Anda di halaman 1dari 10

TRILOGI KOLABORASI PENGEMBANGAN DESA PARIWISATA

(Studi kasus di Desa Alang-Alang Kecamatan Tragah Kabupaten


Bangkalan)

Diajukan Oleh :

Bisyrul Hafiy Purnomo (180521100092)

PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI


JURUSAN ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latara Belakang


Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan
kolaborasi pengembangan potensi wisata yang berada di Kabupaten Bangkalan Madura,
dan wilayahnya berada di dua desa, yakni Desa Kemuning dan Desa Alang-alang. Saat ini
sektor pariwisata di indonesia mampu menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi
masyarakat lokal maupun macanegara, dan juga mampu mengasilkan devisa yang cukup
besar. Kondisi georgrafis Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau besar dan kecil
menjadikan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati, keindahan alam, ekosistem,
ekowisata, serta berbagai keindahan sumber daya alam yang dapat dikembangkan untuk
objek wisata alam,dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber
kekayaan alam yang melimpah. Sumber daya alam yang ada di setiap daerah di Indonesia
harus dikembangkan dan dikelola secara optimal sehingga dapat dijadikan sebagai
sumber pendapatan bagi setiap daerah yang mampu mengelola sumber kekayaan alam
tersebut. Maka dari itu perlu adanya sinergi atau kerjasama yang terjalin dari berbagai
pihak seperti warga masyarakat lokal, pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya.
Potensi wisata di beberapa daerah di indonesia memiliki keunikannya masing-
masing sesuai dimana tempatnya berada seperti halnya pantai Lombang ayang ada di
Kabupaten Sumenep dimana pantai ini memiliki keunikan pohon cemara udang yang
ditumbuh di pinggir pantai nya dan juga hamparan pasir yang cukup panjang, selain di
sumenep juga terdapat wisata yang unik juga tepatnya berada di desa wisata pujon kidul
yang dikenal dengan sebutan café sawah, yang merupakan kawasan wisata yang
beranekaragam mulai dari wisata anak, kuliner, dan lain-lain, yang menyugukan
pemandangan berupa pegunungan dan persawahan dan perkebunan khas daerah tersebut.
Dalam mengelola suatu potensi wisata perlu adanya komunikasi yang baik antara tokoh
desa dan masyarakat desa setempat agar tidak terjadi kendala atau konflik dalam
pemanfaatannya.
Kolaborasi antar masyarakat dan pihak terkait sangatlah penting dalam
pengembangan potensi pariwisata, lebih-lebih apabila wisata tersebut terletak atau
berbatasan dengan desa lain, seperti halnya potensi wisata bukit anjhir yang ada di Desa
Kemuning, bukit kapur yang ditumbuhi rerumputan ini sangatlah indah ditambah dengan
adanya beberapa goa bekas tambangan warga sekitar menambah keunikan bukit ini.
Namun terdapat kendala dalam hal lokasi bukit ini berada, lokasi bukit ini berada di Desa
Kemoneng namun akses utama untuk menuju bukit ini harus melalui Desa Alang-alang,
namun komunikasi belum terjalin secara maksimal antara kedua belah pihak. Dan saat ini
progress yang dilaksanakan secara inidividu oleh Desa Kemoneng sudah mulai berjalan,
yakni setelah di didirikan tulisan di atas puncak bukit anjhir sehingga menambah kesan
menarik untuk dijadikan spot berfoto, namun masih belum dikelola secara maksimal
sehingga masyarakat dari luar desa tidak banyak yang mengetahui keindahan bukit
tersebut.
Dengan belum maksimalnya pengelolaan dan promosi bukit anjhir ini maka
wisatawan dan pemerintah daerah masih belum terlalu intens memantau perkembangan
obyek wisata bukit anjhir ini, sehingga akses untuk menuju bukit anjhir masih terbilang
sangat buruk dengan aspal yang berlubang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teoritis


Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Cooper
(2010) dalam (Ibnu Setyo Yuliardi, Anityas Dian Susanti 2021) Dimana Cooper
menjelaskan bahwa untuk melihat capaian dan keberhasilan suatu tempat wisata maka
dapat dilihat dari empat komponen utama dalam pariwisata, yaitu : Attraction (Daya
Tarik), Accesibility (Aksesibilitas), Amenity (Fasilitas), dan Ancilliary (Lembaga
Pelayanan).
1. Attraction (Daya Tarik)

Attraction atau Atraksi merupakan daya tarik potensi wisata yang menjadi suatu
andalan pada objek wisata. Dengan demikian atraksi wisata ini dapat menjadi daya
tarik yang berupa keindahan dan keunikan dari wisata untuk dapat menarik perhatian
wisatawan yang datang (Suwena and Widyatmaja 2010).

2. Accessibillity (Aksesibiltas)
Aksesibilitas dalam pariwisata sangat diperlukan, dimana hal tersebut dapat
memberikan kemudahan bagi wisatawan dalam mendapatkan akomodasi yang
memadai seperti informasi mengenai transportasi darat, laut, maupun udara. Selain itu
faktor terkait aksesibilitas ini seperti biaya transportasi, petunjuk arah,serta biaya
untuk berkunjung ke tempat wisata. Dalam hal ini informasi yang diperoleh dapat
diakses melalui internet maupun non internet (Sunaryo 2013).
3. Amenity (Fasilitas)
Pada aspek amenitas berpacu pada segala sarana dan prasarana yang terdapat pada
pariwisata. Amenitas pada suatu pariwisata merupakan fasilitas pendukung yang
dibutuhkan wisatawan selama berada di tempat wisata. Sarana dan prasarana meliputi
tersedianya akomodasi, fasilitas ibadah, penyediaan tempat makan dan minum atau
restaurant, tempat menginap, tersedianya air bersih, toilet dan lain sebagainya
(Sugiama 2011).
4. Ancillary (Lembaga Pelayanan)
Menurut (Sugiama 2011) ancillary merupakan suatu lembaga atau organisasi yang ada
pada tempat wisata. Lembaga tersebut merupakan orang-orang yang mengurus
destinasi wisata. Dimana dengan adanya lembaga dapat mempermudah sistem
pengelolaan agar tempat wisata berjalan lebih optimal. Meskipun mempunyai atraksi,
amenitas, dan ancillary yang baik, akan tetapi jika tidak ada orang yang mengatur dan
mengelola wisata maka tempat wisata tidakakan bisa berkembang dengan baik. Selain
itu adanya lembaga pelayanan guna untuk mempromosikan tempat wisata. Hal ini
bertujuan agar tempat wisata lebih dikenal oleh banyak orang (Noviarita, Kurniawan,
and Nurmalia 2021).
Pengembangan potensi pariwisata merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk menjadi salah satu aset desa sehingga dapat menjadi sumber
pendapatan asli desa tersebut. Maka dari itu perlu adanya kerjasama atau kolaborasi
antara pihak-pihak terkait dengan masyarakat lokal yang ada sehingga masalah seperti
dualisme kepemilikan lahan tidak terjadi, sehingga empat komponen diatas dapat
terpenuhi dengan saling mengisi kekurangan yang dimiliki masing-masing pihak,
yang nantinya akan sama-sama diuntungkan. Yang apabila sudah tercipta potensi
wisata yang ideal masyarakat di dua desa tersebut akan mendapatkan fasilitas seperti
berjualan makanan ataupun cinderamata di tempat wsiasata tersebut sehingga dapat
membantu perekonomian masyarakat dan desa bahkan tidak menutup kemungkinan
akan di bangunnya akses jalan raya yang bagus dan layak sehingga terciptalah
kenyamanan bagi pengunjung..
PEMBAHASAN
Menurut Goodwin dalam Ardika (2005: 20) Pengembangan pariwisata suatu
daerah akan memberikan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak tersebut akan
berpengaruh yang signifikan, baik bagi negara tujuan maupun bagi masyarakat lokal
(Goodwin, 1996). Ketimpangan ini terjadi karena sebagian besar usaha pariwisata skala
besar dimonopoli oleh pengusaha besar, selain itu kendala lain yakni diakibatkan adanya
dualisme antar dua daerah yang sama-sama memiliki visi ataupun keinginanan untuk
mengelola dan mengembangkan sumber daya alam tersebut untuk tempat wisata. Usaha
pariwisata jenis ini menetapkan berbagai standar tertentu bagi setiap aspek kegiatannya.
Pembangunan pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal baik yang terlibat
langsung maupun yang tidak terlibat langsung pada industri pariwisata (Hausler). Hal ini
dilakukan dengan bentuk memberikan kesempatan (akses) dalam manajemen dan
pembangunan pariwisata yang berujung pada pemberdayaan politis melalui kehidupan
yang lebih demokratis termasuk dalam pembagian keuntungan dari kegiatan pariwisata
yang lebih adil bagi masyarakat lokal. Gagasan ini disampaikan untuk mengkritisi
pembangunan pariwisata yang seringkali mengabaikan peran serta masyarakat lokal di
daerah tujuan wisata. Konsep community based tourism merupakan dasar dari sustainable
tourism development yang menegaskan bahwa masyarakat bukan lagi menjadi objek
pembangunan akan tetapi sebagai penentu pembangunan itu sendiri (Ardika, 2005 :33).
Setelah melalui masa-masa sulit di era pandemi masyarakat sangat antusias dalam
menyambut liburan dan dilonggarkannya PSBB, yakni dengan berkunjung ke tempat-
tempat wisata baik yang berada di daerah masing-masing ataupun di luar daerah, yang
memang menyugukan berbagai macam jenis pariwisata diantaranya seperti taman safari,
bioskop, waterboom, pemandangan alam atau bahkan hanya berkumpul bersama keluarga
di alam, dimana meskipun sudah di perbolehkan masyarakat tetap harus menerapkan
protokol kesehatan saat berwisata. Tidak dapat dipungkiri bahwasannya masyarakat lebih
memilih berwisata dengan menyaksikan pemandangan alam yang ada di pedesaan untuk
melepas stress selama masa pandemi berlangsung. Tidak dapat dipungkiri potensi wisata
alam adalah suatu kelebihan yang hanya dimiliki beberapa daerah di indonesia selain
menambah popularitas daerah tersbut juga dapat membantu perekeonomian masyarakat
setempat dengan fasilitas yang disediakan seperti tiket, toilet, tempat berjualan dan masih
banyak lagi. Beberapa daerah di indonesia memiliki keunikan pariwisatanya masing-
masing seperti halnya di Madura yang lebih di dominasi oleh wisata alam pantai dan juga
perbukitan batu kapur.
Potensi wisata di Madura sangatlah beranekaragam mulai dari pantai, perbukitan
kapur, wisata religi, wisata kuliner dan beberapa jenis wisata lainnya, namun memiliki
jarak yang cukup diantara lokasi yang satu dengan yang lainnya dan juga belum banyak
terekspos oleh media, selain hal tersebut yang menjadi pertimbangan bagi wisatawan
yakkni faktor kemanan, terdapat beberapa destinasi wisata yang menurut wisatawan
masih diragukan kemanannya, maka dari itu perlu ada pembaharuan wisata yakni dengan
mengenalkan wisata-wisata tersebut dan juga memanfaatkan sumber daya alam yang ada
sebagai obyek wisata agar mengubah stigma masyarakat tentang Madura khususnya di
Kabupaten Bangkalan.
Di Kabupaten Bangkalan tepatnya di Desa Kemoneng Kecamatan Tragah terdapat
sebuah bukit yang dikenal dengan istilah bukit anjhir, bukit ini terletak di Desa
Kemoneng (Kemuning) yang berupa bukit batu kapur yang di tumbuhi rerumputan dan
juga memiliki beberapa goa bekas galian warga sekitar, selain itu bukit anjhir juga
menyugukan pemandangan jembatan suramadu dan juga kota Bangkalan yang dapat
terlihat jelas dari atas bukit tersebut, namun bukit ini masih belum dikelola sebagai
tempat wisata sehingga kawasannya masih sangat terjaga dan asri, namun apabila
pengunjung datang masih belum adanya fasilitas seperti kamar mandi, musholla dan lain-
lain dikarenakan memang masih dalam tahap perencanaan saja. Maka dari itu tokoh
masyarakat Desa Kemoneng dan beberapa desa di sekitar seperti Desa Alang-alang juga
ikut memberikan ide atau gagasan untuk pemanafaatan bukit anjhir tersebut, dan bahkan
mengundang kepala desa dari Desa stigi Gresik, yang memang sudah memiliki destinasi
wisata sendiri juga sudah mendapatkan pendapatan yang lumayan dari adanya wisata
tersebut. Dengan diundanganya kepala Desa Stigi diharapakan memberikan pandangan
terhadap tohok masyarakat desa setempat. Namun seiring berjalannya waktu komunikasi
yang sudah terjalin di awal mengenai pengembangan bukit anjhir sebagai destinasi wisata
mulai berkurang, sehingga terjadi ketimpangan yang ada di lapangan yakni kepala Desa
Kemoneng akan mengelola sendiri bukit tersebut tanpa adanya campur tangan pihak luar,
maka dari itu dikhawatirkan terjadi kesalahpahaman antara beberapa desa tersebut.
Dengan ketimpangan yang ada di lingkungan masyarakat maka diperlukan adanya
penengah untuk membangun sinergi antara kelompok-kelompok yang bersebrangan
pendapat sehingga dapat menemukan jalan keluar atas masalah yang dihadapi. Idealnya
apabila masalah tersebut dapat diatasi maka akan muncul kemitraan antara dua pihak atau
lebih, yakni akan sama-sama melengkapi kekurangan yang dimiliki masing-masing pihak.
Maka ketika sudah terdapat jalan keluar atas masalah yang dihadapi maka dapat dibentuk
mou yang tentunya disetujui oleh pihak-pihak terkait.
Apabila kerjasama antara setiap masyarakat, tokoh desa serta pihak-pihak terkait
lainnya dapat terjalin dengan baik maka akan berdampak baik pula bagi keberlangsungan
potensi wisata yang ada di desa tersebut, dikarenakan apabila masyarakat setempat
mampu bekerjasama dalam pemanfaatan potensi alam yang ada maka tidak menutup
kemungkinan desa tempat wisata yang ada akan dikenal oleh masyarakat luas bukan
hanya dalam negeri namun juga dari mancanegara sekalipun. Selain dapat berdampak
pada perekonomian masyarakat desa, juga dapat berdampak baik untuk desa dikarenakan
dengan adanya destinasi wisata bukit anjhir ini bisa menjadi sumber pendapatan asli desa
tersebut. Selain dapat memanfaatkan keindahan alam yang ada di desanya masyarakat
juga harus mampu memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat berdampak negatif,
misalnya saja dari segi infrastruktur serta keamanan dan kenyamanan bagi pengunjung
yang sedang berwisata. Selain sarana dan prasarana obyek wisata yang baru terbentuk
juga sangat membutuhkan promosi baik secara langsung orang perorangan ataupun
melalui media sosial, agar dapat diketahui oleh masyarakat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis peneliti mengenai tilogi pengembangan desa pariwisata,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengembangan sumberdaya alam sebagai destinasi wisata dilakukan oleh beberapa


pihak diantaranya, Pemerintah Kabupaten Bangkalan serta masyarakat Kelompok
Sadar Wisata (Pokdarwis) yang ada di Desa Alanag-alang dan Desa Kemuning
2. Kolaborasi pengembangan destinasi wisata dilakukan dengan cara pihak-pihak terkait
saling melengkapi dan mengisi kekurangan satu sama lain. Sehingga terciptalah
empat komponen penting yang dibutuhkan yaitu attraction (daya tarik), accesibillity
(aksesibilitas), amenity (fasilitas), ancillary (lembaga pelayanan), dan terbentuklah
pariwisata yang ideal.
3. Akses masuk menuju tempat wisata yang kurang maksimal serta infrastruktur yang
memang belum dibangun.
4. Belum dikelolanya secara maksimal serta belum adanya promosi membuat wisata ini
masih belum diketahui banyak orang
5. Kendala yang terjadi yakni kurangnya komunikasi antara pihak satu dengan pihak
yang lain, sehingga terjadinya kesalah fahaman
Sumber

Adisasmita, Rahardjo. 2011.Manajemen Pemerintah Daerah. Yogyakarta: Graha Ilmu

Adisasmita,Raharjo.2011.Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah.


Yogyakarta:Graha Ilmu

Ardika, I Wayan. 2004. Pariwisata Bali: Membangun Pariwisata-Budaya dan Mengendalikan


Budaya Pariwisata. Bali Menuju Jagadhita: Aneka Perspektif. Denpasar: Pustaka
Bali Post.
Ibnu Setyo Yuliardi, Anityas Dian Susanti, Ratri Septana Saraswati. 2021. “Identifikasi
Kelayakan Obyek Wisata Alam Dengan Pendekatan 4A (Attraction, Amenity,
Accesibility, Dan Ancillliary).” 1(2): 36–54.

Setiawan, F., & Saefulloh, A. (2019). Kolaborasi yang dilaksanakan di kawasan wisata
dermaga Kereng Bangkirai Kota Palangka Raya. Jurnal Administratio, 10(2).

Rosidi, Abidarin. & Fajriani, Anggraeni. 2013. Reiventing Government. Yogyakarta: Penerbit
Andi

Anda mungkin juga menyukai