BAB I
PENDAHULUAN
1
2
memiliki potensi pertanian serta keindahan panorama alam yang sangat bervariatif
(Budiasa, 2011). Salah satu daerah yang memiliki potensi ini adalah Banjar Dinas
Temukus, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Letaknya
yang berada di Kawasan Gunung Agung yakni berjarak kurang lebih enam
kilometer dari kawah Gunung Agung menjadikan desa ini memiliki tanah yang
subur untuk pertanian, dan salah satu komoditas yang banyak ditanam oleh
masyarakat adalah Bunga Kasna dengan ciri khas berwarna putih yang digunakan
sebagai sarana upacara oleh masyarakat Hindu di Bali. Potensi ini kemudian
dimaanfaatkan oleh kelompok masyarakat di Banjar Dinas Temukus dengan
menggagas terbentuknya Taman Edelweis. Dinamakan Taman Edelweis karena
setelah dilakukan konsultasi dan penelitian oleh pihak Kebun Raya Eka Karya
Bali Bunga Kasna ini merupakan salah satu jenis Bunga Edelweis.
Proses pengembangan dan pengelolaan objek wisata Taman Edelweis bukan
tanpa kendala, selain potensi yang dimiliki banyak juga kendala yang dihadapi
oleh pengelola dalam mengembangkan wisata ini mulai dari lokasi yang
merupakan daerah rawan bencana letusan Gunung Agung karena jaraknya yang
sangat dekat dengan kawah Gunung Agung sampai dengan bagaimana membuat
masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam proses pengembangannya karena
psikologi masyarakat yang masih takut terhadap akan datangnya bencana serta
rendahnya rata-rata tingkat Pendidikan masyarakat setempat. Mengatasi hal
tersebut tetunya pengelola mempunyai dan melakukan strategi-strategi yang
digunakan sehingga Taman Edelweis dapat berkembang sampai saat ini. Untuk itu
menarik dilakukan penelitian lapangan terkait dengan strategi yang dikembangkan
oleh pengelola Taman Edelweis di Desa Temukus, Kecamatan Rendang,
Kabupaten Karangasem mulai dari bagaimana awal berdirinya, bentuk kerjasama
yang dilakuakn dengan petani dan masyarakat setempat, bagaimana sistem
promosinya, kendala-kendala yang dihadapi, teknis pengelolaan sampai pada
pengembangan dan inovasi kedepannya yang akan dilakukan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian lapangan ini
adalah sebagai berikut:
1. Menganalisa SWOT pada Taman Edelweis Bali.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agrowisata
2.1.1 Pengertian Agrowisata
Agrowisata merupakan terjemahan dari istilah bahasa inggris,
Agrotourism. Agro berarti pertanian dan tourism berarti pariwisata/
kepariwisataan. Agrowisata adalah berwisata ke daerah pertanian. Pertanian
dalam arti luas mencakup pertanian rakyat, perkebunan, peternakan, dan
perikanan (Sudiasa, 2005). Dikatakan oleh Yoeti (2000) bahwa agrowisata
merupakan salah satu alternatif potensial untuk dikembangkan di desa. Kemudian
batasan mengenai agrowisata dinyatakan bahwa agrowisata adalah suatu jenis
pariwisata yang khusus menjadikan hasil Pertanian, Peternakan, Perkebunan
sebagai daya tarik bagi wisatawan.
Sesungguhnya, agrowisata merupakan kegiatan yang berupaya
mengembangkan sumberdaya alam suatu daerah yang memiliki potensi di bidang
pertanian untuk dijadikan kawasan wisata. Potensi yang terkandung tersebut harus
dilihat dari segi lingkungan alam, letak geografis, jenis produk atau komoditas
pertanian yang dihasilkan, serta sarana dan prasarananya (Sumarwoto, 1990).
Pengembangan agrowisata pada hakekatnya merupakan upaya terhadap
pemanfaatan potensi atraksi wisata pertanian. Berdasarkan surat keputusan (SK)
bersama para antara Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi dan Menteri
Pertanian No. KM.47/PW.DOW/MPPT-89 dan No. 204/KPTS/HK050/4/1989
Agrowisata sebagai objek wisata, diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang
memanfaatkan usaha pertanian sebagai objek wisata dengan tujuan untuk
memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi dan hubungan usaha di bidang
pertanian. Agrowisata diberi batasan sebagai wisata yang memanfaatkan objek-
objek pertanian (Tirtawinata dan Fachruddin, 1996).
2.1.2 Potensi Pengembangan Agrowisata
5
e. Prasarana Pendukung
Untuk meningkatkan daya tarik agrowisata yang dikembangkan, selain
memerlukan sarana jalan juga transportasi yang memudahkan pencapaian
objek wisata, kebutuhan lainnya yang diperlukan adalah prasarana pendukung
seperti air bersih, tenaga listrik, sarana komunikasi, akomodasi, rumah makan,
pos keamanan untuk menambah rasa aman bagi pengunjung, sehingga pihak
wisatawan betah berlama-lama di kawasan agrowisata tersebut.
2.2 SWOT
Menurut BPS, analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun
eksternal suatu organisasi/masyarakat yang selanjutnya akan digunakan sebagai
dasar untuk merancang strategi dan program kerja. Analisis internal meliputi
penilaian terhadap faktor kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness).
sementara, analisis eksternal mencakup faktor peluang (opportunity) dan
tantangan (threaths).
Start dan Hovland (n.d) mengatakan analisis SWOT adalah instrumen
perencanaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan
dan kelemahan dan kesempatan eksternal dan ancaman, instrumen ini
memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk
melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang
bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka. Analisis
SWOT ini terbagi atas analisis kualitatif dan kuantitatif.
2.2.1 Pendekatan Kualitatif Matriks SWOT
Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan oleh
Kearns dalam Suadnyana (2019) menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling
atas adalah kotak faktor eksternal (peluang dan tantangan) sedangkan dua kotak
sebelah kiri adalah faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Empat kotak lainnya
merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara
faktor-faktor internal dan eksternal.
8
1. Comparative Advantages
Sel ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga
memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa berkembang lebih
cepat.
2. Mobilization
Sel ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Disini harus
dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan organisasi
untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut, bahkan kemudian mengubah
ancaman itu menjadi sebuah peluang.
3. Divestment/Investment
Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang dari luar.
Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada situasi yang kabur. Peluang
yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena
kekuatan yang ada tidak cukup untuk menggarapnya. Pilihan keputusan yang
diambil adalah (melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain)
atau memaksakan menggarap peluang itu (investasi).
4. Damage Control
Sel ini merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel karena merupakan
pertemuan antara kelemahan organisasi dengan ancaman dari luar, dan
karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana yang besar bagi
organisasi. Strategi yang harus diambil adalah Damage Control
(mengendalikan kerugian) sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang
diperkirakan.
Tabel 1
Matriks Kualitatif Analisis SWOT
EKSTERNAL
OPPORTUNITY TREATHS
(Peluang) (Ancaman)
INTERNAL
9
STRENGTH
Comparative Advantage Mobilization
(Kekuatan)
WEAKNESS
Divestment/Investment Damage Control
(Kelemahan
Sumber: Hisyam dalam Suadnyana (2019)
BAB III
METODE PENELITIAN
peluang dan ancaman. Selanjutnya hubungan antara faktor internal dan faktor
eksternal dijabarkan berdasarkan matrik SWOT.
BAB IV
9
GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIKUM
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
14
to do) selain berfoto.; c) belum tersedia suvenir (selain tanaman) yang autentik
dengan destinasi wisata; d) minimnya sumber daya manajerial; dan e)
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.
5.1.2 Faktor Eksternal
Pada faktor eksternal, peluang dan ancaman diidentifikasi berdasarkan
survei lapangan dan dihubungkan dengan data-data sekunder yang mendukung.
David dalam Yuliantari (2015) mengemukakan bahwa telaah peluang mengacu
pada situasi yang menguntungkan perusahaan/organisasi, seperti perubahan
teknologi dan meningkatnya hubungan dengan mitra (contoh: pemasok/pembeli
produk). David juga mengemukakan pada faktor ancaman, dikaji berdasarkan
situasi penting yang dapat mengganggu perusahaan bagi prosesi sekarang atau
yang akan datang, salah satu contohnya adalah perubahan/revisi peraturan
pemerintah. Identidikasi peluang dan ancaman Taman Edelweis Bali adalah
sebagai berikut.
1. Peluang Taman Edelweis Bali
Terdapar delapan hal yang teridentifikasi sebagai peluang Taman Edelweis
Bali, yaitu: a) tren kunjungan wisatawan ke Bali meningkat 9,69% pada bulan
Oktobber 2019 jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada Tahun 2018
(BPS, 2019); b) mulai lahir permintaan bibit Edelweis sebagai dekorasi hotel,
restoran, dan/atau villa; c) peluang peningkatan kunjungan wisatawan melalui
kerjasama dengan travel dengan sistem bagi hasil; d) ketersediaan teknologi
mutakhir untuk efektifitas manajerial dan pemasaran; e) adanya upaya
pemerintah Provinsi Bali dalam rangka melestarikan kearifan lokal
(kebudayaan) Bali; f) adanya upaya pemerintah untuk mengembangkan
kewirausahaan melalui bantuan, pendampingan; even, perlombaan, dan
penghargaan; dan g) program pemerintah yang intensif dalam rangka
pemerataan pembangunan (fasilitas/infrastruktur).
2. Ancaman Taman Edelweis
Hal-hal yang dapat mengganggu Taman Edelweis Bali yaitu: a) erupsi Gunung
Agung; b) isu/kampanye negatif mengenai pariwisata Bali seperti Fordo’s No
List 2020 yang mencantumkan Bali pada daftar destinasi yang lebih baik
dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi1; dan c) mulai lahir pesaing-pesaing
dengan daya tarik wisata serupa dan lokasi berdekatan.
15
1 Kompas.com. 2019. Bali Disarankan Tidak Dikunjungi pada 2020 oleh Media Wisata AS
(edisi: 19/11/2019), https://travel.kompas.com/read/2019/11/19/095951127/bali-
disarankan-tidak-dikunjungi-pada-2020-oleh-media-wisata-as?page=all.
menyisipkan aksara Bali pada setiap wahana yang sekaligus dapat dijadikan
media edukasi wisatawan. Sastra-sastra (cerita) yang berkaitan dengan Besakih
(Gunung Agung) juga dapat dimunculkan pada Taman Edelweis sebagi daya
tarik khusus dan tidak dapat dijumpai di daerah lain. Peluang-peluang tersebut
rasional untuk direalisasikan mengingat Taman Edelweis Bali kuat pada aspek
SDM: terdapat intelektualitas muda yang mampu dan dipercaya untuk menjadi
katalisator inovasi pada Taman Edelweis Bali; masyarakat cenderung
bertanggung jawab pada usahanya; masyarakat mudah diatur; dan SDM
pekerjaan fisik masih tersedia dengan baik.
2. Mobilization pada Taman Edelweis Bali
Mobilization merupakan sel yang dterbentuk akibat pertemuan kekuatan dan
ancaman, yaitu posisi perusahaan harus mengupayakan mobilisasi kekuatan
perusahaan untuk memperlunak ancaman, bahkan mengubah ancaman itu
menjadi sebuah peluang. Misalnya pertama, membantah isu-isu (kampanye)
negative mengenai pariwisata Bali melalui implementasi dan bukti nyata
bahwa destinasi pariwisata Bali khususnya Taman Edelweis Bali layak untuk
dikunjungi, sehingga melahirkan citra (branding) positif dan memungkinkan
wisatawan untuk berkunjung kemmbali. Kedua, lahirnya destinasi-destinasi
serupa dalam satu wilayah dengan paradigma kompetitif, dapat dikonversi
menjadi paradigma kolaboratif. Antar destinasi disekitaran Taman Edelweis
Bali sebenarnya dapat dijadikan paket wisata yang besar dengan pembagian
tugas per masing-masing kelompok yang memungkinkan ketersediaan
kebutuhan wisatawan secara lengkap. Ketiga mengenai ancaman erupsi
Gunung Agung memang susah dimobilisasi menjadi peluang karena
menyangkut trauma psikologis masyarakat, namun dapat diantisipasi melalui
perancangan mitigasi resiko atau mitigasi bencana.Melalui rancangan dan
pelatihan mitigasi bencana, seandaikan hal yang tidak diinginkan terjadi (erupsi
Gunung Agung), kerugian baik material maupun moral dapat diminimalisir.
3. Divestment/investment pada Taman Edelweis Bali
17
Pada posisi ini (pertemuan antara kelemahan dan peluang) peluang yang
tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan
yang ada tidak cukup untuk menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil
adalah melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain atau
memaksakan menggarap peluang itu (investasi). Pada kasus Taman Edelweis
Bali, pilihan yang seharusnya diambil adalah investasi secara bertahap dan
berkelanjutan. Bentuk investasi tidak selalu identik dengan finansial, namun
juga investasi moral. Misalnya, pembuktian keberhasilan memberikan dampak
positif kepada masyarakat sekaligus pendekatan agar pemerintah mau
membantu fasilitas infrastruktur jalan memadai demi kenyamanan wisatawan.
Investasi moral selanjutnya adalah motivasi kepada masyarakat, khususnya
pemuda agar terbentuk paradigma pentingnya melanjutkan ke jenjang
pendidikan tinggi, sehingga kedepan Taman Edelweis Bali memiliki juga
sumber daya manajerial yang mumpuni dan mampu memetakan peluang di
masa depan.
4. Demage control Taman Edelweis Bali
Sel ini merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel karena merupakan
pertemuan antara kelemahan perusahaan dengan ancaman dari luar, dan
karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana yang besar bagi
organisasi. Strategi yang harus diambil adalah damage control (mengendalikan
kerugian) sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan. Pada
Taman Edelweis Bali, posisi ini terjadi masih kurangnya SDM manajerial
dibalik ancaman-ancaman yang mungkin terjadi. SDM manajerial yang
mumpuni baru satu orang, yaitu pak Nengah Sweca, sementara itu ancaman
yang harus dihadapi berupa kampanye negatif; pesaing; bahkan bencana erupsi
Gunung Agung. Demage control yang dapat dilakukan untuk sementara waktu
adalah merekrut SDM manajerial dari luar desa untuk sementara waktu, sampai
pada akhirnya SDM lokal siap untuk menghandle posisi tersebut. Perekrutan
SDM mumpuni selain dapat memperkuat pondasi manajerial, juga
memungkinkan terjadi alih teknologi (pengetahuan) kepada masyarakat sekitar.
18
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, adapun kesimpulan dari makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Pada faktor internal, kekuatan Taman Edelweis Bali lebih banyak jika
dibandingkan dengan kelemahannya. Sementara itu pada faktor eksternal,
peluang Taman Edelweis Bali juga lebih banyak jika dibandingkan ancaman
yang mungkin terjadi. Oleh sebab itu, dengan strategi yang tepat Taman
Edelweis Bali potensial untuk dikembangkan.
2. Berdasrkan hubungan antara faktor internal dan eksternal, belum ditemukan
situasi yang mengakibatkan Taman Edelweis Bali stagnan. Kekuatan dan
peluang yang dimiliki Taman Edelweis Bali masih potensial dimobilisasi untuk
menekan kelemahan dan ancaman. Investasi-investasi pada Taman Edelweis
Bali juga masih rasional untuk dijalankan.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, adapun hal-hal yang direkomendasikan
adalah sebagai berikut.
1. Peluang pasar wisatawan dapat diserap melalui pengoptimalan kemajuan
teknologi (mengarah ke 4.0) sebagai media promosi dan manajerial; penawaran
(audiensi) bekerjasama ke travel-travel untuk merancang paket wisata yang
mencantumkan Taman Edelweis Bali.
2. Menyambut program pemerintah melalui implementasi peraturan-peraturan
yang mampu memberikan branding positif pada perusahaan, misalnya Pergub
Bali No. 80 Tahun 2018 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Bali; serta Pergub
Bali No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbunan Sampah Plastik Sekali
Pakai.
19
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2019. Statistik Indonesia. Jakarta BPS Provinsi Bali. 2019. Statistik Provinsi
Bali. Denpasar
.
Budiasa, I Wayan. 2011. Konsep dan Potensi Pengembangan Agrowisata di Bali.
DwijenAgro 2 (1).
Putra, I Nyoman Darma. (2004). Bali Menuju Jagadhita. Denpasar: Pustaka Bali
Post.
Wahab, Salah and John J. Piagram. (1997). Tourism Development and Growth
(The Challenge of Sustainability). New York: Broutledge.
Yuliantari, Kartika. 2015. Analisis Swot Pada PT Bank Dinar Indonesia Tbk.
Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Sarana Informatika Jakarta dalam
http://lppm.bsi.ac.id/SNIT2015/BidangB/B01_1-7_2015-
SNIT_KartikaYuliantari%20_ANALISIS%20%20SWOT%20MATRIKS
21