Perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik. Dalam arti sempit, adalah
kondisi permusuhan dengan menggunakan kekerasan antara dua atau lebih
kelompok manusia untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan.
Peperangan ataupun perebutan kekuasaan pada masa sebelum revormasi sangatlah
wajar dan sering terjadi. Seringkali tejadi peperangan melawan kolonialisme
hingga nyawapun menjadi taruhannya demi mepertahankan bumi pertiwi dari
tangan penjajah. Perang Puputan Bayu adalah peperangan yang terjadi di
Blambangan wilayah paling ujung timur di Pulau Jawa, yang saat ini bernama
Banyuwangi. Perang ini terjadi antara pasukan Belanda VOC dengan pejuang-
pejuang Blambangan pada tahun 1771 - 1772 di daerah Bayu, yang sekarang
daerah ini masuk daerah kecamatan Songgon. Mayoritas penduduknya adalah
suku osing yang mempunyai bahasa khas yaitu bahasa osing. Bahasa ini berbeda
dengan Banyuwangi bagian barat yang mayoritas berbahasa jawa biasa.
1
Mahasiswa jurusan Sejrah UM angkatan 2010
14
Foto 1. Peta Wilayah Blambangan pada tahun 1596-1774
14
dibayangkan pasti relatif sederhana dan kalah saing dengan persenjataan dari
pihak Belanda. Namun pada perkembanganya pejuang-pejuang Blambangan
membuktikan bahwa mereka mampu melawan kolonialisme dan mempertahankan
bumi Blambangan dengan darah-darah mereka. Hal ini sangat patut menjadi
kebanggan bagi kita semua.
Metode penelitian
14
Dari perjanjian tersebut berarti Blambangan sudah berada di bawah
kekuasaan kolonialisme Belanda ataupun VOC. Namun VOC disini tidak
langsung melakukan ekspansi ataupun mengotak-atik wilayah tersebut, melainkan
VOC mempunyai fikiran lain dengan menjadikan Blambangan sebagai “barang
simpanan” yang baru akan dikelola sewaktu-waktu dan kapan saja ketika
waktunya dibutuhkan.
Masuknya pengaruh Islam di Jawa pada abad XVIII yang pada saat itu
berpengaruh adalah Kerajaan Mataram Islam, membuat kerajaan Bali khawatir
akan Blambangan yang merupakan benteng terkhir di Jawa yang dapat di
pengaruhi oleh kedatangan Islam. Sebab jika Blambangan hancur dan dapat di
kuasai oleh Islam maka pengaruh Mataram akan lebih mudah masuk dan
mempengaruhi wilayah-wilayah dari kerajaan Bali. Sehingga pada waktu itu
kerajaan Bali berusaha keras melakukan ekspansi-ekspansi wilayah kekuasaannya
hingga Nusa Penida, Lombok, Sumba bagian timur, serta menguasai seluruh
Blambangan Bagian Barat. Maksud dari semua ini adalah jika sewaktu-waktu
Mataram menyerang Bali maka Kerajaan Bali masih mempunyai wilayah untuk
melarikan diri dari kejaran musuh (Sundoro, 2008 : 23) .
Faktor lain yang memicu meledaknya perang Puputan Bayu adalah, ketika
VOC baru menyadari bahwa Blambangan merupakan wilayah yang berpotensi
untuk di lakukanya eksploitasi yang akan memberikan keuntungan terhadap
Belanda khususnya VOC. Hal ini di kuatkan oleh kedatangan Bangsa Inggris ke
Blambangan. Setelah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan dan
mendirikan kantor-kantor daganganya (yang saat ini menjadi kompleks
Inggrisan), pada tahun 1766 di bandar kecil Banyuwangi yang pada saat itu
bernama Titra Ganda, Tirta Arum (Ali, 2002 : 18).
14
Sebenarnya sejak lama orang Inggris telah melakukan perdagangan di
Ulupampang mengadakan kerja sama dengan kerajaan Menguwi yang
berpengaruh di Blambangan pada waktu itu. Blambangan dengan konsensi
memberikan izin kepada pihak Inggris untuk mendirikan kantor dagang.
Kedatangan Inggris di Blambangan ini bersamaan dengan di temukkannya benua
Australia oleh pelaut-pelaut Inggris yang berjiwa Pertualang dan pengarung lautan
pada abad ke XVIII.
14
peroleh, Belanda memang pada waktu itu sangat berpengaruh sehingga
mempunyai pasukan-pasukan yang siap tempur bahkan penduduk pribumipun ikut
serta membantu Belanda. Entah pengaruh apa yang telah diberikan oleh Belanda
sehingga rakyat pribumi mau-maunya menyerang ataupun melawan saudara
sendiri.
Menurut Bahasa osing, bahasa khas yang dimiliki oleh suku osing
Banyuwangi, Puput mempunyai arti Habis, jika Puputan berarti Habis-habisan,
sedangkan Perang Puputan Bayu berarti perang habis – habisan di daerah Bayu.
Seperti yang di jelaskan sebelumnya bahwa Bayu merupakan suatu tempat yang
ada di Blambangan pada waktu itu, namun daerah ini sekarang berganti nama
14
menjadi sebuah Kecamatan Songgon yang masuk pada wilayah administrative
dari Banyuwangi.
Setelah VOC atau Belanda mendarat dan dapat menduduki Banyualit pada
tahun 1767. Kemudian wilayah – wilayah lain yang ada di Blambangan, seperti
Ulu Pangoang dan Lateng yang sekarang menjadi sebuah kecamatan yang
bernama Rogojampi. Kemudian di tambah lagi gagalnya serangan yang dilakukan
oleh rakyat-rakyat Blambangan di bawah pimpinan Pangeran Puger (yang
merupakan putera Wong Agung Wilis) terhadap benteng-benteng bentukan
Belanda yang ada di Banyualit.
14
sebenarnya telah membuat system rezim otoriter demi kepentingan politik dan
ekonominya.
Dengan sistem diatas pasti akan mampu menekan penduduk yang ada dan
pastilah akan tunduk sehingga segala bidang dapat di monopoli dengan mudah
oleh VOC. Saat itu VOC masuk ke dalam urusan politik dengan semangat
berdagang. Hal ini bermula pada nafsu monopoli. Keberhasilan monopoli dagang
yang telah dilakukan VOC kemudian dilanjutkan dengan melakukan ekspansi.
Mereka memanjakan penguasa penguasa lokal pada waktu itu dengan tujuan
kenyamanan ekonomi, utamanya untuk berperang dan meluaskan kekuasaan
menghadapi rival-rivalnya.
Cara-cara yang dilakukan VOC pada saat itu menciptakan jurang pemisah
antara kehidupan penguasa dengan rakyat, untuk kepentingan ekonominya
Belanda melakukan strategi Devide Et Empera. Mereka menebar bibit konflik
untuk mensukseskan VOC sebagai organisasi perdagangan milik hindia Belanda.
Strategi ini dapat mempengaruhi beberapa penguasa yang mulai menaruh percaya
atas muslihat yang di lakukan VOC, ketika pangeran Danuningrat mulai
memerintah Blambangan ia meminta pada penguasa Belanda untuk mengusir dan
mengakhiri pengaruh kekuasaan Bali di tanah Blambangan
(Sundoro ; 2008: 24).
14
Van Wikkerman bercerita dan sesungguhnya dokumen-dokumen resmi
telah membenarkan bahwa Colmond mengirimkan patroli-patroli ke seluruh
negeri ini untuk menyita semua beras-beras dan bahan makanan lainnya dan
pengakutnya sekaligus. Apabila tidak di angkut maka dia menyuruh
membakarnya. Pada musim hujan berikutnya dia memerintah penduduk lokal
untuk menanami sawah-sawah itu kembali, dengan perintah yang memaksa,
Setelah mereka panen maka panenyapun harus di berikan pada VOC
( Ali, 2002 : 2 ).
14
kepada setiap kepala keluarga yang harus diserahkan pada akhir tahun. Hal ini
dirasa sangat memberatkan rakyat Blambangan sebab di tenggah sedikitnya waktu
untuk ke ladang dan sawah karena kewajiban mereka untuk kerja paksa dan
itupun tanpa memperoleh upah dan makan.
14
melakukan serangan-serangan yang akan mengejutkan masyarakat Blambangan
saat itu.
14
Sebelum peristiwa puncak perang Puputan Bayu sebenarnya sudah ada
peristiwa lain yang mendahuluinnya, yang juga heroik dan patriotik, yaitu
peristiwa penyerangan pejuang Blambangan di bawah pimpinan Pangeran Puger
(Putra Wong agung Wilis) ke benteng VOC di banyuali pada tahun 1768. Namun
sayang peristiwa ini tidak tercatat secara lengkap pertanggalanya. Selain itu
terkesan bahwa dalam penyerangan tersebut pejuang Blambangan kalah total.
Pada kejadiaan ini pangeran Puger gugur melawan VOC, sedangkan ayahnya
yakni Wong Agung Wilis setelah Lateng di hancurkan kemudian ia terluka dan di
tanggkap kemudian diasingkan dibuang ke Pulau Banda.
Akibat lain yang sangat tragis yang juga sangat merugikan rakyat
Blambangan adalah peperangan di Bayu ini telah memakan korban tidak kurang
60.000 rakyat Blambangan yang gugur, hilang, ataupun yang menyingkir ke hutan
untuk menyelamatkan diri dari VOC. Tampaknya jumlah dari korban ini dirasa
begitu besar, sebab jika dilihat dari jumlah penduduk Blambangan pada waktu itu
di seluruh daerah Blambangan berjumlah 65.000 orang (Anderson, 1982 ; 75-76).
Untuk merebut Blambangan khususnya untuk perang Bayu ini VOC sendiri telah
menghabiskan delapan ton emas yang merupakan pukulan telak terhadap
keuangan VOC pada waktu itu.
14
itu puputan bayu, dan jawaban itupun tidak mendetail. Sedangkan ketiga
narasumber saya memberikan keterangan bahwa mereka tidak mengerti apa yang
di maksud dengan perang Puputan Bayu dan malah berbalik tanya kepada saya.
Kita harus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbanggalah kita
kepada Indonesia, karena kita Blambangan telah menunjukkan dalam sejarah
bahwa kita bukanlah rakyat Blambangan yang gampangan untuk menyerahkan
kemerdekaan dan harga diri kita pada penjajah. Semoga penerus pejuang
Blambangan selalu tetap mengenal, mengenang dan menjadikan suri tauladan atas
peristiwa Perang Puputan Bayu yang Heroik Patriotik.
14
Daftar Rujukan
Banyuwangi
Jawa. Prisma
Ali, Hasan. 2002. Perang Puputan Bayu Sebagai Tonggak Sejarah Hari Jadi
Banyuwangi
14