PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
masyarakat (civil society) yang dinamis, selalu menciptakan kondisi sosial yang
beragam. Keragaman tersebut bisa saja berdampingan secara baik-baik saja, saling
menjaga dan saling menguntungkan, namun sebaliknya bisa juga saling berbeda
massa, transportasi canggih, bahkan taman rekreasi yang memikat dan bisa
lain pembangunan juga bisa diartikan sebagai diskursus atau paham, bahkan
dari perubahan sosial, yang itu memiliki arti luas dari sekedar pembangunan
1
pengertian inilah yang membuat kemudian pembangunan punya banyak dimensi
pemerintah, dan pengusaha) dapat menjadi bersahabat, namun disatu sisi pula
Kondisi yang digambarkan oleh Rostow dulu di tahun 1960 lewat Teori
Pembangunan atau lebih dikenal “the five-stage scheme”, dimana semua bangsa
akan melewati secara evolusi yaitu dimulai dari pertama masyarakat tradisional,
di Negara ini, dan kapitalisme ikut menjadi pembonceng gelapnya. Kondisi yang
sama terjadi pada kawasan kota Batu, yang ikut menasbihkan daerahnya menjadi
banyak kritik opini maupun idiologis dari para akademisi maupun birokrasi
moralis.
Kota Batu pada kali ini juga harus berhadapan dengan permasalahan
1
Fakih, Mansour, 2011, “Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi” , Yogyakarta, Insist
Press, Hal 56
2
kebijakan pemerintah yang memberlakukan daerah konservasi sumber mata air
Sumber Mata Air Gemulo Batu, telah memberikan penghidupan berupa air bersih
untuk beberapa desa di kota Batu antara lain Desa Gunungsari, Punten, Bumiaji
dan Bulukerto (Kecamatan Bumiaji), serta dari Desa Sidomulyo dan Pandanrejo
(Kecamatan Batu). Tak pelak ketika kemudian ada isu dan kebijakan terkait
pembangunan hotel di sisi sumber mata air tersebut, membuat masyarakat desa
Kondisi ini kemudian meruncing pada sebuah gerakan massa yang massif
The Rayja”, sebab itu dinilai mampu memberikan sumbangsih dari sisi
perekonomian pariwisata untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar
dan mampu menyerap tenaga kerja lokal. Akan tetapi berbeda dengan pandangan
masyarakat yang lebih memilih untuk menjadikan kawasan tersebut tetap sebagai
sebab hal itu tidak sesuai dengan kebijakan yang telah dicanangkan oleh walikota
pemerintah kota Batu sekarang, yang kemudian membesar dan menjadi konflik di
2
Menilik surat wasiat Walikota Batu Imam Kabul tahun 2004, yang menyatakan bahwa Sumber
Air Gemulo Batu adalah area konservasi dan Penelitian.
3
Prasarana masal tersebut diperebutkan sisi pemanfaatannya, masyarakat
menginginkan kawasan yang dekat dengan sumber mata air tersebut tetap menjadi
area konservasi, bebas dari skenario bangunan fisik hotel. Hanya saja dilain sisi
tanah yang dekat dengan area tersebut merupakan tanah hak milik dari “Purnama
Hotel Group”, sehingga mereka juga punya hak untuk memanfaatkan kawasan
penyelesaian.
Hal ini seiring dengan Amdal yang telah mereka rujukkan, bahwa skenario untuk
mendirikan bangunan fisik atau “Hotel The Rayja” 3 adalah telah benar, dan
dinyatakan tidak akan mengganggu ekosistem mata air tersebut. Kendati demikian
berbeda dengan pemahaman masyarakat sekitar kawasan tersebut, yang mana jika
terjadi pembangunan hotel di situ, tetap akan merusak seluruh habitat dan
ekosistem yang ada pada kawasan konservasi tersebut pada jangka pendek
maupun jangka panjang. Terlebih saat ini sumber air tersebut telah mengairi 6
berupa UKL UPL yang telah dibuat sebagai syarat pemenuhan pembangunan,
bahkan mereka mencurigai sebab seharusnya dalam hal ini perusahaan harus
3
Nama Hotel yang akan dibangun oleh Perusahaan Pariwisata Purnama Group dikawasan tersebut
4
melampirkan AMDAL bukan UKL-UPL, inilah yang membuat warga melihat
pembangunan hotel dilakukan, hal ini juga akan berpengaruh besar pada budaya
masyarakat, dimana dalam hal ini adalah budaya kesatuan adat 6 desa untuk
menjaga dan melindungi sumber mata air besar tersebut yang telah lama
terbentuk, yang selama ini budaya tersebut mampu menjadi pengikat dan
Minum) yang telah lama terbentuk, yang mana HIPAM berfungsi dan bergerak
untuk menangani persoalan pengairan dari pemanfaatan dari sumber mata air yang
ada. Masyarakat yang tergabung dalam HIPAM merasa senasib dan mulai
yang sudah lama merasakan manfaat dan hidup dari sumber mata air Gemulo
bergerak dengan membentuk FMPMA. Forum ini murni dibentuk sebagai gerakan
4
Ijin UKL-UPL dibuat oleh BRAWIJAYA yaitu salah satu institusi Perguruan tinggi Negeri di
Malang, yang juga berujung pada aksi demo di Univ. Brawijaya, Malang oleh masyarakat yang
menamakan diri FMPMA Sumber Gemulo, Batu. Mereka pada 05 Februari 2013 menggelar aksi
demonstrasi di universitas tersebut, puluhan warga Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur,
menggugat hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas
Brawijaya pertama terkait UKL UPL yang dibuat 3 bulan setelah ijin IMB keluar lebih dulu,
kedua hasil penelitian yang menyebutkan pembangunan Hotel Rayja tidak mempengaruhi sumber
air Gemulo. Ini dinilai oleh warga sebagai hal yang syarat dengan rekayasa, massa aksi menuding
bahwa UKL-UPL yang dibuat telah mengesampingkan kebutuhan masyarakat lokal sekitar
Sumber air Umbul Gemulo.
5
perlawanan atau protes kolektif warga, dengan tujuan menolak pembangunan
hotel atau bangunan gedung wisata apapun di sekitar kawasan sumber mata air
latar yang sama, yaitu sesama pengguna air dari sumber mata air Gemulo. Merasa
ketergantungan dengan manfaat dari sumber mata air tersebut, maka mereka
merasa harus menjaga kelestarian Sumber Mata Air tersebut, supaya tidak rusak
langkah awal untuk sebuah gerakan yang terorganisir dalam hal menolak
pembangunan “Hotel The Rayja”. Dari sisi lain, hadirnya organisasi advokasi atau
masyarakat 3 sampai 6 desa ini FMPMA lahir sebagai organisasi civil society
murni, kekuatan dan kedatangan NGO/ LSM yang bergabung hanya untuk
Kota Batu yang telah resmi memberikan ijin kepada pihak manajemen “Hotel The
Rayja” agar bisa mendirikan bangunan hotel di dekat tanah konservasi tersebut.
Forum ini di awal di ketuai oleh Pak Pi’i yang kemudian menjadi tokoh
gerakan FMPMA, namun saat gerakan dihadapkan dengan problem dan konflik
yang cukup mengeras, akhirnya membuat beberapa tokoh dan anggota serta NGO
di dalamnya diuji loyalitas serta strateginya. Hingga kemudian ketidak aktifan Pak
Pi’i dalam FMPMA memunculkan sosok Haji Rudi sebagai social figure dalam
6
organisasi FMPMA. Sebagai social figure, dengan alasan pertama dia adalah
seorang pengusaha yang pasti secara ekonomi lebih kuat dibanding masyarakat
lain, kedua dia juga merupakan anak asli daerah lokal Batu, anak dari tokoh
setempat. H. Rudy yang tidak pernah mencalonkan diri, kemudian diminta dan
Batu. Selain itu, back up pemuda desa pecinta alam yang tergabung dalam
NAWAKALAM tergolong berani dan vokal, juga menjadi magnet perekat massa
yang cukup efektif dan massif disaat FMPMA akan dilumpuhkan kekuatannya
oleh Negara dan corporation. Beberapa pemuda desa, mampu dengan baik
FMPMA harus menunggu keputusan dari MA terkait masalah ini. Kondisi inilah
yang kemudian oleh Walhi disebutkan bahwa perjuangan saat ini berada pada
kondisi “Hibernate”.
dengan pembagian wilayah aktifitas atau peran, yang berguna dan vital, agar
organisasi tetap terorganisir. Kondisi ini dapat ditilik dengan adanya beberapa
orang yang secara sukarela mengajukan diri untuk masuk dan bertanggung jawab
massa gerakan, counter isu, atau bahkan membuat wall di FB (facebook) sebagai
bagian dari penyebaran isu, penciptaan image gerakan, semua tertuju pada
7
penolakan keras didirikannya “Hotel The Rayja”, yang telah menggunakan area
sumber mata air Gemulo, yang seharusnya di jadikan lahan Konservasi ekologis.
Gerakan protes pun tak terhindarkan, mulai dari gerakan protes aksi turun
pondasi bangunan hotel. Kondisi ini tak pelak menjadi sebuah konflik yang
semakin panas dan membesar. Kegiatan memobilisir massa pun semakin intens
Rayja, dan ketiga adalah pemerintah sebagai pemangku kebijakan yang terkesan
separuh hati dan tidak serius dalam upaya penyelesaian konflik. Ketiganya
8
Penelitian ini akan membatasi dan menitik beratkan pada pembahasan
masyarakat pengguna sumber mata air, yang telah melahirkan ancaman dan
menghadapi tuntutan hukum dari pihak pengusaha Hotel The Rayja, serta dari
dinginnya tatapan Pemerintah Kota Batu saat melihat kasus konflik ini
strategi yang mereka miliki disaat menanti upaya perjuangan mereka belum
berhasil sepenuhnya.
penelitian atau Grand Idea Thesis, yaitu tentang “bagaimana proses gerakan
sosial di bangun untuk penyelamatan Sumber Mata Air di Gemulo Batu?”. Untuk
melihat upaya strategi dan model penyelesaian konflik dengan cara yang dibangun
masyarakat, sebagai sikap menghadapi Pemerintah Kota Batu, yang terkesan diam
dan seolah apatis terhadap persoalan pembangunan Hotel The Rayja, yang disaat
meja hijau, hingga gerakan mereka mampu memberikan dampak sosial (social
effect), terlebih yang seharusnya mereka dapat menjadi relasi atau kawan dalam
lingkungannya.
9
Meski demikian peneliti juga lebih menekankan gerakan sosial ini hanya
pada wujud protes kolektif5 masyarakat saja. Mengacu pada pengertian target dan
sasaran atas gerakan FMPMA yang hanya berorientasi untuk meminta adanya
kebijakan ekologis tentang pemanfaatan Sumber Mata Air Gemulo, yang tidak
sampai merubah struktur pemerintahan desa maupun kecamatan dan kota Batu,
atau bahkan sampai keinginan merubah tatanan struktur lembaga sosial lainnya
yang sudah ada di masyarakat saat ini. Analisa akan lebih terkait cara konflik
dengan investor yang berbalik menggugat perjuangan mereka. Terkait hal tersebut
maka untuk menjawab gagasan dari ide utama beserta perspetifnya tersebut, maka
dirumuskanlah masalah penelitian ini dalam 3 aspek berikut: pertama yaitu terkait
perubahan.
B. RUMUSAN MASALAH
5
Perbedaan Protes Kolektif dalam kajian gerakan sosial adalah terletak pada kajian sasaran target
gerakan, di dalam Situmorang protes kolektif dibedakan dengan gerakan sosial, dimana disebutkan
“protes kolektif tidak berorientasi kepada perubahan struktur, tetapi lebih pada penyelesaian
kasus-kasus, sedangkan gerakan sosial berorientasi kepada perubahan struktur” (Situmorang,
2013:hal 12)
10
1. Bagaimana pengorganisiran isu pembangunan Hotel The Rayja
dengan baik.
11
aksi perlawanan masyarakat terhadap aktor perusak lingkungan,
D. MANFAAT PENELITIAN
E. PENELITIAN TERDAHULU
sebetulnya sudah banyak yang mulai mengkaji hal ini. Penelitian sebelumnya
tentang sumber gemulo juga pernah dilakukan oleh Racmat KDS, pada
dikawasan sumber mata air adalah suatu yang tidak bisa dibenarkan, dengan
12
alasan menyalahi kesepakatan umum sebelumnya sebagai lahan konservasi.
dilakukan oleh Rachmat, muncul dua sebab yang menjadi pemicu konflik,
sumber daya alam di Kota Batu, tidak lepas dari praktek otonomi daerah
melahirkan pengelolaan sumber daya alam yang tidak terkendali, hal inilah
disamping itu krisis air di kawasan Batu juga sudah terjadi dimana-mana
besar-besaran ini.
maupun DPRD atas tidak jelasnya sikap mereka dalam menanggapi tuntutan
13
turun jalan atau demonstrasi. Demonstrasi pertama dilakukan di Kantor
tangan masyarakat lokal. Para pendamping tidak harus tampil di muka. Kalau
yang seolah dan seakan mengakomodir keinginan FMPMA, tetapi ketika tiba
saat janji tersebut tidak dilaksanakan, maka konflik membesar kembali dan
kemudian meledak. Konflik yang ada sangat mudah terlihat, seperti saat
sekitar sumber air sebagai lahan konservasi. Namun yang terjadi kemudian,
tidak akan merusak sumber air. Selain itu, walikota juga menggalang
14
ini menyulut kemarahan dan meningkatkan tensi perlawanan masyarakat, apa
yang dilakukan walikota ini tetap membuat FMPMA tidak mundur dan
yang sudah dirasakan di 2 desa (Desa Giripurno dan Desa Pendem) dan satu
kelurahan (Dadaprejo). Dari awal semula, konflik lahan untuk konservasi ini
berkonflik memiliki keinginan untuk menjaga situasi agar tetap pada situasi
dikarenakan ketakutan dan lebih pada dampak negative yang akan diterima
15
Peralihan dari produksi subsistensi ke produksi komersil hampir selalu
yang tidak dapat dimakan tergantung kepada harga pasarnya dan kepada
variabel kunci tipikal dalam keputusan itu. Jikalau ada kasus lain seperti di
Penduduk desa itu baru menanam padi untuk di jual setelah ada kepastian
bahwa mempunyai cukup padi ketan untuk dimakan dan untuk memenuhi
pertanian bukanlah satu usaha ekonomis yang bertujuan bisnis dan mencari
lazim bahwa petani Asia Tenggara enggan berusaha mencari untung, apabila
16
Persoalan mulai muncul ketika petani-petani ini menolak membayar
Negara akan menaikkan pajak tanah yang menjadi salah satu dari sumber
pendapatannya, ketika itu pula maka pemilik tanah tidak akan mau beresiko
dengan kerugian, maka dia juga ikut menaikkan harga sewa tanah pertanian,
keuntungan, sebab harga padi tetap tidak mengalami kenaikan. Dilain sisi
ketika berhitung kerugian, jika mereka tidak menyewa, dan hanya sebagai
buruh tanam saja, maka itu akan semakin mempersulit kehidupan mereka.
anggapan bahwa hak untuk melakukan pungutan atas penghasilan, hanya sah
berhitung bahwa air yang merupakan kebutuhan primer tidak boleh sampai
dalam dasar yang tidak mengganggu ketersediaan stok air yang mengairi 6
17
desa itu. Ketakutan kelangkaan, kekhawatiran terhadap eksploitasi
kembali PT. IIU berkumpul dan bersatu. Disitu terdapat pemuka agama
6
Organisi SRB dalam hal ini adalah sama dengan FMPMA di Sumber GEmulo BAtu
18
(ulama, pendeta), kepala desa dari 143 desa, sipil berbagai profesi, laki-laki,
secara formal, artinya tidak punya akta notaris, anggaran dasar dan anggaran
adalah pemuka masyarakat, pendeta, pastor dan ustad, sedang dari desa
adalah masing-masing kepala desa sebanyak 130 orang. Disamping itu ada
dilakukan.
19
Dengan dukungan para ulama serta tokoh, perlawanan rakyat semakin
yang amat sangat kepada Indrayon. Tuntutan untuk menutup Indrayon tetap
bergejolak, sampai pada tahun 1999 Menteri Ehuin kala itu Ginanjar
Kartasasmita berinisiatif untuk mencari masukan dari Walhi atas kasus ini,
aksi blockade Jalan Raya Balige, dimana jalan ini merupakan lintas armada
Indrayon. Pada aksi ini terjadi bentrok aparat dengan warga, hingga akhirnya
masih dibulan yang sama Presiden Habibie memerintahkan secara lesan untuk
Samosir.
20
Rencana Kelola Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan
bergema, disisi lain pihak Indrayon juga gemar melakukan lobi untuk tetap
ini. Jelas dalam kondisi ini, ekonomi terlihat sebagai mesin eksploitatif, dan
tenaga dan financial di kedua belah pihak, kan tetapi disinilah peran Negara
diatur, dan mengatur keadilan yang distributif merupakan peran Negara yang
data protes kolektif dan gerakan lingkungan hidup yang terjadi dominan di
dan undang-undang, akan tetapi secara pada kenyataannya, situasi yang terjadi
penanganannya.
pada 500.000 Hektar lahan di Kutai Barat terbuka, dan menimbulkan banyak
tentu saja hal ini menimbulkan reaksi keras berupa protes masyarakat.
konservasi, atau tumpang tindih dengan sumber mata air dan lokasi
22
pada izin pertambangan skala kecil yang dikeluarkan oleh pemerintahan lokal,
yang memicu protes masyarakat terhadap tambang pasir besi, tambang galian
infrastruktur di kawasan hutan lindung dan area konservasi yang sudah sangat
jarang ditemui di area padat penduduk. Itu lah yang menyebabkan adanya
peningkatan.
gerakan yang tidak tunggal dalam aspirasi atau tujuan dari protes kolektif yang
dilakukan. Beberapa hal yang bisa dilihat yaitu ada yang menuntut
kebijakan dan sistem yang secara tidak langsung diangab sebagai penyebab
PTS karena bertolak belakang dengan RTRW dan mengakibatkan hutan bakau
dan mangrove hilang sebagai penahan abrasi laut, atau sekelompok mahasiswa
setempat, ataupun seperti halnya juga protes yang dilakukan oleh Komite
23
pembangunan PLTA dapat mengancam keselamatan dan kelestarian
informasi bahwa akan ada aktivitas atau izin yang telah diberikan oleh
kelompok-kelompok di masyarakat.
lebih banyak dipilih oleh struktur organisasi formal seperti LSM dan
secara bersamaan setelah melalui proses komunikasi dan diskusi antar aktor-
24
5) Organisasi sebagai kekuatan Gerakan
Africa) pertengahan tahun 2005. Ada yang menarik dalam penelitian tentang
NGO ini, adalah tentang Karakter organisasi IDASA adalah 1) keyakinan kuat
lembaga ini bergerak untuk perjuangan penuh visi untuk mewujudkan suatu
negeri yang demokratis dan bebas dari diskriminasi rasial di Afrika Selatan
dikarenakan saat itu sedang terjadi kenaikan kekuatan gerakan sosial domestik
IDASA didirikan oleh Frederick van Zyl Slabbert dan Alex Borane
alternative yang demokratis, non rasial, non kekerasan, dan dapat diterapkan
bagi Afrika Selatan sebagai pengganti apartheid. Zyl Slabbert dan Alex
25
memainkan peran sebagai badan pengumpul informasi dan mediasi
(Darmawan,2006:236).
tokoh masyarakat, dan rakyat biasa Africa selatan melalui tatanan demokrasi
government). IDASA menilai bahwa tolak ukur yang lebih penting dalam
“kita tidak dapat memiliki demokrasi jika pemerintah lemah. Kita tidak dapat
memiliki demokrasi jika hanya civil society yang percaya pada gagasan itu.
Kita akan memiliki demokrasi jika pemerintah tidak sekedar percaya pada
gagasan itu, tetapi juga mempraktekkannya (Jenkins (1992) dalam
Darmawan,2006:238)
26
a) Pada periode awal (1987-1990), upaya-upaya IDASA difokuskan pada
yang demokratis.
konstitusi baru.
kebijakan.
27
1. Dimiliki, didukung, dan dibela oleh warga Negara
yang memadai
Saat ini kecakapan inti lembaga IDASA adalah riset dan analisis
dengan konteks politik yang senantiasa berubah. Hal ini dikarenakan IDASA
demokrasi yang berkembang saat itu ditiap waktu. Untuk itu IDASA tidak
(Darmawan,2006:249).
Pendek kata, civil society terus menjadi mediator antara Negara dan
28
memantau, dan menyiapkan berbagai hal untuk sebuah tatanan demokrasi
merupakan sudut terpenting dalam gagasan penting melihat NGO ini berada
merupakan bukti kekuatan entitas terbaik yang bisa diandalkan dalam kondisi
F. KERANGKA KONSEPTUAL
kelompok, komunitas, atau level yang lebih luas lagi. Mengutip pandangan Van
29
“Kolektivitas-kolektivitas yang dengan organisasi dan kontinuitas tertentu
bertindak di saluran-saluran institusional atau organisasional dengan tujuan
menggugat atau mempertahankan otoritas, entah yang di dasarkan secara
institusional atau cultural dan berlaku dalam kelompok, organisas,
masyarakat, kebudayaan atau tatanan dunia dimana mereka merupakan salah
satu bagiannya.”
sangat potensial luas, menggunakan sarana atau cara yang non institusional
upaya yang jelas bagi terjadinya perubahan (1973:4). Secara pasti dari sini bisa
dipahami bahwa setiap gerakan sosial mempunyai tujuan yang jelas dan massa
dengan demikian merupakan tanda bahwa tatanan sosial yang lama di tentang
30
Banyak pakar yang menyimak khas gerakan sosial dari sisi perubahan di
masyarakat seperti yang direkam oleh Piotr Szotmka (2005) 7, seperti halnya
1977), agen perubahan kehidupan politik atau pembawa proyek history (Eyerman
& Jaminson,1991), gerakan massa dan konflik yang ditimbulkannya adalah agen
utama perubahan sosial (Adamson & Borgos,1984). Dari situ Sztomka (2005:325)
Jelas dalam kondisi tersebut bisa dilihat bentuk dari gerakan sosial meski
bukan merupakan gerakan resmi politik, namun tetap merupakan bentuk gerakan
masyarakat, yang mampu merubah arah kebijakan pemerintah yang resmi. Sebuah
gerakan sosial adalah dilakukan dengan sadar, kolektif, terorganisir dalam rangka
7
Sztomka, Piotr,2005, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta, Prenada, hal 323-326
31
Dari sejarah juga terlihat bahwasanya gerakan sosial muncul dari
terhadap pemegang kekuasaan yang dianggab otoriter dan represif8. Budaya serta
tatanan sosial yang sudah jauh dari kerangka tujuan hidup secara bersama, dengan
demikian dapat memicu adanya sebuah pergolakan protes. Maka dengan kondisi
segalanya yang ada, namun juga bisa disesuaikan dengan kondisi target dari
tidak hanya dapat timbul dari celah budaya, tetapi juga dapat memproses budaya
transmutasi itu. Dari sini maka akan nampak terlihat apakah mereka akan
melakukan gerakan sosial sekedar protes sosial, atau memobilsasi massa untuk
peraturan budaya) oleh orang-orang yang mempunyai tujuan yang umum dan
8
Putra,Fadilah ,dkk.2006,”Gerakan Sosial – konsep,Strategi,Aktor,Hambatan, dan Tantangan
Gerakan Sosial di Indonesia”, Malang, PLaCID’s
32
yang terjadi ketika rakyat biasa yang bergabung dengan para kelompok
elit, pemegang otoritas, dan pihak-pihak lawan lainnya. Konteks gerakan sosial
dari Tarrow, merupakan tindakan yang didasari politik perlawanan adalah aksi
penentangan ketika aksi itu dilakukan oleh orang-orang yang kurang memiliki
akses ke institusi-institusi untuk mengajukan klaim baru atau klaim yang tidak
dapat diterima oleh pemegang otoritas atau pihak-pihak yang ditentang lainnya.
Aksi kolektif yang melawan merupakan basis dari gerakan sosial, karena aksi itu
awam dalam menentang pihak-pihak lain yang lebih kuat seperti Negara.
muncul dari bawah ketika volume keluhan, ketidakpuasan, dan kekecewaan rakyat
melampaui ambang batas tertentu. Salah satu variasinya yang oleh Gurr (1970)
disebut semacam citra “ledakan” dari sebuah kekecewaan yang tak terbendung.
Gerakan sosial secara spontan akan terlihat dari “ledakan” tersebut, kemudian
baru mendapat pimpinan, organisasi dan ideologi (gerakan terjadi secara spontan).
Variasi lain dari gerakan sosial adalah mempunyai citra kewirausahaan atau
33
sebagainya) sebagai upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi, menurut teori
Tarrow membedakan secara khusus gerakan sosial dari partai politik dan
diantara berbagai kelompok sosial dan Negara, mengikuti dinamika dan diluar
kelas ala Marx menjadi sebuah gerakan yang lebih luas dan beragam, dengan
kausal atau sebab akibat dari faktor-faktor yang lebih makrostruktural (struktur
pada peluang politik, hal yang tentu saja bisa mengurangi “ongkos” atau aspek-
aspek di dalam tindakan kolektif (Tarrow,1994). Akan tetapi dari kesamaan aksi
yang dilakukan oleh partai politik maupun kelompok kepentingan, dari beberapa
hal tersebut bagi Tarrow gerakan sosial lebih terlihat sebagai kelompok-kelompok
yang bersifat tidak melembaga, anggota dari berbagai masyarakat yang tidak
terwakili, yang bergerak dalam alur interaksi dan berseberangan dengan elit atau
pihak oposisi.
Menurut Sidney Tarrow terdapat beberapa syarat utama agar suatu gerakan
disebut sebagai Aksi Sosial yaitu Pertama, suatu protes yang dilakukan oleh
massa dapat disebut sebagai gerakan bila didalamnya ada aktor-aktor yang
didalam sebuah aksi adalah salah satu tanda penting bahwa protes itu memang
34
terorganisir. Kondisi ini dimaksudkan untuk membedakan adanya suatu kumpulan
sang aktor social, yang mengelola segala bentuk ketidakpuasan dan kekecewaan
(grievances), atau isu bersama, menjadi identitas dan solidaritas, bahkan ideologi.
Ini sangat penting karena sebuah gerakan butuh dukungan publik, setidaknya
merupakan bagian dari kelompok yang terorganisir pula. Lawan itu dapat berasal
adalah bagian dari sebuah kekuatan yang tidak hanya memiliki legitimasi
menciptakan partisipasi mereka sementara hal itu berkaitan langsung dengan masa
depan mereka. Keempat, tindak protes selalu mencerminkan adanya sebuah siklus
35
holders of powers) melalui berbagai ragam bentuk protes publik, termasuk
tindakan-tindakan di luar jalur partisipasi politik formal yang diatur oleh hukum
performance yang berkelanjutan secara bertahap, adanya aksi dan kampanye yang
tuntutan secara kolektif terhadap yang kelompok lain (target otoritas). Pada
intinya dapat dikatakan bahwa gerakan sosial disini adalah dapat dijadikan sebuah
kendaraan besar bagi orang-orang biasa untuk berpartisipasi dalam ruang publik
perhatian pada mekanisme mobilisasi dan kesempatan untuk mencari ganti rugi.
Ganti rugi yang dimaksud adalah terkait motivasi pola rasionalitas (sesuai
kelompok gerakan oleh massa yang telah mengerti manfaat dari mobilisasi massa.
mencakup para aktivis amatir dan paruh waktu yang mempergunakan berbagai
36
bentuk-bentuk tindakan kolektif yang inovatif, dan dalam mendapatkan akses
(Klandermans,1992).
Menurut Tilly bahwa ada 3 elemen penting yang melekat pada gerakan
sosial, yaitu adanya sebagai berikut:
dan pengikut aksi, dari partai politik maupun organisasi lain yang ikut
partisipan publik dan juru bicara, untuk membuat aturan intern (di dalam)
mereka.
Ada yang menarik dari perhatian para peneliti gerakan, tidak semua
setidaknya itu yang muncul dari penelitian J.Scoot (1976). Kehadiran perlawan
oleh kelompok kelas bawah khusunya dikalangan petani dan pedesaan, umumnya
37
dilakukan dengan cara yang tidak frontal, meski demikan gerakan perlawanan ini
pertanian Indocina, yang mana pertanian bukanlah satu usaha ekonomis yang
bertujuan bisnis dan mencari untung, melainkan satu pertanian subsitensi yang
(1976:32).
berupa perlawanan yang lahir dari depresi akibat eksploitasi dan ketidakadilan
yang diterima oleh kelompok kelas tertentu, dengan kesadaran politik (warga
subtitensi yang ditimbulkan oleh krisi pasar atau kegagalan panen ditejemahkan
ke dalam suatu pola kemarahan dan perlawanan yang sesuai dengan cara
terbuka, namun juga tertutup, tetapi tetap efektif dalam melakukan protes.
menentang, akan tetapi lebih oleh aksi menghindarkan diri secara diam-diam yang
juga tidak kurang besarnya dan seringkali jauh lebih efektif (Scoot,2000:43). Hal
38
inilah yang menjadikan gerakan perlawanan kaum petani atau kelompok kelas
sama, namun semua gerakan sosial dimulai dari suatu keadaan krisis, lalu
tahap berikut:
sistem yang kurang baik. Tahap ini bisa meluas dan berlangsung selama
beberapa tahun.
3. Tahap formalisasi. Dalam tahap ini, tidak tampak adanya struktur formal
39
kepemimpinan yang profesional yang disiplin mengganti figur-figur
kharismatik sebelumnya
Dari beberapa perspektif dan penelitian gerakan sosial yang ada, jelas
bisa juga melalui rentetan kejadian masalah atau sebab akibat yang lama sudah
media yang lebih beragam. Maka untuk itu secara faktual gerakan sosial saat ini
mengutip pandangan Diani & Bison (2004) adalah “Sebentuk aksi kolektif dengan
orientasi konfliktual yang jelas terhadap lawan sosial dan politik tertentu,
dilakukan dalam konteks jejaring lintas kelembagaan yang erat, oleh aktor-aktor
yang diikat rasa solidaritas dan identitas kolektif yang kuat melebihi bentuk-
bentuk ikatan dalam koalisi dan kampanye bersama.” (dalam Darmawan, 2006:
hal 6)
sejak revolusi industri di abad 18. Kejadian Revolusi Perancis tahun 1789, yang
40
seperti yang diramalkan oleh Marx9, merupakan sebuah history yang panjang
dalam timbulnya gerakan sosial di Eropa Barat. Rata-rata gerakan sosial lama
dipicu adanya ketidakpuasan kaum buruh yang ingin adanya perbaikan di hidup
(welfare right movement), gerakan itu umumnya mengarah pada eksistensi kelas.
Fenomena yang muncul akibat dari system penggajian yang buruk, eksploitasi
jam tenaga kerja (Laclau & Moufie,2008: 240). Selain itu di kawasan Negara
bagian dunia ketiga abad 20 beberapa perlawanan juga muncul sebagai bentuk
gerakan sosial lama, seperti adanya gagal panen, pajak dan sewa tanah yang
kelas elit pemilik tanah dan pengendalian kelas petani lemah (Paige, Jaffery.M,
2011:72), serangkaian itu semua adalah gejala ketidak puasan kelompok petani
atau kelas lemah, yang mana kemudian dengan dukungan organisasi mereka
Gerakan sosial baru umumnya diinisiasi oleh aktor gerakan sosial tidak
yang dirasakan oleh semua kelas atau kelompok tertentu (Donatella D.Porta &
Mario Diani (1999) dalam Situmorang,2011:2). Gerakan ini berbasis non kelas,
41
demokratisasi, lingkungan hidup (Joe Fowaker (1995), Sidney Tarrow (1994),
dalam Situmorang,2011:2).
Menjadi sesuatu yang baru, serta melihatnya sebagai buah dari pergeseran dalam
identitas politik yang baru, yang tidak bisa diakomodasikan oleh system Negara
yang lama (Phongpaicit (2001) dalam Darmawan (ed) 2006:8). Di Eropa Barat
serikat buruh dan tradisi kuat dalam tatanan demokrasinya, sedangkan di Amerika
kajiannya, dibanding dengan pandangan dari kalangan ilmuwan Eropa Barat yang
masih dapat mengkaji kekuatan buruh yang significant sebagai konteks yang
Pada perjalanannya gerakan sosial juga menjumpai dua hal yang berbeda,
disatu sisi gerakan sosial dianggab sebagai jembatan transformasi kepada tren
sebuah gaya hidup baru, bersifat sipil, nasional, memperjuangkan sebuah tujuan,
sehingga tindakan kolektif ini diterima dan dijadikan landasan dalam pembuatan
kebijakan yang lebih bisa diterima oleh seluruh lapisan kelompok masyarakat,
42
akan tetapi disatu sisi gerakan sosial yang telah menyebar dengan identik
jenis, yaitu:
43
6. Gerakan regresif (reaksioner) yaitu gerakan yang berusaha untuk
yang begabung dalam gerakan ini adalah orang- orang yang kecewa
3) Pendekatan utama
atau “the „why‟ question”. Pendekatan ini lebih menekankan pada pemahaman
perebutan kendali atas produksi makna, serta pembentukan suatu identitas kolektif
baru (Canel (1997) dalam Darmawan (ed), 2006: hal 8). Lebih lagi NSM lebih
44
pada sudut pandang menggugat reduksionalisme Marx yang menempatkan logika
gerakan atau “the „how‟ question”. RMT lebih menekankan pemahaman terhadap
sisi politik dari gerakan sosial serta memandangnya sebagai konflik atas alokasi
sumber daya dalam pasar politik (political market). Berbeda dengan NSM yang
menolak pandangan Marxis, RMT bertolak dari sudut pandang yang menolak cara
yang telah memandang gerakan sosial sebagai reaksi anomi, bahkan bentuk yang
irasional dari sebuah perubahan sosial yang pesat di masyarakat. Lewat sudut
RMT, pertama adalah Political Interactive Model dimana model ini lebih
10
Gugatan ini terletak pada tuduhan Marx atas terjadinya gerakan revolusi dari sector kekuataan
kelas, dimana kelas buruh (proletar) melakukan tuntutan kepada kaum borjois sebagai
penyelenggara kekuatan kapitalisme. Bagi NSM berbeda, secara umum pendekatan ini mengaitkan
kemunculan gerakan pada kegagalan system demokrasi di dalam tatanan sosial pascamodernitas
(post-modern society) untuk menjamin kebebasan individu, kesetaraan dan persaudaraan. Menurut
pandangan NSM , demokrasi tengah mengalami kemerosotan ke-arah Negara otoarian-
teknokaratis. Negara berada dalam cengkraman pasar, sehingga warga Negara mengalami tekanan,
baik dari teknokratisme Negara maupun dari kekuatan pasar. Kelas pekerja perlahan musnah dan
digantikan oleh barisan konsumen yang mengalami manipulasi oleh kekuatan pasar (disadur dari
tulisan Iwan Gardono Sujatmiko di buku (Darmawan.ed) “Gerakan Sosial”, Jakarta, LP3ES,
(2006: hal 9), tentang pandangan Touraine dan Habermas terkait “Theories of Social Movement “
45
keberadaa jejaring, serta kaitan horizontal yang telah terbangun dengan kelompok
Model ini dikembangkan oleh Tilly, Gamson, Oberschall dan McAdam. Kedua,
gerakan sosial” (Social Industry Movement) dan “sektor gerakan sosial” (Social
dengan tujuan dari gerakan sosial yang dipilihnya, dan berusaha memperjuangkan
tujuan tersebut. Sebagai agregat untuk mencapai tujuan tersebut, maka organisasi
gerakan didalamnya akan membentuk industri gerakan sosial sebagai bagian dari
organisasi gerakan tersebut, hingga kemudian secara agregat jika industri itu
sudah kuat dalam membingkai gerakan, maka akan besar menjadi sektor gerakan
sosial, dimana dalam sektor ini gerakan mulai terpisah sesuai dengan sasarannya,
11
Gambaran ini lebih mudahnya oleh peneliti di pahami jika dengan kasus mata air sumber
gemulo ini, di dalam gerakan sosial masyarakat tersebut ada organisasi gerakan sosial (FMPMA
organisasi gerakan utamanya, yang didalamnya ada WaLHI,LBH Surabaya,MCW, sebagai ornop).
Masing-masing ornop memegang sudut pandang sesuai dengan background gerakan mereka,
46
Dari definisi yang ada, gerakan sosial seolah menjadi tumpuan dalam
dalam masyarakat, namun juga ada yang untuk mempertahankan situasi kondisi
atau keadaan yang sudah ada atau mapan. Dengan begitu peneliti dalam hal ini
mampu menguasai kekuatan lain di dalam struktur sosial dan jaringan politik,
serta menentukan tempo gerakan dengan benar. Biasanya disinilah NGO atau
LSM melatih individu massa atau aktor gerakan dengan advokasi yang massif.
sosial sangat di tuntut dalam hal ini, bukan saja karena mereka adalah organisasi
yang sudah mapan, namun kebanyakan dari mereka adalah pemilik jaringan,
sebagai lokomotif civil society. Terpenting dari ini semua, dengan hadirnya NGO
disinilah industri gerakan mulai bekerja dengan mesin mobilisasi yang menyesuaikan tujuan besar
yaitu penyelamatan sumber mata air dan menyatukan asumsi pihak Hotel The Rayja sebagai
common enemy atau musuh bersama. Akan tetapi, jika kemudian dalam proses organisasi gerakan
tersebut, yang mulai bergerak dan melibatkan industri gerakan sosial yang kompleks, secara tidak
langsung akan menggiring pula pada potensi isu dan sasaran yang semakin kuat dan terspesifikasi
pada wilayah tujuan dan isunya, WALHI dengan isu lingkungan, LBH Surabaya pada isu Hukum
dan HAM, MCW pada wilayah korupsinya, di isitulah akan terjadi sektor gerakan sosial.
47
operasional sebagaimana antara lain adalah Struktur Mobilisasi, Protes Kolektif,
NGO/LSM (Ornop bagian dari Civil Society) sebagai konsep dasar penelitian.
4) Struktur Mobilisasi
secara operasional antara lain adalah pertama, aktor-aktor yang menjadi motor
adalah jumlah partisipan yang terlibat. Setidaknya dalam kondisi ini, struktur
massa. Namun juga bisa berbentuk jaringan informal dimana hanya menjadi
disini adalah yang memiliki hukum atau aturan organisasi yang baku, memiliki
48
Sebagai kekuatannya, kemudian organisasi formal yang menjadi struktur
mobilisasi adalah gabungan dengan beberapa orang atau individu yang itu
mempunyai jaringan dan mampu menguasai massa dalam persentase yang jauh
lebih besar. Pada tingkatan seperti inilah kekuatan struktur mobilisasi menjadi
NGO nasional dan sekup kecil /kota, seperti LBH Surabaya, MCW, Poldev
birokrat, dll.
andil dalam membentuk model strategi yang akan digunakan gerakan FMPMA.
Oleh karenanya, struktur ini mampu menjadi mesin yang relevan untuk
yang sama, perhatian akan pentingnya sebuah tatanan yang baik untuk
mobilisasi kekuatan yang ada dalam sebuah gerakan mampu mendorong pada
49
kehendak dan atau hanya saling menunggangi satu sama lainnya. Dengan
kondisi inilah konsep Struktur Mobilisasi menjadi salah satu konsep penting
5) Protes kolektif
secara terbuka di publik (Situmorang, 2013:11). Lebih jauh Ruct dalam buku
lingkungan hidup yang oleh Rutch lebih di definisikan sebagai segala bentuk
dan organisasi yang luas dan antar sesama anggota jaringan berbagai
struktur yang dianggap kaku atau tidak berpihak dan menyalahi terhadap
50
Bukan itu saja, protes kolektif juga berjalan dengan menyalurkan
media lainnya yang dikategorikan sebagai salah satu ruang protes, sebagai
kehadiran fisik para demonstran di jalanan (seperti kasus sejuta koin untuk
Prita (tahun 2009-2012) atau dukungan sejuta sandal untuk terdakwa anak All
untuk melakukan protes dan menarik dukungan massa dari berbagai lintas
identik memakai taktik aksi turun jalan secara langsung, bahkan tidak segan-
Peristiwa protes ini bisa ditilik dari kasus Protes Para Petani Irlandia
pada tahun 1966, dimana para petani dalam peristiwa tersebut terorganisir
dalam formasi massa yang disiplin, tapi aktifitas mereka tidak terkoordinir
petani terbatas pada pengontrolan pasar daging, tidak lebih dari itu. Tidak ada
Batak yang menentang keberadaan PT. Inti Indrayon Utama di Sosor Ladang,
51
Porsea Sumatra Utara, yang dianggab oleh masyarakat sebagai penyebab
utama degradasi lingkungan hidup dan sosial di Porsea. Protes kolektif ini
berorientasi pada penyelesaian kasus, berbeda dengan protes sosial saat ini
yang lebih terbuka, seluruh masyarakat luas bisa melihat kejadian dengan
berani, inovatif dan frontal, dengan dukungan jaringan LSM serta kelompok
untuk meruntuhkan sebuah tata ruang kota baru yang dianggab mereka kurang
adil dan dapat merusak kelestarian lingkungan hidup yang sudah lama mereka
jaga.
Air Gemulo adalah salah satu bentuk protes sosial. Mereka hanya
Rayja dan segera membuat aturan perundangan yang berkaitan dengan tanah
52
Gemulo, dan sumber mata air di Kota Batu akan terlindungi dari
b) Civil Society
Konsep masyarakat sipil paling tua berkembang pada masa Yunani Kuno
masyarakat sipil identik dengan Negara yang didalamnya ada warga Negara yang
mampu mengurus diri mereka sendiri. Otonomi disini dimaksudkan bahwa civil
society terlepas dari pengaruh dan kebergantungan dari negara baik dibidang
ekonomi, politik, maupun sosial. Selain itu, masyarakat juga memiliki akses
karena terjadinya dominasi dan ototarian dalam praktik kekuasaan oleh penguasa
Masyarakat Madani, yakni terkait masyarakat yang memiliki ciri-ciri antara lain
Muhammad A.S. Hikam civil society sebagai wilayah kehidupan sosial yang
yang tinggi berhadapan dengan Negara dan keterikatan dengan norma atau nilai
berikan kepada civil society. Pertama adalah untuk melindungi dan membela HAk
53
Azasi Manusia (HAM). Kedua adalah memperbaiki fungsi Negara atau
mendorong pemerataan ekonomi supaya perbedaan yang kaya dan yang miskin
tidak terlalu jauh. Masyarakat sipil bukanlah institusi yang berorientasi pada
kekuasaan dan bertujuan maksimalisasi kapital. Kelompok ini lahir dari rahim
bernegara.
jarang ikut turut campur untuk mengadvokasi. Sebagai lembaga yang hampir ada
di setiap kota, mereka mulai merebak sebagai ciri identitas sebuah tatanan
Demokrasi. Begitupun dengan kondisi di Kota Batu. LSM atau NGO (non
Disinilah NGO bisa disebut sebagai salah satu dari intermediary actor. Secara
54
definitive peran, mereka tersebut tak jarang berbentuk advokasi kepada
masyarakat.
keberadaannya oleh masyarakat. Sebab, tak jarang fungsi peran pemerintah yang
media control dan evaluasi kinerja pemerintahan yang cukup efektif. Lebih jauh
dilupakan oleh pemerintah. sehingga tak jarang pula ide dan kritik mereka
PBB dalam memposisikan NGLS ini sebagai penghubung NGO dengan system
12
Memakai kacamata Weinberg (1981) di dalam buku “Masalah Sosial” Soetomo (2013 :7-8)
masalah sosial diartikan sebagai situasi yang dinyatakan sebagai sesuatu yang bertentangan dengan
nilai-nilai oleh warga masyarakat yang cukup signifikan, dimana mereka sepakat dibutuhkannya
suatu tindakan untuk mengubah situasi tersebut. Terlebih secara umumnya permasalahan sosial
adalah terkait dengan ketidak mampuan pemerintah dalam melakukan identifikasi kondisi sosial
masyarakat sekitar (Soetomo,2013:9). Dalam menentukan dimensi permasalahan sosial dan
komponen inilah yang harus diperbaiki, bagi peneliti pemerintah seringkali gagal mempertemukan
kebijakan dengan kebutuhan masyarakatnya, sehingga seolah membuat persoalan baru. Kesan
menyepelekan suara rakyat akhirnya muncul, yang padahal itu juga belum tentu dengan mudah
pemerintah dapat menyelesaikannya. Padahal jelas bahwa persoalan sosial seharusnya, dihadapi
dengan langkah kebijakan yang lebih adil dan solutif, serta dengan cara yang baik pula dalam
penyelesaiannya.
55
multirateral PBB. Peran utamanya adalah membantu NGO dalam kegiatan-
proses negoisasi yang mempengaruhi hubungan Negara maju dan Negara sedang
PBB.
Menurut Tocqueville tiga peranan yang dijalankan oleh organisasi tersebut (yang
seolah menjadi sokoguru dari bentuk civil society di era demokrasi), yang
(LSM)13:
jika tidak dilakukan pasti tidak akan terdengar oleh pemerintah atau
13
M. Dawam Raharjo dalam pengantar Buku “Secangkir Kopi Max Havelar” (1995) berjudul
“Kelas Menengah, Masyarakat Sipil, dan LSM,” hal xvii ,Jakarta, Gramedia
56
3) Menciptakan forum pendidikan kewarganegaraan, menarik
negaranya.
peran penting yang dimainkan oleh kalangan kelompok ini. Beberapa peran NGO
(2006:204) lebih menekankan peran pada dimensi politik antara lain adalah
sebagai:
57
Kehadiran NGO atau lebih dikenal dengan LSM sering lebih terlihat
perannya sebagai alat transformasi sosial, dimana peran tersebut ikut menciptakan
perubahan sosial di dunia menjadi lebih adil, baik di tingkat lokal maupun global,
seperti yang dijelaskan dalam buku Mansour Fakih “Masyarakat Sipil Untuk
seperti berikut :
NGO dan gerakan sosial seakaan tak pernah lepas dan seolah menjadi satu
kesatuan. Disetiap gerakan yang ada, hampir selalu ditemui NGO yang itu ikut
memfasilitasi gerakan yang sedang dilakukan oleh masyarakat. Dengan kata lain,
sewenang-wenang dan menjadi kekuatan yang massif jika masuk dalam sebuah
juga seolah ikut menyuburkan keberadaan NGO di Negara ini. Oleh karenanya,
kehadiran NGO juga bisa menjadi angin segar pembaruan, namun disatu sisi juga
menjadi petanda bahwasanya masih ada banyak hal yang perlu dicarikan solusi
58
secara baik. Itulah karenanya peran massif LSM ini tak jarang juga ikut terbentuk
dengan alasan kekuatan struktur negara yang sulit ditembus oleh aspirasi
Seperti halnya di Negara ini, pemerintah Orde Baru yang otoriter juga
campur tangan Negara lagi. Kondisi itu kemudian menyadarkan kepada ornop ini
untuk mencapai tujuannya dengan cara mencari bantuan atau penyokong dana dari
berbagai donator. Sehingga yang terjadi sangat mencolok adalah ketika ORBa
terguling dan lahir Orde Reformasi, dimana dengan system demokrasi yang
mereka buat.
Kran pemerintah yang saat itu terbuka dengan sumber pendanaan dari
dalam negeri sendiri maupun bantuan dana dari luar negeri untuk pembangunan
yang merata, mulai membuat LSM mulai berebut dana untuk melakukan kegiatan
tersendiri, seperti yang diungkapkan oleh Patra M. Zen (Ketua Badan Pengurus
nampak persaingan secara tidak langsung antar LSM dalam berebut dana atau
59
terhadap LSM, karena LSM diangap memanfaatkan masyarakat untuk
Pada kondisi ini memang secara tidak langsung memancing potensi LSM
untuk dijadikan alat kuat oleh founding-nya. Bahkan juga tak jarang muncul LSM
yang itu adalah bentukan pengusaha, politisi, LSM yang terlahir untuk sebuah
proyek kepentingan pribadi atau golongan mereka sendiri, yang itu membutuhkan
keterlibatan dari masyarakat. Wacana ini pun berakhir dengan tuduhan yang
sebenarnya sudah jauh hari diramalkan sebelum keruntuhan Orba yaitu “LSM
abal-abal”, “LSM kagetan” atau bahkan LSM yang hanya hidup dengan
kalangan bersifat mandiri. Disebut mandiri sebab tidak menggantungkan diri pada
pemerintah atau Negara, terutama dalam dukungan finansial dan sarana maupun
Quizon bukan berarti kemudian NGO tersebut terlepas dari pemerintah, karena tak
pembebasan pajak untuk aktivitas dan asset yang dimiliki oleh NGO (Gaffar
2006:201).
dalam sebuah penaataan masyarakat yang lebih baik. Kendati demikian bukan
demokratisasi, transformasi sosial, dan keadilan sosial, sebab tak jarang mereka
60
akan berbenturan dengan lingkungan politik, ekonomi, kultur, dan aspek-aspek
lainnya yang memandang skeptis dan curiga dengan kehadiran mereka. Disisi lain
karena keterlibatan mereka yang tak jarang mengarahkan untuk masuk ranah
politik inilah yang tak jarang menjadi permasalahan tersendiri saat kehadiran
keras bersuara
Seperti halnya organisasi LSM yang berada di konflik Sumber Mata Air
Gemulo Batu ini, ada WALHI, LBH Surabaya, MCW, dll, keberadaan mereka
juga terlibat dalam pergerakan mereka, menjadi bagian dari kekuatan yang mereka
bentuk. Kerjasama LSM dengan FMPMA sebagai organisasi khusus gerakan lokal
satunya penjelmaan civil society14, namun lebih pada salah satu dari organisasi
lainnya. Dimana bisa dikatakan bahwasanya organisasi massa bisa dalam bentuk
ormas, partai politik, profesi, paguyuban, limited group discussion, dll. Akan
14
Syarat adanya civil society menurut Habermas sebagai model Demokrasi Deliberatif adalah
dengan adanya Ruang Publik, yang di dalamnya terdapat ruang untuk menyampaikan argument
dan bebas menyatakan sikap mereka sebagai warga Negara. Maka itu, ruang publik politik tidak
lain daripada hakikat kondisi-kondisi komunikasi yang dengannya sebuah formasi opini dan
aspirasi diskursif sebuah politik yang terdiri dari para warganegara dapat berlangsung (dalam
B.Hardiman, 2013:134). Pada kondisi ini ruang-ruang itu tercipta dengan bentuk kelompok massa
yang beragam.
61
tetapi LSM sebagai ornop dengan kemampuannya bisa dikatakan sebagai
oleh Adi Surya Culla dalam buku Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi
organisasi yang dibentuk oleh masyarakat sebagai warga Negara untuk berperan
15
Pengantar buku “Secangkir Kopi Max Havelar” (1995) oleh M. Dawam Rahardjo berjudul
“Kelas Menengah, Masyarakat Sipil, dan LSM,” hal xi ,Jakarta, Gramedia
62
Irmendagri No 8/1990). Kedua, ormas adalah perkumpulan orang-orang yang
maupun yang tidak terorganisasi dengan struktur tidak harus rumit. Ketiga,
cabang, sedangkan kepengurusan Ornop lebih terbuka, kenyal, dan tidak formal,
termasuk hubungan antar organisasi induk dan cabang, serta pengurus daerah.
dan mengikat, sedangkan ornop tidak harus memiliki keangotaan yang mengikat.
Dari sudut pandang itu dapat bisa terlihat perbedaan fungsi di keduanya,
relasi kerja, dengan struktur yang lentur dan jauh dari kemeriahan jika ada suksesi
pergantian pengurus, itu sebabnya pegiat Ornop / NGO biasanya adalah benar-
benar dari kalangan sipil. Hal yang sangat berbalik dengan ormas yang memiliki
anggota secara rinci dan ketat, dengan implementasi program yang tak jarang
pengurus pasti ramai dibicarakan dan menjadi sorotan, sehingga tak jarang nuansa
33 di Jombang tahun 2015 yang berakhir dengan persaingan politis baru-baru ini),
karena tidak dapat dipungkiri ada banyak tokoh masyarakat, nasional, maupun
63
dari sinilah secara relevansi, organisasi masyarakat atau Ormas dapat menjadi
salah satu element penting dalam melihat peta kekuatan masyarakat sipil.
Selain itu menurut Lubis dalam buku Suharko16 juga menerangkan adanya
memberikan tekanan pada aktivitas atau isu tertentu, namun tidak mempunyai
Walaupun demikian, ada banyaknya NGO dan LSM di Indonesia, juga tak jarang
akademisi, dan masyarakat sendiri. Seperti tertuang dalam buku Mansour Fakih
Indonesia” (2004). Dalam tulisannya M. Fakih menjelaskan LSM saat ini masih
sebagai civil society dalam konteks “demokratisasi” melalui system relasi politik
dan ekonomi model neoliberalisme, atau memilih jalan sebagai “gerakan sosial”
suatu tatanan relasi sosial ekonomi dan politik yang bersendikan pada keadilan
16
dengan judul “Merajut Demokrasi” buku ini juga mengetengahkan tentang hubungan NGO di
Indonesia. Bentuk ormas dapat dibagi menjadi orgnisasi yang berhubungna dengan bisnis (seperti
KADIN-Kamar Dagang dan Industri, dan asosiasi-asosiasi bisnis lainnya, organisasi yang
dibentuk dan dijalankan oleh pemerintah (KNPI-SPSI, HKTI, dan sebagainya, dan organisasi
masyarakat yang otonom mencakup koperasi, organisasi pelajar ataupun mahasiswa, akademik,
organisasi berbasis agama, organisasi berorientasi kultural, hobi. Sedangkan pada bentuk
aktivitasnya pada kenyataannya ormas juga memiliki kesamaan dengan LSM, dimana khususnya
ormas agama, mereka mempunyai bentuk visioner dakwah, dan seringkali mempunyai program-
program untuk implementasi gerakan mereka, yang mereka didalamnya mempunyai lembaga
kajian dan pengembangan sumber daya manusia seperti halnya Lakpesdam NU, atau Yayasan
Sosial Soegijopraroto yang terkait erat dengan katolik, dll.
64
sosial dan kedaulatan rakyat. Belum lagi, Semakin menjamurnya jumlah NGO
yang ada juga disebabkan dari pendanaan dari luar negeri, hampir semua NGO
yang ada di Indonesia ini belum sepenuhnya dapat membiayai dirinya sendiri,
ketergantungan ini dialami oleh NGO lokal maupun sebesar WALHI dan YLBHI
(Lutfi.J.K.,dkk,2008:49).
Ada banyak macam NGO dan LSM di Negara ini, semua mengedepankan
dibawanya. Visi misi, metode, hingga praksis gerakan yang dibawanya, sering
pernah diteliti oleh Philip Elgdridge, yang membagi gerakan LSM/NGO menjadi
dua dimana yang satu adalah LSM pembangunan dan LSM mobilisasi, dimana
kategori, dimana pertama adalah tipe konformis dengan melakukan kerja aspek
karikatif (member bantuan), kedua tipe reformis dengan upaya pemberian bantuan
Beberapa kalangan mendefinisikan NGO dan LSM sebagai hal yang sama,
hanya saja istilah NGO adalah istilah yang digunakan diluar negeri, sedangkan di
dalam negeri kita sendiri konsep LSM lebih dikenal dan dipergunakan. Namun
beberapa kalangan aktivis pegiat juga meperdebatkan tentang konsep NGO dan
65
LSM, muncul pandangan seperti Adi Surya Culla (2006: 68-69) yang mana
konsep NGO lebih diartikan sebagai organisasi yang independen, tidak terkoptasi
oleh pemerintah, entitas gerakan yang dibentuk oleh masyarakat di luar Negara,
dan memiliki karakter tersendiri seperti yang disepakati oleh dunia internasional
LSM yang memang juga lahir dari bentukan civil society, namun terkesan bisa
diartikan sebagai organisasi yang bisa dijalankan oleh siapa saja, bisa aktor
istilah LSM hanya mendefinisikan sebagai organisasi swadaya yang dibentuk oleh
founding-nya. Secara harfiah pengistilahan LSM ini diartikan lebih lunak dan
implikasinya siapapun boleh masuk dalam organisasi masyarakat tersebut. Hal ini
juga dibenarkan dalam lokakarya Bina desa di tahun 1978, istilah LSM dipakai
pemerintah” dan seakan-akan menentang pemerintah yang sah, akan tetapi kala itu
aktivis beranggapan bahwa gerakan mereka dilandasi dengan satu misi positif,
(Saidi,Z.,1995:9).
66
G. METODE PENELITIAN
Hal ini seperti yang oleh Khun ungkapkan dalam bukunya “The Structure of
dalam kerangka ini bermaksud dan berupaya untuk memberikan corak lain
diantara hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya, sesuatu hal yang berbeda
terbagi pada bentuk kualitatif, kuantitatif, dan mix method. Ketiganya masing-
teliti. Pada penelitian Sumber Air Gemulo Batu yang menuntut pada
yang terdapat di dalam struktur mobilisasi pada konflik Sumber mata air
67
penelitian kualitatif sebagai metode pembedah kasusnya, sebagaimana
Jerman disebut verstehen yang berarti pengertian, jadi metode ini lebih
penelitian.
artikan sebagai “suatu proses penelitian ilmiah yang lebih dimaksudkan untuk
penjelasan tersirat mengenai struktur, tatanan, dan pola yang luas yang
“study things in their natural setting, attempting to make sense of, or interpret,
phenomena in terms of the meanings people brings to them. Qualitative
research involves the studied use and collection of variety of empirical
materials…that describe routine and problematic moments and meanings in
individuals lives” (Denzim & Lincon 1994:2)
68
Bahwasanya penelitian kualitatif ditujukan untuk mendapatkan
menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan dengan subyek dan latar yang akan
dan sebagai metode untuk memberikan penjelasan dari suatu fenomena yang
diteliti.
b) Studi kasus
digunakan studi kasus sebagai metode jelajahnya. Studi kasus adalah salah
69
satu metode strategi eksploratoris dimana dapat memberikan pengetahuan
peristiwa17, dengan kondisi seperti itu membawa studi kasus pada ciri khas
lain yang hampir sama yaitu penelitian eksperimen dan history. Eksperimen
variable sebagai bagian yang dianalis. Studi kasus juga menggunakan strategi
historis, hanya saja kemudian studi kasus menggunakan atau menambah dua
alat bukti yaitu observasi dan wawancara sistematis yang kedua hal ini lebih
17
Berbeda dengan penelitian eksperimen yang lebih menguasai dan mengontrol peristiwa yang
diteliti.
70
Sebagaimana definisi studi kasus tersebut, maka penelitian dalam
kegiatan yang dilakukan oleh kelompok lawan untuk menekan gerakan massa
seluruh kekuatan metode analisa studi kasus mulai dari menelaah berbagai
c) Sumber penelitian
1) Dokumentasi
71
maupun elektronik, akan digunakan semua. Artinya peneliti akan juga
penelitian ini.
2) Rekaman arsip
rekam jejak studi kasus yang bervariasi, dimana menurut Creswell &
3) Wawancara
72
bertipe “open-ended”, terfokus, pertanyaan terstruktur (Robert.K.Yin,
73
Informan adalah subyek atau aktor yang berperan dan berkaitan
dengan gerakan sosial masyarakat di kota Batu. Adapun itu adalah dari
4) Observasi langsung
ada tanpa terpaut dengan periode tertentu namun masih terpaut dengan
inti, yang juga bisa disebut dengan tahapan in the field. Inti dari
indera terhadap gejala atau kejadian yang di tangkap pada suatu waktu.
pada kapasitas ini peneliti akan melihat sisi habitus kehidupan sehari-
74
masyarakat, serta arti dan kebutuhan dari sumber mata air Gemulo
Batu.
terjadi.
peneliti lebih menonjol sebagai pengamat yang juga ikut serta didalam
75
d) Teknik Analisis Data
Data kualitatif yang ada digunakan untuk analisis berupa jejak rekam
situasi kejadian yang terjadi (Hadi,1994:116). Dari sini peneliti juga akan
memulai temuan pikirannya dengan catatan dan pengalaman riil, serta dari
keterlibatannya pada kasus yang diteliti. Adapun analisis data juga dilakukan
masalah.
penelitian.
76
d. Tahap keempat, melakukan verifikasi hasil analisis data dengan
fokus penelitian.
itu ada, dengan berbagai lokasi dan kondisi, siapa dan berbicara apa, dan
77
Batu), yang kesemuanya adalah memakai mata Air sumber Gemulo, Batu
lebih banyak fokus 3 desa yaitu Bumiaji, Bulukerto, dan Sidomulyo hingga
penelitian yang akan diteliti, dalam hal ini secara tidak langsung adalah
menemukan kajian ilmiah lainnya di kasus studi Sumber mata Air daerah
Gemulo, Batu.
Pada asumsi kali ini, gerakan sosial masarakat adalah bentuk dari
kepemilikan dan terkait dengan kebutuhan akan sumber mata air yang selama
ini sudah menjadi pemasok air bersih unuk kehidupan mereka semua di 6 desa
Kota Batu. Dilain sisi melalui gerakan protes kolektif dimana merupakan
Birokrasi.
Hal ini tentu menarik, sebab ironi di negeri ini bahwasanya pada setiap
siapa yang jadi pemimpin dia yang akan menguasai, ini tentu jauh dari nilai
amanah rakyat, dan kekuasaan adalah tetap milik rakyat. Dengan logika
seperti ini, maka peneliti akan melihat bahwa pengaruh kebijakan seorang
pemimpin yang tak jarang berselingkuh dengan para pengusaha dengan dalih
solusi dimana protes ini mempunyai nilai serta efektifitas dikarenakan tidak
merubah sesuatu yang lebih besar, namun lebih pada potongan persoalan yang
dianggap salah saja. Melalui hal ini, massa juga tidak perlu kemudian
kebijakan yang dinilai tidak tepat karena dapat merusak lingkungan, disitu
Batu juga dipengaruhi oleh massa juga tidak hanya dari masyarakat setempat,
79
namun seluruh lapisan masyarakat luas yang memandang perlunya protes dan
menitik beratkan pada kesatuan pendapat untuk menjaga lingkungan. Hal yang
manjadi salah satu kekuatan pada gerakan ini. Hal inilah yang bisa menjadi
analisa bahwasanya massa aksi tidak terkait dengan kaum papa, namun elit
lokal, pegawai negri, guru, pelajar, petani, bahkan buruh telah membentuk
kesatuan ide serta isu yang ada, yang menjadikan struktur mobilisasi secara
akan tetapi perjalanan kasus ini juga panjang, seolah masih belum terlihat
akan berhenti dan mencapai tujuan yang diinginkan dan diperjuangan oleh
masyarakat dari 6 desa. Dari sinilah logika pertanyaan sebagai grand question
dimulai, jika memang gerakan ini mendapat kekuatan besar dan ada NGO
yang besar pula untuk mem back-up perjuangan mereka, namun mengapa
seolah gerakan ini hanya mengalir begitu saja, seolah tidak mempunyai power
80
birokrasi sebagai pemutus kebijakan pun terkesan diam dan terlihat hanya
menjadi penonton, bahkan tanpa mampu menjadi penilai yang adil bagi
seperti yang telah mereka tuduhkan selama ini. Penelitian ini akan melihat sisi
lain dari sebuah kekuatan yang hadir di dalam suatu gerakan sosial masyarakat
kota Batu. Peneliti juga akan mencoba melihat seberapa tangguh struktur
psikologis maupun fisik yang dilancarkan oleh pihak musuh yaitu pengusaha,
peran dan fungsi dalam pencegahan proses sosial dari pembangunan ekonomi
yang anarkis. Sebab sangat bisa jadi seperti yang diungkapkan oleh Moctar
oleh pemerintah sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik paling dasar,
81
heran karenanya elit birokrasi tak jarang mengukur dulu untuk melihat
memihak.
82