Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Peran Kelembagaan Dalam Pengembangan Agribisnis

Disusun oleh:

Alboyn Simarmata
18031104087

Agribisnis

Fakultas Pertanian

Universitas Sam Ratulangi

Manado

2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.

Makalah ini disusun guna melengkapi tugas akhir mata kuliah Perencanaan Wilayah
Agribisnis yang di tanggung jawabi oleh dosen Dr. Sherly Gladys Jacom, SP, MSi. Saya
mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang telah menuangkan hasil karya tulisnya
sehingga dapat menjadi refrensi bagi saya guna menyelesaikan makalah. Saya juga mengucapkan
terima kasih kepada dosen yang telah memberi tugas tersebut sehingga dapat menjadi edukasi
terhadap diri saya sendiri dan pembaca.

Namun terlepas dari itu, saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga saya berharap akan kritik dan saran yang membangun guna terciptanya
makalah yang lebih baik lagi.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………………………

DAFTAR ISI.............................................................................................................................

BAB I

Latar Belakang.....………………………………………………………………………………..

Rumusan Masalah………………………………………………………………………………..

Tujuan…………………………………………………………………………………………….

BAB II

Tinjauan Pustaka…………………………………………………………………………………

BAB III

Mengidentifikasi lembaga pendukung agribisnis………………………………………………

Studi Kasus………………………………………………………………………………………...

BAB IV

Kesmipulan………………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….
BAB I

1.1 Latar Belakang

Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian
nasional Indonesia, sektor agribisnis menyerap lebih dari 75 persen angkatan kerja nasional
termasuk didalamnya 21,3 juta unit usaha skala kecil berupa usaha rumah tangga pertanian.
Apabila seluruh rumah tangga diperhitungkan maka sekitar 80 persen dari penduduk nasional
menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis (Saragih, 2010). Keberhasilan pengembangan
suatu komoditas tidak hanya dipengaruhi oleh budidaya yang dilakukan oleh petani tetapi juga di
luar budidaya baik pengadaan sarana produksi, penanganan pasca panen, pemasaran maupun jasa
penunjang untuk kelancaran kegiatan tersebut, yang membentuk suatu sistem dan disebut dengan
agribisnis.

Mengingat pada kenyataannya bahwa pembangunan pertanian terutama digerakkan oleh


para petani dengan skala usaha kecil, dengan kemampuan modal serta penyerapan teknologi
yang masih rendah, maka upaya menempatkan sektor pertanian sebagai poros penggerak
pembangunan ekonomi harus mengutamakan peningkatan sumberdaya, sehingga pembangunan
pertanian dan perdesaan yang ideal adalah terbentuk karena adanya partisipasi dari masyarakat
desa (subjek) sebagai sebagai sasaran utama. Pembangunan ekonomi perdesaan merupakan
usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat perdesaan yang dapat dicerminkan dengan
meningkatnya pendapatan orang-orang sedaerah yang mempunyai kebutuhan yang sama
sehingga akan menaikkan tingkat kehidupan bersama sehingga masyarakat tersebut menjadi
lebih baik dalam keaadan ekonomi. ekonominya. Seperti apa yang disebut oleh Engene Stanley
dalam Sukamdiyo (1996), menyatakan bahwa pembangunan yang dapat diharapkan berhasil
adalah pembangunan yang menjamin perkembangan demokrasi. Demokrasi berarti bahwa setiap
orang merasa bertanggung jawab untuk ikut mengambil keputusan yang bermanfaat selain untuk
dirinya juga untuk masyarakat secara keseluruhan.

Peran kelembagaan agribisnis sangat menentukan terhadap keberhasilan pembangunan


pertanian, karena diharapkan akan mampu berkontribusi terhadap aksesibilitas petani terhadap
pengembangan sosial ekonomi petani, serta pasar. Jika dikaitkan dengan sistem agribisnis,
kelembagaan termasuk subsistem jasa penunjang dimana lembaga tersebut harus mampu
berperan dalam menunjang terhadap kegiatan dalam subsistem pengadaan sarana produksi,
usahatani, pengolahan hasil pertanian dan pemasaran. Petani sebagai pelaku utama adalah subjek
dalam pembangunan agribisnis tersebut yang merupakan konsumen dari jasa yang diberikan oleh
lembaga penunjang agribisnis tersebut. Agribisnis akan berjalan dengan baik jika tidak terjadi
kesenjangan antara lembaga penunjang dengan kegiatan usahanya.

1.2 Rumusan Masalah

Mengidentifikasi lembaga pendukung pengembangan agribisnis

1.3 Tujuan

Makalah ini ditulis guna dapat mengidentifikasi lembaga-lembaga pendukung pengembangan


terhadap agribisnis.
BAB II

2.1 Tinjauan Pustaka

Pembangunan pertanian tidak dapat terlaksana hanya oleh kegiatan para petani sendiri,
dan untuk merubah bentuk pertanian dari yang bersifat subsisten atau untuk pemenuhan sendiri
menjadi bentuk usahatani yang komersial sangat tergantung kepada sumber-sumber yang ada di
luar lingkungan usahataninya. Mosher (1981), menyatakan bahwa terdapat dua syarat dalam
pembangunan pertanian, yaitu: (1) Syarat mutlak, meliputi pasar untuk hasil pertanian, teknologi
yang terus berkembang, tersedianya bahan-bahan produksi dan peralatan secara lokal,
perangsang produksi bagi petani, serta pengangkutan. (2) Syarat pelancar, meliputi pendidikan
pembangunan, kredit produksi, kegiatan gotong royong, perbaikan dan perluasan tanah/lahan
pertanian serta perencanaan nasional untuk pembangunan pertanian.

Agribisnis merupakan cara pandang baru dalam melihat pertanian. Ini berarti bahwa
pertanian tidak hanya on-farm activities, tetapi juga off-farm activities. Dengan demikian
pertanian tidak hanya berorientasi produksi, tetapi juga berorientasi pasar, tidak hanya dilihat
dari sisi permintaan (demand side) tetapi juga dari sisi penawaran (supply side). Dalam hal ini
pertanian tidak hanya bercocok tanam, beternak, menambak ikan, dan berkebun saja; tetapi juga
bagaimana memproses dan memasarkan outputnya, serta bagaimana keterlibatan penunjang
(Saragih, 2010). Pembangunan kelembagaan pertanian sebagai penujang keberhasilan agribisnis
diperlukan karena: (1) Proses pertanian memerlukan sumberdaya tangguh yang didukung oleh
infrastruktur, peralatan dan kredit, (2) Pembangunan kelembagaan petani lebih rumit daripada
manajemen sumberdaya alam karena memerlukan faktor pendukung dan unit-unit produksi, (3)
Kegiatan pertanian mencakup rangkaian penyiapan input, mengubah input menjadi produk
dengan tenaga kerja dan manajemen dan menempatkan output menjadi lebih berharga, (4)
Kegiatan pertanian memerlukan dukungan dalam bentuk kebijakan dan kelembagaan dari pusat
dan lokal, (5) Kompleksitas pertanian yang meliputi unit usaha dan kelembagaan sulit mencapai
optimal.

Suatu lembaga dibentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia sehingga lembaga


mempunyai fungsi, selain itu lembaga merupakan suatu konsep yang terpadu dengan struktur,
artinya tidak saja melibatkan pola aktivitas yang lahir dari segi sosial untuk memenuhi
kebutuhan manusia tetapi juga pola organisasi untuk melaksanakannya. Roucek dan Warren
(1994) dalam Anantayu (2011), menyatakan bahwa strategi-strategi yang dilakukan untuk
memenangkan persaingan banyak sekali, salah satunya adalah dengan cara menyampaikan
secara konsisten layanan yang berkualitas tinggi dibandingkan para pesaing dan lebih tinggi dari
harapan pelanggan. Lebih lanjut Kotler (1997) menyatakan bahwa konsumen akan merasa puas
bilamana produk atau jasa yang dirasakan memiliki kualitas yang sesuai dengan harapan.
Kepuasan konsumen menurut Kotler (1997) merupakan fungsi kedekatan antara
harapan/ekspektasi konsumen dengan prestasi produk yang dirasakan konsumen (perceived
performance). Tingkat kepuasan dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dan selanjutnya
dapat digunakan dalam pengembangan usaha. Umar (2005) menyatakan bahwa kepuasan
konsumen akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari si pemberi jasa kepada
konsumen sesuai dengan apa yang dipersepsikan oleh konsumen.

Perbedaan cara penyampaian dari apa yang dipersepsikan konsumen itu mencakup 5
gap: 1) Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. 2) Gap antara persepsi
manajemen tentang harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. 3) Gap antara spesifikasi
kualitas jasa dan jasa yang disajikan. 4) Gap antara penyampaian jasa aktual dan komunikasi
eksternal kepada konsumen. 5) Gap antara jasa yang diharapkan dan jasa aktual yang diterima
konsumen. Beberapa hasil penelitian tetang kelembagaan agribisnis diantaranya Juraemi (2004)
yang menyatakan bahwa terdapat empat kelembagaan yang mendukung dalam keragaan sistem
agribisnis kelapa sawit, yaitu kelompok tani, koperasi, PPL perkebunan serta pembina
perkebunan. Anantanyu (2011) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa peningkatan kapasitas
kelembagaan petani dilakukan sejalan dengan kegiatan penyuluhan pertanian dengan memotivasi
petani untuk berpartisipasi dalam kelembagaan petani, dengan memberikan muatan pada
penguatan kapasitas individu petani sekaligus kapasitas kelembagaan petani.

BAB III
(Pembahasan)

3.1 Mengidentifikasi lembaga pendukung pengembangan agribisnis

Agribisnis merupakan cara pandang baru dalam melihat pertanian. Ini berarti bahwa
pertanian tidak hanya on-farm activities, tetapi juga off-farm activities. Dengan demikian
pertanian tidak hanya berorientasi produksi, tetapi juga berorientasi pasar, tidak hanya dilihat
dari sisi permintaan (demand side) tetapi juga dari sisi penawaran (supply side). Dalam hal ini
pertanian tidak hanya bercocok tanam, beternak, menambak ikan, dan berkebun saja; tetapi juga
bagaimana memproses dan memasarkan outputnya, serta bagaimana keterlibatan penunjang.
Maka dari itu ada beberapa kelembagaan yang dapat mendukung pengembangan agribisnis,
antara lain:

1. Pemerintah

Lembaga pemerintah mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah, memiliki
wewenang, regulasi dalam menciptakan lingkungan agribisnis yang kompetitif dan adil.
Lembaga pemerintah memiliki struktur antara lain:
Pusat
Perbaikan di Administrasi
masa datang yang baik
Provinsi

Intruksi dan
Kabupaten pedoman
jelas
Objektif

Kecamatan

Desa Tujuan dan


Laporan dan maksud dari
Evaluasi program
pemerintah
Petani cepat
dipahami

2. Lembaga Pembiayaan

Kebutuhan akan kredit di pedesaan sangat dirasakan terutama untuk modal kerja, karena
sangat membantu ekonomi pedesaan. Misalnya, dalam masa paceklik, pengeluaran untuk tujuan
tertentu misalnya biaya menggarap tanah, pembelian bibit, pupuk, peralatan petani lainnya.

Ada tiga jenis sumber kredit yang diberikan untuk bantuan modal masyarakat pedesaan.

- Lembaga keuangan formal


Seperti BRI unit desa dan Koperasi Unit Desa (KUD)
- Lembaga keuangan semi formal
Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Koperasi Simpan Pinjam (KOSIPA), dan lain-lain
- Lembaga keuangan non formal
Para pelepas uang dan rentenir.

Dari kesekian lembaga keuangan tersebut para petani lebih memilih lembaga keuangan non
formal seperti rentenir. Karena, prosedur yang sederhana, dapat dilaksanakan setiap saat, tanpa
agunan, tanapa biaya transaksi dan lain-lain. Sehingga timbullah dampak yang dapat merugikan
petani akibat dari penggunaan lembaga kauangan non formal , dampaknya yaitu seperti
eksploitasi petani, petani selalu berada di posisi yang lemah karena tingkat bunga yang diberikan
oleh lembaga non formal cukup besar.

3. Lembaga Pemasaran dan Distribusi

Peranan lembaga ini sebagai ujung tombak keberhasilan pengembangan agribisnis,


karena fungsinya sebagai fasilitator yang menghubungkan antara defict unit (Konsumen
penggunan yang membutuhkan product) dan surplus unit ( Produsen yang menghasilkan
produk).

Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan konsumenuntuk memperoleh


komoditi yang sesuai waktu, tempat, dan bentuk yang dihasilakan konsumen (Kotler,1997).
Sudyono (2001) mengungkapakan bahwa menurut pengusahaannya terhadap komoditi yang
diperjualbelikan, lembaga pemasarn dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :

a. Lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai komoditi, seperti agen perantara, makelar
(broker,selling broker dan buyinh broker)

b. Lembaga yang memiliki dan menguasai komoditi pertanian yang diperjualbelikan, seperti
pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir, dan importer

c. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak menguasai komoditi pertanain yang
diperjualbelikan, seperti perusahaan-perusahan penyedia fasibilitas transportas, asuransi,
surveyour dan lain sebagaianya.

4. Koperasi

Koperasi merupakan salah satu lembaga yang diharapkan dapat meningkatkan produksi
dan kesejahtraan petani, memberikan jaminan keuntungan, dan meningkatkan tawar petani dalam
penentuan harga produk pertanian.

5. Lembaga Pendidik Formal dan Informal

Sistem Pendidikan
Jenis
Formal Non Formal In Formal
Pendidik Jelas, petugas khusus Jelas, petugas khusus Tak jelas, tak khusus,
yaitu guru/dosen yaitu penyuluh ada orang tua, tokoh
masyarakat,
penerbit,dll
Materi Tersaji dalam Inovasi guna Pengertahuan umum
kurikulum memecahkan guna ketertiban dan
permasalahan yang sosialisasi dan
dihadapi kesejahtraan
masyarakat
Metode Proses belajar Proses belajar diluar Proses penerangan
mengajara yang sudah sekolah dengan kemasyarakatan, lebih
di sesuaikan dengan belajar sambil banyak aspek sikap
tingkat bekerja, lebih untk ketertiban umum
pendidikannya, dan mengutamakan dan sosialisasi
lebih banyak aspek keterampilan. keluarga.
pengetahuannya
Sasaran Lebih Homogen Lebih spesifik, tidak Tidak spesifik, tapi
dalam umur,tingkat adanya homogeny bagi masyarakat
kecerdasan, dasar dalam umur, dasar umum.
pendidikan dan pendidikan,
minatnya. kecerdasan dan
kedudukan
Kewajiban Belajar Adanya sanksi, ujian, Tidak ada sanksi, Tidak ada sanksi
dan peraturan baku tidak ada ujuan dan spesifik, tak ada
tidak ada peraturan aturan khusus, tak ada
baku yang mengikat ujuan, merdeka
sebagai masyarakat,
yang terpenting taat
terhadap norma yang
berlaku dalam satu
system sosial.
Waktu dan tempat Tertentu dan tetap, Tidak tetap, lebih Di kehidupan sehari-
seperti ruagn kelas banyak di lapangan hari di masyarakat.
tempat kerja sasaran,
ditentukan atas
keperluan dan
musyawarah
Contohnya TK, SD, SMP, SMA, Penyuluhan pertanain, Penerangan di
PT KB, PKK, Gizi, masyarakat oleh tokoh
Kesehatan, masyarakat,
Keterampilan penerangan media
keluarga massa untuk umum,
nasihat dalam
keluarga oleh orang
tua.

6. Lembaga Penyuluhan Pertanian Lapangan

Penyuluhan pertanian merupakan bentuk pendidikan non formal yang merupakan bentuk
pendidikan dengan cara, bahan dan sasaranyya desesuaikan dengan keadaan, kepentingan, waktu
maupun tempat petani. Tujuan penyuluhan pertanain yaitu untuk menambah kesanggupan petani
dalam usahataninya, dan juga membantu petani agar senantiasa menignkatakan efesiensi
usahataninya. Penyuluhan pertanaian memiliki peran dan fungsi seperti : Menignkatkan
partisipasi petani, menumbuhkan dinamika dan kepemimpinan anggota melalui musyawarah,
menyampaikan anjuran teknologi tepat guna kepada petani dan membina petani, mendorong
terwujudnya hubungan yang melembaga antara kelompok tani dengan KUD, Membina
pelaksanaan perakitan/ rancang bangun UT sesuai dengan kondisi setempat, dan menyiapkan
bahan penyusunan program penyuluhan pertanian dan menyusun rencana kerja penyuluhan
pertanian.

7. Lembaga Riset

Lembaga penelitian dan pengembangan (riset) harus ada pada setiap subsistem agribisnis
dengan produktifitas keluaran teknologi baru yang dapat digunakan oleh para pelaku di stiap
subsistem. Teknologi yang dihasilkan dari aktivitas agribisnis mampu memberikan kesejahtraan
bagi para pelaku yang terlibat di dalamnya.

Semua lembaga riset yang terkait dengan agaribisnis harus diperdayakan dan menjadikan
ujung tombak untuk mengahislakan komoditas yang unggul dan daya saing tinggi.

8. Lembaga Penjaminan dan Penanggung Resiko

Resiko dalam agribisnis tergolong besar, namum hamper semuanya dapat diatasi dengan
teknologi dan manajemen yang handal. Instrumen heading dalam bursa komoditas juga perlu
dikembangkan guna memberikan sarana penjaminan berbagai resiko dalam agribisnis dan
industry pengolahannya.

Salaha satu lembaga dalam penjaminan dan penanggungan resiko dalam system
agribisnis yang pernah ada yaitu Asuransi Pertanian, jenis asuransi yang diajukan keapda para
petani untuk melindungi terhadap kerugian yang mungkin terjadi akibat musibah alam, akibat
penurunan harga komoditas pertanian, maupun akiabt sebab-sebab lainnya.

3.2 Studi Kasus

PERAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS MENDONGPERAN KELEMBAGAAN


DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS di MENDONG

Di dalam ini kasus yang dikembangkan yaitu : (1) Mengidentifikasi kelembagaan


agribisnis yang berperan dalam usahatani mendong, (2) Mengetahui tingkat kinerja kelembagaan
agribisnis dalam usahatani mendong, dan (3) Mengetahui tingkat kepuasan petani terhadap
kinerja kelembagaan agribisnis dalam usahatani mendong.

Setelah dilakukannya penelitian di desa mondong maka menunjukkan untuk kinerja


kelembagaan agribisnis bahwa petani merasa puas dengan kios sarana produksi, pedagang
pengumpul/bandar, pengrajin, kelompoktani, penyuluh dan perguruan tinggi yang cukup baik
kinerjanya dalam menjalankan fungsi kelembagaan agribisnis pada usahatani mendong. Prioritas
peningkatan fungsi kelembagaan terletak pada keberadaan koperasi, persyaratan pembelian
mendong, harga jual mendong, kelompoktani sebagai unit produksi dan penyedia sarana
produksi serta pelatihan oleh lembaga informasi dan teknologi. Sedangkan untuk kinerja
kelembagaan menunjukkan bahwa kelembagaan agribisnis mendong masih perlu ditingkatkan
lagi agar mampu menghadapi tantangan persaingan dengan penguatan kemandirian petani
melalui peningkatan fungsi kelompoktani sebagai unit produksi dan pengadaan sarana produksi
sehingga ada peningkatan nilai tambah dan nilai tukar dari kegiatan usahataninya dengan tidak
terlepas dari adanya pelatihan penerapan inovasi teknologi dari lembaga terkait.

Seperti apa yang diuraiakan pada BAB II Tinjauan Pustaka Peran kelembagaan agribisnis
sangat menentukan terhadap keberhasilan pembangunan pertanian, karena diharapkan akan
mampu berkontribusi terhadap aksesibilitas petani terhadap pengembangan sosial ekonomi
petani, serta pasar. Jika dikaitkan dengan sistem agribisnis, kelembagaan termasuk subsistem
jasa penunjang dimana lembaga tersebut harus mampu berperan dalam menunjang terhadap
kegiatan dalam subsistem pengadaan sarana produksi, usahatani, pengolahan hasil pertanian dan
pemasaran. Petani sebagai pelaku utama adalah subjek dalam pembangunan agribisnis tersebut
yang merupakan konsumen dari jasa yang diberikan oleh lembaga penunjang agribisnis tersebut.
Agribisnis akan berjalan dengan baik jika tidak terjadi kesenjangan antara lembaga penunjang
dengan kegiatan usahanya.

BAB IV

4.1 Kesimpulan

Kelembagaan merupakan hal yang penting guna mendukung pengembangan agribisnis,


karena agribisnis tidak hanya on-farm activite melainkan juga off-farm activitie, diaman guna
melancarkan kegiatan tersbut butuh kelembagaan seperti kelembagaan Pemerintah, Pembiayaan,
Pemasaran, Koperasi, Pendidika Formal dan Informal, Penyuluhan PErtanain Lapangan, RIset,
Penjamin dan Penanggung Resiko.

Dari hal tersbut dapat disimpulkan Penguatan Kelembagaan Dalam Sistem Agribisnis
Merupakan Kunci Kesejahtraan Petani.
Daftar Pustaka

Anantanyu, S. 2011. Kelembagaan Petani, Peran dan Strategi Pengembangan Kapasitasnya. Jurnal SEPA,
7(2): 102-109

Juraemi. 2004. Hubungan Antara Kinerja Kelembagaan dengan Keragaan Sistem Agribisnis pada
Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal EPP, 1(2):33-40.

Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian


(terjemahan Jaka Wasana). Jakarta: PT Salemba empat

Saragih, B. 2010. Agribisnis, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Jakarta: IPB
Press.

Sukamdiyo, I. 1996. Manajemen Koperasi. Jakarta: Erlangga.

PPT elearning.unsrat.ac.id, Perencanaan Wilayah Agribisnis. Lembaga Pendukung Pengembangan


Agribisnis.

Anda mungkin juga menyukai