Oleh karenanya, komoditi ini amat terkenal di Eropa. Seiring dengan
perkembangan zaman, Sungai Tulang Bawang menjadi dermaga “Boom” atau
tempat bersandarnya kapal-kapal dagang dari berbagai penjuru Nusantara.
Namun, cerita tentang kemajuan komoditi yang satu ini hanya tinggal rekaman
sejarah saja. Kerajaan Tulang Bawang tidak terwariskan menjadi nimis
pemerintahan yang masih berkembang hingga kini. Nama kerajaan ini
kemudian menjadi nama Kabupaten Tulang Bawang, namun nimis dan struktur
pemerintahannya disesuaikan dengan perkembangan politik modern.
B. Kehidupan Sosial Budaya

Ketika ditemukan oleh I-Tsing pada abad ke-4, kehidupan masyarakat


Tulang Bawang masih tradisional. Meski demikian, mereka sudah pandai
membuat kerajinan tangan dari logam besi dan membuat gula aren. Dalam
perkembangan selanjutnya, kehidupan masyarakat Tulang Bawang juga masih
ditandai dengan kegiatan ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-15,
daerah Tulang Bawang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di
Nusantara. Pada saat itu, komoditi lada hitam merupakan produk pertanian
yang sangat diunggulkan. Deskripsi tentang kehidupan nimis-budaya
masyarakat Tulang Bawang lainnya masih dalam proses pengumpulan data.

4
C. Kehidupan Agama
Sungguhpun kita telah dididik diajar digembleng dan diresapi oleh
Agama Islam yang sudah berabad-abad lamanya ini, namun pengaruh
Animisme Hindu nampaknya sampai pada dewasa ini masih belum juga
dapat dikuras habis. Dimana-mana lebih-lebih di Kampung-kampung dan
di pedalaman hal ini masih dipraktikkan oleh Rakyat di sana. Mereka
masih meyakinkan bahwa Roh-roh itu masih aktif, masih bekerja masih
tetap mengawasi anak-cucunya di mana saja berada. Mereka masih
meyakinkan bahwa kayu-kayu besar, gunung-gunung besar mempunyai
penunggu dan penjaganya, inilah yang dinamakan nimism.
D. Kehidupan Ekonomi
Semua alat-alat pertanian seperti: pacul, gobek, kapak, dibuat dari
besi, demikian juga alat senjata: tombak, badik, keris dan sebagainya
bukankah ini dari besi. Di atas telah penulis singgung pada tahun 671
Pendeta Tiongkok I Tsing pernah mengadakan pencatatan-pencatatan
tentang Kerajaan Tulang Bawang, bahwa didapatinya Rakyat di sana
sudah maju, pandai membuat gula dan membuat besi.
Jelas disini gula aren yang kita minum sekarang, demikian juga
senjata-senjata dari besi adalah dari Zaman Hindu dari Kerajaan Tulang
Bawang asalnya, malahan di Pagar Dewa sekarang ini masih ada pandai
besi (tukang membuat senjata) badik, keris, dan sebagainya. Malahan
menurut keterangan Batu Tempaan Kuno ada pada orang tersebut, orang
Kalianda mengakui atas kebenaran ini, mereka punya bahannya (besi
segelungan), Pagar Dewa punya tepaannya. Bahkan di Lampung
pembuatan sarung-sarung dari pada senjata-senjata ini yang dikenal
hanya Pagar Dewalah tempat pembuatan sarung badik yang terbaik,
berita ini sampai sekarang masih disebut-sebut.

(Pacul) (Badik)

5
E. Sejarah Singkat Kerajaan Kota Kapur

Kerajaan Kota Kapur diperkirakan sudah berdiri sejak sekitar abad ke 5 – 6


Masehi. Hal tersebut didukung dengan adanya penemuan berupa Arca Wisnu
yang berjumlah 4 buah, yang mana memiliki gaya arsitektur pre Angkor. Bukti
pendukung lain yang menunjukkan awal mula berdirinya kerajaan ini adalah
hasil analisa dari carbon dating benteng yang menunjukkan tahun 532 M.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Kerajaan Kota Kapur telah ada sebelum
adanya Kerjaan Sriwijaya yang baru ada di tahun 650 M. Nama daerah letak
berdirinya kerajaan ini terinspirasi dari potensi kekayaan yang dimiliki oleh
kawasan tersebut. Peradaban di wilayah Kota Kapur diawali dengan adanya
dijadikannya kawasan tersebut menjadi jalur perdagangan dunia.

Pusat Pemerintahan Kerajaan Kota Kapur terpusat di wilayah aliran Sungai


Mendo, yang dulu disebut dengan nama Sungai Menduk. Ketika memasuki
abad ke- 7 Masehi, daerah yang menjadi pintu gerbang hilir mudiknya
pedagang pedagang, terutama mereka yang berasal dari India dan Tiongkok.
Pada zaman ini, pergerakan angin sangat penting, sebab menjadi penggerak
kapal yang berlayar di lautan.

Adanya pusat perdagangan di sekitar pesisir, menyebabkan banyak


masyarakat membangun pemukiman di kawasan tersebut. Pada saat itu,
wilayah Kota Kapur berada dalam keadaan ekonomi yang cukup baik, yang
mana disebabkan karena perdagangan yang kuat. Dengan demikian, akses yang
dimiliki wilayah ini juga menjadi luas, bahkan hingga ke Pulau Jawa.

Apabila diamati dari rekonstruksi sejarah yang dilakukan pada benda


peninggalan Kerajaan Kota Kapur, dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat
di wilayah tersebut dulu banyak menganut ajaran agama Hindu. Sedangkan
aliran yang diikuti yaitu Waisnawa.

F. Letak Kerajaan Kota Kapur

Kerajaan Kota Kapur adalah kerajaan yang ada di provinsi Bangka Belitung yang
bercorak Hindu yang beraliran Waisnawa. Adanya Kerajaan Kota Kapur
berdasarkan penemuan prasasti yang memiliki tinggi 1,5 dan berangka 608 saka
atau 686 Masehi.

6
G. Prasasti Peninggalan Kerajaan Kota Kapur

1. Dermaga

Pada masa pemerintahan, dermaga ini dijadikan tempat kapal-kapal yang


berniaga bersandar dan singgah di Pulau Bangka. Ketika dilakukan ekskavasi,
didapatkan tiang kayu yang berderet dengan jenis Nibung. Di samping itu, ada
pula kayu yang berbentuk gelondongan yang berjenis Pelangas. Kayu tersebut
ada sekitar lima buah, disusun berjajar dari barat ke timur.

Berdasarkan hasil temuan patok serta ikatan ijuk yang terbuat dari jenis pohon
enau, jajaran gelondongan kayu tersebut ditengarai menjadi lantai pijakan di
dermaga. Jejeran tiang yang berjumlah dua, dengan setiap deretannya ada 21
tiang.

Panjang jejeran pada masing-masing sisi mencapai ukuran 6,7 meter dengan
jarak penanaman antar tiangnya sepanjang 20 – 30 cm. Sedangkan pada
jarak yang diapit oleh jejeran tiang itu berkisar 1 meter.

Hasil analisis dari karbon C-14 memberikan hasil berupa tiang kayu pada
dermaga tersebut bertahun 480 sampai 620 M. Sedangkan bagian tali ijuk
yang digunakan sudah ada sejak tahun 250 hingga 590 M.

2. Papan Perahu Kuno

‘Bangkai’ dari perahu kuno Kerajaan di Kota Kapur ditemukan oleh para
anggota tim arkeolog dari Puslit Arkenas di tanggal 25 September 2007. Ada
dua pusat lokasi penemuan, yakni di jalur Sungai Kupang serta sisi barat
sungai.

Lokasi ditemukannya ‘bangkai’ tersebut tepatnya ada di kolong–kolong yang


menjadi bekas dilakukannya penambangan timah. Perahu yang telah berhasil
diambil dari lokasi yang pertama hanya bagian papan yang memiliki ketebalan
4 cm, dengan lebar 35 cm, dan panjang mencapai 134 cm.

Permukaan papan peninggalan Kerajaan Kota Kapur, pada bagian yang


menghadap ke atas mempunyai lubang sejumlah 17 yang ukuran diameternya
berkisar 3 cm. Sedangkan di bagian tepiannya yang menghadap ke bawah
ada 20 lubang. Lubang yang terletak pada empat sudut tersebut dipahat
sampai menembus bagian tepi.

7
H. Masa Kejayaan Kerajaan Kota Kapur
Apabila diamati dari letak geografis, Kerajaan Kota Kapur pernah sampai
pada masa kejayaan. Hal tersebut didukung dengan berita dari Tiongkok yang
dibawa oleh seseorang yang bernama Fei Hsin di tahun 1436 M. Dalam berita
tersebut dikabarkan bahwa secara umum, tanah yang ada di wilayah Pulau
Bangka merupakan tanah yang subur, bahkan bisa menghasilkan jumlah
produksi lebih tinggi.

Beberapa produksi yang dihasilkan diantaranya yaitu arak yang dibuat


menggunakan getah aren serta produksi garam. Selain itu, ada pula lada
sebagai salah satu hasil bumi terbesar di wilayah ini. Berdasarkan rujukan yang
lain diperkirakan bahwa timah menjadi produk yang banyak dipasarkan sejak
berdirinya Kerajaan Kota Kapur.

Timah jika diartikan menggunakan bahasa Sansekerta maka disebut


Wangka. Masyarakat di Pulau Bangka lebih banyak menyebutnya dengan istilah
tersebut. Diketahui bahwa istilah tersebut telah termuat dalam Sastra India
yang berjudul Milindrapantha di abad 1 sebelum masehi. Di samping istilah
tersebut, dikenal juga Swarnabhumi yang berarti Sumatera. Dari aktivitas
perdagangan yang ada, komoditi yang banyak dibeli yaitu besi tuangan, kain
sutera, barang pecah belah, dan pot bunga yang dibuat menggunakan bahan
tembaga. Masyarakat membeli barang-barang tersebut dari para pedagang
yang mampir di wilayah Pulau Bangka.

I. Runtuhnya Kerajaan Kota Kapur

Pada masa itu, wilayah perairan di Selat Bangka menjadi jalur perdagangan
internasional yang cukup ramai. Di sini dijumpai banyak sekali kapal asing.
Bahkan, di tempat ini juga menjadi markas bagi mereka ingin melancar aksinya
dengan merompak.

Posisi dari Selat Bangka juga sekaligus menjadi gerbang strategis jika ingin pergi
ke Palembang melewati Sungai Musi serta menjadi pusat kekuasaan dari
Kerajaan Sriwijaya. Karena hal ini kemudian pada saat itu, Raja Dapunta Hyang,
yang sedang menjabat memutuskan untuk mengirimkan pasukan penyerang.
Hal ini dilakukan sebagai strategi perluasan wilayah kekuasaan.

Tujuan utama Kerajaan Sriwijaya melakukan penyerangan tersebut adalah


karena ingin menguasai semua jalur perdagangan yang ada seluruh pantai
Sumatera. Termasuk di dalamnya Kerajaan Perlak yang ada di Aceh dan
Kerajaan Tulang Bawang di Lampung. Taktik tersebut juga dilakukan di Kerajaan
Kota Kapur, yang mana dilakukan dengan cara memberikan tawaran kerja
sama.Penawaran tersebut yaitu berupa diangkatnya pihak Kota Kapur sebagai
armada yang mengamankan wilayah laut, yang mana nantinya akan menjamin
pedagang asing di wilayah tersebut. Kesepakatan tersebut kemudian menjadi
pertanda keberhasilan Sriwijaya dalam menaklukan wilayah Bangka. Hal inilah
yang menjadi sebab runtuhnya kerajaan yang ada di wilayah Kota Kapur.

8
A. Kesimpulan Kerajaan Tulang Bawang
Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri di
Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung
sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang memberikan keterangan
mengenai kerajaan ini. Dalam perkembangan selanjutnya, kehidupan
masyarakat Tulang Bawang juga masih ditandai dengan kegiatan ekonomi
yang terus bergeliat. Pada abad ke-15, daerah Tulang Bawang dikenal sebagai
salah satu pusat perdagangan di nusantara.
Mereka masih meyakinkan bahwa roh-roh itu masih aktif, masih bekerja
masih tetap mengawasi anak-cucunya di mana saja berada. Mereka masih
meyakinkan bahwa kayu-kayu besar, gunung-gunung besar mempunyai
penunggu dan penjaganya, inilah yang dinamakan animisme.

B. Kesimpulan Kerajaan Kota Kapur

Kerajaan Kota Kapur merupakan kerajaan yang diperkirakan sudah berdiri sejak
abad ke-5 hingga abad ke-7 Masehi. Penemuan kerajaan ini didukung dengan
ditemukannya Arca Wisnu sebanyak 4 buah, dimana Arca Wisnu tersebut
memiliki gaya arsitektur pre Angkor.

Anda mungkin juga menyukai