Anda di halaman 1dari 20

BAB I1

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Suaka Margasatwa


Menurut Undang-undang nomor 5 tahun 1990 suaka margasatwa adalah
kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan atau
keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dilakukan pembinaan
terhadap habitatnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 68 tahun 1998, suatu
kawasan ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa apabila telah memenuhi
kriteria sebagai berikut :
a. Merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu
dilakukan upaya konsewasinya
b. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi
c. Merupakan habitat dari suatu jenis satwa migran tertentu d m atau
d. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan
(Ditjen PHKA 2004)
Pengelolaannya dilakukan sesuai dengan fungsi kawasan yaitu :
a. Sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan
b. Sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau satwa
beserta ekosistemnya
c. Untuk pemanfaatan secara lestari surnber daya alam hayati dan ekosistemnya.
(Ditjen PHKA 2004)
Kawasan suaka margasatwa dapat dimanfaatkan untuk keperluan : (a) penelitian
dan pengembangan (b) ilmu pengetahuan, (c) pendidikan, (d) wisata alam terbatas
dan (e) kegiatan penunjang budidaya. Jenis kegiatan yang dapat dilakukan sesuai
dengan manfaatnya antara lain :
a. Kegiatan penelitian meliputi penelitian dasar dan penelitian untuk menunjang
kegiatan pemanfaatan dan budidaya;
b. Kegiatan ilmu pengetahuan dan pendidikan dapat dilaksanakan dalam bentuk
pengenalan dan peragaan ekosistem suaka margasatwa;
c. Kegiatan wisata alam terbatas hanya dibatasi pada kegiatan mengunjungi,
meiihat dan menikmati keindahan alam dan perilaku satwa di dalam kawasan
suaka margasahva dengan persyaratan tertentu yang diatur dengan keputusan
menteri
d. Kegiatan penunjang budidaya dilakukan dalam bentuk pengambilan dan atau
penggunaan plasma nutfah tersebut diatur oleh menteri dan dilakukan sesuai
dengan peraturan pemdang-undangan yang berlaku.
(Ditjen PHKA 2004)
Ditjen PHPA (1996) menjelaskan bahwa dalam upaya pencapaian tujuan
penetapan kawasan suaka margasatwa ditata ke dalam blok-blok pengelolaan,
yaitu blok inti dan blok rimba Uraian lebih lanjut mengenai pernbagian blok -
blok tersebut adalah sebagai berikut :
1) Blok Inti
a. Dalam blok inti dapat diselenggarakan kegiatan monitoring sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidian
dan pengen~banganilmu pengetahuan
b. Pembangunan sarana dan prasarana di blok inti hanya terbatas pada sarana dan
prasarana yang dapat mendukung kegiatan monitoring sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya
c. Dalam blok inti tidak dapat dilakukan kegiatan yang bersifat merubah bentang
dam.
2) Blok Rimba
a. Dalam blok rimba dapat dilakukan kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu
pengetahuan, wisata terbatas, dan kegiatan yang menunjang budidaya.
b. Dalam blok rimba dapat dibangun sarana prasarana pengelolaan, penelitian
dan pendidikan, dan wisata secara terbatas.
c. Pembangunan sarana dan prasarana seperti tersebut pada butir b. harus
rnernperhatikan gaya arsitektur daerah setempat.
d. Blok rimba dapat digunakan untuk kegiatan penangkaran jenis yang berasal
dari dalam kawasan.
e. Dalam blok rimba dapat diselenggarakan kegiatan wisata terbatas.
f. Blok rirnba tidak dapat digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan
yang bersifat merubah bentang dam.
2.2. Ekowisata
Ekowisata telah menunjukkan perkembangan cepat dalam dunia
pariwisata, karena ekowisata merupakan sektor yang secara cepat memenuhi
kebutuhan segrnen pasar wisata dan memastikan kelestarian ekologi (Tisdell
1998). Peminat kesempatan interaksi dengan dam menunjukkan kenaikan yang
tinggi. terutarna melihat kehidupan liar ,saat ini menjadi aktifitas rekreasi dam
yang paling diiinati (Nwsome et al. 2002) diacu dalam (Curtin 2003).
Pertumbuhan minat ini didorong kecenderungan untuk bepergian melihat
kehidupan - memperkaya pengalaman termasuk pengalaman di alam dan belajar
tentang d a m (Hughes 2001) diacu dalam (Curtin 2003).
Pada mulanya definisi ekowisata diberikan oleh Hector Ceballos-
Lascurian sebagai kegiatan wisata pada daerah yang yang belurn terganggu
dengan obyek yang spesifk untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati
pemandangan dan kehidupan liar hewan dan tumbuhan serta budaya masyrakat
yang terdapat di daerah tersebut. Selanjutnya perkembangan ekowisata
memasukkan dua unsur dalam menggolongkan kegiatan wisata yang ada ke dalam
jenis ekowisata yaitu apabila pendidikan lingkungan menjadi bagian dari
kegiatan wisata dan apabila memberikan keuntungan ekonomi terhadap
masyarakat lokal. Lebih jauh disebutkan bahwa perkembangan minat terhadap
ekowisata antara lain dipengaruhi oleh perubahan sikap masyarakat terhadap
dam, meningkatnya pendidikan dan berkembangnya lokasi ekowisata menjadi
lebih mudah, murah, cepat dan aman untuk dijangkau. Menurut Tisdell (1995)
Ekowisata bisa jadi merupakan satu dari penggunaan lahan yang memiliki paling
sedikit dampak jika direncanakan secara hati - hati, dapat disesuaikan dengan
keanekaragaman hayati clan dapat menyediakan penambahan ekonomi bagi
konservasi. Jika menguntungkan, hal ini dapat ditambahkan sebagai dukungan
politik bagi konsewasi.
IUCN diacu dalam Cebalos-Lascurain (1996) mendefinisikan ekowisata
sebagai perjalanan yang bertanggungjawab dan kunjungan ke lokasi yang relatif
masih alami dengan tujuan untuk menikmati clan mengagumi keindahan alamjuga
adat budaya yang ada. Mendukung konsewasi, berdarnpak lingkungan yang
rendah &an memberikan keuntungan bagi sosial ekonomi masyarakat lokal.
Sedangkan menurut The (International) Ecotourism Society diacu dalam
Rahardjo (2005) disebutkan bahwa Ekoturisme adalah perjalanan di kawasan
alami yang melestarikan lingkungan hidup dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lokal.
Marta Honey (1999) diacu dalam Rahardjo (2005) memberikan definisi
sebagai sebuah perjalanan ke sebuah kawasan yang rentan, asli, dan biasanya
adalah kawasan lindung, dampak negatif ditekan seminimal mungkin, dan
biasanya dilakukan dalam skala yang kecil. Perjalanan ini mendidik wisatawan,
menghasilkan dana untuk konservasi, mendatangkan keuntungan bagi
perkembangan ekonomi dan keuntungan penguatan secara politik bagi masyarakat
lokal secara langsung dan mendukung dan menghargai bagi keragaman budaya
dan hak asasi manusia.
Indecon (1996) mendefinisikan ekowisata sebagai sebagai
penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggungjawab di tempat-tempat alami
dan atau daerah yang dibuat berdasarkan kaidah -kaidah alami yang mendukung
upaya pelestarian lingkungan (dam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat.
Eko-turisme sering diartikan dengan ekowisata merupakan salah satu
kegiatan pariwisata yang benvawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek
konservasi dam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal
serta aspek pembelajaran dan pendidikan (Wikipedia 2007).
The Ecotourism Society mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan
dengan sengaja ke tempat-tempat a l m i untuk memahami sejarah budaya dan
alam lingkungan; tidak merubah integritas ekosistem;membuka peluang ekonomi
untuk konservasi sumberdaya dam dan memberi keuntungan bagi masyarakat
lokal Epler Wood et al. (1991) diacu dalam Ross dan Wall (1999).
Istilah ekowisata belum terdapat dalam peraturan pen~ndangan di
Indonesia. Istilah yang mendekati adalah wisata alam yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 1994. PP tersebut menjelaskan
definisi wisata alam adalah suatu kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan
tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati
gejala keunikan dan keindahan alam di Tarnan Nasional, Taman Hutan Raya,
Taman Wisata Alam, Taman Bum, Hutan Lindung clan hutan Produksi.
Sedangkan dalam Rahardjo (2005) disebutkan, meskipun makna wisata dam
dekat dengan ekoturisme, tetapi tidak terlalu melibatkan kegiatan -kegiatan atau
misi-misi konservasi atau pelestarian. Selanjutnya juga disebutkan bahwa tipe
wisata inilah yang ada di kawasan alamiah sebelum kawasan tersebut
direncanakan sebagai kawasan ekoturisme.
Rahardjo dan Siswo (2000) menyebutkan wisata alam mempunyai prinsip:
1. Kontak dengan alam
2. Pengalaman yang bermanfaat secara pribadi maupun sosial
3. Wisata dam bukan mass tourism
4. Mencari tantangan fisik dan mental
5. Interaksi dengan masyarakat dan belajar budaya setempat
6. Adaptive terhadap kondisi akomodasi pedesaaan
7. Toleran terhadap ketidaknyamanan
8. Partisispasi aktif
9. Pengalaman lebih utama dibanding kenyamanan.
A. Interpretasi Dalam Ekowisata
Ekowisata merupakan bentuk wisata alam yang memuat unsur
pendidikan lingkungan hingga suatu kegiatan wisata menjadi lebih bemakna.
Ekowisata memberikan kesempatan apresiasi dan partisipasi aktif wisatawan
dalam kegiatan konservasi sumberdaya dam dan budaya. Black (2000) diacu
dalam Muntasib (2003) menyebutkan bahwa interpretasi m e ~ p a k a nsalah satu
elemen penting dalam kegiatan ekowisata yang dapat diberikan kepada
pengunjung dengan menggunakan berbagai tipe media oleh pelaksanaan industri
wisata atau kawasan - kawasan taman wisata dan taman nasional serta masyarakat
lokal. Interpretasi merupakan jembatan antara pengunjung dengan sumberdaya
yang didatanginya, sehingga dapat mengerti, memahami dan apabila mungkin bisa
ikut melakukan konservasinya. Disampaikan dengan cara / seni yang menarik
berbasiskan suatu komunikasi (Muntasib 2003). Apabila pengunjung
mendapatkan interpretasi yang baik, maka akan terdorong untuk melakukan
kegiatan - kegiatan wisata di dam terbuka yang mengarah kepada ha1 - ha1 yang
bersifat menghargai dan memelihara nilai - nilai sumberdaya alam dan lingkungan
(Muntasib 2004). Kegiatan ekowisata melihat kehidupan liar di alam memerlukan
interpretasi sebagai bagian penting dari wisata yang dapat memperkuat kesan dan
kepuasan pengunjung. Hal ini sesuai dengan pendapat Curtin (2003) bahwa
faktor penting dari wisata melihat paus dan juga bentuk kehidupan liar di alam
lainnya dan ekowisata, adalah interpretasi dan pendidikan. Ide untuk pendidikan
lingkungan bagi masyarakat luas adalah berdasarkan asumsi bahwa semakin
banyak orang mengetahui perilaku dan ekosistem spesies akan bertambah
keinginan mereka untuk membantu konservasinya. Sebagai perbandingan, bahwa
kegiatan ekowisata dapat menjadi media yang baik bagi pendidikan lingkungan
dan penyampaian informasi adalah seperti yang terjadi di Mon Repos
Conservation Park (MRCP) Australia, yaitu sebesar 99% responden pengunjung
MRCP menyatakan kunjungan melihat penyu memberikan banyak informasi,
sepertiga responden pengunjung menjadi peduli terhadap ancaman penyu pada
kunjungan pertama dan lebih dari sepamh pengunjung menyatakan mereka
mendapat tambahan informasi tentang ancaman dan 3 1% pen,gmjung menyatakan
mendapatkan informasi pengetahuan tentang biologi penyu untuk pertamakalinya
dalam kunjungan ke MRCP. Hal tersebut menunjukkan bahwa kunjungan ke
MRCP sangat efektif bagi p e n d i d i lingkungan dan dampak pengetahuan
konservasi bagi pengunjung.
B. Satwa Sebagai Obyek Ekowisata
Menurut Curtin (2003), kualitas keanekamgaman sumberdaya dam
memiliki peran penting dalam menarik pengunjung pada lokasi kunjungan
khusus. Keanekaragaman termasuk fauna, flora, lansekap dan pemandangan
alam. Hal ini berperan penting pada peningkatan kunjungan pada lokasi
kunjungan baru dan atraksi dam yang menggunakan kealamian dam. Fauna
seringkali menjadi daya tarik bagi suatu kegiatan wisata di alam, di beberapa
negara beberapa satwa liar seperti Paus dan Penyu juga telah menjadi tontonan
hidupan liar yang dikemas dalarn suatu program ekowisata.
Tisdell and Wilson (tanpa tahun) menjelaskan bahwa kegiatan wisata
dapat memberikan dampak positif sekaligus negatif pada konsewasi penyu
tergantung pada perlakuan. Misalnya aktivitas wisata yang tejadi di Malaysia,
pengunjung ditawari telur penyu (yang menjadi'gangguan kelestarian) atau sajian
da&g penyu (yang jelas-jelas menghancurkan kelesta~ianpenyu). Selain itu
cahaya lampu dari resor wisata dan kendaraan di sekitar tempat pendaratan penyu,
pembangunan fasilitas wisata dan bahaya campur tangan manusia terhadap sarang
penyu akan menimbulkan dampak negatif.
Tisdell and Wilson (tanpa tahun) menjelaskan bahwa wisata penyu di Mon
Repos Conservation Park (MRCP), memberikan perlakuan yang hati - hati
terhadap lingkungan, menyediakan pendidiian lingkungan tentang penyu dan
didesain untuk membuat pengunjung peduli terhadap masalah konservasi yang
dihadapi penyu dan memberikan informasi cara - cara bagaimana pengunjung
dapat membantu upaya konservasi penyu. Curtin (2003) menjelaskan bahwa
wisata melihat paus di berbagai tempat dapat membantu perkembangan apresiasi
dari pentingnya konservasi laut.
Hidinger (tanpa tahun) menyebutkan bahwa satwa di kawasan konservasi
dapat mengalami stress karena ekowisata. Ekowisata mempunyai potensi besar
menimbulkan pengaruh negatif pada satwa. seperti pengunjung menyaksikan
spesies yang spektakuler seringkali pada waktu sensitive seperti masa breeding
atau bersarang (Knight and Cole 1995) diacu dalam (Hidiiger tanpa tahun). Studi
pendahuluan menemukan bahwa pengunjung memberikan dampak negatif pada
perpindahan, pencarian mangsa, dan tingkah laku reproduksi pada felidae besar
dan ursidae, perilaku bersarang penyu, dan penyebaran burung air. Lebih lanjut
diuraikan bahwa kawasan konservasi dengan jumlah wisatawan yang meningkat
terus, hams membangun strategi manajemen untuk meminimalisir dampak
wisatawan terhadap populasi satwa, begitu konsentrasi pengunjung mengganggu
kawasan.
Adanya beberapa dampak negatif karena wisata di areal alami, tidak
berarti areal alami tidak dapat dipakai untuk berwisata. Bagaimanapun itu
menandakan bahwa jika wisata dan konservasi dipadukan secara efektif wisata di
area alami hams dikelola atau direncanakan. Dengan pengelolaan dan
perencanaan yang sesuai, dampak negatif dapat diminimalisir (Tisdell 1996) lebih
lanjut disebutkan, bahwa pembatasan yang dapat membantu mengurangi dampak
tersebut adalah : zonasi wilayah yang dapat digunakan dari kawasan dilindungi,
memastikan' bahwa struktur bangunan mempunyai dampak lingkungan yang
minimal, pembatasan jumlah dan tipe wisatawan, menyediakan muatan
pendidikan di lokasi yang dapat mengurangi kemsakan yang ditimbulkan
pengunjung, meletakkan fasilitas wisata pada sedikit area di dalam kawasan agar
dapat memberikan kedekatan dan kontak dengan alam.
Sedangkan menurut pendapat MacLellan (1999); Morrison's (1995)
diacu &am Curtin (2003) bahwa dalam membuat kerangka k e j a yang
berkelanjutan untuk membangun wisata kehidupan liar di dam adalah
berdasarkan tiga ha1 : (1) tidak menimbulkan gangguan terhadap kehidupan liar
dan habitatnya, (2) harus dapat meningkatkan pengetahuan pengunjung terhadap
apresiasi terhadap alam dan isu konservasi dan (3) harus dapat memaksimalkan
keuntungan kepada masyarakat lokal.

2.3. Pengembangan Ekowisata


Inskeep (1991) merumuskan bahwa terdapat tujuh komponen yang saling
berhubungan dalam pengembangan suatu kawasan wisata yaitu daya tarik dan
aktifitas wisata, fasilitas dan pelayanan wisata, sistem infrastruktur, sistem
transportasi, elemen-elemen kelembagaan (strategi pemasaran, program promosi,
sistem regulasi dll), pelestariaan lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat
setempat. Sedangkan Tisdell(1998) menyebutkan bahwa keberlanjutan ekowisata
diperkirakan tergantung pada ekonomi, konsistensi perlindungan sumberdaya,
kemampuan penerimaan sosial dan perkembangan politik. Lebih jauh dijelaskan
bahwa ekowisata tidak akan berkembang bila tidak mendatangkan keuntungan
bagi operator ekowisata. Kemampuan sosial/masyarakat sekitar dalam menerima
wisatawan juga mempengaruhi keberlanjutan ekowisata. Penerimaan sosial
berhubungan dengan keuntungan ekonomi yang bisa didapatkan oleh masyarakat
lokal. Penerimaan ekonomi dalam beberapa kasus ekowisata membuat
masyarakat peduli untuk melestarikan alam yang juga berarti mendukung
ekowisata.
Undang Undang Republik Indonesia no 9 tahun 1990 tentang
Kepariwisataan menyebutkan bahwa wisata adalah kegiatan pejalanan atau
sebagian dat5 kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara
untuk menikmati obyek dan daya tank wisata. Sedangkan pariwisata adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek
dan daya tarik wisata serta usaha - usaha yang terkait di bidang tersebut.
Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa
pariwisata atau menyediakan 1 mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha
sarana pariwisata dan lainnya.
Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1994 mendefinisikan Pariwisata Alam
sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan Wisata Alam termasuk
pengusahaan Obyek clan Daya Tarik Wisata Alam serta usaha yang terkait di
bidang tersebut. Pengusahaan pariwisata alam adalah suatu kegiatan untuk
menyelenggarakan usaha sarana pariwisata di zona pemanfaatan taman nasional,
taman hutan raya atau taman wisata lain berdasarkan rencana pengelolaan.

2.4. Pengusahaan Ekowisata


Industri wisata menciptakan peluang usaha yang sangat luas dari usaha
kecil yang beroperasi di tingkat lokal hingga ke usaha besar tingkat intemasional.
Industri wisata rnempertemukan wisatawan dengan produk d m jasa untuk dibeli
(UNEP 2005).
Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa
pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya txik wisata.
Yoeti (1987) menyebutkan bahwa pariwisata dapat menciptakan permintaan yang
memerlukan pasaran bagi produk atau pelayanan (good and service) yang
dihasilkan oleh perusahan yang masing- masing terpisah tapi saying melengkapi.
Memperhatikan pengertian ekowisata, maka selain sarana prasarana yang
memudahkan ekowisatawan mencapai lokasi yang ditawarkan, penting untuk
memahami kebutuhan pemenuhan unsw penting ekowisata yang tersirat. Unsur
penting tersebut adalah kondisi alarni ataupun atraksi alami yang ada pada lokasi
ekowisata. Perlu dipertimbangkan faktor kealamian, karena ekowisata
menekankan kondisi alami sebagai obyek pentingnya. Selain itu unsur
pendidikan lingkungan merupakan faktor penting lain yang ingin didapatkan oleh
ekowisatawan sebagai bagian tak terpisahkan dari pengalaman wisata. unsur
pendidikan lingkungan ini dapat disediakan oleh pemandu yang memiliki
kompetensi yang cukup untuk mengumpulkan dan menyampaikan informasi
mengenai obyek yang terdapat di lokasi ekowisata. Unsur masyarakat sekitar
merupakan faktor penting lainnya, karena ekowisata mengandung unsw
kepedulian terhadap masyarakat sekitar termasuk kondisi ekonominya.
Kepedulian ekowisatawan dapat diwujudkan dengan cara memberikan
keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar lokasi yang dikunjungi.
Oleh karena itu pengusahaan ekowisata lebii spesifik harus mendorong
kelestarian alam yang mempengarulli atraksi ekowisata, mampu menyediakan
informasi bermuatan pendidikan lingkungan dan memberikan peluang bagi
masyarakat untuk menjadi subyek sekaligus obyek yang nyaman dan menarik
uatuk d i i j u n g i ekowisatawan sehingg memberikan peluang bagi penerirnaan
keuntungan finansial dari terselenggaranya ekowisata di lingkungan mereka.

2.5. Aspek Penting Usaha


Beberapa unsur penting yang perlu dicermati yaitu produk berupa barang
ataupun jasa yang digunakan untuk memenuhi selera konsumen. Selain itu
surnber daya manusia adalah unsur orang- orang yang terlibat dalam proses
mengubah sumber daya menjadi produk barang dan jasa. Keuangan adalah unsur
penting yang mempengaruhi nilai keuntungan dalam pengusahaan. Sedangkan
pemasaran adalah suatu kegiatan yang menghasilkan proses jual beli atas produk
yang telah dihasilkan.
Produk yang diciptakan bagi pemenuhan kebutuhan pelanggan ternyata
mempunyai tuntutan nilai, yaitu persepsi pelanggan terhadap keseimbangan antara
sifat - sifat positif barang atau jasa dengan harga yang harus dibayarkan.
Keseimbangan yang tidak wajar akan menghasilkan kekecewaan dan beralihnya
pelanggan kepada produk saingan. Persepsi nilai pelanggan sering terkait dengan
kualitas yaitu tingkat keunggulan yang memjuk pada karakteristik produk, selain
itu kualitas produk juga mencakup kepuasan pelanggan (Bonne and Kurtz 2000)
Sumber daya manusia (SDM) yang terarnpil dan berpengalaman
mempakan unsur penting yang memberikan keunggulan penting dalam
pengusahaan. SDM yang baik akan membantu memelihara kemampuan
kompetitif produk. Kualitas SDM dalarn usaha ekowisata akan memungkinkan
berkembangnya produk ekowisata yang memberi nilai tambah kepada pemenuhan
kepuasan akan pengalaman wisata bagi pengunjung (Anoraga 1997).
Aspek pemasaran merupakan hal penting dalam usaha yang berkaitan
dengan kemampuan untuk menjual produk dengan memperhatikan tingkat
permintaan sedemikian rupa sehingga usaha dapat mencapai sasaran yang sesuai
(Anoraga 1997). Aspek pemasaran sangat erat kaitannya dengan penciptaan
kebutuhan konsumen akan produk yang dihasilkan oleh suatu usaha ( B o ~ and
e
Kurtz 2000)
Aspek keuangan dalam kegiatan usaha memegang peranan penting, karena
dalam kegiatan usaha terjadi perputaran uang untuk menghasilkan keuntungan.
Anoraga (1997) menyebutkan bahwa setiap bisnis membutuhkan modal untuk
memulai, mengelola, memelihara dan bertumbuh. Jika bisnis berhasil maka bisnis
tersebut akan menghasilkan keuntungan.

2.6. Produk Ekowisata


Menurut Kotler (1989), produk wisata adalah sesuatu yang dapat
ditawarkan kepada pasar agar orang tertarik perhatiannya, ingin memilii,
memanfaatkan dan mengkonsumsi untuk memenuhi keinginan dan mendapatkan
kepuasan.
Ciri - ciri suatu produk wisata yang b a s yang membedakannya dari produk pada
umumnya adalah :
1. Produk wisata tidak dapat dipindahkan. Karena dalam penjualannya tidak
mungkin produk tersebut dibawa konsumen. Sebaliknya konsumen yang
hams dibawa ke tempat di mana produk itu di hasilkan (Suwantoro 1997)
2. Melibatkan konsumen (wisatawan) dalam proses produksinya. Bila dilihat
dari sisi pelayanan, maka sebenarnya proses produksi wisata ternyata sebagian
besar melibatkan wisatawan secara langsung (Suyitno 2001).
3. Proses produksi dan konsumsi tejadi pada waktu dan tempat yang sama.
Keterlibatan wisatawan dalam proses produksi mengakibatkan tejadinya dua
kegiatn yang sama, yaitu proses produksi dan konsumsi (Suyitno 2001)
4. Tidak benvujud, yaitu tidak dapat dilihat tetapi dapat dirasakan.
5. Tidak dapat disimpan.
Produk wisata bukanlah suatu produk yang nyata. Pada dasarnya produk wisata
meliputi 3 (tiga) unsur, yaitu dam, budaya serta buatan. Menurut Suwantoro
(1997), produk wisata juga merupakan gabungan dari berbagai komponen seperti:
1. Atraksi suatu daerah tujuan wisata
2. Fasilitas yang tersedia
3. Aksesibilitas ke dan dari tujuan wisata
Produk yang diciptakan bagi pemenuhan kebutuhan konsumen ternyata
mempunyai tuntutan nilai, yaitu persepsi pelanggan terhadap keseimbangan antara
sifat - sifat positif barang atau jasa dengan harga yang hams dibayarkan. Persepsi
nilai pelanggan sering terkait dengan kualitas yaitu tingkat keunggulan yang
merujuk pada karakteristik produk, selain itu kualitas produk juga mencakup
kepuasan pelanggan (Bonne and Kurtz 2000).
Manan (1978) berpendapat bahwa pada umumnya daeah-daerah rekreasi
atau wisata tidaklah semata-mata dimaksudkan untuk tujuan komersil. Tujuan
utamanya adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk
menggunakan waku luangnya secara bermanfaat. Nilai-nilai rekreasi pada hutan
biasanya diperoleh karena kegiatan - kegiatan yang menimbulkan kepuasan baik
fisik maupun mental dan spiritual seperti kegiatan berburu, menangkap ikan, jalan
kaki (hiking),naik kuda, piknik, berkemah, mendaki gunung, berperahu, berenang
dan kegemaran (hobi) memotret, melukis, kerajinan tangan, mempelajari alam,
riset ilmiah dan lain-lain. Adapun unsur yang paling penting yang menjadi daya
tarik dari suatu daerah tujuan ekowisata menurut Sudarto (1999) adalah :
1. Kondisi alamnya, contoh : hutan hujan trcpis dan terumbu karang
2. Kondisi flora dan fauna yang unik, langka dan endemik, seperti Raflesia, Badak
jawa, Komodo dan Orang utan.
3. Kondisi fenomena alarnnya seperti Gunung Krakatau dan Danau Kelimutu.
4. Kondisi Adat dan Budaya, seperti Badui, Toraja, Bali dan Sumba
Menurut Kohl (2003), pada prinsipnya produk wisata mengandung elemen
dasar bempa atraksi, akses, kegiatan, pelayanan, Sumber Daya Manusia (SDM)
yang telah terlatih dan promosi. Atraksi yang dimaksud tersebut dapat meliputi :
1. Estetika - geofisik seperti : Pegunungan, pemandangan, air tejun, formasi
yang unik, kegiatan volcano, formasi batu-batuan atau geologi dan
sebagainya.
2. Ekological-biological seperti berbagai jenis mahluk hidup, bagian-bagiannya,
behaviomya dan sebagainya.
3. Sejarah - budaya, seperti konstruksi masyarakatnya, kehidupan budayanya,
cerita-cerita rakyat atau mitos dan sebagainya.
4. Rekreasional. Hal ini mencakup berbagai atraksi yang dibangun oleh manusia
untuk tujuan entertainment, seperti museum, teater, kebun binatang, shopping
mall clan sebagainya. Namun sumberdaya ini lebih disarankan untuk lokasi di
luar kawasan konservasi bukan di areal kawasan konservasi
Aspek kegiatan (activity) akan berhubungan langsung dengan atraksi yang akan
ditawarkan. Pengunjung datang ke lokasi wisata untuk melakukan smtu kegiatan
walaupun hanya sekedar untuk relaxing di tepi pantai. Selain itu aspek pelayanan
dimaksudkan untuk membantu pengunjung untuk melakukan berbagai
kegiatannya. Misalnya pelayanan terhadap transportasi, penyediaan makanan,
entertaintment, penginapan, petunjuk dan interpreter. Pelayman yang baik ini
juga perlu didukung dengan ketersediaan SDM yang telah terlatih. Sedangkan
aspek promosi merupakan salah satu bagian kategori dari strategi pemasaran yang
dapat menghubungkan antara produk wisata dengan target pasar yang ingin di
capai.
Sedangkan menurut Medlik diacu dalam Spillane (2000) produk wisata
terdiri dari atraksi wisata di daerah tujuan. Fasilitas yang tersedia dan
kemudahan-kemudahan pencapaian daerah tujuan, wisata dari pasar-pasar sumber
wisatawan. Kadang-kadang produk wisata yang dicari oleh wisatawan dapat
bempa : sinar matahari atau udara segar pegunungan saja.
Basgal (2004) mengatakan bahwa wisatawan bersedia membayar suatu
produk wisata dengan lebih mahal, apabila kita dapat memberikan nilai yang lebih
kepada pengunjung, misalnya berupa pengalaman wisata, informasi atau cerita
yang menarik clan sebagainya. Pada umumnya wisatawan atau pengunjung tidak
saja hanya ingin membeli aspek pelayanan semata, tetapi mereka juga bersedia
untuk membeli sesuatu yang bersifat tangible untuk dibawa pulang, misalnya
bempa souvenir, makanan lokal atau suatu literatur yang tidak perlu bersifat
ilmiah tetapi menarik.

2.7. Pemasaran
Pemasaran merupakan proses sosial manajerial yang dilakukan seseorang
atzu kelompok untuk memperoleh apa yang mereka b u r n a n dar. hgL-im
melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk - produk yang bernilai
dengan yang lainnya. Pengembangan usaha memerlukan strategi pemasaran yang
mempakan wujud rencana yang terarah di bidang pemasaran untuk memperoleh
hasil yang optimal. Strategi pemasaran terdiri atas dua faktor penting yaitu :
pasar target 1 sasaran dan bauran pemasaran yaitu varibel pemasaran yang dapat
dikontrol, yang dapat dikombinasikan untuk memperoleh hasil maksimal.
Variabel pemasaran yang dapat dikontrol antara lain adalah produk dan distribusi
yang juga dipengaruhi oleh promosi.
Kotler (1997) menjelaskan bahwa promosi mempakan usaha
pengkomunikasian informasi dari produsen kepada konsumen sedemikian mpa
agar menarik minat kons~unenuntuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan
produsen atau penjual.
Cooper et a1 (1999) menyatakan bahwa kelompok yang perlu dipengaruhi
dalarn promosi tidak hanya kelompok yang menjadi sasaran pemasaran dan orang-
orang yang potensial saja, tapi juga kelompok yang berkaitan dengan kegiatan
pemasaran wisata seperti agen-agen pejalanan juga kelompok pembentuk opini
seperti wartawan dan penulis masalah pariwisata juga para politisi.
Promosi dapat mengembangkan nilai positif dari suatu produk wisata
sehingga menjadi inelastis yang berarti produk lebih dapat bertahan terhadap
kenaikan harga .
Heath and Wall (1992) menyebutkan bahwa tujuan dari promosi wisata adalah :
1. Menarik turis ke kawasan wisata
2. Menjaga nilai kawasan sebagai daerah tujuan wisata
3. Menyampaikan infonnasi tentang kegiatan wisata yang ditawarkan
4. Membangun unit bisnis wisata yang saling mendukung
5. Memperbaiki informasi yang tidak tepat / tidak lengkap tentang kegiatan
wisata yang ditawarkan.
Heath and Wall (1992) mengemukakan bahwa dalam mengembangkan
strategi promosi wisata memerlukan langkah-langkah :
1. Mengenali sasaran yang menjadi target
2. Mengenali tujuan promosi
3. Memperkirakan dana yang diperlukan untuk promosi
4. Memperkirakan bauran promosi dengan mempertimbangkan beberapa faktor
yaitu faktor produk, faktor pasar, faktor wisatawan, faktor biaya dan faktor
bauran pemasaran.

2.8. Sumberdaya Manusia (SDM)


Simanjuntak (1985) mendefinisikan pengertian SDM sebagai beruikut :
1. SDM mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang diberikan pada
proses produksi. SDM mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh
seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang atau jasa.
2. SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa dan
usaha tersebut. Mampu bekerja, berarti mampu melakukan kegiatan yang
memiliki nilai ekonomi yaitu kegiatan tersebut menghasilkan barang dan jasa
untuk kebutuhan masyarakat.
Sedangkan menurut Rivai (2006) SDM dalam kegiatan usaha merupakan
pengelola faktor- faktor produksi sekaligus merupakan bagian dari produksi
lainnya dan merupakan input yang diolah perusahaan untuk menghasilan output.
Rivai (2006) menjelaskan bahwa pengembangan usaha dapat berarti
memperbanyak jumlah produksi usaha sejenis yang membutuhkan penambahan
jumlah SDM, akan tetapi dapat juga berupa diversifikasi produk, sehingga
memerlukan penyesuaian terhadap keahlian dan keterampilan SDM yang
dibutuhkan untuk produk b m tersebut.
SDM adalah asset strategis, diperoleh dengan mentegrasikan manajemen
SDM dan strategi perusahaan s e e m k e s e l d a n untuk meningkatkan
kemampuan kompetitif usaha. Sedangkan SDM harus mempunyai kompetensi
yang mendukung kompetensi perusahaan.
Kaharuddin (2003) mendefinisikan standart kompetensi sebagai
kemampuan minimum untuk melakukan suatu pekejaan dalam lingkungan kerja
tertentu.
2.9. Permintaan (Demand)dan Penawaran (Supply)
Suatu kawasan dikembangkan untuk tujuan wisata menurut Gunn (1994)
ditentukan oleh keseimbangan potensi sumberdaya dan jasa yang dirniliki (supply)
dan permintaan atau minat pengunjung (demand). Komponen supply terdiri dari
atraksi (potensi keindahan alam dan budaya serta bentuk kegiatan wisata,
transportasi, pelayanan informai dan promosi . Sedangkan komponen demand
terdiri dari pasar wisata (keinginan atau tujuan pengunjung dan karakteristik
pengunjung. Komponen supply (penawaran) atraksi merupakan alasan terkuat
untuk perjalanan wisata, bentuknya dapat berupa ekosisem tanaman langka,
landmark, atau satwa. Atraksi biasanya adalah h a i l dari pengembangan dan
pengeloiaan.
Konsep perencanaan wisata adalah sistem hubungan interelasi antar faktor
permintaan (demand) dan penawaran (supply). Faktor permintaan termasuk
pengunjung domestik dan internasional serta penduduk lokal yang memanfaatkan
atraksi wisata, fasilitas dan pelayanan. Sedangkan faktor penawaran diantaranya
atraksi dan aktifitasnya, akomodasi, pelayanan dan fasilitas lain. Atraksi wisata
termasuk atraksi dam, budaya dan pemandangan special serta aktifitas yang
berhubungan dengan atraksi tersebut, akomodasi termasuk didalamnya adalah
tempat pengunjung bermalam seperti hotel, motel, guest house dan type
penginapan lain. Fasilitas dan pelayanan yang lain seperti operasional tour dan
travel, restoran ternpat perbelanjaan, penukaran uang, bank dan fasilitas kesehatan
serta pelayanan. Menurut WTO (1995) elenien lain yang berhubungan dengan
faktor penawaran termasuk inffastruktur seperti transportasi (udara, air, darat),
jaringan air, energi listrik telekomunikasi dan pembuangan limbah/ sampah.
Elemen lainnya adalah institusi: struktur organisasi, legislasi dan regulasi,
ketersediaan dana, pemasaran dan promosi.
2.10. Penyu hijau (Chefonia mydas)
A. Bioekologi Penyu
Penyu termasuk ke dalarn golongan reptilian yang hampir seluruh
hidupnya di lautan, penyu yang ditemukan mendarat adalah penyu betina dewasa
yang bertujuan hanya untuk bertelur, sedangkan penyu jantan tak pernah
ditemukan naik ke pantai. Karena sebagian besar (seluruh) hidupnya di lautan
maka kegiatan pengamatan hanya bisa dilakukan pada penyu yang akan atau
sedang bertelur, telur dan tukik, sehingga dalam ha1 ini mas& banyak rahasia
penyu yang belum terungkap (Nuitja 1992).
Penyebaran Penyu Hijau ditemukan mencapai lautan tropis dan
penjelajahannya mencapai wilayah yang sangat luas. Daerah perkawinan dan
makannya luas oleh sebab itu urnumnya Penyu Hijau ditemukan terdapat di
wilayah utara dan selatan di daerah tropis dan subtropis, dengan suhu perairan
20' C (suhu rata-rata permukaan air di nlusim dingin (Hirth 1971 diacu dalam
Gustian 1997) lebii lanjut dijelaskan bahwa distribusi penyu dari tukik hingga
menjadi penyu muda, dimulai saat setelah menetas, tukik meninggalkan pulau dan
terputus informasinya, kondisi seperti ini diienal dengan nama "tahun yang
hilang". Penyebaran penyu dewasa wilayahnya luas, dimulai dari lokasi pantai
peneluran hingga tempat mereka mencari makan.
B. Habitat Penyu
Habitat mempakan tempat hidup yang dapat memenuhi kebutuhan
makanan, berteduh, berkembangbiak, tidur, berlindung dan juga bermain bagi
suatu mahluk hidup. Penyu laut memiliki tempat mencari makan yang berbeda
dengan tempat bereproduksi dan juga bersarang. Sebagian besar dari kehidupan
penyu dihabiskan di laut lepas dan hanya naik ke darat pada saat akan bertelur.
Pada dasarnya penyu laut menyukai daerah perairan dangkal (subtidal) sebagai
tempat mencari makan. Sedangkan pada umumnya reptilian lebih selektif dalam
memilih tempat untuk bersarang.
Menurut Clark (1967) diacu dalam Gustian (1997), penyu memiliki strong
home instinct yang ditimbulkan dari adaptasi lingkungan sejak lahir, kebiasaan
dalam mencari makan dan perkembangan setelah dewasa akan mempengaruhi
dirinya ~mtukkembali ke tempat kelahirannya.
Menurut Nuitja (1992), Chelonia mydas tergolong ke dalam herbivora
@emakan twnbuhan ) yang mencari makan pada daerah - daerah dangkal dirnana
alga laut masih bisa tumbuh dengan baik. Pada saat periode musim kawin penyu
laut dewasa bermigrasi ke daerah sekitar pantai peneluran dan setelah melakukan
kopulasi penyu jantan akan kembali ke tempat semula mencari makan, sedangkan
penyu betina melakukan aktifitas di sekitar pantai peneluran.
Menurut Rosalina (1986) diacu dalam Gustian (1997), Penyu hijau banyak
menyukai pembuatan sarang di bawah naungan pohon pandan laut, karena
perakaran pandan laut meningkatkan kelembaban, memberikan kestabilan pada
pasir dan memberikan rasa aman saat penggalian lubang sarang penyu.
L i p u s (1997) mengemukakan bahwa penyu mencapai tahap pematangan
seksual pada usia 10 tahun. Ketika musim kawin tiba, penyu jantan dewasa dan
betina dewasa akan bennigrasi merapat mendekati pantai untuk melakukan
kopulasi. Penyu betina akan bergerak naik ke pantai peneluran untuk membuat
sarang pada lokasi yang cocok. Setelah perkawinan dan peneluran selesai penyu
akan kembali kefeeding area.
C. Perilaku Penyu
Penyu bertelur lebii dari sekali dalam satu m u s h peneluran. Penyu hijau
betina akan membuat beberapa sarang selama musim peneluran dengan interval
waktu kurang lebih 2 minggu (Limpus 1997). Menuntt Arinal (1997) sesuai
pengamatan diperoleh data bahwa penyu mendarat 3-4 kali dalam satu kali
m u s h bertelur dengan interval satu sampai enam minggu rata-rata 25 hari.
Sedangkan Siklus bertelur penyu adalah 1-3 tahun. Sebelas tahap perilaku penyu
bertelur menurut Carr and Ogren (1960) diacu dalam Novitawati (2003) adalah
sebagai berikut :
1. Menepi dan muncul dari pecahan ombak.
2. Memilih arah merayap dari ombak ke arah pantai peneluran.
3. Memilih tempat bersarang.
4. Membersihkan tempat bersarang.
5. Membuat legokan untuk badan.
6. Membuat lubang untuk bertelur.
7. Oviposissi atau peletakan telur.
8. Pengisian dan menutup lubang sarang.
9. Menutup legokan badan dan menyembunyikan sarang.
10. Memilih arah kembali ke laut.
11. Masuk ke dalam gelombang dan kembali mengarungi lautan.
Menurut Nuitja (1992) Penyu hijau biasanya bertelur pada malam gelap.
Penyu akan terdiam sementara pada saat muncul dari hempasan pasang
(gelombang). Waktu yang diperlukan Penyu hijau untuk proses bertelur mulai
sejak muncul dari laut dan kemudian kembali ke laut tidak kurang dari 2 jam.
Sedangkan untuk Penyu lekang proses bertelur memerlukan kurang lebih 1,5 jam
(Haryoso, 1999 diacu dalam Novitawati, 2003).
D. Status Pelindungan
Penyu terbukti sebagai hewan yang sangat rumit untuk dikonservasikan,
terutama sehubungan dengan semakin berlangsungnya pemanfaatan. Rurnitnya
pengelolaan karena berbagai sebab antara lain karena pertumbuhannya yang
lambat, lambatnya usia matang kelamin, perbiakan yang tidak terjadi setiap tahum,
tingkat kematian yang tinggi pada penyu muda, penyebaran tukik di laut, migrasi
yang jauh antara tempat mencari makan dn tempat peneluran, kebiasaan untuk
bertelur di lokasi yang sama serta ketergantunagan perbiakan terbdap suhu
tertentu.
Penyu hijau me~pi3kanjenis yang paling akhir masuk sebagai hewan
dilindungi melalui PP no.7 tahun 1999 tanggal 27 Januari 1999 tentang
pengawetan tumbuhan dan satwa. Ssedangkan ke l i i a jenis lainnya telah lebii
dahuiu dilindungi oleh hukurn melalui SK Menteri Kehutanan. Konservasi
internasional memandang bahwa semua jenis penyu langka dan telah dilindungi
dalam "Red Data Book I U C N telah dicatat dalam kategori "endangered".
Sedangkan CITES mencantumkan dalam Apendix I (Nuitja 1997).
E. Populasi Penyu
Menuuut Gustian (1997) dalam penelitiannya gambaran kondisi struktur
populasi Penyu hijau di Pantai Citirem menunjukkan kondisi struktur populasi
yang terganggu pada tingkatan ukuran tertentu. Sedangkan kondisi struktur
populasi Penyu bijau di Pantai Pangumbahan menunjukkan suatu keadaan
populasi yang mengalami kemunduran. Kemunduran dan gangguan yang terjadi
pada sebaran ukuran populasi ini, sebagai akibat rendahnya populasi individu
muda sehingga daya regenerasi populasi tersebut terganggu. Data tersebut
ditampilkan pada Grafik 2 berikut.

o/-
1991 1992 1993 1994 1995 19%
Tahun

Gambar 2 Jurnlah penyu bertelur di Pantai Citirem


tahun 1991-1996.

Yudha (2004) menampilkan data Penyu hijau yang bertelur di Pantai


Pangumbaban yang menunjukkan penurunan tajam antara tahun 1965 dengan
tahun 1973 dan kemudian menunjukkan fluktuasi yang cenderung menurun
hingga tahun 2003. Data tersebut ditampilkan pada Gambar 3 berikut.

Tahun

Gambar 3 Jumlah Penyu hijau yang bertelur di Pantai


Pangumbahan tahun 1965 - 2003.

Anda mungkin juga menyukai