Teori Pembangunan
Farhan Khatami
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang masalah dari topik yang dibahas dalam paper ini adalah tentang efektifitas
pembangunan bendungan yang ada di Citanduy Tasikmalaya. Pada dasarnya pemerintah pada
saat ini mempunyai program untuk mengatasi masalah terkait dengan pengadaan air dan tata
kelola air yang ada di Indonesia dengan membangun sebanyak 65 bendungan. Bendungan
tersebut dibangun bertujuan untuk mengatasi masalah seperti irigasi air terhadap pertanian,
peningkatan penyediaan listrik dengan PLTA, mengurangi banjir di daerah yang selama ini
menjadi masalah tahunan pemerintah, dan lainya. Dari ke 65 bendungan yang dibangun di
Indonesia, salah satu fokus dari paper ini adalah pembangunan Bendungan Leuwikeris di
Citanduy, Tasikmalaya, Jawa Barat. Pembangunan bendungan ini menjadi fokus karena
mempunyai dukungan dan kontra dari masyarakat dalam pembangunanya. Selain itu,
Bendungan Leuwikeris merupakan salah satu bendugan yang cukup besar karena mempunyai
luas 242 hektar dengan kapasitas dapat menampung air sebanyak 67.74 meter kubik. Tentu
saja, dengan membangun bendungan sebesar ini mempunyai dampak-dampak yang
ditimbulkan. Dampak yang ditimbulkan tersebut mempunyai orientasi terhadap kemajuan
bangsa dalam manunjang aktivitas masyarakat yang dimana positif dan dampak negatif
berkaitan dengan masalah sosial dan lingkungan karena pembangunan bendungan tersebut.
Maka dari itu, paper ini akan membahas lebih dalam dan detil terkait permasalahan
pembangunan Bendungan Leuwikeris di Citanduy, Taskimalaya, Jawa Barat.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.
KONTAN.CO.ID, 2019, Bendungan Leuwikeris akan mengairi 11.216 hektar di Tasikmalaya, dilihat pada 15 May
2019, https://regional.kontan.co.id/news/bendungan-leuwikeris-akan-mengairi-11216-hektar-di-tasikmalaya-
banjar-dan-ciamis
2.
Tjokrowinoto Moeljarto, 2012, Pembangunan Dilema dan Tantangan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.,(hal 3)
sebagaimana yang didefinisikan oleh suatu negara, sebagaimana pernyataan dari Misra “an
increasing attainment of one’s own cultural values”.
Dalam hal ini pembangunan mempunyai kaitan dengan nilai yang dimana pada nilai-nilai
tersebut harus ada sesuatu yang boleh atau tidak boleh dilakukan, maka pembangunan seringkali
mempunyai tantangan dan hambatan pada prosesnya. 3Tantangan dan hambatan tersebut bersifat
transcendental suatu gejala metadisiplin, atau berkaitan dengan ideologi-the ideology of
developmentalism.Maka dari itu para pelaku proses pembangunan seperti para pembuat kebijakan,
perencana pembangunan, serta para pakar selalu dihadapkan dengan suatu pilihan nilai (value
choices). Pilihan-pilihan tersebut berupa epistemologi-ontologi pada tarah filsafat, sampai pada
tingkat turunanya seperti strategi, program atau proyek. Dalam situasi seperti ini, keberhasilan
pembangunan sedikit banyak ditentukan oleh kemampuan menjawab tantangan dan mengatasi
situasi dilematis.
Dari hal diatas dapat ditelaan lebih jauh bahwa memang pembangunan dapat mempunyai
dua sisi yang harus diperhatikan karena pada satu sisi pembangunan dapat mewudkan
keharmonisan dalam kehidupan tetapi di sisi lain pembangunan dalam prosesnya juga harus
memerhatikan nilai yang ada pada masing-masing wilayah itu sendiri. Sebagai aktor utama
pembangunan, manusia pastinya memiliki kemampuan untuk mengatasi hal tersebut walaupun
tidak bersifat mutlak tetapi proses mental dari manusia ini akan membentuk realita sosial. 4Dimana
dari realita sosial yang mereka hadapi secara tidak sadar akan mewarnai persepsi mereka terhadap
realita dan dapat explanatory variable dari masalah-masalah yang dihadapi dalam proses
pambangunan tersebut multi-interpretable. Pembagunan sebagaimana realita pada umumnya,
menjadi self-projected reality yang menjadi acuan atau pedoman dari proses pembangunan.
Dari kesadaran yang dialami oleh para manusia atau masyarakat tadi dalam pembangunan
tentu saja menghasilkan suatu pengalaman yang pada hal ini di konotasikan terhadap suatu negara
atau bangsa. Pengalaman-pengalaman yang dilalui sebuah negara atau bangsa menjadi bahan
evaluasi untuk melakukan pembangunan selanjutnya, baik itu pengalaman sukses ataupun
3.
Tjokrowinoto Moeljarto, 2012, Pembangunan Dilema dan Tantangan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar., (hal 5)
4.
Callahan Kathe, Holzer Marc, 1998, Government at Work, London: International Educational and Professional
Publisher Thousand Oaks (hal 12)
kegagalan hal tersebut menjadi penting dan amat menentukan interpretasi mereka terhadap
pembangunan kedepanya.
Membahas soal paradigma tentu saja berkaitan dengan pedoman atau suatu acuan dari apa
yang ingin dilakukan oleh suatu subjek terhadap suatu objek. Paradigma Pembangunan sendiri
sama hal nya seperti itu yang dimana dalam menentukan arah atau orientasi pembangunan
pemerintah disini sebagai aktor utama harus mempunyai dasar dan paradigma dalam menentukan
hal tersebut. Paradigma yang dijadikan acuan oleh suatu bangsa juga berkaitan dengan
pengalaman-pengalaman yang dilalui sebelumnya, seperti yang sempat disinggung dari bahasan
sebelumnya pengalaman dapat mempengaruhi dari proses pembangunan tersebut. Pengalaman dan
proses inilah yang membuat banyak negara melakukan hal-hal yang tidak statis dalam mencari
solusi dan interpretasi mereka dalam proses pembangunan. Tidak statis disini berarti negara
tersebut memiliki berbagai cara untuk menghadapi dan melalui pembangunan tersebut.
Paradigma pembangunan yang ada pada suatu waktu tertentu menjadi acuan pembangunan
nasional dapat mengalami demistifikasi, dan sementara paradigma-paradigma baru timbul
menggantikanya. Hal ini, menimbulkan pergeseran paradigma pembangunan yang mempunyai
beberapa paradigma pendukung seperti paradigma ekonomi murni dan pertumbuhan, paradigma
dependencia atau ketergantungan, dan paradigma pembangunan manusia. 5Dari pergeseran ini
akhirnya menimbulkan kecenderungan negara-negara berkembang untuk meniru negara maju
demonstration effect yang dimana untuk mencapai keberhasilanya mengambil unsur-unsur yang
baik dari negara maju fussion effect. Hal ini tentu saja mempercepat prosespembangunan di
negara-negara berkembang karena ketika melalui prosesnya negara berkembang sudah memakai
formula yang sudah tepat dan tidak perlu melakukan penelitian dan pengalaman yang
menghabiskan waktu lama. Menurut Horowitz seorang akademisi University Barkeley
demonstration effect inilah yang nampaknya ikut mempercepat tempo pergeseran paradigma
pembangunan.
5.
Callahan Kathe, Holzer Marc, 1998, Government at Work, London: International Educational and Professional
Publisher Thousand Oaks. (hal 16)
Pembahasan diatas telah memaparkan bagaimana pentingnya paradigma menentukan arah
atau orientasi dari proses pembangunan yang ada di suatu negara. Akan tetapi, secara sadar atau
tidak paradigma yang saat ini dominan digunakan oleh negara-negara di dunia adalah paradigma
ekonomi murni dan pertumbuhan, yang dimana paradigma ini memandang pembangunan nasional
sebagai implikasi dari pembangunan. Tujuan pembangunan nasional adalah mencapai
pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya dengan ekonomi dipandang sebagai fungsi
pembagunan tersebut. 6Fungsi –funsi tersebut yaitu saving-ratio, capital-output ratio, dan strategi
investasi. Peran pemerintah disini memaksimalkan fungsi-fungsi tersebut (growth generating
sectors) dengan segala hal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya.
Paradigma ini sangat bertentangan dengan program pembangunan berkelanjutan yang dimana
tidak hanya mementingkan keuntungan ekonomi semata tetapi harus memerhatikan aspek sosial
dan lingkungan dalam prosesnya.
Pada intinya, paradigma-paradigma yang ada pada saat ini dalam pembangunan
mempunyai fungsinya masing-masing, tergantung pemerintah sebagai aktor utama untuk
menentukan arah pembangunan tersebut.
Pembangunan pada saat ini sedang gencar dilakukan oleh banyak negara di dunia,
pembangunan yang dilakukan pada saat ini kebanyakan dilakukan untuk mewujudkan
kesejahtraan dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara barat yang sudah lebih dulu
melakukan banyak pembangunan. Dalam melakukan pemabangunan tentu saja negara-negara
tersebut mempunyai konsep untuk melakukan pembangunan itu sendiri. Konsep-konsep ini
biasanya dipengaruhi oleh kultur dan ideologi dari negara tersebut dalam penentuanya dengan
melakukan penelitian dan perencanaan terlebih dahulu. sangat penting untuk membahas dua
perspektif utama tentang pembangunan dan bagaimana perspektif ini membentuk prinsip-prinsip
konsep tersebut. Memahami dua teori dengan jelas, yaitu teori modernisasi dan teori dependensi,
akan memberi kita informasi latar belakang tentang apa itu pengembangan, mengapa kita
membutuhkan pengembangan, dan bagaimana mengembangkan, antara lain.
6.
Lewis Arthur. W, 1994, Development Planning, London & New York: George Allen & Unwin Publishers Ltd., (hal
18)
Teori Modernisasi: Perspektif ini melihat pembangunan sebagai proses evolusi di mana negara-
negara, khususnya dari dunia ketiga, maju melalui serangkaian tahapan yang dikenal sebagai
modern. Anggota-anggota dunia ketiga dipandang tradisional dan dicirikan oleh pendekatan
emosional, takhayul, dan fatalistik terhadap dunia. Oleh karena itu pendekatan yang ada
membutuhkan pendekatan dalam pikiran untuk memastikan perubahan dalam sikap. Satu
penjelasan yang diberikan untuk 'keterbelakangan' dunia ketiga adalah pendekatan dan
penggunaan waktu mereka. Oleh karena itu bagi masyarakat-masyarakat ini untuk mencapai
tingkat perkembangan ekonomi yang telah dicapai oleh dunia pertama, mereka perlu mengikuti
jalan yang telah melihat negara-negara maju barat mencapai hasil ekonomi yang tinggi.
Masyarakat modern dipandang memiliki nilai-nilai mereka sendiri tetapi mereka tidak diperbudak
oleh mereka, ikatan kekerabatan mereka melemah, dan akhirnya mereka tidak fatalistik tetapi
memandang ke depan. Cara untuk sampai ke sana jelas digambarkan oleh Moore. Alat
perencanaan ilmiah akan memungkinkan negara-negara terbelakang untuk melarikan diri dari
status yang tidak diinginkan dan menjadi sepenuhnya berkembang dalam beberapa dekade.
7
(Turner dan Hulme, 1997). Metode adopsi perencanaan ilmiah ini hanya dimungkinkan melalui
difusi.
Teori Ketergantungan: aliran pemikiran ini berpendapat bahwa struktur ekonomi global adalah
8
sistem eksploitatif yang menghasilkan dan mempertahankan 'perkembangan keterbelakangan' di
negara-negara pinggiran seperti yang digambarkan Frank, Sweezy, Wallerstein, dan Amin. Sejak
awal sistem ekonomi dunia pada akhir abad ke-15 dan awal ke-16 menegakkan dominasi yang adil
terhadap negara-negara pinggiran melalui cara-cara seperti, penaklukan, ancaman, pembatasan
pasar, dan perlindungan industri. Taktik ini menunjukkan kebangkitan negara-negara industri saat
ini dan pengaruh mereka yang terkonsolidasi terhadap dunia ketiga. Dunia ketiga yang
menunjukkan tekanan-tekanan dari dunia pertama ini menyebabkan melemahnya institusi-
institusinya dan akhirnya ketidakmampuan mereka untuk berkembang. Secara historis, ada bukti
untuk membuktikan kontribusi Barat terhadap keterbelakangan Selatan. Eksploitasi ini jelas
7.
Mark Turner & David Hulme, 1997, Governance Administration and Development Making the State Work:
Palgrave Publishers Ltd.,
8.
Josep Fewsmith, 2013, Promoting the Scientific Development Concept, dilihat dari
http://media.hoover.org/sites/default/files/documents/clm11_jf.pdf
terlihat dalam kisah kapitalisme pedagang, kolonialisme, dan neo-kolonialisme. Kapitalisme
pedagang mengacu pada akumulasi modal melalui perdagangan dan penjarahan, sebagaimana
dicontohkan oleh perdagangan budak trans-Atlantik. Rodney berpendapat bahwa kemungkinan
perdagangan memiliki dampak serius pada pertumbuhan populasi Afrika. Kolonialisme adalah
eksploitasi oleh negara yang lebih kuat dari negara yang lebih lemah dan penggunaan sumber daya
negara yang lebih lemah untuk memperkuat dan memperkaya negara yang lebih kuat.
Kolonialisme memastikan keterbelakangan karena ia memperkenalkan program dan kebijakan
yang lebih ditujukan untuk kepentingan kolonialis dan merongrong kepentingan koloni.
Neokolonialisme berarti bentuk baru kolonialisme, suatu bentuk dominasi sosial-ekonomi dari luar
yang tidak bergantung pada kontrol politik langsung. Neo kolonialisme membawa serta
menetapkan hukum dan peraturan internasional yang meliputi harga, transaksi mata uang dan
sistem perbankan. Upaya ini untuk membakukan perdagangan demi keuntungan negara-negara
kapitalis. Hal ini menyebabkan munculnya perusahaan-perusahaan multinasional yang mendirikan
anak perusahaan di luar barat terutama yang menawarkan tenaga kerja murah dan begitu
keuntungan diperoleh, ia dipulangkan ke negara induk dan meninggalkan sedikit atau tidak ada
sama sekali bagi negara tuan rumah.
Dimensi Ekonomi Pembangunan: Seperti disebutkan di atas, beberapa tokoh telah melihat
perkembangan dalam hal 'kemajuan ekonomi' terutama dua dekade setelah kemerdekaan banyak
negara dunia ketiga. Setelah kemerdekaan, pertanyaan seperti "apa yang bisa dilakukan negara
untuk memperluas peluang mereka untuk populasi mereka?" Pada 1950-an hingga 1960-an, para
ekonom mendominasi debat pembangunan dan melihat industrialisasi dan produktivitas sebagai
prasyarat pembangunan. Untuk memastikan hal ini ada kebutuhan untuk merangsang sektor
industri yang masih muda dan memobilisasi sektor ekonomi tradisional untuk tugas industrialisasi.
Bryant and White berpendapat bahwa masyarakat termiskin yang tinggal di daerah pedesaan
adalah angkatan kerja yang potensial dan sangat dibutuhkan. Salah satu penganjur dimensi
pembangunan ini adalah Dzorbo yang mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai ekspansi
kuantitatif barang dan jasa, atau kekayaan masyarakat yang sering diukur dengan Produk Nasional
Bruto (GNP) dan Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut INVESTOPEDIA, GNP adalah ukuran
kinerja ekonomi suatu negara, atau apa yang diproduksi warganya (barang dan jasa) dan apakah
mereka menghasilkan barang-barang ini di dalam perbatasannya, sementara PDB adalah nilai
moneter dari semua barang jadi dan jasa yang diproduksi dalam perbatasan negara dalam periode
waktu tertentu, biasanya setiap tahun. Dengan demikian mereka berpendapat bahwa semakin
tinggi PDB / GNP suatu negara, semakin tinggi pendapatan per kapita dan sebaliknya. Dimensi
ekonomi ini diadopsi oleh perencana dalam upaya mereka untuk memastikan pembangunan.
Gagasan ini begitu dominan sehingga bahkan PBB percaya bahwa kemajuan ekonomi identik
dengan pembangunan secara umum. Akibatnya, antara tahun 1960 dan 1970 dinyatakan 'Dekade
Pembangunan'.
Dalam arti yang lebih luas, gagasan pembangunan manusia menggabungkan semua aspek
kesejahteraan individu, dari status kesehatan mereka hingga kebebasan ekonomi dan politik
mereka. Menurut Human Development Report 1996, yang diterbitkan oleh Program Pembangunan
Perserikatan Bangsa-Bangsa, “pembangunan manusia adalah tujuan akhir — pertumbuhan
ekonomi adalah sarana.” Memang benar bahwa pertumbuhan ekonomi, dengan meningkatkan total
kekayaan suatu negara, juga meningkatkan potensinya untuk mengurangi kemiskinan dan
memecahkan masalah sosial lainnya. Tetapi sejarah menawarkan sejumlah contoh di mana
pertumbuhan ekonomi tidak diikuti oleh kemajuan serupa dalam pembangunan manusia.
Sebaliknya pertumbuhan dicapai dengan mengorbankan ketimpangan yang lebih besar,
pengangguran yang lebih tinggi, demokrasi yang melemah, hilangnya identitas budaya, atau
konsumsi berlebihan sumber daya alam yang dibutuhkan oleh generasi mendatang. Karena
keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan masalah sosial dan lingkungan lebih dipahami, para
ahli termasuk ekonom cenderung setuju bahwa pertumbuhan semacam ini tidak terhindarkan tidak
berkelanjutan — yaitu, ia tidak dapat berlanjut sepanjang garis yang sama untuk waktu yang lama.
Pertama, jika kerugian lingkungan dan sosial / manusia akibat pertumbuhan ekonomi ternyata
lebih tinggi daripada manfaat ekonomi (pendapatan tambahan yang diperoleh oleh mayoritas
populasi), hasil keseluruhan untuk kesejahteraan manusia menjadi negatif. Dengan demikian
pertumbuhan ekonomi seperti itu menjadi sulit untuk dipertahankan secara politis. Kedua,
pertumbuhan ekonomi itu sendiri pasti tergantung pada kondisi alam dan sosial / manusia. Agar
berkelanjutan, ia harus bergantung pada sejumlah sumber daya alam dan layanan yang diberikan
oleh alam, seperti penyerapan polusi dan regenerasi sumber daya. Selain itu, pertumbuhan
ekonomi harus terus dipupuk oleh hasil-hasil pembangunan manusia, seperti pekerja berkualifikasi
tinggi yang mampu melakukan inovasi teknologi dan manajerial bersama dengan peluang untuk
penggunaannya yang efisien: pekerjaan yang lebih banyak dan lebih baik, kondisi yang lebih baik
bagi bisnis baru untuk tumbuh, dan demokrasi yang lebih besar di semua tingkat pengambilan
keputusan.
9.
CGAP, (2018, August 21), Frequently Asked Questions about Financial Inclusion | CGAP, Dilihat dari
https://www.cgap.org/about/faq#why-does-financial-inclusion-matter
indikator ekonomi seperti PDB dan GNP, sementara dimensi sosial melihat pembangunan melalui
peningkatan gaya hidup masyarakat, kesehatan, pendidikan, pemberdayaan, tingkat kematian dan
sejumlah lainnya. indikator. Pembangunan berkelanjutan, pembangunan yang memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan mereka sendiri, juga dibahas panjang lebar. Human Development Report (1993) telah
memperingatkan kita untuk tidak melihat salah satu dimensi pembangunan secara terpisah, tetapi
kita harus melihat mereka saling melengkapi. Dengan demikian, kita dihadapkan pada suatu siklus
di mana pembangunan ekonomi mengarah pada peningkatan dalam kehidupan orang-orang dan
orang-orang dengan kehidupan yang lebih baik juga berkontribusi terhadap kemajuan ekonomi.
BAB III
ANALISIS KASUS
Studi Kasus
Pada saat ini pemerintah Indonesia banyak melakukan pembangunan baik bersifat materil
ataupun non-materil, pembangunan-pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah merupakan
suatu tindakan yang nyata untuk mewujudkan kesejahrtaan dan menggambarkan keadaan
Indonesia pada saat ini. Pemerintah pada saat ini cukup banyak melakukan pembangunan terutama
pada sektor infrastruktur yang menurut mereka infrstruktur adalah hal utama dan strategis untuk
lancarnya sarana aksesibilitas perekonomian . Pembangunan infrastruktur tersebut mempunyai
banyak jenis antaralain:
Dan mungkin masih ada pemabngunan lainya yang belum disebutkan diatas. Pembangunan
sebanyak ini tentu saja membutuhkan anggaran yang cukup besar untuk pelaksanaana, pada tahun
2019 saja pemerintah telah mengeluarkan anggaran belanja infrastruktur mencapai Rp 420 triliun.
10
Angka ini meningkat sebesar 157% dari tahun 2014 yang hanya Rp 163 triliun. Dalam realitanya
hal ini menyebabkan banyak pro dan kontra terhadap pembangunan tersebut, karena di satu sisi
pembangunan tersebut secara perlahan dapat dirasakan oleh masyarakat manfaatnya tetapi di sisi
lain negara mengemban tanggungan yang cukup besar untuk masalah pembiayaan dan
administrasi.
Sumber dana tersebut menurut data dari Kementrian Keuangan berasal dari beberapa
sumber yaitu 33% (Rp 1.500 triliun) dari APBN-APBD dan 25% (Rp 1.175 triliun) dari BUMN.
Sisanya, akan dicari dari skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Dari data yang
ada dapat terlihat bahwa pembangunan yang dilaksanakan pemerintah pada saat ini memang cukup
banyak dan diperlukan kedisiplinan yang tinggi dalam pengumpulan dana dan pengalokasianya
Dari data yang ada diatas sudah jelas bahwa pemerintah saat ini sudah jelas melakukan
perubahan terhadap sarana prasarana infrstruktur yang ada di Indonesia. Salah satu pembangunan
infratruktur tadi adalah bendungan dan pada paper ini akan fokus terhadap pembangunan
bendungan yang ada di Provinsi Jawa Barat tepatnya di Citanduy, Tasikmalaya yang bernama
bendungan bendungan Leuwikeris.
10.
Iswari Anggit Pramesti, CNBC Indonesia, 2019, Bukti Konkret Pembangunan Infrastruktur Era Jokowi, dilihat dari
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190214123837-4-55506/sederet-bukti-konkret-pembangunan-
infrastruktur-era-jokowi
Pantauan Proses Pembangunan Bendungan Leuwikeris (November, 2018)
Semua data yang ada diatas menandakan bahwa ada persiapan yang cukup matang dari
pemerintah dalam pembuatan bendungan leuwikeris ini. Mulai dari anggaran dana yang
11.
KPPIP, 2018, Rincian data Bendungan Leuwikeris, https://kppip.go.id/proyek-strategis-nasional/p-proyek-
bendungan-dan-jaringan-irigasi/bendungan-leuwikeris/
dipersiapkan, perencanaan pembanguna, tujuan pembangunan, serta detail yang lainya telah
dipersiapkan sedemikian rupa oleh pemenrintah, “tapi apakah pemerintah memerhatikan hal lainya
terkait pembangunan ini?”. Pembangunan bendungan ini memang memiliki banyak manfaat
seperti yang sudah dijelaskan tadi bendungan ini juga mempunyai potensi-potensi sebagai tempat
rekreasi atau pariwisata ketika sudah selesai. Megaproyek ini tetapi banyak mendapat dukungan
dan juga penentangan dari masyarakat sekitar, karena pembangunan bendungan ini terlintas oleh
lahan milik warga yang berada di sekitaran bendungan tersebut. Dengan adanya permasalahan
dalam proses pembebasan lahan mega proyek bendungan Leuwikeris yang terindikasi telah
menyalahi prosedur, dimana tahapan tahapan proses pembebasan lahan dimaksud tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku dan sarat penyimpangan sehingga
hal tersebut menjadi penyebab persoalan krusial yang perlu segera mendapat solusi.
Seperti yang sudah disinggung diatas dari pembangunan bendungan leuwikeris ini
menghadapi pro dan kontra dari masyarakat. Pembangunan bendungan ini jika diteliti lebih dalam
memang mempunyai banyak manfaat dan kegunaanya, tetapi pada lain hal harus ada warga yang
merelakan tanahnya dijual kepada pihak yang bertanggung jawab pada pembangunan bendungan
ini. Menurut laporan warga yang ada di lapangan sebenarnya hal ini terjadi karena ada tidak
keadilan dalam nominal pembayaran penjualan tanah antara satu dusun dengan dusun lainya.
12
Data dari SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Setempat) warga Desa Ancol memiliki perbedaan
uang pengganti, sebanyak 200 lebih warga berbeda jumlah nominal yang diterima Warga Desa
Ancol Kec Cineam Kabupaten Tasikmalaya dengan Warga Desa Ciharalang Kecamatan dengan
selisih Jumlah Rp.90.000,- permeternya, dengan rincian bahwa Warga Masyarakat Desa
Ciharalang Kab Ciamis mendapat ganti Rugi Rp.151.000,-permeternya, sedangkan Warga Desa
Ancol hanya menerima Ganti Rugi Rp.61.000,- itupun dibayarkan melalui Rekening dan sama
sekali tidak menerima bentuk MOU apapun dari pihak BUMN yang menangani Mega Proyek
tersebut,,! "Agus Rahmat (48) Kepala Desa Ancol.
12.
Asep Rizal, 2017, Mega Proyek Bendungan Leuwikeris Tuai Masalah Besar di Desa Ancol Kab. Tasikmalaya, dilihat
dari https://kppip.go.id/proyek-strategis-nasional/p-proyek-bendungan-dan-jaringan-irigasi/bendungan-
leuwikeris/
landasan teori diatas permasalahan ini mempunyai keterkaitan dengan teori modernisasi dan
dimensi pembangunan sosial dan humanistik. Mengapa seperti itu? Karena pembangunan
bendungan ini mempunyai misi untuk mendukung terciptanya kemajuan ekonomi dengan
menghasilkan listrik, mengairi sawah, serta lainya yang pada akhirnya orientasi pembangunan
bendungan ini membuat Indonesia berusaha untuk bangkit dari keterbelakangan dan ingin adanya
perubahan, yang dimana hal ini tentu saja sangat berimplikasi dengan teori modernisasi. Tetapi
pada sisi yang lain pembangunan ini turut melibatkan masyarakat yang dalam masalah ini
masyarakat tidak mendapat keadilan dalam penggantian uang. Aspek ekonomi dan sosial dalam
hal ini menjadi begitu simultan karena permasalahan pembebasan lahan tadi, pemerintah
seharusnya mengawasi dan menindak dengan tegas terhadap oknum-oknum yang berbuat curang
untuk mengambil keuntungan dari pembebasan lahan tersebut.
Solusi
Pembangunan bendungan ini merupakan suatu kemajuan bagi Indonesia pada saat ini karena
membangun sebuah bendungan memerlukan banyak hal seperti finansial, sumberdaya manusia
yang berkualitas, teknologi yang memadai serta hal lainya. Menurut data dari kementrian PUPR
ada 65 bendungan yang dibangun di Indonesia dan Leuwikeris adalah salah satunya. Jika
membandingkan Leuwikeris dengan bendungan lainya, Leuwikeris merupakan salah satu yang
terbesar dan mempunyai kapasitas yang besar untuk menampung air yang ada di Jawa Barat.
Dari hal ini terlihat bahwa Leuwikeris merupakan bendungan yang memang diproyeksikan
sebagai bendungan multiguna yang kedepanya diharapkan dapat bisa bermanfaat untuk
pertumbuhan ekonomi disekitar wilayah bendungan itu sendiri. Melihat semua pembahasan yang
ada diatas ada beberapa solusi yang saya ingin tawarkan terhadap pemeritah, swasta, masyarakat.
Solusi diatas mungkin dapat diimplementasikan oleh ketiga pihak yang disinggung dan dapat
bermanfaat untuk ketiga pihak tersebut perlu ada penelitian lebih lanjut penerapan solusi-solusi
yang ada diatas karena data yang ada langsung dilapangan lebih akurat dan solusi yang ada dapat
dikembangkan.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembahasan paper ini antara lain bahwa memang pembangunan adalah
suatu acuan dari negara untuk memajukan perekonomian sebagai objek utama, tetapi jika hanya
menitikberatkan pada perekonomian bisa saja negara tersebut banyak terjadi masalah sosial seperti
kesenjangan, kerusakan lingkungan, bahkan konflik. Maka dari itu konteks pembangunan yang
ada di negeri ini seharusnya melibatkan semua aspek seperti nilai-nilai yang dianggap baik, sosial,
lingkungan, politik dan sebagainya. Karena dengan melibatkan aspek-aspek tersebut
pembangunan dari suatu negara dapat berjalan dengan baik dan masyarakat sebagai penikmat dari
pembangunan tersebut juga merasa puas dan terbantu dengan dihasilkannya produk-produk
pembangunan yang terkualifikasi dan berkualitas.
Dari pembahasan yang sudah dijelaskan panjang lebar diatas tentang pembangunan
strategis bendungan Leuwikeris di Tasikmalaya, Jawa Barat pemerintah sebenarnya sudah
menunjukan keseriusan terhadap pembanungan yang ada di Indonesia terutama Jawa Barat, karena
pada dasarnya pembangunan bendungan ini memang mempunyai banyak manfaat dan fungsi dari
dibangunya bendungan ini seperti yang sudah dijelaskan diatas dapat mereduksi banjir,
memberikan cadangan listrik, mengairi pertanian, dan fungsi-fungsi lainya. Akan tetapi pada
proses pemabangunanya pemerintah mempunyai beberapa masalah seperti pembebasan lahan,
dana yang begitu besar, dan kerusakan lingkungan karena eksplorasi tanah. Dimana masalah-
masalah seperti ini seharunya dapat dipikirkan sebelumnya oleh pemerintah karena hal ini juga
dapat menghambat pembangunan dari bendungan tersebut. Selain itu harus ada persiapan dan
rencana yang harus dilakukan pemerintah ketika bendungan tersebut selesai dibangun agar ada
suatu pemanfaatan turunan dari bendungan tersebut.
Singkatnya, dalam pembangunan pro dan kontra merupakan hal yang tidak dapat
dipungkiri tetapi sebagai pemegang aktor utama pembangunan pemerintah seharunya sudah
meneliti dan memprediksi masalah-masalah yang akan terjadi pada pembangunan tersebut agar
dapat meminimalisir kejadian yang dapat merugikan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Callahan Kathe, Holzer Marc, 1998, Government at Work, London: International Educational
and Professional Publisher Thousand Oaks.,
Lewis Arthur. W, 1994, Development Planning, London & New York: George Allen & Unwin
Publishers Ltd.,
Tjokroamidjojo Bintoro, 1988, Manajemen Pembangunan, Jakarta: CV Haji Masagung.,
Tjokrowinoto Moeljarto, 2012, Pembangunan Dilema dan Tantangan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.,
Coralie Bryant & Louise G. White, 1982, Managing Development In the Third World, CO:
Westview.,
Mark Turner & David Hulme, 1997, Governance Administration and Development Making the
State Work: Palgrave Publishers Ltd.,
Amartya Sen, 2014, The Concept of Development, dilihat dari
https://koppa.jyu.fi/en/courses/134525/spring-2014/Sen-Concept-of-Development.pdf
Josep Fewsmith, 2013, Promoting the Scientific Development Concept, dilihat dari
http://media.hoover.org/sites/default/files/documents/clm11_jf.pdf