Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH PENGUATAN KELEMBAGAAN


AGRIBISNIS

Oleh:

I PUTU EDI SWASTAWAN


NIM. 1981111010

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
1

UJIAN AKHIR SEMESTER


MATA KULIAH PENGUATAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS

1. Penjelasan kenapa perlu dilaksanakan penguatan kelembagaan


keuangan dan pembiayaan pertanian di perdesaan, strategi yang telah
dilakukan oleh pemerintah, dan contoh penguatan lembaga keuangan
dengan memetakan secara sederhana hubungan antar lembaga yang
menguatkan.
Penguatan kelembagaan keuangan yang berkaitan dengan pertanian dan
pembiayaan pertanian di pedesaan sesungguhnya sudah menjadi mandat Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Sulaiman, dkk (2018) pada buku mengenai asuransi pertanian Indonesia
menyatakan bahwa pada hakekatnya hal-hal tersebut bertujuan untuk: 1)
mewujudkan kedaulatan dan kemandirian petani dalam rangka meningkatkan taraf
kesejahteraan, kualitas dan kehidupan yang lebih baik; 2) menyediakan prasarana
dan sarana pertanian yang dibutuhkan; 3) memberikan kepastian usaha tani; 4)
melindungi petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi, dan gagal
panen.dalam mengembangkan usaha tani; 5) meningkatkan kemampuan dan
kapasitas petani, serta kelembagaan petani dalam menjalankan usaha tani yang
produktif, maju, modern, dan berkelanjutan; dan 6) menumbuh kembangkan
kelembagaan pembiayaan pertanian yang melayani kepentingan usaha tani.
Terdapat beberapa strategi pemerintah dalam rangka pengutan lembaga
keuangan yang berkaitan dengan pertanian dan pembiayaan pertanian di pedesaan.
Pemerintah menguatkan kelembagaan pada koperasi, sebagai contoh adalah
penguatan koperasi petani kopi dan tembakau di Desa Genteng Kecamatan
Sukasari Kabupaten Sumedang (Santoso, dkk., 2017) dan penguatan Koperasi
Kerta Samaya Samaniya Jembrana Bali melalui bantuan modal dari KADIN
Indonesia (Kalimajari, 2015). Untuk menghadapi risiko dan ketidakpastian yang
makin tinggi akibat perubahan iklim dan berbagai bencana turunannya,
pemerintah membangun program asuransi pertanian seperti AUTP (Asuransi
Usaha Tani Padi), AUTS (Asuransi Usaha Ternak Sapi, dan sebagainya
(Sulaiman, dkk., 2018). Strategi yang juga dilakukan oleh pemerintah melalui
subsidi Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui bank-bank yang ditunjuk pemerintah.
KUR banyak dimanfaatkan oleh petani sebagai pembiayaan penambahan modal,
contohnya di Desa Landih Kabupaten Bangli banyak yang mengambil kesempatan
meminjam KUR untuk pembiayaan modal usaha budidaya jeruk, ternak babi, dan
lain sebagainya. Tidak jarang pemerintah daerah juga mengoptimalkan Badan
Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai lembaga penunjang pertanian di pedesaan,
dari penyediaan pembiayaan sampai dengan fasilitas pasca panen.
Seperti yang terlihhat pada Gambar 1, salah satu contoh penguatan
lembaga keuangan yang dapat saling menguatkan adalah integrasi antara bank,
2

koperasi, dan BUMDes dalam rangka pemberdayaan petani. Koperasi sebagai


penghimpun petani dengan hamparan lahan satu wilayah dan memiliki potensi
serupa dapat memfasilitasi pendampingan sehingga menghasilkan produk
berkualitas dan tersertifikasi sehingga bersaing pada pasar internasional. Pada sub
sistem hulu koperasi memiliki garis kordinasi pada bank untuk membantu petani
mengakses penambahan pembiayaan permodalan pada bank. Pada subsistem hilir
koperasi dapat menghimpun produk petani dengan adil (fair trade) untuk
memangkas margin pasar akibat tengkulak, setelah itu diolah dengan standar
tertentu sesuai permintaan pasar. BUMDes berkoordinasi dengan koperasi dapat
mengambil peran untuk mengelola pemasukan non farm petani, contohnya dalah
pengembangan agrowisata.

Bank
(KUR/perm- Koperasi BUMDes
odalan)

Petani

Gambar 1.
Contoh Pemetaan Sederahana Hubungan antar Lembaga yang Menguatkan

2. Penilaian kelembagaan berdasarkan prinsip penilaian kelembagaan


(institutional assessment) terhadap kinerja Koperasi Kerta Semaya
Samaniya (KKS)-Jembrana.
Prinsipnya, dasar dan tujuan pengukuran kinerja menurut Inayati (2018)
adalah evaluasi. Terdapat empat kerangka (framework) untuk
menilai/mengevaluasi kinerja suatu lembaga (institutional assessment) menurut
Mackay, et al. (1998), yaitu: 1) kondisi lingkungan eksternal (the external
environtment); 2) motivasi lembaga (institutional motivation), 3) kapasitas
kelembagaan (institutional capacity); dan 4) daya guna penyelenggaraan lembaga
(institusional performance). Selain sebagai penilaian/evaluasi, setidaknya teori
tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk menelaah KKS Jembrana yang
menurut soal ujian telah berhasil melaksanakan penguatan kelembagaan.
Pertama berdasatkan kondisi lingkungan eksternal (the external
environtment), sejak mulai dirintis KKS memang telah mendapatkan dukungan
dari LSM dan pemerintah. Pada situs web Kalimajari (2015), dijelaskan KKS
yang berdiri dari tahun 2006 ini telah mendapat dukungan pendampingan dari
Yayasan Kalimajari dari tahun 2011 dalam rangka membangkitkan peran koperasi
untuk mempertahankan potensi kakao melalui Program Kakao Lestari/UTZ
Certifikasi. Situs tersebut juga menjelaskan pada tahun 2014, KKS mendapat
3

penghargaan dari Kementerian Pertanian RI atas partisipasinya dalam peningkatan


kualitas kakao Indonesia. Selain itu KKS juga mendapatkan bantuan modal usaha
dari KADIN pada tahun 2015 dalam bentuk penandatanganan MOU antara KKS
dengan KADIN Indonesia. Pendampingan, penghargaan, dan bantuan tersebut
mengindikasikan bahwa keberhasilan kinerja KKS dalam rangka mengoptimalkan
potensi lokal tidak lepas dari dukungan lingkungan eksternal KKS.
Kedua, berdasarkan motivasi lembaga (institutional motivation) menurut
Mackay, et al (1998) dapat ditelaah melalui pendekatan sejarah, misi,
kebudayaan, dan skema insentif. Sejarah KKS dari tahun 2006 jika ditinjau dari
berbagai sumber mengalami dinamika cenderung positif. Selama berdiri KKS
telah menjalani kemitraan strategis, meraih berbagai penghargaan, dan
mendapatkan bantuan, sehingga KKS memiliki tanggung jawab moral untuk
mempertahankan dan bahkan meningkatkan kinerja. Berdasarkan perspektif misi
koperasi dan kebudayaan belum terdapat literatur yang menguraikan, sehingga
tidak diulas untuk mencegah kesalahan data. Jika ditinjau dari skema insentif,
bagusnya kinerja KKS terindikasi dari peningkatan omzet dari Rp1.700.000.000
pada tahun 2017 menjadi Rp1.820.000.000 pada tahun 2018 (Kontan, 2019).
Selain mencerminkan kinerja, peningkatan omzet tersebut mengindikasikan
peningkatan motivasi kinerja KKS kedepan.
Selanjutnya ketiga yaitu kapasitas kelembagaan. Berdasarkan yang
dijelaskan pada situs Kalimajari (2015), seharusnya kapasitas KKS sudah tidak
bisa diragukan lagi. Pendampingan/pelatihan individual petani maupun kelompok
(subak abian dan KKS), akses pasar, akses kebijakan, akses permodalan, GAP
(Good Agriculture Practices), dan GMP (Good Manifacturing Practices) telah
lama dilaksanakan. Secara kualitas juga telah diakui berdasarkan sertifikat
komunitas untuk UTZ Certificazion pertama di Indonesia.
Terakhir berdasarkan daya guna kelembagaan (performance institution)
menurut Mackay, et al. (1998) dapat ditelaah berdasarkan efektivitas mencapai
tujuan, efisiensi penggunaan sumber daya, dan keberlanjutan dengan pemangku
kepentingan. Berbagai penghargaan yang telah diterima dan keberlanjutan usaha,
mengindikasikan KKS telah efektif mencapai tujuan. Seharusnya dalam rangka
efisiensi penggunaan sumber daya KKS tidak diragukan lagi, karena sebagai
koperasi pasti selalu dalam pengawasan anggota khususnya badan pengawas
koperasi dan segala kegiatan dilaporkan ke anggota pada RAT. Omzet yang
meningkat juga mengindikasikan bahwa keberlanjutan hubungan antara KKS
dengan mitra cenderung baik.

3. Faktor-faktor yang menguatkan penyuluh dan faktor-faktor yang


menjadi kendala penguatan penyuluh.
Menurut saya jika telah diketahui faktor yang menguatkan penyuluh,
faktor yang sama juga dapat menjadi kendala penguatan penyuluh. Penelitian
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh sebagai cerminan
4

dari pengutan penyuluh di Indonesia sudah beberapa kali dilaksanakan, namun


dengan studi kasus di berbagai daerah (bukan secara nasional/agregat). Sapar,
dkk. (2011) meneliti faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja penyuluh
pertanian dan dampaknya pada kompetensi petani kakao di empat wilayah
Sulawesi Selatan. Menurut Sapar, dkk. (2011) pada penelitian tersebut, faktor-
faktor yang dinilai mempengaruhi kinerja penyuluh adalah karakteristik (umur,
pelatihan, dan pengalaman kerja), kopetensi (perencanaan, pengembangan,
evaluasi, dan pelaporan), motivasi (prestasi dan fasilitas), dan kemandirian
ekonomi. Sementara itu pada penelitian Bahua dan Limonu (2016) mengulas
mengenai model pengembangan potensi penyuluh yang dilaksanakan secara studi
kasus di Provinsi Gorontalo. Bahua dan Limonu (2016) dalam penelitian tersebut
menjelaskan tiga faktor penting dipertimbangkan dalam penguatan kompetensi
penyuluh adalah karakteristik (umur, masa kerja, dan jumlah petani binaan),
motivasi (pengembangan potensi diri dan kebutuhan untuk berafiliasi), dan
kemandirian penyuluh (intelektual dan sosial).
Jika ditinjau berdasarkan kedua penelitian tersebut diatas, maka dapat
ditarik tiga faktor yang sama-sama diketahui mempengaruhi penguatan penyuluh.
Tiga faktor tersebut yaitu: 1) karakteristik penyuluh; 2) motivasi penyuluh; dan 3)
kemandirian penyuluh. Faktor karakteristik kuat dibentuk oleh variabel umur dan
pengalaman/masa kerja, karena variabel tersebut sama-sama dianggap
mempengaruhi pada kedua penelitian atau kedua lokasi penelitian. Faktor
motivasi cenderung kuat dibentuk oleh variabel-variabel pragmatis (bukan
ideologis), sehingga terindikasi bahwa hal-hal yang dapat memotivasi penyuluh
adalah sesuatu yang khususnya dapat menguntungkan penyuluh itu sendiri. Faktor
terakhit yaitu kemandirian kuat dibentuk oleh variabel sosial ekonomi, sehingga
terindikasi bahwa penguatan penyuluh dapat efektif jika sosial ekonomi penyuluh
telah sejahtera.
5

REFERENSI

Bahua dan Limonu. 2013. Model Pengembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian


di Provinsi Gorontalo, laporan penelitian di Fakultas Ilmu Pertanian
Universitas Negeri Gorontalo.

Inayati. 2018. Implementasi Pengukuran Kinerja pada Organisasi Sektor Publik,


sebuah makalah di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Kalimajari. 2015. Perjalanan Program Koperasi Kerta Semaya Samaniya,


https://kalimajari.org/penerimaan-penghargaan-koperasi-kerta-semaya-
samaniya/, diakses tanggal 26 Desember 2019.

Kontan. 2019. Tembus Eropa, Koperasi Kerta Semaya Samaniya targetkan


produksi kakao hingga 100 ton,
https://keuangan.kontan.co.id/news/tembus-eropa-koperasi-kerta-semaya-
samaniya-targetkan-produksi-kakao-hingga-100-ton, diakses tanggal 26
Desember 2019.

Mackay, et. al. 1998. ISNAR's Achievements, Impacts, and Constraints: An


assessment of organizational performance and institutional impact, The
Hague: International Service for National Agricultural Research.

Sapar, dkk. 2011. Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh


Pertanian dan Dampaknya pada Kompetensi Petani Kakao di Empat
Wilayah Sulawesi Selatan, Forum Pascasarjana Vol. 34 No. 4 Oktober
2011.

Sulaiman, dkk. 2018. Asuransi Pengayom Petani, Jakarta; IAARD Press.

Santoso, dkk. 2017. Penguatan Kelembagaan Koperasi Bagi Petani Kopi dan
Tembakau di Desa Genteng Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedan,
Jurnal Penelitian & PKM, Vol. 4, No. 2, 2442-448X (p), 2581-1126 (e).

Anda mungkin juga menyukai