Diajukan Oleh :
PENDAHULUAN
Attraction atau Atraksi merupakan daya tarik potensi wisata yang menjadi suatu
andalan pada objek wisata. Dengan demikian atraksi wisata ini dapat menjadi daya
tarik yang berupa keindahan dan keunikan dari wisata untuk dapat menarik perhatian
wisatawan yang datang (Suwena and Widyatmaja 2010).
2. Accessibillity (Aksesibiltas)
Aksesibilitas dalam pariwisata sangat diperlukan, dimana hal tersebut dapat
memberikan kemudahan bagi wisatawan dalam mendapatkan akomodasi yang
memadai seperti informasi mengenai transportasi darat, laut, maupun udara. Selain itu
faktor terkait aksesibilitas ini seperti biaya transportasi, petunjuk arah,serta biaya
untuk berkunjung ke tempat wisata. Dalam hal ini informasi yang diperoleh dapat
diakses melalui internet maupun non internet (Sunaryo 2013).
3. Amenity (Fasilitas)
Pada aspek amenitas berpacu pada segala sarana dan prasarana yang terdapat pada
pariwisata. Amenitas pada suatu pariwisata merupakan fasilitas pendukung yang
dibutuhkan wisatawan selama berada di tempat wisata. Sarana dan prasarana meliputi
tersedianya akomodasi, fasilitas ibadah, penyediaan tempat makan dan minum atau
restaurant, tempat menginap, tersedianya air bersih, toilet dan lain sebagainya
(Sugiama 2011).
4. Ancillary (Lembaga Pelayanan)
Menurut (Sugiama 2011) ancillary merupakan suatu lembaga atau organisasi yang ada
pada tempat wisata. Lembaga tersebut merupakan orang-orang yang mengurus
destinasi wisata. Dimana dengan adanya lembaga dapat mempermudah sistem
pengelolaan agar tempat wisata berjalan lebih optimal. Meskipun mempunyai atraksi,
amenitas, dan ancillary yang baik, akan tetapi jika tidak ada orang yang mengatur dan
mengelola wisata maka tempat wisata tidakakan bisa berkembang dengan baik. Selain
itu adanya lembaga pelayanan guna untuk mempromosikan tempat wisata. Hal ini
bertujuan agar tempat wisata lebih dikenal oleh banyak orang (Noviarita, Kurniawan,
and Nurmalia 2021).
Pengembangan potensi pariwisata merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk menjadi salah satu aset desa sehingga dapat menjadi sumber
pendapatan asli desa tersebut. Maka dari itu perlu adanya kerjasama atau kolaborasi
antara pihak-pihak terkait dengan masyarakat lokal yang ada sehingga masalah seperti
dualisme kepemilikan lahan tidak terjadi, sehingga empat komponen diatas dapat
terpenuhi dengan saling mengisi kekurangan yang dimiliki masing-masing pihak,
yang nantinya akan sama-sama diuntungkan. Yang apabila sudah tercipta potensi
wisata yang ideal masyarakat di dua desa tersebut akan mendapatkan fasilitas seperti
berjualan makanan ataupun cinderamata di tempat wsiasata tersebut sehingga dapat
membantu perekonomian masyarakat dan desa bahkan tidak menutup kemungkinan
akan di bangunnya akses jalan raya yang bagus dan layak sehingga terciptalah
kenyamanan bagi pengunjung..
PEMBAHASAN
Menurut Goodwin dalam Ardika (2005: 20) Pengembangan pariwisata suatu
daerah akan memberikan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak tersebut akan
berpengaruh yang signifikan, baik bagi negara tujuan maupun bagi masyarakat lokal
(Goodwin, 1996). Ketimpangan ini terjadi karena sebagian besar usaha pariwisata skala
besar dimonopoli oleh pengusaha besar, selain itu kendala lain yakni diakibatkan adanya
dualisme antar dua daerah yang sama-sama memiliki visi ataupun keinginanan untuk
mengelola dan mengembangkan sumber daya alam tersebut untuk tempat wisata. Usaha
pariwisata jenis ini menetapkan berbagai standar tertentu bagi setiap aspek kegiatannya.
Pembangunan pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal baik yang terlibat
langsung maupun yang tidak terlibat langsung pada industri pariwisata (Hausler). Hal ini
dilakukan dengan bentuk memberikan kesempatan (akses) dalam manajemen dan
pembangunan pariwisata yang berujung pada pemberdayaan politis melalui kehidupan
yang lebih demokratis termasuk dalam pembagian keuntungan dari kegiatan pariwisata
yang lebih adil bagi masyarakat lokal. Gagasan ini disampaikan untuk mengkritisi
pembangunan pariwisata yang seringkali mengabaikan peran serta masyarakat lokal di
daerah tujuan wisata. Konsep community based tourism merupakan dasar dari sustainable
tourism development yang menegaskan bahwa masyarakat bukan lagi menjadi objek
pembangunan akan tetapi sebagai penentu pembangunan itu sendiri (Ardika, 2005 :33).
Setelah melalui masa-masa sulit di era pandemi masyarakat sangat antusias dalam
menyambut liburan dan dilonggarkannya PSBB, yakni dengan berkunjung ke tempat-
tempat wisata baik yang berada di daerah masing-masing ataupun di luar daerah, yang
memang menyugukan berbagai macam jenis pariwisata diantaranya seperti taman safari,
bioskop, waterboom, pemandangan alam atau bahkan hanya berkumpul bersama keluarga
di alam, dimana meskipun sudah di perbolehkan masyarakat tetap harus menerapkan
protokol kesehatan saat berwisata. Tidak dapat dipungkiri bahwasannya masyarakat lebih
memilih berwisata dengan menyaksikan pemandangan alam yang ada di pedesaan untuk
melepas stress selama masa pandemi berlangsung. Tidak dapat dipungkiri potensi wisata
alam adalah suatu kelebihan yang hanya dimiliki beberapa daerah di indonesia selain
menambah popularitas daerah tersbut juga dapat membantu perekeonomian masyarakat
setempat dengan fasilitas yang disediakan seperti tiket, toilet, tempat berjualan dan masih
banyak lagi. Beberapa daerah di indonesia memiliki keunikan pariwisatanya masing-
masing seperti halnya di Madura yang lebih di dominasi oleh wisata alam pantai dan juga
perbukitan batu kapur.
Potensi wisata di Madura sangatlah beranekaragam mulai dari pantai, perbukitan
kapur, wisata religi, wisata kuliner dan beberapa jenis wisata lainnya, namun memiliki
jarak yang cukup diantara lokasi yang satu dengan yang lainnya dan juga belum banyak
terekspos oleh media, selain hal tersebut yang menjadi pertimbangan bagi wisatawan
yakkni faktor kemanan, terdapat beberapa destinasi wisata yang menurut wisatawan
masih diragukan kemanannya, maka dari itu perlu ada pembaharuan wisata yakni dengan
mengenalkan wisata-wisata tersebut dan juga memanfaatkan sumber daya alam yang ada
sebagai obyek wisata agar mengubah stigma masyarakat tentang Madura khususnya di
Kabupaten Bangkalan.
Di Kabupaten Bangkalan tepatnya di Desa Kemoneng Kecamatan Tragah terdapat
sebuah bukit yang dikenal dengan istilah bukit anjhir, bukit ini terletak di Desa
Kemoneng (Kemuning) yang berupa bukit batu kapur yang di tumbuhi rerumputan dan
juga memiliki beberapa goa bekas galian warga sekitar, selain itu bukit anjhir juga
menyugukan pemandangan jembatan suramadu dan juga kota Bangkalan yang dapat
terlihat jelas dari atas bukit tersebut, namun bukit ini masih belum dikelola sebagai
tempat wisata sehingga kawasannya masih sangat terjaga dan asri, namun apabila
pengunjung datang masih belum adanya fasilitas seperti kamar mandi, musholla dan lain-
lain dikarenakan memang masih dalam tahap perencanaan saja. Maka dari itu tokoh
masyarakat Desa Kemoneng dan beberapa desa di sekitar seperti Desa Alang-alang juga
ikut memberikan ide atau gagasan untuk pemanafaatan bukit anjhir tersebut, dan bahkan
mengundang kepala desa dari Desa stigi Gresik, yang memang sudah memiliki destinasi
wisata sendiri juga sudah mendapatkan pendapatan yang lumayan dari adanya wisata
tersebut. Dengan diundanganya kepala Desa Stigi diharapakan memberikan pandangan
terhadap tohok masyarakat desa setempat. Namun seiring berjalannya waktu komunikasi
yang sudah terjalin di awal mengenai pengembangan bukit anjhir sebagai destinasi wisata
mulai berkurang, sehingga terjadi ketimpangan yang ada di lapangan yakni kepala Desa
Kemoneng akan mengelola sendiri bukit tersebut tanpa adanya campur tangan pihak luar,
maka dari itu dikhawatirkan terjadi kesalahpahaman antara beberapa desa tersebut.
Dengan ketimpangan yang ada di lingkungan masyarakat maka diperlukan adanya
penengah untuk membangun sinergi antara kelompok-kelompok yang bersebrangan
pendapat sehingga dapat menemukan jalan keluar atas masalah yang dihadapi. Idealnya
apabila masalah tersebut dapat diatasi maka akan muncul kemitraan antara dua pihak atau
lebih, yakni akan sama-sama melengkapi kekurangan yang dimiliki masing-masing pihak.
Maka ketika sudah terdapat jalan keluar atas masalah yang dihadapi maka dapat dibentuk
mou yang tentunya disetujui oleh pihak-pihak terkait.
Apabila kerjasama antara setiap masyarakat, tokoh desa serta pihak-pihak terkait
lainnya dapat terjalin dengan baik maka akan berdampak baik pula bagi keberlangsungan
potensi wisata yang ada di desa tersebut, dikarenakan apabila masyarakat setempat
mampu bekerjasama dalam pemanfaatan potensi alam yang ada maka tidak menutup
kemungkinan desa tempat wisata yang ada akan dikenal oleh masyarakat luas bukan
hanya dalam negeri namun juga dari mancanegara sekalipun. Selain dapat berdampak
pada perekonomian masyarakat desa, juga dapat berdampak baik untuk desa dikarenakan
dengan adanya destinasi wisata bukit anjhir ini bisa menjadi sumber pendapatan asli desa
tersebut. Selain dapat memanfaatkan keindahan alam yang ada di desanya masyarakat
juga harus mampu memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat berdampak negatif,
misalnya saja dari segi infrastruktur serta keamanan dan kenyamanan bagi pengunjung
yang sedang berwisata. Selain sarana dan prasarana obyek wisata yang baru terbentuk
juga sangat membutuhkan promosi baik secara langsung orang perorangan ataupun
melalui media sosial, agar dapat diketahui oleh masyarakat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis peneliti mengenai tilogi pengembangan desa pariwisata,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Setiawan, F., & Saefulloh, A. (2019). Kolaborasi yang dilaksanakan di kawasan wisata
dermaga Kereng Bangkirai Kota Palangka Raya. Jurnal Administratio, 10(2).
Rosidi, Abidarin. & Fajriani, Anggraeni. 2013. Reiventing Government. Yogyakarta: Penerbit
Andi