Anda di halaman 1dari 14

PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN KAWASAN

GUNUNG TAMBORA SEBAGAI PARIWISATA ALTERNATIF


DI KABUPATEN DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Oleh

RIZAL KURNIANSAH

1491061026

JUITA CAROLINA LESAWENGEN

1491061033

LINDALVA MAGNO DE ARAUJO

1491061043

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS UDAYANA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Data BPS (2008) wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara
Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km
dan luas perairannya 3.257.483 km. sumber daya alam Indonesia berupa minyak
bumi, timah, gas alam, nikel, kayu, bauksit, tanah subur, batu bara, emas, dan perak
dengan pembagian lahan terdiri dari tanah pertanian sebesar 10%, perkebunan sebesar
7%, padang rumput sebesar 7%, hutan dan daerah berhutan sebesar 62%, dan lainnya
sebesar 14% dengan lahan irigasi seluas 45.970 km. Dengan kekayaan alam yang
begitu berlimpah serta beragamnya suku dan budaya di Indonesia menjadi potensi
yang cocok untuk pengambangan pariwisata.
Potensi pengambangan pariwisata sangat terkait dengan lingkungan hidup dan
sumberdaya. Menurut Fandeli (1995: 48-49), sumberdaya pariwisata adalah unsur
fisik lingkungan yang statis seperti: hutan, air, lahan, margasatwa, tempat-tempat
untuk bermain, berenang dan lain-lain. Karena itu pariwisata sangat terkait dengan
keadaan lingkungan dan sumberdaya. Ditambahkan pula bahwa Indonesia yang
memiliki keragaman sumberdaya yang tersebar pada ribuan pulau, dengan lautannya
yang sangat luas memiliki potensi yang baik untuk kegiatan pariwisata.
Pariwisata alternatif menurut Wisnawa (2009). adalah secara mengkhusus
menawarkan sekumpulan pelayanan hospitality (keramahtamahan) dan fitur-fitur yang
diberikan kepada wisatawan oleh masyarakat perseorangan, keluarga atau komunitas
lokal. Pariwisata kerakyatan merupakana konsep pariwisata alternatif sebagai
antisipasi terhadap pariwisata konvesional. Pariwisata alternative (alternative tourism)
mempunyai pengertian ganda, di satu sisi dianggap sebagai salah satu bentuk
kepariwisataan yang ditimbulkan sebagai reaksi terhadap dampak-dampak negative
dari pengembangan pariwisata konvesional. Di sisi lain dianggap sebagai bentuk
kepariwisataan yang berbeda dari pariwisata konvesional untuk menunjang
kelestarian lingkungan (Kodyat, 1997).
Pariwisata alternatif mempunyai konsep yaitu pariwisata berbasis kerakyatan
yang karakteristik idealnya yaitu: (1) skala usaha yang dikembangkan adalah skala
kecil, sehingga lebih mudah dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah dalam

pengusahaannya. (2) pelaku adalah masyarakat menengah ke bawah atau biasannya


didominasi oleh masyarakat lokal (local owned and managed). (3) input yang
digunakan, baik sewaktu konstruksi maupun operasional berasal dari daerah setempat
atau komponen impornya kecil. (4) aktifitas berantai (spin of activity) yang
ditimbulakn sangat banyak, baik secara individu maupun kelembagaan akan semakin
besar yang konsekuensinya memberikan manfaat langsung bagi masyarakat lokal dan
besar. (5) berbasiskan kebudayaan lokal karena pelakunnya adalah masyarakat lokal.
(6) ramah lingkungan, karena terkait dengan tidak adanya kontroversi lahan secara
besar-besaran, serta tidak adanya pengubahan bentang alam yang berarti. (7) tidak
beragam, karena bercirikan keunikan daerah setempat. (8) menyebar di berbagai
daerah. Pitana (2002).
Di Indonesia sendiri, banyak daerah-daerah yang sangat berpotensi untuk
pengembangan pariwisata yang berkonsep alternatif salah satunya adalah daerah
Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Kabupaten Dompu
memiliki banyak potensi wisata alternatif salah satunya adalah Gunung Tambora yang
terletak di Kecamatan Pekat Kabupaten Dompu. Di lereng Gunung Tambora terdapat
beberapa desa, di sebelah timur terdapat desa sanggar, disebelah barat laut terdapat
desa doro peti dan desa pesanggrahan dan di sebelah barat terdapat desa calabai
(Wikipedia, 2015).
Tambora memiliki luas 71.644 Ha dengan beberapa zonasi (kewilayahan),
seperti cagar alam berupa landscape yang harus steril dari aktivitas manusia
kecuali untuk kegiatan penelitian. Kemudian, zona suaka margasatwa dengan
beraneka ragam satwa, terutama jenis Aves atau burung. Zona selanjutnya yakni
pemanfaatan wisata yang diperuntukkan untuk jasa lingkungan atau tempat wisata
serta sebagai salah satu sumber energi alternatif (microhydro) dengan memanfaatkan
air terjun. Zona lainnya adalah zona Taman Buru. Luas masing-masing zona ini, yakni
cagar alam 23.840 hektare, Suaka Margasatwa 21.674 hektare, dan Taman Burung
26.130 hektar, Ahmad (2015),
Selain digunakan sebagai tempat untuk riset ilmiah arkelog dan biologi.
Gunung ini juga telah menjadi salah satu daya tarik wisata di Kabupaten dompu.
Keberadaaan Gunung Tambora telah menarik wisatawan untuk mendaki dan aktivitas
margasatwa lainnya. Bedasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor 111/MenLHK-II/2015, Gunung Tambora telah resmi ditetapkan

sebagai Taman Nasional ke-51 di Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia Ir. H.
Joko Widodo. (http://ekuatorial.com/, 2015). Keberadaan Gunung Tambora tersebut
telah menjadi daya tarik wisata berkonsep alternatif yang berada di Kabupaten
Dompu yang tentu perlu dikaji lagi peluang dan tantangan dalam pengembangannya
sehingga menjadi sebuah destinasi pariwisata yang berkelanjutan. Berdasarkan latar
belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji peluang dan tantangan
pengembangan daya tarik wisata Gunung Tambora sebagai pariwisata alternatif di
Kabupaten Dompu.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Singkat
Gunung tambora saat itu berbentuk stratovulcano yaitu gunung yang
berbentuk runcing pada ujungnya sebagaiman penggambaran awam kita tentang
sebuah gunung. Sebelum mengalami letusan, puncak gunung Tambora mencapai
4.300 m dpl. Ketinggian ini berarti gunung tersebut menempato daftar gunung
tertinggi di Indonesia pada masanya. Beberapa abad sebelum letusa, Gunung Tambora
mengalami masa dormansi atau disebut dengan masa istrahat. Penggambaran
dormansi sesungguhnya adalah seperti biji tanaman sebelum muncul tunas, sebelum
mencapai waktu dan tepat yang optimal situasi biji tanaman tersebut melakukan
istirahat sementara, tentu saja tidak bisa dikatakan sebagai biji yang mati meskipun
cukup lama tidak bertunas, (Khatulistiwa, 2015).
Memulai tingkat aktifitasnya dari tahun 1812, kaldera mulai bergemuruh dan
menyebabkan awan hitam. Pada tanggal 5 April 1815, sebuah letusan akuran sedang
mulai terjadi, dan diikuti gemuruh suara ledakan sehingga terdengar sampai di
Makasar, Sulawesi, Jakarta dan beberapa bagian Jawa lainnya. Dan pada paginya
tanggal 6 April abu vulkanik yang dikeluarkan mulai jatuh di jawa timur dan sampai
pada puncaknya Gunung Tambora meletus diantara tanggal 10, 11, dan 12 April 1815
dengan kekuatan peringkat ke tujuh menurut Volcanic Explosivity Index dan
termaksud sebagai ukuran letusan gunung merapi terbesar sepanjang sejarah.
(Khatulistiwa, 2015. Kusumadewi, 2011. National Geographic, 2013. Legenda, ----)
Dampak terjadinya letusan Gunung Tambora sangat berpengaruh dari berbagai
segi mulai dari perubahan iklim dunia, sosial, politik, hingga temuan dan inovasi
teknologi. Akibat letusan tersebut, pada tahun 1816 tercatat tahun tanpa musim
panas di Eropa dan Amerika Utara akibat debu dan partikel vulkanik yang terlempar
ke lapisan atmosfer menghalangi cahaya matahari. Di Negara-negara Eropa, India,
Tiongkok dan termaksud Amerika Utara mengalami

anomali temperatur global

hingga temperatur turun sekitar tiga derajat celcius (pendinginan global) dan
menghancurkan dan menimbulkan kelaparan besar di berbagai Negara, Sigit (2015).
Akibat letusan tersebut menyebabkan ketinggian Gunung Tambora yang mulanya
dengan tinggi 4.300 mdpl menyusut hampir separuhnya menjadi 2.700 meter dari

permukaan laut (mdpl), (Lestari, 2015). Kawah raksasa (kaldera) gunung Tambora
yaitu berdiameter siktar 7 km dengan kedalaman maksimum 1.250 meter
menjadikannya sebagai kaldera terdalam di Indonesia bahkan dunia, (Tanpa nama,
2014)
2.2 Peluang Dan Tantangan

Pengembangan

Gunung Tambora

Sebagai

Pariwisata Alternatif
Budiarti (2005:21) menjelaskan bahwa pariwisata alternative adalah
pariwisata yang muncul guna meminimalisir dampak negatife dari perkembangan
pariwisata massal yang terjadi hingga saat ini. Dampak negatife dari pariwisata masal
atau pariwisata berskala besar adalah ancaman terhadap kelestarian budaya dimana
budaya lebih dikomersialisasikan dibandingkan dijaga keaslian dan kelestariannya.
Sedangkan menurut Eddington dan Smith (1992: 3) Pariwisata alternative
adalah suatu bentuk pariwisata yang mengutamakan nilai-nilai alam, sosial dan nilainilai masyarakat serta memungkinkan masyarakat lokal dan wisatawan menikmati
interaksi yang positif dan bermanfaat serta menikmati pengalaman secara bersamasama. Jenis wisata semacam ini selain tidak membutuhkan modal yang besar juga
dapat berpengaruh langsung bagi masyarakat sekitar, masyarakat dapat diikutsertakan
dan keuntungan yang diperoleh pun dapat dirasakan oleh masyarakat wilayahnya,
Soebagyo (2012: 156).
Secara sederhana Atraksi dan daya tarik wisata seringkali diklasifikasikan
berdasarkan pada jenis dan themanya, yaitu biasanya dibagi menjadi tiga jenis thema
daya tarik wisata sebagai berikut: daya tarik wisata alam, daya tarik wisaya budaya,
dan daya tarik wisata minat khusus (Sunaryo, 2013). Gunung Tambora sendiri masuk
ke dalam daya tarik wisata alam karena daya tarik tersebut merupakan daya tarik
wisata yang dikembangkan dengan lebih banyak berbasis pada anugrah keindahan dan
keunikan yang tersedia di alam.
Menurut Joyosuharto (1995:46) bahwa pengembangan pariwisata memiliki
tiga fungsi, yaitu: 1) menggalakkan ekonomi, 2) memelihara kepribadian bangsa dan
kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup, 3) memupuk rasa cinta tanah air dan
bangsa. Untuk menjalankan ketiga fungsi tersebut maka diperlukan pengembangan
obyek wisata dan daya tarik wisata, meningkatkan dan mengembangan promosi dan
pemasaran, serta meningkatkan pendidikan dan pelatihan kepariwisataan.

Perkembangan pengelolaan kawasan taman nasional saat ini menunjukkan


kemajuan dalam sektor kepariwisataan. Kawasan Taman Nasional berdasarkan
kategori IUCN (1994) merupakan wilayah yang dilindungi dan sebagian besar diatur
untuk perlindungan ekosistem dan rekreasi (Eagles et al, 2002). Dengan
ditetapkannya Gunung Tambora sebagai salah satu Taman Nasional di Indonesia tentu
memberikan peluang tersendiri untuk perkembangannya sebagai salah satu destinasi
pariwisata alternatif yang berada di Kabupaten Dompu. Peluang merupakan faktorfaktor dari luar yang dapat mendorong pengembangan Gunung Tambora sebagai
pariwisata alternatif sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan
pemberdayaan ekonomi rakyat. Beberapa peluang tersebut antara lain:
1. Peningkatan Ekonomi Masyarakat
Pengembangan destinasi pariwisata menjadi peluang bagi masyarakat
terutama petani dan penyedia jasa penyewaan kendaraan mobil dan motor yang
sekarang ada di destinasi pariwisata Gunung Tambora karena dengan pengembangan
pariwisata secara otomatis mereka memiliki pekerjaan tambahan dalam melayani para
wisatawan sperti menjadi guide, porter (pembawa barang pendaki) dan supir.
Keberadaan destinasi pariwisata Gunung Tambora memberi harapan baru bagi
masyarakat dan hal tersebut dirasakan betul oleh masyarakat sekitar. Dulu kalau
masyarakat gagal panen mereka kebanyakan akan keluar daerahnya untuk bekerja
sebagai buruh, tapi dengan adanya pariwisata, mereka dapat member kehidupan
kepada keluarganya bahkan dapat membangun rumah dari hasil aktifitas wisata
Gunung Tambora. Adanya pariwisata juga memberikan manfaat kepada penyedia
sewa mobil khususnya mobil offroad untuk membawa para tamu menuju pos 3
sebelum mencapai puncak Gunung Tambora. Untuk menyewa saju mobil, wisatawan
dapat menyewa dengan harga 2 sampai 3 juta rupiah untuk rute pulang pergi.
Dengan adanya peluang tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
destinasi pariwisata Gunung Tambora masyarakat mendapat keuntungan apalagi kalau
destinasi pariwisata Gunung Tambora dikembangkan dan dikelola secara baik. Daya
tarik wisata Gunung Tambora yang ada sekarang cukup membantu masyarakat
terutama petani, penyedia jasa penyewaan kendaraan bermotor dan sopir. Apalagi
kalau masyarakat diberikan penyuluhan yang dapat merangsang konsep berpikir maju
dan berpartisipasi penuh bersama-sama membangun destinasi pariwisata Gunung
Tambora sebagai pariwisata alternatif.

2. Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM)


Dengan pengembangan destinasi pariwisata kearah yang lebih baik dapat
member manfaat bagi masyarakat serta mendorong masyarakat untuk mengembangan
potensi diri atau pengembangan Sumber Daya Manusia karena pengembangan
destinasi pariwisata Gunung Tambora sebagai pariwisata alternatif harus beriringan
dengan pengembangan potensi SDM. Destinasi pariwisata yang unggul membutuhkan
SDM yang potensial sehingga peningkatan SDM menjadi peluang dalam
pengembangan destinasi pariwisata.
SDM lokal yang ada sekarang masih kurang sehingga dibuthkan
pengembangan SDM yang lebih profesional untuk mendukung pengembangan
destinasi pariwisata Gunung Tambora. Adanya aktivitas pariwisata membutuhkan
tenaga yang ahli dalam bidang pariwisata. Manajemen pengembangan SDM lokal
harud dilakukan mulai dari awal karena dengan adanya SDM yang potensial dan
profesional akan dapat menjaga keberlangsungan atau keberlanjutan destinasi
pariwisata Gunung Tambora.
3. Dukungan Dari Pemerintah
Dalam pengembangan destinasi pariwisata Gunung Tambora sebagai
pariwisata alternatif yang menjadi satu peluang yaitu dukungan dari pemerintah baik
pusat, Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Dompu. Adapun dukungan
pemerintah pusat yaitu melalui Undang-Undang Kepariwisataan No 10 Tahun 2009
dan Ripparnas serta bantuan anggaran melalui APBN, dukungan dari pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu telah ditetapkannya Gunung Tambora sebagai
salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD) yang ditetapkan Peraturan
Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah (Ripparda) dan merupakan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN),
(Disbudpar Pemprov NTB, 2015). Sedangkan Pemerintah Kabupaten Dompu
mendukung pengembangan

destinasi pariwisata Gunung Tambora melalui Perda

Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dompu dan
anggaran pengembangan dan pengadaan barang APBD II dan program pengembangan
dan kegiatan di destinasi pariwisata Gunung Tambora melalui Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Dompu, dengan adanya dukungan dari pemerintah tersebut,
pengembangan destinasi pariwisata menjadi suatu peluang dan terarah. Untuk
kedepannya dukungan masyarakat dalam perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan

akan dapat menambah peluang dari pengembangan destinasi pariwisata Gunung


Tambora sebagai pariwisata alternatif.
Spillane (1994) menjelaskan bahwa salah satu masalah dalam pengembangan
pariwisata adalah tidak tersediannya fasilitas yang cukup untuk menunjang
pendidikan pariwisata. Selain fasilitas penunjang pendidikan, Destinasi pariwisata
Gunung Tambora memiliki beberapa tantangan dalam pengembanganya sebagai
sebuah destinasi yang berkonsep pariwisata alternatif. Beberapa tantangan tersebut
antara lain:
1. Pembalakan Liar
Luas taman nasional Gunung Tambora seluruhnya adalah 71.644 hektare,
terdiri dari cagar alam 23.840 hektare, suaka margasatwa 21.674 hektare dan luas
taman buru 26.130 hektare, (Issetiabudi, 2015) serta banyaknya jenis pohon yang
langka di taman nasional tersebut seperti pohon kayu doubanga yang tingginya bisa
mencapai 40 meter dengan diameter 12 cm. pada umur 10 tahun, doubanga bisa
berdiameter 40 cm hingga 60 cm. Adanya potensi tersebut menjadi peluang tersendiri
bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan praktek ilagal
loging atau pembalakan liar di taman nasional Gunung tambora. Sebelum taman
nasional Gunung Tambora ditetapkan, telah terjadi pembalakan liar yang besarbesaran oleh pata investor. Menurut berita yang dilansir oleh Sumbawabaratnews.com
(2012), kasus pembalakan liar di kawasan Gunung Tambora dengan volume
penebangan diperkirakan mencapai 1000 meter kubik setiap harinya. Kasus
pembalakan liar tersebut diduga melibatkan dua oknum kepala desa yang
mengeluarkan SKAU kayu dan oknum pengusaha. Jenis kayu yang ditebang tersebut
didominasi oleh jenis Rajumas (doubanga mollucana) berdiameter satu sampai dua
meter lebih yang usianya lebih dari 100 tahun, satu batang bisa mencapai 50 hingga
60 meter kubik.
Akibat maraknya praktik penebangan liar di kawasan hutan yang berada di
lereng Gunung Tambora tersebut mengakibatkan kondisi hutan cukup parah. Tingkat
kerusakan hutan Tambora akibat penebangan secara liar itu sudah mencapai 30 persen
dari luas kawasan hutan Gunung Tambora yang mencapai 71.644 hektare. Kawasan
hutan lindung Tambora terbagi atas tiga bagian yakni kawasan hutan produksi, hutan
olahan investor, dan hutan taman buru. Namun semua bagian mengalami kerusakan
yang diperkirakan mencapai 30 persen. Kerusakan terparah terjadi di kawasan hutan

olahan investor yang mencapai 50 persen dari total luas area 30.000 hektare. Kawasan
itu pernah dikelola oleh PT Vener Production yang mengantongi Hak Pemanfaatan
Hutan

(HPH)

dan

tidak

sempat

direklamasi

pascakontrak

pengelolaan.

(mataram.antaranews.com).
Adanya kasus pembalakan liar tersebut, tentu akan menghambat dalam
pengembangan pariwisata yang berbasis alternatif di kawasan taman nasional Gunung
Tambora. Wisatawan datang disuatu kawasan taman nasional dengan tujuan melihat
keasrian dan keindahan pemandangan di taman nasional tersebut, dan apa jadinya
ketika kasus pembalakan liar ini masih terjadi, maka akan sangat berpengaruh
terhadap tingkat kunjungan wisatawan itu sendiri. Adanya kejadian tersebut,
diharapkan peran pemerintah dan masyarakat dalam mengawasi dan menjaga
keberlangsungan taman nasional Tambora dengan mengeluarkan peraturan yang tegas
bagi para oknum pembalakan liar sehingga Gunung Tambora tetap menjadi daya tari
wisata yang menarik bagi wisatawan.
2. Aksessibilitas
Masalah akses merupakan masalah yang banyak ditemukan di beberapa daya
tarik wisata di Indonesia khususnya pariwisata yang berkonsep alternatif. Ini karena
masih mahalnya biaya transportasi udara maupun ketersediaan alat transportasi
menuju daya tarik itu sendiri. Daya tarik Gunung Tambora sendiri memiliki kendala
dalam hal akses seperti jalan yang masih rusak dan ketersediaan transportasi yang
masih belum memadai dan belum layak untuk digunakan bagi para wisatawan karena
kondisi kendaraan yang tidak bagus. Kebanyakan wisatawan menuju gunung tambora
menggunakan alat transportasi sendiri serta. Kondisi jalan menuju destinasi juga
masih sangat buruk dan belum banyak diperbaiki karena masih terkendala dana.
3. Fasilitas
Dalam kawasan pariwisata, fasilitas bersifat melayani dan mempermudah
kegiatan atau aktivitas wisatawan yang dilakukan dalam rangka mendapat
pengalaman rekreasi. Namun fasilitas dapat pula menjadi daya tarik wisata. Fasilitas
yang penyajiannya disertai dengan keramahtamahan yang menyenangkan wisatawan
dapat menjadi daya tarik, dimana keramahtamahan dapat mengangkat pemnerian jasa
menjadi suatu atraksi wisata, (Tarigan, 2013).
Destinasi Gunung Tambora merupakan salah satu destinasi yang baru
dikembangkan di Provinsi NTB. Dalam hal fasilitas, tentu masih sangat kurang dan
belum dapat menunjang keberlangsungan aktifitas di destinasi tersebut. Saat ini di

kawasan Gunung Tambora belum terdapat penginapan baik hotel, motel, homesta dan
yang lainnya, fasilitas penunjang seperti restoran. Saat ini yang ada hanyalah fasilitas
penyewaan mobil menuju pos-pos peristrahatan menuju puncak Gunung Tambora.
Demikian beberapa peluang dan tantangan dalam pengembangan pariwisata
Gunung Tambora sebagai pariwisata alternatif di Kabupaten Dompu Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Tren wisatawan dunia ke depan akan lebih menyukai jenis wisata
yang berkonsep alternatif seperti wisata alam dan wisata budaya yang unik.
Kabupaten Dompu memiliki keunggulan dalam dua hal tersebut. Namun keunggulan
tersebut masih membutuhkan peran dari pemerintah maupun masyarakat dalam
mingkatkan Sumber daya manusia yang lebih berkompeten serta mengatasi tantangan
yang ada.

BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada
beberapa peluang dan tantangan dalam pengembangan kawasan gunung tambora
sebagai pariwisata alternatif di kabupaten dompu provinsi nusa tenggara barat antara
lain peluangnya adalah Peningkatan Ekonomi Masyarakat, Peningkatan Sumber Daya
Manusia (SDM), dan Dukungan Dari Pemerintah. Dan tantangannya antara lain
Pembalakan Liar, Aksessibilitas, dan Fasilitas.
3.2 SARAN
Dengan adanya peluang maupun tantangan dalam pengembangan Gunung
Tambora sebagai salah satu destinasi pariwisata alternatif di Kabupaten Dompu,

penulis dapat memberikan beberapa saran antara lain dalam menyikapi peluang yang
ada, masyarakat setempat terus berusaha untuk lebih mandiri dalam mengembangkan
maupun menyiapkan fasilitas penunjang pariwisata tanpa harus menunggu peran dari
pemerintah daerah. Dan bagi pemerintah untuk terus menindak tegas terkait dengan
kasus illegal loging yang masih marak terjadi di kawasan Gunung Tambora, serta
terus memperbaiki aksesibilitas maupun fasilitas untuk menunjang pengembangan
Gunung Tambora sebagai destinasi pariwisata alternatef yang ada di Kabupaten
Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat.

DAFTAR PUSTAKA
-------------. 2014. Tambora Penakluk Dunia Yang (Nyaris) Terlupa. Artiketl. Diakses,
31 Mei 2015. URL: https://ekliptika.wordpress.com/2014/04/30/tamborapenakluk-dunia-yang-nyaris-terlupa/
Ahmad, Fahrum. 2015. Tambora, Habis Gelap Terbitlah Terang. Diakses, 30 Mei
2015. URL: http://medialingkungan.com/index.php/component/k2/item/1165tambora-habis-gelap-terbitlah-terang
Badan Pusat Statistik Indonesia (2008). Beberapa Indikator Penting Mengenai
Indonesia (PDF) (dalam Bahasa Indonesia). Siaran pers.
Budiarti, S.H. 2005. Pengelolaan Pengembangan Ekowisata di Kawasan Hutan
Mangrove Benoa Bali. Tesis. Udayana University
Cerita Legenda. ----. Cerita Rakyat Meletusnya Gunung Tambora. Artikel. Diakses, 31
Mei 2015. URL: http://www.ceritalegenda.com/cerita-legenda/cerita-rakyatmeletusnya-gunung-tambora/#more-316
Eadington, William R. and Smith, Valene L. 1992. Tourism Alternatives Potentials
and Problems in the Development of Tourism. England: Wiley & Sons Ltd.

Eagles, P.F.J., McCool, S. F. and Haynes, C.D.A., 2002.Sustainable Tourism in


Protected Areas Guidelines for Planning and Management. Best Practice
Protected Area Guidelines SeriesNo.8.TheWorldConservation Union World
Commission on Protected Areas (WCPA)
Fandeli, Chafid. 1995. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Yogyakarta :
Penerbit Liberty.
Issetiabudi, Eka David. 2015. Ini Alasan Gunung Tambora Dijadikan Taman Nasional.
Diakses
3
Juni
2015.
URL:
http://traveling.bisnis.com/read/20150411/224/421762/ini-alasan-gunungtambora-dijadikan-taman-nasional
Joyosuharto, Sunardi. 1995. Aspek Ketersediaan (Supply) dan Tuntutan Kebutuhan
(Demand) Dalam Pariwisata (Fandeli, ed) dalam Dasar-Dasar Manajemen
Kepariwisataan Alam. Yogyakarta: Liberty, hlm: 45-54.
Khatulistiwa. 2015. Tambora 1815 Mengguncang Peradaban Manusia. Artikel.
Diakses 31 Mei 2015. URL: http://www.khatulistiwa.info/2012/02/tambora1815-mengguncang-peradaban.html
Kusumadewi, Anggi. 2011. Sejarah Kelam Gunung Tambora. Artikel. Diakses 31 Mei
2015. URL: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/244154-sejarah-kelamgunung-tambora
Lestari, Sri. 2015. Menelusuri Jejak Letusan Gunung Tambora Dua Abad Lalu.
Artikel.
Diakses
31
Mei
2015.
URL:
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/04/150406_sainstambo
ra
National Geographic. 2013. Kisah Rangka Lelaki Ningrat Korban Letusan Tambora.
Artikel.
Diakses
31
Mei
2015.
URL:
http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/kisah-rangka-lelaki-ningratkorban-letusan-tambora
Pitana, I Gede. 2002. Kebijakan dan Strategi Pemerintah Daerah Bali dalam
Pembangunan Pariwisata. Pada Seminar Nasional Pariwisata Bali the Last or
the Lost Paradise. Pembangunan Pariwisata yang Berkelanjutan. Denpasar:
Universitas Udayana.
Sigit, R Ridzki. 2015. Inilah Tujuh Fakta Latusan Tambora dan Dampaknya Bagi
Dunia.
Artikel.
Diakses
31
Mei
2015.
URL:
http://www.mongabay.co.id/2015/04/10/tujuh-fakta-letusan-tambora-dandampaknya-bagi-dunia/
Soebagyo. 2012. Strategi Pengembangan Pariwisata di Indonesia. Jurnal. Vol 1 No 2.
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila. Hal-153-158

Sumbawa Barat Post. 2012. Dishut NTB Usut Pembalakan Liar di Tambora. Diakses
3 Juni 2015. URL: http://sumbawabaratnews.com/?p=6573
Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata: Konsep
dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media
Tarigan, BR Yanti. 2013. Penilaian Wisatawan Terhadap Fasilitas Pariwisata Wana
Wisata Ciwangun Indah Camp Kabupaten Bandung Barat. Jurnal. Bandung.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Tim Ekutorial. 2015. Gunung Tambora Resmi Jadi Taman Nasional. Diakses, 31 Mei
2015. URL: http://ekuatorial.com/forests/tambora-mountain-inaugurated-asnational-park#!/story=post-10601&loc=8.233237111274553,117.91625976562499,7
Wikipedia. 2015. Gunung Tambora. Diakses,
http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Tambora

30

Mei

2015.

URL:

Wisnawa, Bayu, Made I. 2009. Alternative Tourism. (diakses 10 Maret 2015). URL:
http://madebayu.blogspot.com/2009/06/alternative-tourism.html

Anda mungkin juga menyukai