Anda di halaman 1dari 12

1

Abstrak

Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan merupakan suatu program pemerintah
untuk mengurangi beban sosial ekonomi di Pulau Jawa. Program ini paling lambat
selesai pada tahun 2024. Akan tetapi, pemindahan Ibu Kota dalam waktu yang
tergolong singkat ini dapat menyebabkan adanya dampak sosial. Untuk mengetahui
dampak sosial yang mungkin terjadi, penulis menggunakan analisis keterkaitan antara
definisi konsep dengan kerangka teori. Tujuan akhir dari makalah ini adalah untuk
menganalisis strategi mengatasi dampak sosial yang mungkin terjadi berkaitan dengan
pemindahan ibu kota melalui metode pendekatan literatur.

Kata Kunci : Pemindahan Ibu Kota, Dampak Sosial, Strategi Mengatasi Dampak
Sosial.

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jakarta adalah ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak di Pulau
Jawa, pulau dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Berdasarkan data
BAPPENAS1, 56,56% dari total penduduk di Indonesia terletak di Pulau Jawa,
sedangkan pulau-pulau lain hanya berkontribusi kurang dari 10% penduduk, kecuali
Sumatra. Terlihat jelas bahwa terdapat ketidakmerataan jumlah penduduk di Indonesia.
Padahal, jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap aspek sosial dan ekonomi.
Dengan jumlah penduduk yang banyak, maka banyak pula pasar yang berkembang. Hal
ini dapat dilihat dari kontribusi Pulau Jawa, khususnya daerah JABODETABEK, sangat
besar terhadap PDB nasional. Meski begitu, masih banyak masyarakat yang mengalami
kemiskinan. Fenomena ini menandakan bahwa ketimpangan pendapatan yang cukup
besar juga terdapat di Pulau Jawa. Tidak hanya itu, akibat padatnya penduduk di Pulau
Jawa, banyak lahan hutan yang dijadikan perumahan hingga rumah susun yang
dibangun di pinggir sungai sehingga merambat ke permasalahan sosial lainnya.2
1
Kepala Bappenas, “Dampak Ekonomi dan Skema Pembiayaan Pemindahan Ibu Kota Negara.”
https://www.bappenas.go.id/files/diskusi-ikn-2/Paparan%20Menteri%20PPN%20-%20Dampak
%20Ekonomi%20dan%20Skema%20Pembiayaan%20IKN_edit%20IKN%205.pdf (akses 14 September
2019)
2
Ibid.

2
Besarnya beban di Pulau Jawa, khususnya DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan
dan pusat bisnis menyebabkan daerah ini tidak bisa melakukan pengembangan lebih
lanjut, sehingga muncul gagasan untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke
Kalimantan Timur. Sebenarnya wacana pemindahan ibu kota di luar Pulau Jawa sudah
muncul sejak pemerintahan Soekarno, namun tidak pernah direalisasikan hingga muncul
wacana serupa pada era pemerintahan Jokowi. Akan tetapi, pada era pemerintahan
Jokowi, pemindahan ibu kota lebih mungkin untuk direalisasikan karena sudah terdapat
perencanaan terstruktur berdasarkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS). Rencananya, pemindahan ibukota ini paling lambat selesai tahun 2024.
Salah satu tahapan pemindahan ibu kota yang dapat di akses di portal resmi
BAPPENAS adalah kriteria penentuan lokasi ibu kota negara. Menentukan Kalimantan
Timur sebagai ibu kota negara adalah hasil pertimbangan yang matang. Kalimantan
Timur terletak di tengah wilayah Indonesia sehingga mendorong percepatan
pengembangan wilayah, tersedia lahan yang luas, minim potensi bencana alam, dekat
dengan kota yang sudah berkembang, memenuhi perimeter pertahanan dan keamanan,
serta potensi konflik sosial yang rendah.3
Potensi konflik sosial yang rendah disebabkan oleh masyarakat lokal memiliki
budaya terbuka terhadap pendatang.4 Namun, mengingat pemindahan ibu kota
dilakukan dalam jangka waktu singkat, yaitu lima tahun, kemungkinan konflik sosial
pasti ada di lapangan. Dengan pindahnya pusat pemerintahan dan layanan publik ini,
tentu konsentrasi masyarakat beralih ke Kalimantan sehingga akan muncul pusat-pusat
ekonomi yang baru. Selain itu, orang-orang yang bertugas di pemerintahan juga akan
pindah ke Kalimantan. Pada intinya, masyarakat Kalimantan harus siap menerima
imigran yang kebanyakan dari Jawa dengan budaya, tingkat pendidikan, hingga gaya
hidup yang berbeda. Mereka harus dapat bersaing dalam bidang sosial dan ekonomi
agar tidak terjadi kesenjangan sosial. Dalam hal ini, ada aspek lain yang perlu
dipersiapkan dengan matang selain pembangunan infrastruktur, yaitu aspek sosial.
Aspek ini dinilai sangat krusial karena menyangkut kesiapan masyarakat Kalimantan
termasuk beberapa di antara mereka yang masih kental dengan hukum dan norma
adatnya. Oleh karena itu, makalah ini disusun untuk mengkaji “Dampak Sosial
Pemindahan Ibu Kota terhadap Masyarakat Kalimantan”.
3
Ibid.
4
Ibid.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi mengatasi dampak sosial yang mungkin terjadi berkaitan
dengan pemindahan ibu kota?

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Kalimat Tesis
Strategi mencegah dampak sosial yang mungkin terjadi berkaitan dengan
pemindahan ibu kota merupakan suatu hal yang penting karena singkatnya waktu
pemindahan ibu kota memungkinkan terjadinya dampak sosial berupa kesenjangan
sosial dan berbagai masalah sosial.

2.2 Definisi Konsep


2.2.1 Dampak Sosial
Menurut William Dunn (2000), dampak kebijakan adalah perubahan kondisi
fisik maupun sosial sebagai akibat dari output kebijakan dan dampak kebijakan dapat
menimbulkan efek segera (present) maupun efek jangka panjang.5
Sudharto P. Hadi (1995) menjelaskan bahwa dampak sosial adalah
konsekuensi sosial terhadap adanya suatu kegiatan pembangunan maupun suatu
penerapan kebijakan atau program dan merupakan perubahan yang terjadi pada manusia
dan masyarakat yang diakibatkan aktifitas pembangunan.6
Dalam konteks ini, dampak sosial yang paling mungkin dominan terjadi karena
migrasi tenaga kerja dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Bermula dari munculnya nilai-
nilai baru yang dibawa migran dari Jakarta, yang kemudian baik secara langsung
maupun tidak langsung akan disosialisasikan ke masyarakat Kalimantan Timur. Nilai-
nilai baru ini tentu saja mengakibatkan pergeseran-pergeseran sosial di masyarakat.
Pergeseran menyangkut perubahan nilai-nilai agama, kultural, dan hubungan sosial
5
A. Armi, “Dampak Sosial Ekonomi Kebijakan Relokasi Pasar (Studi Kasus Relokasi Pasar Dinoyo
Malang).” Jurnal Administrasi Publik (Malang, 2016), vol. 4(10).
http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view/1325 (Akses 16 Oktober
2019)
6
Ibid.

4
dalam skala individu maupun kelompok.7 Dampak sosial lainnya, masyarakat setempat
mengadopsi keterampilan dan pengetahuan yang kemudian dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, tidak semua masyarakat dapat memanfaatkan
peluang ini, hal ini dapat menjadi ancaman berupa persaingan dalam bidang ekonomi
dimana kedudukan migran dari Jakarta cenderung lebih tinggi daripada masyarakat
setempat sehingga timbullah kesenjangan sosial.

2.2.2 Kesenjangan Sosial


Menurut Abad Badruzaman, kesenjangan sosial adalah suatu
ketidakseimbangan sosial yang ada di masyarakat sehingga menjadikan suatu perbedaan
yang sangat mecolok. Dapat juga diartikan suatu keadaan dimana orang kaya
mempunyai kedudukan lebih tinggi dan lebih berkuasa dari pada orang miskin. 8
Kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat memperlihatkan secara jelas jarak
antar kelas. Kelas-kelas sosial ini tentu memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda-
beda, maka dari itu kesenjangan sosial cenderung membawa masyarakat ke arah negatif,
yaitu masalah sosial.

2.2.3 Masalah Sosial


Rubington dan Weinberg (1989), menyatakan bahwa masalah sosial adalah
suatu kondisi yang dinyatakan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh sebagian
warga, yang sepakat bahwa suatu kegiatan bersama diperlukan untuk mengubah kondisi
itu.9
Mills (1959), menyatakan paling tidak ada 3 dimensi yang memberi ciri sosial
kepada suatu masalah sehingga memenuhi kriteria untuk disebut sebagai masalah sosial.
Pertama, keresahan itu mencerminkan bahwa masalah itu terkait dengan kesadaran
moral anggota-anggota masyarakat. Kedua, keresahan umum juga berarti bahwa dalam

7
W. Tamtiari, “Dampak sosial migrasi tenaga kerja ke Malaysia.” Populasi, (Yogyakarta, 1999),
vol.10(2). https://journal.ugm.ac.id/populasi/article/view/12483 (Akses 16 Oktober 2019)

8
Abad Badruzaman, Dari Teologi Menuju Aksi Membela yang Lemah, Menggempur
Kesenjangan. (Yogyakarta, 2009), hal. 284.

9
P. Tangdilintin, et al., Masalah-Masalah Sosial (Jakarta, 2014), hal. 154

5
masyarakat itu telah mulai terbentuk persamaan persepsi terhadap ancaman yang
ditimbulkan oleh adanya masalah. Ketiga adalah mulai berkembangnya kesadaran
bahwa masalah ini tidak dapat diatasi sendiri-sendiri, tetapi harus dilakukan dengan
menggalang kerja sama di antara anggota-anggota masyarakat yang mengalaminya.10
Bila dikaitkan dengan konteks dampak sosial dari migrasi masyarakat Jakarta ke
Kalimantan yang dapat menyebabkan kesenjangan sosial, maka kesenjangan sosial juga
dapat menyebabkan masalah sosial sehingga semua aspek ini berhubungan.

2.3 Kerangka Teori


2.3.1 Teori Konflik Max Weber
Teori konflik Max Weber berorientasi lebih kepada stratifikasi dan perubahan
sosial. Menurut Weber, konflik terjadi dalam suatu hubungan sosial. Konflik terjadi
karena adanya interaksi antara para aktor yang berpotensi untuk berkonflik. Dalam
konteks ini adalah interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat asli. Kegiatan
individu-individu dalam mengambil posisi, atau jenis status sosial lain untuk mem-
peroleh keuntungan dalam kehidupannya adalah sering bersifat laten atau tidak tampak,
tetapi dengan orientasi untuk tidak saling memberi makna yang sama, maka ada dalam
terminologi konflik. Dengan demikian interaksi yang merupakan sumber konflik
merupakan kunci daripada penyelesaian konflik itu sendiri. Kemungkinan kedua pihak
berkonflik yang terjadi karena interaksi berbanding sama dengan kemungkinan
terjadinya harmoni sosial dengan cara berinteraksi.11
Masyarakat lokal yang pekerjaannya masih konservatif seperti petani dan nelayan
akan merasakan culture shock, banyak lahan yang di ambil dan lapangan pekerjaan
menjadi sangat sempit bagi mereka karena hanya akan diisi orang-orang dengan
keterampilan tinggi. Disinilah masyarakat lokal yang memiliki kelas di bawah
masyarakat pendatang merasa timpang, mereka dapat melakukan pertentangan untuk
menuntut hak mereka sebagai warga yang terlebih dahulu menghuni tempat tesebut.
Sesuai dengan teori konflik Weber, bahwa akan terjadi konflik dalam stratifikasi, yaitu

10
Ibid.
11
H. A. SD, & D Anggara, “Peran Indonesia dalam Upaya Penyelesaian Konflik antara
Pemerintah Filipina dan Moro Nationalism Liberation Front (MNLF).” Indonesian
Perspective, (Semarang, 2018) vol. 3(1), hal. 52—64.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/ip/article/view/20178 (Akses 8 Desember 2019)

6
interaksi antara actor yang berpotensi konflik (masyarakat pendatang dan masyarakat
lokal). Jadi, itulah dampak sosial yang akan terjadi jika menggunakan analisis yang
dikaitkan dengan teori konflik oleh Max Weber.

2.4 Mengatasi Dampak Sosial yang Mungkin Terjadi Berkaitan dengan


Pemindahan Ibu Kota
Sesuai dengan analisis yang dibahas dalam kerangka teori, dampak sosial yang
mungkin terjadi berkaitan dengan pemindahan ibu kota adalah terjadinya konflik dalam
hubungan sosial (stratifikasi) antara masyarakat pendatang dan masyarakat lokal. Untuk
mengatasi hal ini, dibutuhkan peran pemerintah dan kontribusi dari berbagai pihak
selain pemerintah, seperti lembaga sosial masyarakat. Salah satu LSM yang berperan
dalam pembangunan kesejahteraan sosial dan membuka peluang masyarakat lokal
berimprovisasi dalam pembangunan dengan kearifan lokalnya adalah Organisasi Sosial
Lokal atau OSL.12
Negara menjadi wahana untuk mewujudkan moral perfection, karena Ia merupakan
benteng atau pelindung dari kekuatan-kekuatan luar maupun dalam yang
mengeksploitasi masyarakat13. Maka pemerintah sebagai badan eksekutif yang
menjalankan segala kebijakan negara harus memikirkan konsekuensi tentang bagaimana
masyarakat lokal dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan dan tumbuh
dengan efisien dan efektif.
Dalam buku David Mitchell14, langkah-langkah di bawah ini dapat dilakukan
pemerintah untuk mengatasi dampak sosial yang mungkin akan terjadi, yaitu:
1. Menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat
Pertumbuhan yang terjadi di masyarakat Kalimantan Timur harus ditinjau agar dapat
melihat perkembangan sosial yang terjadi. Misalnya masyarakat Kalimantan Timur
mulai menggunakan gadget, sosialisasi dapat dilakukan sebagai permulaan dalam

12
Kepala Bappenas, Dampak Ekonomi dan Skema Pembiayaan Pemindahan Ibu Kota Negara.
https://www.bappenas.go.id/files/diskusi-ikn-2/Paparan%20Menteri%20PPN%20-%20Dampak
%20Ekonomi%20dan%20Skema%20Pembiayaan%20IKN_edit%20IKN%205.pdf (akses 14 September
2019)
13
Edy Suhardono, et al., Masyarakat dan Negara (Surabaya, 1997), hal. 3.
14
David Mitchell, Pengendalian Tanpa Birokrasi (Jakarta, 1984), hal 150—155.

7
penanganan masalah, dengan perantara media sosial dan cara yang disesuaikan dengan
apa yang menjadi trend saat itu.
2. Menggunakan komunikasi langsung
Pemerintah harus turun langsung ke lapangan untuk berkomunikasi dengan masyarakat
lokal, hal ini dilakukan agar tidak terjadi jarak yang besar antara kelas atas dan kelas
bawah, disini pemerintah berperan sebagai kelas atas. Dengan cara ini pula, pemerintah
akan menjadi role model bagi masyarakat kelas atas lainnya.
3. Melakukan pengendalian positif
Pengendalian harus strategik agar mengarah positif. Begitu juga untuk menangani
konflik yang mungkin terjadi dalam konteks pertentangan kelas ini, pengendalian yang
baik dan damai oleh aparat keamanan serta hokum perlu ditegakkan.
4. Mengadakan subdivisi demi kesederhanaan
Pemerintah dapat membentuk organisasi yang membawahi masing-masing pekerjaan
mayoritas masyarakat Kalimantan Timur, seperti bertani dan berkebun, kemudian
mengembangkan kearifan lokal yang ada dengan kemajuan sains dan teknologi. Adanya
subdivisi juga memudahkan untuk berfokus pada apa yang menjadi tujuan.
5. Memusatkan konsep-konsep
Dalam konteks ini, tujuan bersama yang akan dicapai adalah mencegah culture shock
dan pemberdayaan bagi masyarakat Kalimantan Timur. 15
Selain menekankan dalam pemberdayaan masyarakat lokal, pemerintah harus dapat
mengintegrasikan masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang. Namun dalam proses
pengintegrasian harus memperhatikan pentingnya keseimbangan, yaitu :
 Dalam integrasi normatif (kesepakatan nilai dan norma) bila terlalu lemah maka
akan mengembangkan primordialisme, bila terlalu kuat maka akan ada
chauvinisme yang dapat menghambat globalisasi.
 Dalam integrasi fungsional (ketergantungan fungsional unsur satu dan lainnya)
bila terlalu lemah maka satu golongan dapat memborong semua fungsi yang ada.
Bila terlalu kuat golongan akan bersifat dependen dan kehilangan kemandirian.
 Dalam integrasi koersif (kekuatan yang memaksa) bila terlalu lemah akan
menyebabkan situasi anarkis dan memaksakan kehendak sendiri yang dapat

15
Ibid

8
menyebabkan anomi, namun bila terlalu kuat akan terjadi otoritarisme dan
fasisme.16
Perlu diingat juga bahwa kesejahteraan sosial menjadi tangung jawab bersama
antara pemerintah dan masyarakat, seperti diatur dalam UU RI nomor 4 tahun 1976.
Dalam penelitian yang dilakukan Fernanda Andharesta Sukmawijaya, seorang
mahasiswi UII, disebutkan bahwa variabel rata-rata lama sekolah, angka melek huruf,
dan banyaknya puskesmas berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi
Kalimantan Timur, sedangkan angka harapan hidup berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur. Tingkat angka harapan
hidup yang meningkat ternyata menyebabkan kemiskinan meningkat juga. Dapat
dikatakan bahwa banyak masyarakat lokal yang masih kurang produktif.17
Seperti yang disebutkan di awal paragraf pembahasan, Organisasi Sosial Lokal
(OSL) menjadi komponen penting dalam membantu pemerintah mengatasi dampak
sosial yang akan terjadi. OSL tumbuh dari berbagai latar belakang, dengan ikatan
pemersatu utama adalah kesamaan agama, asal daerah, pekerjaan, ide, minat, hingga
hubungan kekerabatan.18
Kalimantan Timur memiliki banyak potensi wisata yang dapat dikembangkan dan
kemudian menimbulkan daya tarik. Daya tarik wisata di Kalimantan Timur cukup
beragam, baik daya tarik objek wisata alam, budaya, dan minat khusus. 19 Melihat hal
ini, OSL dapat menggalang program wirausaha seperti kampung wirausaha di daerah
wisata tersebut dengan berbasis kearifan lokal Secara tidak langsung, ini mempengaruhi
perekonomian mereka. Apabila terus dibina, maka perekonomian tumbuh subur dan
berpengaruh pada pertumbuhan kelas penduduk lokal.

16
Selo Soemardjan, Menuju Tata Indonesia Baru (Jakarta, 2000), hal 120—122.

17
Fernanda Andharesta Sukmawijaya, “Analisis Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi
Kalimantan Timur Tahun 2011-2015.” (Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia,
Yogjakarta, 2018), http://dspace.uii.ac.id/ (Akses 12 Oktober 2019).

18
Achmadi Jayaputra et al., Masalah Sosial di Indonesia (Jakarta, 2006), hal. 19—20.

19
Rezki Krisdayanti Saputri, “Analisis Komponen Daya Tarik Produk Wisata Pulau Beras
Basah Kota Bontang, Kalimantan Timur.” (Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, 2006), http://etd.repository.ugm.ac.id/ (akses 12 Oktober 2019).

9
Namun dalam memberdayakan kearifan lokal, harus menekankan prinsip kehati-
hatian. Kegiatan pariwisata juga membentuk perubahan negatif pada gaya hidup
masyarakat. Contohnya pada desa Pampang, sebuah desa wisata di Kalimantan Timur,
yang dihuni suku Kenyah. Di desa tersebut prinsip kebersamaan masyarakat perlahan-
lahan mulai berubah seiring dengan kepemilikan bersama cenderung ke arah individual.
Hal itu ditunjukkan melalui kegiatan berdagang masyarakat dengan menjual berbagai
kerajinan hasil dari kebudayaan material suku Kenyah dan saling berebutan.20

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur merupakan perihal yang
kompleks, terlebih pemindahan ini hanya dilakukan dalam jangka waktu lima tahun,
sebuah waktu yang dapat dibilang singkat untuk membangun infrastruktur dan yang
tidak kalah penting, mempersiapkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Salah satu
dari berbagai kemungkinan itu adalah kemungkinan yang berkaitan dengan dampak
sosial.
Dampak sosial dalam konteks pemindahan ibu kota ini sangat erat kaitannya
dengan kesenjangan sosial dan masalah sosial yang ketiganya bila dikaitkan mengacu
pada satu konsep. Menurut Max Weber, konflik terjadi dalam interaksi sosial antara
actor-aktor yang berkonflik. Aktor yang berkonflik dalam konteks ini adalah
masyarakat pendatang dan masyarakat lokal. Perbedaan ini dapat mengacu pada konflik
dalam stratifikasi sosial, sesuai dengan teori konflik yang juga dicetuskan oleh Max
Weber.
Mencegah dampak sosial berupa pertentangan kelas ini dapat diselesaikan
pemerintah melalui strategi pencegahan culture shock dan pemberdayaan masyarakat
lokal. Setelah memberdayakan masyarakat lokal, maka langkah selanjutnya adalah
mengintegrasikan masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang dengan menekankan
prinsip keseimbangan. Selain itu, dibutuhkan pula kontribusi dari berbagai pihak selain
20
Fransiskus Hendy Tri Harsanto, “KENYAH DI DESA BUDAYA PAMPANG: Studi Kasus
Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Tahun 1972 – 2015” (Skripsi Sarjana Fakultas Sastra Universitas
Sanata Dharma, Yogjakarta, 2006), https://repository.usd.ac.id/31939/2/144314008_full.pdf (Akses 12
Oktober 2019).

10
pemerintah, seperti LSM. Salah satunya adalah Organisasi Sosial Lokal atau OSL.
Namun dalam memberdayakan kearifan lokal, harus menggunakan prinsip kehati-hatian
untuk mencegah munculnya masalah baru.
Dengan upaya yang dilakukan pemerintah dan LSM secara berkesinambungan,
maka dampak sosial berkaitan dengan pemindahan ibu kota berupa pertentangan kelas
akibat migrasi tenaga kerja dari Jakarta ke Kalimantan Timur dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Badruzaman, Abad. Dari Teologi Menuju Aksi Membela yang Lemah, Menggempur
Kesenjangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Jayaputra, Achmadi., et al. Masalah Sosial di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial Badan Pendidikan dan Penelitian
Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial RI, 2006.
Mitchel, David. Pengendalian Tanpa Birokrasi. Jakarta: PT. Pustaka Binaman
Pressindo, 1984.
Soemardjan, Selo. Menuju Tata Indonesia Baru. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2000.
Suhardono, Edy., et al. Masyarakat dan Negara Surabaya. Surabaya: Airlangga
University Press, 1997.
Tangdilintin, P., et al. Masalah-Masalah Sosial. Jakarta: Universitas Terbuka, 2014.

11
Jurnal
Armi, A. “Dampak Sosial Ekonomi Kebijakan Relokasi Pasar (Studi Kasus Relokasi
Pasar Dinoyo Malang).” Jurnal Administrasi Publik, 2016, vol. 4(10).
http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view/1325
Tamtiari, W. “Dampak sosial migrasi tenaga kerja ke Malaysia.” Populasi, 1999, vol.
10(02). https://journal.ugm.ac.id/populasi/article/view/12483
SD, H. A., & Anggara, D. P”eran Indonesia dalam Upaya Penyelesaian Konflik antara
Pemerintah Filipina dan Moro Nationalism Liberation Front
(MNLF).” Indonesian Perspective, 2018, vol. 3(1).
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/ip/article/view/20178

Skripsi
Harsanto, Fransiskus Hendy Tri. “KENYAH DI DESA BUDAYA PAMPANG: Studi
Kasus Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Tahun 1972 – 2015.” Skripsi
Sarjana Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2006.
https://repository.usd.ac.id/31939/2/144314008_full.pdf
Saputri, Rezki Krisdayanti. “Analisis Komponen Daya Tarik Produk Wisata Pulau
Beras Basah Kota Bontang, Kalimantan Timur.” Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2006.
http://etd.repository.ugm.ac.id/
Sukmawijaya, Fernanda Andharesta. “Analisis Yang Mempengaruhi Kemiskinan di
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011—2015.” Skripsi Sarjana Fakultas
Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2018.
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/7463/Analisis%20Yang
%20Mempengaruhi%20Kemiskinan.pdf?sequence=2&isAllowed=y

Pustaka Laman
Kepala Bappenas, “Dampak Ekonomi dan Skema Pembiayaan Pemindahan Ibu Kota
Negara.”https://www.bappenas.go.id/files/diskusi-ikn-2/Paparan%20Menteri
%20PPN%20-%20Dampak%20Ekonomi%20dan%20Skema%20Pembiayaan
%20IKN_edit%20IKN%205.pdf

12

Anda mungkin juga menyukai