Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bali sampai saat ini masih merupakan destinasi wisata yang masih
diminati oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Menurut data BPS
tahun 2019, Wisatawan mancanegara (wisman) yang datang langsung ke Provinsi
Bali pada tahun 2018 tercatat sebanyak 6.070.473 kunjungan, dengan tingkat
pertumbuhan 6,54 % dari tahun sebelumnya. Tren yang berkembang saat ini
adalah wisatawan yang datang ke Bali tidak saja menikmati keunikan sosial
budaya tetapi juga menaruh perhatian terhadap lingkungan dan kehidupan
pedesaan serta wisata yang dapat dinikmati bersama keluarga. Hal ini tentunya
menjadi peluang bagi pelaku pariwisata di Bali untuk meningkatkan
kreativitasnya dalam mengembangkan pariwisata yang menawarkan keindahan
lingkungan dan suasana pedesaan dan dapat membawa serta keluarga. Kemudian
yang menjadi tantangan para pelaku wisata adalah bagaimana menciptakan
pariwisata yang berkelanjutan yang mampu membuat wisatawan tidak bosan
untuk berkunjung kembali atau dengan kata lain dapat berkunjung lebih dari satu
kali.
Mengembangkan konsep wisata alam pedesaan tentunya sektor pariwisata
tidak dapat berdiri sendiri, perlu adanya dukungan dari sektor lain seperti sektor
pertanian. Hal ini karena pariwisata pedesaan tidak bisa lepas dari aktivitas
pertanian. Agrowisata adalah sebuah inovasi bisnis yang mengkombinasikan
aktivitas on-farm, off-farm, dan non-farm dalam sistem usahatani untuk menarik
minat wisatawan datang ke usahatani tersebut serta menawarkan pengalaman bagi
wisatawan yang merangsang peningkatan aktivitas ekonomi serta berdampak pada
peningkatan pendapatan usahatani dan masyarakat (Budiasa, 2011).
Pengembangan agrowisata, yang dapat berbasis pada modal (capital-based
agritourism) dan atau masyarakat (community based agritourism), membutuhkan
infrastruktur dan fasilitas dasar serta lokasi yang strategis dengan latar belakang
panorama alam yang indah, dan berdampak sosio-psikologis, ekonomis, dan
lingkungan. Bali memiliki peluang melakukan inovasi bisnis tersebut karena Bali
adalah salah satu tujuan utama wisatawan domestik dan mancanegara dan

1
2

memiliki potensi pertanian serta keindahan panorama alam yang sangat bervariatif
(Budiasa, 2011). Salah satu daerah yang memiliki potensi ini adalah Banjar Dinas
Temukus, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Letaknya
yang berada di Kawasan Gunung Agung yakni berjarak kurang lebih enam
kilometer dari kawah Gunung Agung menjadikan desa ini memiliki tanah yang
subur untuk pertanian, dan salah satu komoditas yang banyak ditanam oleh
masyarakat adalah Bunga Kasna dengan ciri khas berwarna putih yang digunakan
sebagai sarana upacara oleh masyarakat Hindu di Bali. Potensi ini kemudian
dimaanfaatkan oleh kelompok masyarakat di Banjar Dinas Temukus dengan
menggagas terbentuknya Taman Edelweis. Dinamakan Taman Edelweis karena
setelah dilakukan konsultasi dan penelitian oleh pihak Kebun Raya Eka Karya
Bali Bunga Kasna ini merupakan salah satu jenis Bunga Edelweis.
Proses pengembangan dan pengelolaan objek wisata Taman Edelweis bukan
tanpa kendala, selain potensi yang dimiliki banyak juga kendala yang dihadapi
oleh pengelola dalam mengembangkan wisata ini mulai dari lokasi yang
merupakan daerah rawan bencana letusan Gunung Agung karena jaraknya yang
sangat dekat dengan kawah Gunung Agung sampai dengan bagaimana membuat
masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam proses pengembangannya karena
psikologi masyarakat yang masih takut terhadap akan datangnya bencana serta
rendahnya rata-rata tingkat Pendidikan masyarakat setempat. Mengatasi hal
tersebut tetunya pengelola mempunyai dan melakukan strategi-strategi yang
digunakan sehingga Taman Edelweis dapat berkembang sampai saat ini. Untuk itu
menarik dilakukan penelitian lapangan terkait dengan strategi yang dikembangkan
oleh pengelola Taman Edelweis di Desa Temukus, Kecamatan Rendang,
Kabupaten Karangasem mulai dari bagaimana awal berdirinya, bentuk kerjasama
yang dilakuakn dengan petani dan masyarakat setempat, bagaimana sistem
promosinya, kendala-kendala yang dihadapi, teknis pengelolaan sampai pada
pengembangan dan inovasi kedepannya yang akan dilakukan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian lapangan ini
adalah sebagai berikut:
1. Menganalisa SWOT pada Taman Edelweis Bali.
3

2. Menyusun strategi pengembangan sederhana pada Taman Edelweis Bali


melalui matrik SWOT.
1.3 Manfaat
1. Manfaat praktis, diharapkan dapat bermanfaat memberikan sumbangan
pemikiran dan masukan bagi pengelolaan Taman Edelweis.
2 Manfaat akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dapat
menambah wawasan dan pengalaman penulis secara langsung tentang
pengelolaan agrowisata serta bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agrowisata
2.1.1 Pengertian Agrowisata
Agrowisata merupakan terjemahan dari istilah bahasa inggris,
Agrotourism. Agro berarti pertanian dan tourism berarti pariwisata/
kepariwisataan. Agrowisata adalah berwisata ke daerah pertanian. Pertanian
dalam arti luas mencakup pertanian rakyat, perkebunan, peternakan, dan
perikanan (Sudiasa, 2005). Dikatakan oleh Yoeti (2000) bahwa agrowisata
merupakan salah satu alternatif potensial untuk dikembangkan di desa. Kemudian
batasan mengenai agrowisata dinyatakan bahwa agrowisata adalah suatu jenis
pariwisata yang khusus menjadikan hasil Pertanian, Peternakan, Perkebunan
sebagai daya tarik bagi wisatawan.
Sesungguhnya, agrowisata merupakan kegiatan yang berupaya
mengembangkan sumberdaya alam suatu daerah yang memiliki potensi di bidang
pertanian untuk dijadikan kawasan wisata. Potensi yang terkandung tersebut harus
dilihat dari segi lingkungan alam, letak geografis, jenis produk atau komoditas
pertanian yang dihasilkan, serta sarana dan prasarananya (Sumarwoto, 1990).
Pengembangan agrowisata pada hakekatnya merupakan upaya terhadap
pemanfaatan potensi atraksi wisata pertanian. Berdasarkan surat keputusan (SK)
bersama para antara Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi dan Menteri
Pertanian No. KM.47/PW.DOW/MPPT-89 dan No. 204/KPTS/HK050/4/1989
Agrowisata sebagai objek wisata, diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang
memanfaatkan usaha pertanian sebagai objek wisata dengan tujuan untuk
memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi dan hubungan usaha di bidang
pertanian. Agrowisata diberi batasan sebagai wisata yang memanfaatkan objek-
objek pertanian (Tirtawinata dan Fachruddin, 1996).
2.1.2 Potensi Pengembangan Agrowisata
5

Pengembangan agrowisatan harus mempertimbangkan daya dukung


lingkungan setempat dan konsep pemerataan pembangunan agar tidak terjadi
penyimpangan terhadap konsep RUTR (Rencana Umum Tata Ruang).
Pengembangan sektor pariwisata tidak hanya berupa pembangunan hotel, restoran
ataupun industri pariwisata lainnya. Namun juga ditujukan untuk pembangunan
4
dan pembinaan terhadap berbagai atraksi objek, serta daya tarik wisata termasuk
pembinaan dan penataan terhadap lingkungan (Suparta dkk,1995).
PANJATAP (Panitia Kerja Tetap) Komisi Agrowisata menyebutkan, ada
beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam pengembangan agrowisata, sebagai
berikut, (Gunawan, 2016). Unsur Atraksi Wisata
a. Pesona Agrowisata
Daerah agrowisata memiliki kekhasan tersendiri yang mungkin tidak ditemui
di daerah lainnya yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke
kawasan tersebut. Pesona agrowisata tersebut dapat dilihat dari kondisi
lingkungan, spesies/varietas tanaman atau hewan ternak tertentu yang
dibudidayakan atau dimanfaatkan, nilai historis yang berhubungan dengan
keberadaan spesies/varietas tersebut. Wisatawan juga dapat mencoba cara-cara
atau teknik yang disiapkan petani dalam usaha taninya wisatawan juga dapat
menikmati rasa produk pertanian yang segar maupun hasil olahnnya di
kawasan agrowisata.
b. Kegiatan Wisata lain di Objek Wisata
Kegiatan lain yang dapat dilakukan di objek agrowisata, selain kegiatan dalam
agrowisata antara lain: kegiatan petik buah, sayuran dan lain-lain. Kegiatan
budidaya seperi, membajak sawah, menanam padi, panen. Mereka juga dapat
melakukan aktivitas seperti: jalan-jalan melewati jalan setapak, kegiatan
olahraga sepeda gunung, arum jeram, acara berkemah, menyaksikan panorama
alam seperti matahari terbit, matahari tenggelam, dan berenang di kolam
renang, dan juga menikmati kebudayaan masyarakat setempat.
c. Pelayanan Agrowisata
Unsur pelayanan agrowisata ini bertujuan memudahkan dan memberikan rasa
nyaman kepada wisatawan selama berkunjung ke kawasan agrowisata. Adapun
pelayanan agrowisata yang dimaksud sebagai berikut:
a. Sistem pelayanan informasi
6

Pelayanan informasi yang dimaksud yaitu pemberian informasi secara lisan


tentang objek agrowisata, dan objek yang dapat dikunjungi tentang atau tata
cara berkunjung ke objek wisata yang termuat dalam buku panduan. Buku
panduan yang berisi informasi lengkap dan detail tentang objek agrowisata
serta tata cara berkunjung yaitu, tata krama selama berkunjung dan setekah
meninggalkan objek agrowisata. Buku panduan tersebut berfungsi untuk
mengatur pengunjung (wisatawan), menghindari kerusakan objek agrowisata
dan untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pengunjung (wisatawan) dalam
menikmati objek agrowisata.
b. Sarana dan Prasarana
Memberikan kemudahan kepada wisatawan selama berkunjung ke suatu objek
agrowisata. Prasarana seperti jalan raya, jalan setapak (di kawasan kebun) dan
transportasi mutlak perlu mendapat perhatian. Demikian juga sarana seperti
penginapan, toilet, sarana komunikasi, rumah makan dan fasilitas lain yang
sangat membantu kenyamanan wisatawan di kawasan wisata.
c. Pengelolaan agrowisata
Pengembangan atau penataan suatu kawasan agrowisata membutuhkan
koordinasi mulai dari tingkat perencanaan, pengembangan pengelolaan, sampai
dengan pengawasan dan pengendalian. Unsur pengelolaan ini dapat dilihat dari
sistem pengelolaan objek agrowisata secara keseluruhan, teknologi yang
dipergunakan dalam pengelolaan objek agrowisata, tata laksana budidaya,
sistem promosi dan pemasaran objek agrowisata.
Keterkaitan dengan lembaga lain khususnya dalam pengembangan agrowisata
yang berhubungan dengan tugas dan wewenang dari berbagai instansi seperti:
Departemen Pertanian, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Pemda,
Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian Kalangan Usaha (ASITA, PHRI),
serta masyarakat.
d. Peranan Masyarakat
Keikutsertaan peran masyarakat setempat dalam berbagai kegiatan yang
menunjang usaha agrowisata sangat diperlukan. Peran serta tersebut dapat
diwujudkan berupa: sebagai tenaga kerja (pemandu, pelayanan atau yang
lainnya) sebagai pemasok fasilitas dn tempat berjualan cendremata dari
kerajinan masyarakat setempat. Masyarakat juga dapat menyajikan atraksi seni
7

budaya setempat seperti tari tradisional, serta menyajikan makanan, minuman


tradisional dan musik khas daerah setempat.

e. Prasarana Pendukung
Untuk meningkatkan daya tarik agrowisata yang dikembangkan, selain
memerlukan sarana jalan juga transportasi yang memudahkan pencapaian
objek wisata, kebutuhan lainnya yang diperlukan adalah prasarana pendukung
seperti air bersih, tenaga listrik, sarana komunikasi, akomodasi, rumah makan,
pos keamanan untuk menambah rasa aman bagi pengunjung, sehingga pihak
wisatawan betah berlama-lama di kawasan agrowisata tersebut.
2.2 SWOT
Menurut BPS, analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun
eksternal suatu organisasi/masyarakat yang selanjutnya akan digunakan sebagai
dasar untuk merancang strategi dan program kerja. Analisis internal meliputi
penilaian terhadap faktor kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness).
sementara, analisis eksternal mencakup faktor peluang (opportunity) dan
tantangan (threaths).
Start dan Hovland (n.d) mengatakan analisis SWOT adalah instrumen
perencanaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan
dan kelemahan dan kesempatan eksternal dan ancaman, instrumen ini
memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk
melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang
bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka. Analisis
SWOT ini terbagi atas analisis kualitatif dan kuantitatif.
2.2.1 Pendekatan Kualitatif Matriks SWOT
Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan oleh
Kearns dalam Suadnyana (2019) menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling
atas adalah kotak faktor eksternal (peluang dan tantangan) sedangkan dua kotak
sebelah kiri adalah faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Empat kotak lainnya
merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara
faktor-faktor internal dan eksternal.
8

Seperti yang terlihat pada Tabel 1, terdapat empat sel yang


mempertemukan antara faktor kekuataan dengan peluang, kekuatan dengan
ancaman, kelemahan dengan peluang dan kelemahan dengan ancaman. Secara
lebih lanjut dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Comparative Advantages
Sel ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga
memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa berkembang lebih
cepat.
2. Mobilization
Sel ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Disini harus
dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan organisasi
untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut, bahkan kemudian mengubah
ancaman itu menjadi sebuah peluang.
3. Divestment/Investment
Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang dari luar.
Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada situasi yang kabur. Peluang
yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena
kekuatan yang ada tidak cukup untuk menggarapnya. Pilihan keputusan yang
diambil adalah (melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain)
atau memaksakan menggarap peluang itu (investasi).
4. Damage Control
Sel ini merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel karena merupakan
pertemuan antara kelemahan organisasi dengan ancaman dari luar, dan
karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana yang besar bagi
organisasi. Strategi yang harus diambil adalah Damage Control
(mengendalikan kerugian) sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang
diperkirakan.
Tabel 1
Matriks Kualitatif Analisis SWOT

EKSTERNAL
OPPORTUNITY TREATHS
(Peluang) (Ancaman)
INTERNAL
9

STRENGTH
Comparative Advantage Mobilization
(Kekuatan)
WEAKNESS
Divestment/Investment Damage Control
(Kelemahan
Sumber: Hisyam dalam Suadnyana (2019)

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Pendekatan penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan melakukan
pengamatan langsung atau survei, wawancara, dan dokumentasi. Metode
deskriptif adalah metode yang digunakan untuk meneliti status kelompok
manusia, suatu objek, suatu kondisi dan suatu sistem pemikiran serta peristiwa
yang akan terjadi (Antara, 2008)..
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama satu hari pada tanggal 22 Desember 2019
sebagai bagian dari praktikum mata kuliah Agrowisata Berbasis Budaya.
Praktikum tersebut dilaksanakan di Taman Edelweis Bali Banjar Temukus, Desa
Besakih, Kabupaten Karangasem.
3.3 Data dan Sumber Data
Data primer berdasarkan wawancara mendalam kepada informan kunci,
yaitu Nengah Sweca dan I Wayan Sugiana selaku inisiator kelompok Taman
Edelweis Bali. Selain itu, penulis juga menghimpun data yang lebih kompleks
berdasarkan perspektif yang berbeda pada petani; tenaga kerja; dan pengunjung
Taman Edelweis Bali melalui wawancara dengan metode snowball random
sampling. Sementara itu data sekunder dihimpun berdasarkan jurnal dan artikel
yang dapat mendukung argument.
3.4 Analisis Data
Analisis deskriptif kualitatif dengan pedoman prinsip-prinsip analisis
SWOT. Penjabaran SWOT dilaksanakan berdasarkan faktor internal yaitu
kekuatan dan kelemahan Taman Edelweis Bali, serta faktor eksternal yaitu
10

peluang dan ancaman. Selanjutnya hubungan antara faktor internal dan faktor
eksternal dijabarkan berdasarkan matrik SWOT.

BAB IV
9
GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIKUM

4.1 Gambaran Umum


Taman Bunga Edelweis berada di lereng Gunung Agung, tepatnya di
Banjar Temukus, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem.
Taman Bunga Edelwis Bali berada tidak jauh dari desa Pura Besakih yaitu sekitar
dua kilometer dan dapat ditempuh sekitar tujuh menit menggunakan roda dua
maupun roda empat. Sejarah terbentuknya Taman Bunga Edelwis pasca erupsi
Gunung Agung pada tahun 2017, sebelumnya hanya berupa kebun gumitir yang
dimiliki warga hanya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Ketika
terjadinya erupsi, masyarakat sebagian mengungsi ketempat aman kewilayah
Bangli, Gianyar, dan Kelungkung dimana Banjar Temukus berada di lereng
Gunung Agung dalam jarak 4,5 kilometer dari puncak kawah, yang merupakan
Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, sehingga setiap saat menjadi sasaran hujan
abu vulkanik.
Setelah erupsi berlalu I Wayan Sudiana dan adiknya Nengah Sueca
berinisiatif membuat kebun edelweis digunakan sebagai objek wisata dan
bertujuan agar masyarakat mau kembali pulang. Nengah Sueca mencoba
membangun Taman Bunga Edelwis ini terdiri dari 7 orang masyarakat yakni
Bapak Sudiana, Suparta, Sutapa, Sugana, Sutika, Suweca, dan Mandika jika
digabungkan luas lahannya sekitar 32 are. Tepatnya pada tanggal 17 September
2017 sampai Februari 2018 Taman Edelweis belum memiliki pengunjung,
kemudian di bulan juni tepatnya tanggal 15 juni 2018 didirikanlah Pondok
Edelwies, setelah dikembangkan selama satu bulan pengunjung mulai banyak
berdatangan. Selanjutnya lahan seluas 32 are perluas menjadi 2 hektar dan
11

didukung area parker seluas 60 are, selanjutnya Taman Edelwies diperluas


kerjasamanya engan pengelola Kawasan Hutan Jati Agung, alhasil Taman
Edelwies yang semula 32 are diperluas menjadi 32 hektar. Kini Wisata Taman
Edelwies dikenakan tiket masuk Rp. 20.000 per orang mereka mendapatkan
fasilitas Wifi dan bebas berfoto tanpa batas.
Beberapa investor sudah melirik potensi Taman Edelweis ini, namun
menurut I Wayan Sudiana ada pararem yang tidak memperbolehkan investor
masuk. Selain itu, Nengah Sweca menuturkan bahwa menurutnya tetap dikelola
berbasis masyarakat seperti sekarang. Penglola Taman Edelweis ini adalah
gabungan dari kelompok pendiri Taman Edelweis Bali (15 orang) dengan Jati
Agung (31 orang). Semangat pengelola dari masing-masing kelompok terlahir
karena Taman Edelweis Bali mampu memberikan dampak ekonomis bagi anggota
kelompok dan petani pemilik lahan. Selain pembagian keuntungan restribusi tiket,
keuntungan individual juga dapat dirasakan melalui parkir; warung; dan bahkan
pesanan bibit edelweiss sebagai suvenir.
4.2 Keadaan Geografis
Secara geografis Kecamatan Rendang memiliki luas lahan 21,23 km₂,
jumlah penduduk pada tahun 2016 sekitar 7,197 jiwa. Kabupaten Karangasem
terletak di ujung timur Pulau Bali dan merupakan salah satu dari 9 kabupaten /
kota yang ada di Provinsi Bali, mempunyai batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara : Laut Jawa 10
- Sebeleh Selatan : Samudra Indonesia
- Sebelah Barat : Kabupaten Kelungkung, Bangli, Buleleng
- Sebelah Timur : Selat Lombok
Luas Kabupaten Karangasem adalah 839,54 km₂ atau 14,90% dari luas
Provinsi Bali (5.632,86 km₂). dari seluruh wilayah tersebut, sekitar 7.070 Ha.
(8,42%) merupakan lahan persawahan, sedangkan bukan lahan sawah 76.884 Ha
(91,58%). Wilayah Kabupaten Karangasem mempunyai topografi yang bervariasi,
berupa daratan, perbukitan, pegunungan termasuk Gunung Agung. Karangasem
mempunyai pantai dengan panjang 87 km, yang sebagaian diantaranya merupakan
potensi dan telah ditetapkan sebagai kawasan wisata.
4.3 Struktur dan Manajemen Pengelola
12

Taman Edelweis awalnya dibentuk oleh tujuh orang yang kemudian


membentuk kelompok edelweis yang melakukan pengembangan secara mandiri
dan menata lahan pertanian seluas 32 are yang ditanami bunga kasna sehingga
mempunyai daya tarik wisata. Seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan
wisatawan ke taman edelweis maka banyak masyarakat yang tertarik untuk ikut
terlibat dalam pengembangannya akhirnya terbentuklah Kelompok Tani Hutan
(KTH) Jati Agung yang telah diberi ijin untuk mengelola Kawasan Hutan di Kaki
Gunung Agung. Kawasan ini belum dimanfaatkan sepenuhnya karena
keterbatasan sumberdaya yang dimiliki namun dalam Kawasan ini telah dibangun
embung untuk membantu pengairan bagi taman edelweis. Akan tetapi kendalanya
adalah kondisi embung cenderung kering apabila terjadi kemarau panjang seperti
saat ini.
Terkait ijin pelaksanaan Taman Edelweis berada di bawah desa adat untuk
mempermudah segala bentuk perijinan dan agar terhindar dari resiko pungli.
Sehingga, penghasilan yang diperoleh oleh Taman Edelweis dari hasil tiket masuk
kemudian dibagi dengan ketentuan dari Rp. 20.000 harga tiket masuk, sebanyak
Rp. 1.000 diberikan kepada desa adat, Rp. 1.000 kepada masyarakat pemilik
lahan, Rp.1.000 diperuntukkan untuk parker dan sisanya Rp. 17.000 digunakan
sebagai operasional taman edelweiss dan KTH Jati Agung. Kelompok Taman
Edelweis berupaya untuk selalu dapat memberikan manfaat bagi amsyarakat
sekitar salah satunya adalah dengan mempekerjakan masyarakat lokal sebanyak
15 orang sebagai tenaga kerja di Taman Edelweis dengan sistem roling dimana
satu orang karyawan dalam satu bulan mendapat 16 hari kerja.
13

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal


5.1.1 Identifikasi Faktor Internal
Identifikasi faktor internal dideskripsikan berdasarkan survei lapangan
mengenai kekuatan dan kelemahan Taman Edelweis Bali. Telaah faktor-faktor
strategi SWOT mengacu pada pendekatan David dalam Yuliantari (2015). David
mengemukakan kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keunggulan-
keunggulan lain yang berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan
kebutuhan pasar yang dapat dilayani oleh perusahaan yang diharapkan untuk
dilayani. Sementara itu faktor kelemahan dapat berupa fasilitas, sumber daya
keuangan, kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat merupakan
sumber dari kelemahan perusahaan. Identifikasi kekuatan dan kelemahan pada
Taman Edelweis Bali adalah sebagai berikut.
1. Kekuatan Taman Edelweis Bali
Identifikasi kekuatan Taman Edelweis Bali dapat dikelompokan menjadi 11,
yaitu: a) topologi geografi menyediakan pemandangan yang indah; b) berlokasi
di kawasan pegunungan mengakibatkan di Taman Edelweis Bali relatif sejuk;
c) syarat tumbuh yang cocok untuk tanaman Edelweis sebagai keunggulan
komparatif; d) ketersediaan luas lahan di Taman Edelweis Bali memadai; e)
tersedia bendungan sebagai sumber mata air pendukung budidaya tanaman; f)
tersedia SDM penggerak (Nengah Sweca) yang mampu secara akademis dan
dipercaya oleh masyarakat; g) masyarakat Banjar Temukus memiliki semangat
belajar dan berkeinginan untuk maju; h) masyarakat memiliki tanggung jawab
yang kuat dalam mengelola Taman Edelweis Bali; i) pengelola memiliki
prinsip kolaborasi sehingga mampu meminimalisir konflik; j) tersedianya SDM
yang cukup untuk pekerjaan fisik; dan k) masyarakat relatif mudah diatur.
2. Kelemahan Taman Edelweis Bali
Berdasarkan identifikasi, terdapat lima kelemahan Taman Edelweis Bali
sebagai berikut: a) infrastruktur jalan kurang memadai (berlubang), bahkan
belum bisa diakses oleh bus; b) belum tersedia fasilitas kongkret yang
memungkinkan pengunjung melakukan sesuatu (activity experience/something

13
14

to do) selain berfoto.; c) belum tersedia suvenir (selain tanaman) yang autentik
dengan destinasi wisata; d) minimnya sumber daya manajerial; dan e)
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.
5.1.2 Faktor Eksternal
Pada faktor eksternal, peluang dan ancaman diidentifikasi berdasarkan
survei lapangan dan dihubungkan dengan data-data sekunder yang mendukung.
David dalam Yuliantari (2015) mengemukakan bahwa telaah peluang mengacu
pada situasi yang menguntungkan perusahaan/organisasi, seperti perubahan
teknologi dan meningkatnya hubungan dengan mitra (contoh: pemasok/pembeli
produk). David juga mengemukakan pada faktor ancaman, dikaji berdasarkan
situasi penting yang dapat mengganggu perusahaan bagi prosesi sekarang atau
yang akan datang, salah satu contohnya adalah perubahan/revisi peraturan
pemerintah. Identidikasi peluang dan ancaman Taman Edelweis Bali adalah
sebagai berikut.
1. Peluang Taman Edelweis Bali
Terdapar delapan hal yang teridentifikasi sebagai peluang Taman Edelweis
Bali, yaitu: a) tren kunjungan wisatawan ke Bali meningkat 9,69% pada bulan
Oktobber 2019 jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada Tahun 2018
(BPS, 2019); b) mulai lahir permintaan bibit Edelweis sebagai dekorasi hotel,
restoran, dan/atau villa; c) peluang peningkatan kunjungan wisatawan melalui
kerjasama dengan travel dengan sistem bagi hasil; d) ketersediaan teknologi
mutakhir untuk efektifitas manajerial dan pemasaran; e) adanya upaya
pemerintah Provinsi Bali dalam rangka melestarikan kearifan lokal
(kebudayaan) Bali; f) adanya upaya pemerintah untuk mengembangkan
kewirausahaan melalui bantuan, pendampingan; even, perlombaan, dan
penghargaan; dan g) program pemerintah yang intensif dalam rangka
pemerataan pembangunan (fasilitas/infrastruktur).
2. Ancaman Taman Edelweis
Hal-hal yang dapat mengganggu Taman Edelweis Bali yaitu: a) erupsi Gunung
Agung; b) isu/kampanye negatif mengenai pariwisata Bali seperti Fordo’s No
List 2020 yang mencantumkan Bali pada daftar destinasi yang lebih baik
dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi1; dan c) mulai lahir pesaing-pesaing
dengan daya tarik wisata serupa dan lokasi berdekatan.
15

5.2 Strategi Pengembangan Taman Edelweis Bali


Pada makalah ini penyusunan strategi pengembangan Taman Edelweis
Bali dijelaskan secara deskriptif dengan pendekatan matrik SWOT. Matrik SWOT
sebagaimana dikembangkan oleh Kearns berusaha menghubungkan antara faktor
internal dan faktor eksternal pada perusahaan/organisasi. Suadnyana (2019)
menjelaskan hubungan-hubungan tersebut membentuk empat sel (dapat dilihat
pada Tabel 1) dengan penjelasan sebagai berikut.
Tabel 1
Matriks Kualitatif Analisis SWOT
EKSTERNAL
OPPORTUNITY TREATHS
(Peluang) (Ancaman)
INTERNAL
STRENGTH
Comparative Advantage Mobilization
(Kekuatan)
WEAKNESS
Divestment/Investment Damage Control
(Kelemahan
Sumber: Hisyam, 1998 dalam Suadnyana (2019)

1. Comparative advantage Taman Edelweis Bali


Coparative advantage adalah pertemuan antara kekuatan dan peluang, yaitu
sebuah posisi yang memungkinkan perusahaan bisa berkembang lebih cepat.
Banyak sekali peluang Taman Edelweis Bali yang dapat dioptimalkan.
Misalnya peluang tren wisatawan Bali secara agregat meningkat (yoy), dapat
dioptimalkan dimobilisasi agar datang ke Taman Edelweis Bali. Mobilisasi
wisatawan tersebut dapat disiasati melalui peluang kemutakhiran teknologi
(mengarah ke 4.0) sebagai sarana promosi yang universal namun tepat sasaran
(individual) dan juga sebagai sarana manajerial agar meningkatkan
kenyamanan wisatawan. Peluang kerja sama dengan travel juga dapat
dioptimalkan, langsung jemput bola ke kantor-kantor travel agar memasukan
destinasi Taman Edelweis Bali dalam paket tour travel. Upaya-upaya yang
mendukung kemajuan pemerintah juga
dapat dioptimalkan, misalnya pengimplementasian Pergub Bali No. 80 tahun
2019 tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali, Taman Edelweis Bali dapat
16

1 Kompas.com. 2019. Bali Disarankan Tidak Dikunjungi pada 2020 oleh Media Wisata AS
(edisi: 19/11/2019), https://travel.kompas.com/read/2019/11/19/095951127/bali-
disarankan-tidak-dikunjungi-pada-2020-oleh-media-wisata-as?page=all.
menyisipkan aksara Bali pada setiap wahana yang sekaligus dapat dijadikan
media edukasi wisatawan. Sastra-sastra (cerita) yang berkaitan dengan Besakih
(Gunung Agung) juga dapat dimunculkan pada Taman Edelweis sebagi daya
tarik khusus dan tidak dapat dijumpai di daerah lain. Peluang-peluang tersebut
rasional untuk direalisasikan mengingat Taman Edelweis Bali kuat pada aspek
SDM: terdapat intelektualitas muda yang mampu dan dipercaya untuk menjadi
katalisator inovasi pada Taman Edelweis Bali; masyarakat cenderung
bertanggung jawab pada usahanya; masyarakat mudah diatur; dan SDM
pekerjaan fisik masih tersedia dengan baik.
2. Mobilization pada Taman Edelweis Bali
Mobilization merupakan sel yang dterbentuk akibat pertemuan kekuatan dan
ancaman, yaitu posisi perusahaan harus mengupayakan mobilisasi kekuatan
perusahaan untuk memperlunak ancaman, bahkan mengubah ancaman itu
menjadi sebuah peluang. Misalnya pertama, membantah isu-isu (kampanye)
negative mengenai pariwisata Bali melalui implementasi dan bukti nyata
bahwa destinasi pariwisata Bali khususnya Taman Edelweis Bali layak untuk
dikunjungi, sehingga melahirkan citra (branding) positif dan memungkinkan
wisatawan untuk berkunjung kemmbali. Kedua, lahirnya destinasi-destinasi
serupa dalam satu wilayah dengan paradigma kompetitif, dapat dikonversi
menjadi paradigma kolaboratif. Antar destinasi disekitaran Taman Edelweis
Bali sebenarnya dapat dijadikan paket wisata yang besar dengan pembagian
tugas per masing-masing kelompok yang memungkinkan ketersediaan
kebutuhan wisatawan secara lengkap. Ketiga mengenai ancaman erupsi
Gunung Agung memang susah dimobilisasi menjadi peluang karena
menyangkut trauma psikologis masyarakat, namun dapat diantisipasi melalui
perancangan mitigasi resiko atau mitigasi bencana.Melalui rancangan dan
pelatihan mitigasi bencana, seandaikan hal yang tidak diinginkan terjadi (erupsi
Gunung Agung), kerugian baik material maupun moral dapat diminimalisir.
3. Divestment/investment pada Taman Edelweis Bali
17

Pada posisi ini (pertemuan antara kelemahan dan peluang) peluang yang
tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan
yang ada tidak cukup untuk menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil
adalah melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain atau
memaksakan menggarap peluang itu (investasi). Pada kasus Taman Edelweis
Bali, pilihan yang seharusnya diambil adalah investasi secara bertahap dan
berkelanjutan. Bentuk investasi tidak selalu identik dengan finansial, namun
juga investasi moral. Misalnya, pembuktian keberhasilan memberikan dampak
positif kepada masyarakat sekaligus pendekatan agar pemerintah mau
membantu fasilitas infrastruktur jalan memadai demi kenyamanan wisatawan.
Investasi moral selanjutnya adalah motivasi kepada masyarakat, khususnya
pemuda agar terbentuk paradigma pentingnya melanjutkan ke jenjang
pendidikan tinggi, sehingga kedepan Taman Edelweis Bali memiliki juga
sumber daya manajerial yang mumpuni dan mampu memetakan peluang di
masa depan.
4. Demage control Taman Edelweis Bali
Sel ini merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel karena merupakan
pertemuan antara kelemahan perusahaan dengan ancaman dari luar, dan
karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana yang besar bagi
organisasi. Strategi yang harus diambil adalah damage control (mengendalikan
kerugian) sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan. Pada
Taman Edelweis Bali, posisi ini terjadi masih kurangnya SDM manajerial
dibalik ancaman-ancaman yang mungkin terjadi. SDM manajerial yang
mumpuni baru satu orang, yaitu pak Nengah Sweca, sementara itu ancaman
yang harus dihadapi berupa kampanye negatif; pesaing; bahkan bencana erupsi
Gunung Agung. Demage control yang dapat dilakukan untuk sementara waktu
adalah merekrut SDM manajerial dari luar desa untuk sementara waktu, sampai
pada akhirnya SDM lokal siap untuk menghandle posisi tersebut. Perekrutan
SDM mumpuni selain dapat memperkuat pondasi manajerial, juga
memungkinkan terjadi alih teknologi (pengetahuan) kepada masyarakat sekitar.
18

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, adapun kesimpulan dari makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Pada faktor internal, kekuatan Taman Edelweis Bali lebih banyak jika
dibandingkan dengan kelemahannya. Sementara itu pada faktor eksternal,
peluang Taman Edelweis Bali juga lebih banyak jika dibandingkan ancaman
yang mungkin terjadi. Oleh sebab itu, dengan strategi yang tepat Taman
Edelweis Bali potensial untuk dikembangkan.
2. Berdasrkan hubungan antara faktor internal dan eksternal, belum ditemukan
situasi yang mengakibatkan Taman Edelweis Bali stagnan. Kekuatan dan
peluang yang dimiliki Taman Edelweis Bali masih potensial dimobilisasi untuk
menekan kelemahan dan ancaman. Investasi-investasi pada Taman Edelweis
Bali juga masih rasional untuk dijalankan.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, adapun hal-hal yang direkomendasikan
adalah sebagai berikut.
1. Peluang pasar wisatawan dapat diserap melalui pengoptimalan kemajuan
teknologi (mengarah ke 4.0) sebagai media promosi dan manajerial; penawaran
(audiensi) bekerjasama ke travel-travel untuk merancang paket wisata yang
mencantumkan Taman Edelweis Bali.
2. Menyambut program pemerintah melalui implementasi peraturan-peraturan
yang mampu memberikan branding positif pada perusahaan, misalnya Pergub
Bali No. 80 Tahun 2018 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Bali; serta Pergub
Bali No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbunan Sampah Plastik Sekali
Pakai.
19

3. Merubah dan mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai paradigma


kompetitif akibat lahirnya destinasi wisata sejenis yang berdekatan, menjadi
paradigma kolaboratif. Bahkan melalui kolaborasi lahir potensi destinasi wisata
yang besar melalui manajemen Tupoksi, sehingga segala kebutuhan wisatawan
dapat terpenuhi.
4. Taman Edelweis Bali harus membuat program mitigasi bencana erupsi Gunung
Agung. 18

5. Menghimun SDM manajerial dari luar untuk sementara waktu, sehingga


mampu menguatkan pondasi dan memicu alih teknologi pada SDM lokal.
6. Taman Edelweis Bali harus lebih intensif menunjukan keberhasilan dan
komunikasi terhadapt pemerintah agar dapat difasilitasi insrastruktur jalan.
7. Pengelola harus melaksanakan investasi moral kepada masyarakat agar mau
merubah paradigma pada sektor pendidikan, sehingga mau mendukung
generasi muda untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi
untuk menunjang SDM manajerial Taman Edelweis Bali kedepan.
20

DAFTAR PUSTAKA

Andiani, Nyoman Dini. (2005). Pengembagnan Wisata Tracking Sebagai Daya


Tarik Wisata Alternatif Di Desa Panji Dan Desa Panji Anom, Kecamatan
Sukasada, Kabupatan Buleleng. Sebuah Laporan Akhir. Denpasar:
Program Studi Pariwisata Universitas Udayana.

BPS. 2019. Statistik Indonesia. Jakarta BPS Provinsi Bali. 2019. Statistik Provinsi
Bali. Denpasar
.
Budiasa, I Wayan. 2011. Konsep dan Potensi Pengembangan Agrowisata di Bali.
DwijenAgro 2 (1).

Bungin, Burhan. (2001). Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif


dan Kualitatif. Surabaya: Air Langga University Press.

Damardjati R.S. (1995). Istilah-istilah Dunia Pariwisata. Edisi Revisi. Jakarta:


Pradnya Paramitha.

Kusmayadi Sugiarto, Endar. (2000). Metodologi Dalam Bidang Kepariwisataan.


Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. (1997). Metode-metode Pnelitian Masyarakat. Jakarta: PT


Gramedia

Pujaastawa, dkk. (2005). Pariwisata Terpadu Alternatif Model Pengembangan


Pariwisata Bali Tengah. Denpasar: Universitas Udayana.

Putra, I Nyoman Darma. (2004). Bali Menuju Jagadhita. Denpasar: Pustaka Bali
Post.

Suadnyana. 2019. Strategi Pemberdayaan Masyarakatdalam Pengembangan Jiwa


Kewirausahaan(Entrepreneurship)di Dusun Langkan, Desa
Landih,Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Jurnal Agribisnis dan
Agrowisata,, ISSN:2301-6523Vol. 8, No. 1, Januari2019.

Sukarsa, I Made. (1999). Pengantar Pariwisata. Badan Kerjasama Perguruan


Tinggi Negeri Indonesia Timur (BKS-PTN-INTIM). Makasar.

Sukardika, Ketut. (2004). Menata Bali Ke Depan Kebijakan Kultural, Pendidikan


dan Agama. Denpasar: CV Bali Media Adhikarsa.

Wahab, Salah and John J. Piagram. (1997). Tourism Development and Growth
(The Challenge of Sustainability). New York: Broutledge.

Yuliantari, Kartika. 2015. Analisis Swot Pada PT Bank Dinar Indonesia Tbk.
Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Sarana Informatika Jakarta dalam
http://lppm.bsi.ac.id/SNIT2015/BidangB/B01_1-7_2015-
SNIT_KartikaYuliantari%20_ANALISIS%20%20SWOT%20MATRIKS
21

%20INTERNAL%20%20EKSTERNAL%20-%20ok.pdf. Diakses tanggal


7 September 2017.
22

Lampiran 1. Dokumentasi Praktikum

Wawancara dengan Pengunjung

Wawancara dengan Tenaga Kerja

Wawancara dengan Petani

Anda mungkin juga menyukai