Labuan Bajo
Oleh: 199114135/ Maria Vabiola Unu De Guadalupe Tallan
Selanjutnya, Taman Nasional Kruger Afrika Selatan adalah salah satu kawasan
konservasi satwa-satwa liar terbesar di dunia, yang dijadikan destinasi wisata ekslusif oleh
pemerintah Afrika. Pengembangan ekowisata ini dilakukan dengan tujuan yang baik, yaitu
untuk melindungi satwa-satwa liar dari pemburuan liar, dan dengan maksud agar dapat
memberdayakan masyarakat sekitar. Alih-alih membawa dampak positif, pembangunan itu
justru membawa dampak buruk bagi ligkungan sekitar. Dalam aspek lingkungan hidup,
hadirnya berbagai sarana prasana pendukung pariwisata seperti jembatan, bangunan-
bangunan dan rute-rute kendaraan membuat ruang gerak satwa-satwa liar menjadi semakin
sempit dan mengubah pola migrasi mereka. Bahkan terjadi pemburuan satwa –satwa liar
secara legal di Taman Nasional Krunger, sehingga sangat mengancam eksistensi satwa-
satwanya (Drughi, 2018). Di samping itu, pembangunan yang masif itu juga merusak
ekosistem tumbuh-tumbuhan endemik Afrika yang hidup di sana.
Dalam aspek sosial ekonomi, dengan adanya model pengembangan wisata ekslusif,
interaksi antara masyarakat dan wisatawan menjadi sangat terbatas. Hal ini, disebabkan oleh
adanya Enclave Tourism yaitu tujuan wisata yang tersentralisasi. Jadi, wiatawan dapat
memenuhi segala kebutuhannya di suatu tempat tanpa harus bepergian ke tempat lain.
Sehingga masyarakat lokal tidak merasakan dampak pengembangan wisata baik dalam aspek
ekonomi maupun sosial.
Selain Taman Nasional Krunger Afrika Selatan, ada Cagar alam Maasai Mara. Cagar
alam ini merupakan suatu cagar alam hewan liar yang luas di daerah Narouk, Kenya, Afrika
Timur, yang berdampingan dengan Taman Nasional Serengeti di wilayah Mara, Tanzania.
Kawasan ini dibangun sejumlah infrastruktur yang mendukung pariwisata, berupa jalan dan
pondok-pondok penginapan permanen. Hadirnya berbagai infrastruktur ini merampas lahan
permukiman masyrakat Maasai dan satwa-satwanya. Sehingga sama seperti yang dirasakan
masyarakat lokal di Afrika Selatan, masyarakat Maasai tidak mendapatkan dampak yang
baik, malah sebaliknya mereka merasakan dampak buruk dari pembangunan itu (Haryanto,
2020).
Meskipun menuai pro dan kontra, pembangunan menuju “Wisata Super Premium” di
Pulau Komodo, Labuan Bajo ini tetap dilakukan. Namun, sangat disayangkan apabila
pembangunan ini ternyata ditunggangi oleh berbagai kepentingan yang kontras dengan
tujuan pelestarian. Dengan melihat beberapa kasus serupa, pembangunan ini akan membawa
dampak yang serius bagi ekologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Baik itu
dampak positif maupun dampak negatif. Hal ini membuat saya secara pribadi merasa dilema.
Di satu sisi, saya merasa senang karena dengan adanya pembangunan ini masyarakat timur
Indonesia dapat merasakan pemerataan pembangunan. Di samping itu, alam dan budaya
Timur Indonesia pun dapat dikenal oleh Dunia. Namun, disisi lain saya pun merasa iba
terhadap kelangsungan hidup komodo yang terancam oleh pembangunan ini.
Kelangsungan pembangunan ini, juga tidak terlepas dari adanya pengaruh otoritas
kekuasaan pemerintah dan dukungan dari berbagi pihak swasta. Hal ini menjukkan adanya
pengaruh sosial yaitu Obediance yang besar dan kekuatan minority influence yang sangat
kecil. Obedience yang dimaksud yaitu bentuk pengaruh sosial yang datang dari perintah atau
instruksi figur otoritas. Perintah atau instruksi figur otoriter ini dapat mempengaruhi perilaku
orang lain, sehingga orang cenderung menyerah dan mengikuti perintah (Sanderson, 2009).
Pengaruh sosial seperti ini, sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita. Salah satu
penerapannya yaitu dapat dilihat dari perilaku seorang karyawan yang dituntut untuk
mengikuti semua perintah atasannya.
Dalam kasus ini, pengaruh sosial obedience sangat besar, dan memainkan penting
dalam keputusan pembangunan. Masyarakat yang bersih keras menolak pembangunan,
akhirnya hanya bisa tunduk terhadap keputusan pemerintah. Segala bentuk upaya penolakan
yang dilakukan masyarakat menjadi sia-sia karena adanya perintah dan instruksi dari pihak
yang berkuasa. Selanjutnya, kekuatan minority influence dari masyarakat yang menolak
pembangunan ini, terbilang lemah karena lingkup yang dihadapinya sangat luas yaitu
lingkup pemerintahan suatu negara. Masyarakat tidak dapat menghambat pembangunan
dalam memperjuangkan pendapat dan pendiriannya karena adanya pengaruh yang lebih
mendominasi yaitu kekuasaan otoritas dari pemerintah.
Meskipun tujuan dan maksud pembangunan ini baik, namun untuk mencegah
terjadinya perpecahan antar kelompok, Pemerintah tetap harus mengindahkan suara dan opini
masyrakat. Dalam proses pengambilan keputusan perlu adanya musyawarah, agar baik
Pemerintah maupun masyarakat dapat menyampaikan pendapat dan padangannya. Dengan
begitu masyarakat dan pemerintah dapat mencapai keputusan bersama. Selanjutnya, Perlu
adanya kebijkan-kebijakan strategis yang dapat menjamin kesejahteraan masyarakat. Dengan
melibatkan masyarakat dalam setiap kebijakannya. Dan saran yang terakhir yaitu Pemerintah
memposisikan masyarakat sebagai garda terdepan dalam pengawasan pembangunan di
wilayah konservasi.
***
Daftar Pustaka:
KLHK Bantah Bangun Jurassic Park di Pulau Rinca Komodo. cnnindonesia.com. (2020, 28
Oktober). https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201028145348-20-563728/klhk-
bantah-bangun-jurassic-park-di-pulau-rinca-komodo