WILAYAH
“ANALISIS PERMASALAHAN PEMBEBASAN LAHAN AKIBAT PEMBANGUNAN
JALAN TOL MEDAN-BINJAI SERTA UPAYA PENYELESAIANNYA "
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
CHARLES FAUCOULD NAHAMPUN
ERWAN SYAHPUTRA
MARNITA GRACYA BR SIAGIAN
NEZELIANA PUTRI
SEHATI BR GINTING
Kelas A/ Semester 6
PENDAHULUAN
Pembangunan jalan tol medan-binjai direcanakan sebagai solusi mengurangi kemecetan yang
ada dan memperlancar arus barang keyempat lain.Namun hal yersebut belum tentu bisa
mengatasi berbagai masalahn secara keseluruhan .Pembangunan jalan tol dapat
mengakibatkan dampak positif dan dampak negatif .Nah dampak postif yang ditimbulkan
dapat mengurangi kemacetan , mempercepat atau memperlancar arus barang juga
tentunya.Namun disisilain menimbulkan dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat
yang berada disekitar jalan tol yang dibangun tersebut .Nah dampak yang dirasakan
masyarakat tersebut terhadap aspek ekonomi masyarakat yang berada disekitar pemnagunan
jalan tol tersebut.Seperti halnya dengan masyarakat kota medan sepanjang jalan tol smapai
ke binjai juga mengalami hal tersebut kaibat adanya pebangunan jalan tol yang tidak bisa
dipungkuri dampaknya.Banyak masyarakat yang merasakan nya dengan adanya jalan tol
maka warung warung disepanjanga jalan pun mulai sepi ,selain itu juga beberapa tempat
yang mejadi makanan khas dari masyarkat juga ikut seoi sehingga pendapatan masyarakat
turun dan membuat permalahan dalam menucuckupi kebutuhan hidup.
Dikota medan hingga binjai sepanjang jaln tol tersebut masyarakat mulai mengeluh
dalam kegiatan perekonomian mereka.Permasalahan tersebut menjadi hal yang harus mereka
hadapi dalam kehidupan sehari hari sehingga ada masyarakat yang merasakan dampak positif
dari pembangunan jalan tol ada juga yang merasakan dampak negatif.
METODE PENELITIAN.
Adapun penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan di Kota
Medan, Provinsi Sumatera Utara dengan fokus penelitian terhadap Permasalahan Pembangunan
Jalan Tol Medan-Binjai serta dampaknya terhadap aktivitas masyarakat sekitar. Untuk waktu
penelitian sendiri di laksnakan pada tanggal 10-12 Mei 2022.
Adapun pengumpulan data yang melalui Studi literatur dan kepustakaan, dimana peneliti
mengambil data dari jurnal dan penelitian-penelitian terkait Permasalahan Pembangunan Jalan
Tol Medan-Binjai serta dampaknya terhadap masyarakat sekitar.
Sumber data dalam penelitian ini diantaranya Buku, Jurnal, Penelitian terdahulu yang terkait.
Dalam melakukan penelitian tentang permasalahan Pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai serta
dampaknya terhadap masyarakat sekitar,Yang menjadi subyek untuk penelitian ini adalah para
masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar Tol Medan- Binjai.
Teknik analisi data merupakan salah satu teknik dalam metode penelitian yang mana teknik
analisisi data ini adalah metode dalam memproses data untuk dijadikan menjadi sebuah iformasi
tertentu. Teknik analisis data ini dimaksudkan agar data yang di peroleh di lapangan dapat lebih
mudah di pahami oleh pengguna. Dan dalam penelitian ini teknik analisis datanya menggunakan
teknik analisis deskriptif , yang mana data yang di peroleh dari Studi literatur dan kepustakaan di
analisis serta di sajikan secara sistematis agar dapat mudah dipahami dan juga di simpulkan.
BAB 4
PEMBAHASAN
Bahwa Pasal 19 ayat (2) huruf c. Undang-undang Pokok Agraria menegaskan surat-surat
tanda bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat, dalam hal ini belum sebagai alat pembuktian
yang mutlak. Alat bukti kepemilikan tanah di Indonesia yang sudah berupa Sertipikat Hak Atas
Tanah saja setiap saat atau di kemudian hari masih dapat diganggu gugat. Pasal 43 Undang-
Undang ini menyatakan: Pada saat pelaksanaan pemberian Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a telah dilaksanakan atau pemberian Ganti
Kerugian sudah dititipkan di pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1)
bahwa: "Kepemilikan atau Hak Atas Tanah dari Pihak yang Berhak menjadi hapus dan alat bukti
haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh
negara."
Permasalahan pembebasan tanah untuk jalan tol sampai saat ini masih menjadi
permasalahan yang sangat pelik dalam usaha penambahan lajur maupun jalur jalan tol.
Seringkali proyek jalan tol terhambat hanya karena masih ada masalah dengan tanah yang
ternyata masih menjadi sengketa. Proses ini seringkali membutuhkan waktu yang sangat lama.
Permasalahan mengenai pembebasan tanah untuk proyek jalan tol sendiri sudah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan aturan turunannya seperti Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, serta aturan lain yang
berkaitan dengan pembebasan tanah untuk kepentingan umum yang diatur dengan Perpres
Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum. Menurut Pasal 2 Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pengadaan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Selanjutnya di Pasal 5
dijelaskan bahwa pembangunan Jalan Tol termasuk dalam kategori pembangunan untuk
kepentingan umum.
Salah satu kunci keberhasilan dalam proses pembebasan tanah adalah masyarakat yang
dapat diajak bekerja sama dengan baik. Jika penawaran yang diberikan sesuai dengan apa yang
diharapkan pemilik tanah, tentu proses pembebasan ini tidak akan berjalan terlalu lama. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan pembebasan lahan sulit untuk dilakukan. Faktor pertama
yang akan menyulitkan proses pembebasan lahan adalah belum tercapainya kesepakatan antara
pemilik lahan dengan panitia pengadaan tanah. Ketidak sesuaian harga yang ditetapkan dengan
harga yang diinginkan pemilik tanah kerap kali menjadi masalah. Ketentuan mengenai ganti rugi
sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. Bentuk ganti rugi bisa
berupa Uang; Tanah pengganti; Permukiman kembali; Kepemilikan saham; atau Bentuk lain
yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Faktor kedua yang mungkin dihadapi adalah bila ternyata tanah yang dilalui proyek Jalan
Tol tersebut adalah tanah ulayat. Masyarakat adat tentu akan berusaha sekuat mungkin untuk
mempertahankan tanah ulayat yang dimilikinya, sedangkan ketentuan dalam Undang-Undang,
memungkinkan untuk mengambil alih tanah yang dimaksud. Permasalahan tersebut akan muncul
pada pembangunan Jalan Tol di daerah yang masih memegang teguh tanah ulayat. Bahkan lebih
jauh dalam Pasal 59 Undang-Undang 38 Tahun 2004, ditentukan lagi bila kesepakatan tidak
tercapai dan lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan, dilakukan pencabutan hak atas tanah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan, dan dalam pelaksanaannya
pembangunan jalan dapat dimulai pada bidang tanah yang telah diberi ganti kerugian atau telah
dicabut hak atas tanahnya. Dari gambaran pasal di atas, bisa terbayang akan banyak penolakan
yang dilakukan oleh masyarakat terkait dengan proses pembebasan tanah yang akan digunakan
sebagai jalan tol. Potensi permasalahan ini sekiranya akan banyak muncul ketika MoU
Pembangunan Jalan Tol di Sumatera akan direalisasikan mengingat di Pulau Sumatra masih
banyak suku yang mempertahankan eksistensi tanah ulayat yang mereka miliki. Oleh karena itu
hendaknya rencana pembangunan Jalan Tol di Sumatera juga memperhatikan apakah
pembangunan tersebut akan melintasi tanah ulayat atau tidak dan kemungkinannya untuk
membebaskan tanah tersebut.
Dalam pelaksanaannya, proyek jalan tol ini ternyata mengalami masalahmasalah yang
membuat pembangunannya sering terhambat bahkan terhenti. Masalah yang mengganggu
pembangunan jalan tol Medan-Binjai ini adalah Pembebasan lahan untuk proyek pembangunan
strategis di Sumatera Utara (Sumut) hingga saat ini berjalan baik. Pembayaran ganti rugi lahan
yang dititipkan ke pengadilan atau konsinyasi untuk jalan tol Medan-Binjai sudah mencapai
90%.
4.2 Upaya Penyelesaian Pembebeasan Lahan Untuk Kepentingan Jalan Tol Medan-Binjai
A. Upaya Penyelesaian Masalah Hukum
Satuan kerja (Satker) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-
Pera) masih terganjal pembebasan lahan untuk pengerjaan Tol Medan -Binjai yang mancakup di
kawasan Kelurahan Tanjung Mulia dan Tanjung Mulia Hilir, Kecamatan Medan Deli. Mengenai
perkembangan terbaru pembangunan tol trans Sumatera Medan-Binjai, banyak lahan di PTPN II
yang diokupasi masyarakat di Kelurahan Tanjung Mulia dan Tanjung Mulia Hilir, di antaranya
merupakan lahan stanvas (grand Sultan) yang ditempati masyarakat. Pembangunan tol sepanjang
16,72 Kilometer itu diketahui menggunakan tiga seksi tahap pengerjaan dengan biaya investasi
mencapai Rp1,6 triliun serta biaya kontruksi diperkirakan memakan biaya Rp1,2 triliun. saat ini
sebagian warga yang terimbas pembangunan sudah dilakukan pendataan oleh tim percepatan.
Langkah yang sudah dilakukan seperti pendataan administratif yang mana harus dilengkapi
sebelum kompensasi pembebasan lahan dilakukan. Masyarakat yang terkena 6trase jalan tol
sudah diimbau untuk melengkapi syarat administrasi seperti melengkapi Pajak Bumi Bangunan
(PBB), foto copy surat tanah kepemilikannya dan sarat administrasi lainnya. Lahan masyarakat
yang saat ini status lahannya stanvas, dirinya mengaku belum mengetahui bagaimana mekanisme
pembebasannya. Itukan lahan masyarakat yang sudah puluhan tahun menetap, harus diganti.
Namun mengenai pembebasannya belum mengetahui. Jangan sampai masyarakat merasa
dirugikan sehingga tidak timbul permasalahan nantinya.
Dari pengalaman, pembebasan tanah untuk kepentingan umum yang bukan disebabkan
oleh tidak relanya rakyat pemilik tanah atau tidak sepakatnya harga tanah, melainkan oleh ulah
oknum aparat dan atau spekulan tanah, baik itu yang berkaitan dengan urusan administrasi tanah
maupun oknum yang memanfaatkan situasi. Sebagai akibatnya, sengketa tanah telah berubah
menjadi ajang rebutan rezeki, yang dampak nya cenderung tak terkendali. Pasal 10 ayat 2
Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum yang antara lain menyebutkan, bila tidak ada kesepakatan dalam
suatu musyawarah, pihak yang memerlukan lahan dapat menitipkan uang untuk ganti rugi ke
pengadilan dan instansi tersebut dapat menggunakan lahan. Pasal itu, oleh banyak pihak
mengesankan pemberian legitimasi yuridis untuk munculnya tindakan pemaksaan oleh
pemerintah melalui suatu perbuatan hukum yang disebut dengan konsinyasi.
Pembangunan infrastruktur adalah bagian dari upaya mensejahterakan rakyat, pun upaya
ganti adil atas obyek kepemilikan tanah. Demikian juga dengan pengaturan pengelolaan ruas
jalan selanjutnya. Siapapun tidak ingin pembangunan menjadi bentuk lain dari upaya pemiskinan
atau menciptakan kemiskinan baru. Dan, kesejahteraan bagi rakyat adalah upaya perlindungan,
penjaminan, pemenuhan dan pemberdayaan hak-hak dan kepentingan rakyat di bidang ekonomi
(termasuk kepemilikan atas tanah deserta kemungkinan ganti adilnya), di bidang politik
(termasuk rasa aman dan nyaman, dihargai keberadaannya diruang pengambilan keputusan
politik ganti adil tanah, dihormati martabatnya dalam pelaksanaan kebijakan, dan lain-lain) serta
di bidang budaya (termasuk penerimaan cara-cara penyelesaian masalah yang dihadapi).
Proses pemberian ganti rugi bagi masyarakat pemilik tanah dalam proyek pembangunan
jalan tol Medan-Binjai belum terlaksana secara maksimal, bahkan penentuan besarnya nilai ganti
rugi pun belum dilakukan secara merata, meskipun masyarakat di tujuh kecamatan yang dilalui
telah mendengar mengenai rencana ganti rugi tersebut. Arti ganti rugi menurut Perpres Nomor
148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 1 ayat (12) sebagai berikut: Ganti rugi adalah penggantian terhadap
kerugian baik bersifat fisik maupun non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang
mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang
dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi
sebelum terkena proyek pengadaan tanah.
Dari aspek sosial, dampak yang timbul akibat pembangunan jalan tol ini antara lain
berupa ketidakpuasan masyarakat terhadap proses pembebasan tanah, terutama menyangkut
harga ganti rugi kepada masyarakat yang tanahnya dijadikan lahan pembangunan jalan tol
Medan-Binjai, konflik horisontal terjadi karena terjadinya sikap pro dan kontra di masyarakat
terhadap rencana pembangunan, Potensi munculnya persepsi negatif masyarakat terutama
apabila kegiatan proyek menimbulkan dampak negatif terhadap aspek ekonomi, budaya,
kesehatan dan lingkungan. Sikap/persepsi negatif yang berakumulasi dalam jangka waktu lama
akan menimbulkan keresahan di masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik baik vertikal
maupun horizontal. Akibat pembangunan jalan tol Medan-Binjai lahan sawah juga hilang
sehingga diperkirakan Medan-Binjai akan kehilangan pertanian per tahun. Dalam hubungan ini
masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan petani dan
kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anak-anak) untuk berpartisipasi aktif dalam
perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan.
Salah satu dampak positif jalan tol Medan-Binjai diharapkan mampu meningkatkan
gairah perekonomian Medan-Binjai yang pada akhirnya akan mendorong kesejahteraan
masyarakat. Namun demikian, pembangunan ini juga tidak menutup kemungkinan munculnya
beberapa dampak lain yang justru negatif, seperti berkurangnya aktivitas bisnis masyarakat yang
selama ini tergantung pada mobilitas transportasi. Dampak ini muncul karena pembangunan
jalan tol akan mengalihkan arus mobilitas masyarakat, sehingga sektor-sektor usaha tertentu
yang berada pada jalur transportasi eksisting menjadi terancam. Untuk mengantisipasi
kemungkinan timbulnya nampak ini, maka perlu dilakukan kajian yang diarahkan untuk
mengetahui dampak sosial ekonomi pembangunan jalan tol Medan-Binjai.
4.3 Hasil Yang Diperoleh Dalam Pembebasan Jalan Tol Medan – Binjai
Pembangunan merupakan suatu proses mengubah masyarakat secara terencana, yang
bertujuan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dengan program-program yang sudah
ditentukan melalui suatu kebijakan. Pembangunan itu sendiri meliputi semua proses perubahan
yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Konsep pembangunan meliputi
beberapa aspek multi kompleks, pembangunan bukan hanya persoalan ekonomi semata tetapi
juga menyangkut aspek sosial budaya.
Dalam pelaksanaan pembebasan lahan juga terdapat permasalahan berupa tidak sesuainya
harga ganti rugi yang diberikan. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan persepsi antara
masyarakat dengan pemerintah terkait kesepakatan harga ganti rugi. Menetapkan nilai ganti rugi
terhadap kerugian non fisik dalam pelepasan atau penyerahan hak atas tanah tidaklah mudah
mengukurnya karena sifatnya sangat relatif, tetapi dapat berakibat pemegang hak atas tanah akan
meminta harga di atas harga pasaran karena mereka tidak berminat melepaskan bidang tanahnya
yang terkena pembebasan lahan. Penelitian yang dilaksanakan oleh Balai Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Jalan dan Jembatan, penilaian atas tanah di
Medan-Binjai telah dilakukan oleh pemenang tender konsultan penilai. Sebagian besar
masyarakat yang menolak adalah masyarakat petani yang menopangkan penghidupannya dari
hasil tanah yang dimiliki.
Para petani yang ada di Kelurahan Tanjung Mulia dan Tanjung Mulia Hilir, Kecamatan
Medan Deli dan Desa Tanjung Gusta khususnya para petani dengan kepemilikan lahan yang
sempit serta yang berprofesi sebagai buruh tani cenderung untuk beralih atau bergeser profesi ke
bidang pekerjaan lain di luar sektor pertanian. Makin berkurangnya lahan pertanian di Kelurahan
Tanjung Mulia dan Tanjung Mulia Hilir, Kecamatan Medan Deli dan Desa Tanjung Gusta akibat
pembangunan jalan tol Medan-Binjai, menyebabkan banyaknya penduduk yang awalnya bekerja
sebagai petani beralih pekerjaan ke bidang non pertanian, seperti menjadi pedagang, menjadi
sopir, dan sebagainya. Fenomena tersebut menyebabkan bergesernya lapangan pekerja di bidang
non pertanian, terutama petani miskin atau berlahan sempit. Makin berkurangnya lahan pertanian
di Kelurahan Tanjung Mulia dan Tanjung Mulia Hilir, Kecamatan Medan Deli dan Desa Tanjung
Gusta akibat pembangunan jalan tol Medan-Binjai, menyebabkan banyaknya penduduk yang
awalnya bekerja sebagai petani beralih pekerjaan ke bidang non pertanian, seperti menjadi
pedagang, menjadi sopir,dan sebagainya. Fenomena tersebut menyebabkan bergesernya
lapangan pekerja di bidang non pertanian, terutama petani miskin atau berlahan sempit.
Pemberian uang ganti rugi lahan dimanfaatkan para petani untuk keperluan sebagai berikut:
Pertama, para petani dengan lahan luas menerima uang hasil pembebasan lahan dengan jumlah
yang sangat besar, di karenakan dalam pengerjaan pembangunan jalan tol MedanBinjai
menerjang keseluruhan sawah milik petani berlahan luas. Oleh karena jumlah yang sangat besar
uang hasil pembebasan lahan tersebut mereka depositkan ke bank. Kedua, setelah mendapat uang
ganti rugi, para petani yang umumnya merupakan petani berlahan luas dan sedang. Para petani
tersebut membeli tanah di luar desa, luar kecamatan, bahkan luar kabupaten. Jeda waktu antara
proses penerimaan uang ganti dengan proses eksekusi lahan, dapat dimanfaatkan untuk
menggarap lahan pertaniannya. Dengan membeli sawah di luar desa mereka bisa memiliki lahan
lagi. Ketiga, para petani yang sebagian lahan pertaniannya terkena pembebasan lahan dalam
artian hanya beberapa dari luas lahannya yang terkena proyek pembangunan jalan tol. Sehingga
sebagian lahan pertaniannya masih bisa digunakan untuk bertani. Oleh karenanya pemberian
uang ganti rugi sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan hidup para keluarga petani.
Keempat, para petani dengan lahan sempit sangat kesulitan dalam upaya mencari lahan pertanian
baru dikarenakan modal mereka yang tidak cukup banyak.
Hasil pemberian uang ganti rugi dimanfaatkan untuk penanaman modal. Alokasi
penanaman modal digunakan petani sebagai modal investasi (seperti penyewaan sound sistem,
tenda), untuk modal berdagang atau untuk modal pembelian sarana tranportasi yang digunakan
untuk usaha jasa transportasi. Kelima, petani dengan lahan luas ketika lahan pertaniannya
terkena pembebasan lahan pembangunan jalan tol Medan-Binjai, sudah dapat dipastikan bahwa
mereka akan mendapatkan uang ganti rugi yang tidak sedikit. Hal ini sesuai dengan luas lahan
yang terkena dampak proyek pembangunan jalan tol.
Proses pemberian ganti kerugian berlangsung pada tahap musyawarah, aspek yang perlu
diperhatikan pada saat menentukan besaran ganti kerugian adalah bentuk ganti kerugian untuk
warga Kelurahan Tanjung Mulia dan Tanjung Mulia Hilir, Kecamatan Medan Deli dan Desa
Tanjung Gusta, kesepakatan para pihak, hasil penilaian harga tanah, tenggat waktu, dan
penetapan ganti kerugian. Pada pembuatan jalan tol Medan-Binjai ini bentuk ganti kerugian yang
diberikan umumnya yaitu dalam bentuk uang, uang merupakan sarana yang mudah dalam
melakukan transaksi apapun, sehingga uang merupakan pilihan warga terkait bentuk ganti
kerugian pada pembuatan jalan tol Medan-Binjai meskipun sebenarnya bentuk ganti kerugian
tidak hanya uang saja. pengganti, pemukiman kembali, kepemilkan saham, dan bentuk lain yang
disetujui oleh para pihak. Sesuai dengan keinginan warga, pemberian ganti kerugian jalan tol
Medan-Binjai ganti kerugian yang diberikan yaitu dalam bentuk uang. Kesepakatan merupakan
unsur penting dalam sebuah musyawarah, karena dengan kesepakatan maka tidak ada pihak yang
merasa dirugikan satu sama lain. Pada pembuatan jalan tol Medan-Binjai sebagian masyarakat
belum terjadi kesepakatan yang sepenuhnya, karena masih ada beberapa yang belum sepakat
dengan ganti kerugian yang diberikan oleh panitia pengadaan tanah.
Pada pembuatan jalan tol Medan-Binjai tahapan dalam proyek besar ini sudah
dilaksanakan dengan baik oleh Panitia Pengadaan Tanah, mulai dari proses pembebasan tanah,
proses ganti kerugian namun pada kenyataannya masih ada warga yangtidak sepakat dengan
harga ganti kerugian yang diberikan oleh pihak Panitia Pengadaan Tanah. Dalam menjalankan
tugasnya dilapangan, Panitia Pengadaan Tanah berpedoman pada Peraturan Ketua Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2007 semua tahapan proses pembuatan
jalan tol sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Penyelesaian masalah warga terkena proyek
yang masih belum sepakat dengan besar ganti kerugian yang diberikan sudah melalui beberapa
cara, antara lain dengan mengadakan musyawarah lagi dengan warga supaya terjadi titik temu
dan mendapatkan solusi, namun tidak ada hasilnya. Pemerintah pada dasarnya mempunyai dua
cara memperoleh tanah pada pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yaitu dengan cara
pelepasan hak atas tanah dan pencabutan hak atas tanah. Pelepasan hak atas tanah dilakukan
dengan cara jual beli, tukar menukar atau perbuatan hukum lainnya yang disetujui oleh pemilik
tanah. Pada pengadaan tanah untuk pembuatan jalan tol Medan-Binjai, semua cara sudah
dilakukan untuk mencapai kesepakatan harga, namun tidak mencapai hasil oleh karena itu
pemerintah mempunyai kuasa untuk melakukan pencabutan atas tanah guna mendapatkan tanah
untuk pembangunan kepentingan umum. Pencabutan hak atas tanah adalah cara terakhir ketika
semua prosedur yang dilaksanakan sudah tidak mencapai hasil, namum dalam pelaksanaan
pencabutan hak atas tanah harus memenuhi persyaratan dan benar-benar menunjukan bahwa
tujuan pencabutan tanah itu semata-mata untuk kepentingan umum.
Masyarakat sangat mempunyai peranan penting pada proyek pengadaan tanah untuk
kepentingan umum,dimana masyarakat merupakan salah satu pihak penting pada pembuatan
jalan tol ini, maka dukungan masyarakat sekitar proyek pengadaan tanah untuk kepentingan
umum sangatlah penting. Masyarakat Kelurahan Tanjung Mulia dan Tanjung Mulia Hilir,
Kecamatan Medan Deli dan Desa Tanjung Gusta merupakan masyarakat dengan yang
kebanyakan bermata pencaharian petani. Mereka menggarap sawah dan ladang untuk
menghidupi keluarganya. Ketika ada sosialisasi tentang akan adanya proyek jalan tol yang
melewati desa mereka maka disambut dengan senang. Banyak hal yang membuat mereka
senang, desa mereka akan menjdi ramai, tanah mereka juga akan menjadi mahal harganya.
Warga Medan-Binjai sangat mendukung dengan adanya proyek jalan tol di desa mereka, sampai-
sampai ketika pengukuran lahan ladang mereka di babat mereka rela. Warga mengatakan bahwa
pada sosialisasi awal Panitia Pengadaan Tanah menjanjikan akan memberikan ganti untung
bukan ganti rugi, ketika penulis melakukan wawancara di lapangan dan mendatangi rumah WTP
(Warga Terkena Proyek), mereka semua menyatakan hal yang sama.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam pembebasan jalan Tol Medan - Binjai saat ini
adalah tercapainya kesepakatan antara pemerintahdan pemilik tanah. Adapun cara
pengeloalaannya adalah dengan :
2. Pemerintah mempersiapkan dana untuk ganti rugi tanah tepat waktu sehingga proses
pembayaran ganti rugi tanah tepat waktu.
3. Pemerintah bekerjasama dengan Pemerintahan tingkat daerah yang lebih rendah seperti
kecamatan, kelurahan, RW/RT disekitar lokasi rencana jalan tol dalamrangka inventarisasi lahan
masyarakat untuk mengantisipasi adanya pembebasanlahan yang masih bersengketa atau belum
jelas kepemilikan tanahnya.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Permasalahan pembebasan tanah untuk jalan tol sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang
sangat pelik dalam usaha penambahan lajur maupun jalur jalan tol. Seringkali proyek jalan tol terhambat
hanya karena masih ada masalah dengan tanah yang ternyata masih menjadi sengketa.
2. Faktor kedua yang mungkin dihadapi adalah bila ternyata tanah yang dilalui proyek Jalan Tol tersebut
adalah tanah ulayat. Masyarakat adat tentu akan berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan tanah
ulayat yang dimilikinya, sedangkan ketentuan dalam Undang-Undang, memungkinkan untuk mengambil
alih tanah yang dimaksud.
3. Masalah yang mengganggu pembangunan jalan tol Medan-Binjai ini adalah Pembebasan lahan untuk
proyek pembangunan strategis di Sumatera Utara (Sumut) hingga saat ini berjalan baik. Pembayaran ganti
rugi lahan yang dititipkan ke pengadilan atau konsinyasi untuk jalan tol Medan-Binjai sudah mencapai
90%.
4. Dari aspek sosial, dampak yang timbul akibat pembangunan jalan tol ini antara lain berupa
ketidakpuasan masyarakat terhadap proses pembebasan tanah, terutama menyangkut harga ganti rugi
kepada masyarakat yang tanahnya dijadikan lahan pembangunan jalan tol Medan-Binjai, konflik
horisontal terjadi karena terjadinya sikap pro dan kontra di masyarakat terhadap rencana pembangunan,
Potensi munculnya persepsi negatif masyarakat terutama apabila kegiatan proyek menimbulkan dampak
negatif terhadap aspek ekonomi, budaya, kesehatan dan lingkungan.
6. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam pembebasan jalan Tol Medan - Binjai saat ini adalah
tercapainya kesepakatan antara pemerintahdan pemilik tanah. Adapun cara pengeloalaannya adalah
dengan :
A. Rutin melaksanakan sosialisasi rencana pembangunan jalan tol kepada masyarakat disekitar lokasi
rencana jalan tol yang akan dibuat dan membuat kesepakatan proses ganti rugi tanah secara wajar dan
tidak saling merugikan untuk mengantisipasi penolakan masyarakat dan banyaknya calo tanah/perantara.
B. Pemerintah mempersiapkan dana untuk ganti rugi tanah tepat waktu sehingga proses pembayaran ganti
rugi tanah tepat waktu.
C. Pemerintah bekerjasama dengan Pemerintahan tingkat daerah yang lebih rendah seperti kecamatan,
kelurahan, RW/RT disekitar lokasi rencana jalan tol dalamrangka inventarisasi lahan masyarakat untuk
mengantisipasi adanya pembebasanlahan yang masih bersengketa atau belum jelas kepemilikan tanahnya.
5.2 Saran
Kami sebagai penulis berharap dengan adanya penelitian ini maka akan dapat di jadikan sebagai pedoman
kita untuk dapat lebih memperhatikan bagaimana permasalahan dan dampak dari pembangunan Jalan Tol.
Dan semoga dengan adanya penelitian ini dapat menjadi acuan dalam kebijakan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat khusus nya di sekitar Pembangunan Jalan Tol.
DAFTRA PUSTAKA
Fitriana, R. (2014). Studi Komparasi Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Jalan Tol
Menggunakan Metode Bina Marga 2002 dan AASHTO 1993 (Studi Kasus: Ruas Jalan Tol Solo–
Kertosono) (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Adisasmito, R. (2013). Pembangunan Pedesaan – Pendekatan Partisipati Tipologi, Strategi,
Konsep Desa Pusat Pertumbuhan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Asshiddiqie, J. (2016). Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Kompas
Badan Pengantar Jalan tol Kementerian PU dan Perumahan Rakyat. (2005). Kebijakan dan
Strategi Pembangunan Jalan Tol. Seminar Tantangan dan Strategi Truk Angkutan Barang Dalam
Menciptakan Keunggulan Bersaing. Banten: Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia.
(http://supplychainindonesia.com/new/download/529/., diunduh tanggal 4 Mei 2017)
Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (https://www.komnasham.go.id, diunduh tanggal
20 April 2017)
Djam’an, S. dan Komariah, A. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
El-Muhtaj Majda.(2007). Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD 1945
sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta: Kencana.
Hartomo dan Aziz, A. (1999). Llmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara
Herdiwanto, H dan Hamdayama, J. (2010). Cerdas, Kritis, Dan Aktif Berwaganegara:
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlangga.
Hermawan R, Rodhiatun, Al Rasyid, H. (2015). Kajian Investasi Pembangunan Jalan Tol di
Indonesia Berdasarkan Sistem Syariah: Studi Kasus Jalan Tol Cikampek-Palimanan. Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, 26 (2), 86-99.(http://digilib.mercubuana.ac.id/e-artikel1.php?
No_Artikel=0000017440, diunduh tanggal 30 Mei 2017)
Khasanah, U., Nugraha, N., & Kokotiasa, W. (2017). Dampak Pembangunan Jalan Tol Solo-
Kertosonoterhadap Hak Ekonomi Masyarakat Desa Kasreman Kecamatan Geneng Kabupaten
Ngawi. Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, 5(2), 108-120.
Soelaiman, F., Tandian, N. P., & Rosidin, N. (2006). Perancangan, Pembuatan dan Pengujian
Prototipe SKEA Menggunakan Rotor Savonius dan Windside untuk Penerangan Jalan
Tol. Bandung ITB.