Anda di halaman 1dari 9

MANAJEMAN AGRIBISNIS

MAKALAH KELEMBAGAAN AGRIBISNIS


diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan
tugas Mata Kuliah Manajeman Agribisnis
Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Jember

Oleh :
Yaasiin Rahmadhan Yustyanto
181510301031

LABORATORIUM MANAJEMEN BISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN


PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Institusi pertanian baik formal maupun informal di Indonesia harus memainkan


peran penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan produksi
dan pendapatan, serta kesejahteraan petani. Namun demikian, kinerja petani belum
optimal yang ditandai dengan sulitnya mengakses layanan dari lembaga pertanian yaitu
penyuluh, lembaga penelitian, lembaga pelatihan dan lembaga pendidikan termasuk
akses pemasaran. Akibatnya produktivitas pertanian dan pendapatan petani relatif
rendah.

Hal ini disebabkan lemahnya koordinasi peran antara Lembaga Pendidikan dan
Pelatihan serta Puslitbang. Oleh karena itu, diperlukan kelembagaan pertanian yang
dapat memberdayakan petani dengan tingkat tawar menawar yang tinggi. Dalam hal
ini, institusi pertanian dapat merespon permasalahan di atas. Penguatan posisi tawar
petani melalui kelembagaan merupakan kebutuhan yang mendesak, dan mutlak
diperlukan petani untuk mampu bersaing dan meningkatkan kesejahteraannya dalam
kegiatan pertaniannya. Membina petani agar lebih efektif dan sejahtera, maka
dibentuklah kelompok tani yang diharapkan dapat berfungsi sebagai wadah yang dapat
memotivasi petani untuk lebih aktif sebagai anggota dan berpartisipasi dalam berbagai
kegiatan untuk meningkatkan usaha tani. Pengembangan usahatani melalui kelompok
tani,

Pengembangan kelembagaan merupakan salah satu komponen utama dari


keseluruhan desain Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan tahun 2005-2025.
Hingga saat ini, pendekatan kelembagaan juga menjadi komponen kunci dalam
pembangunan pertanian dan pedesaan. Namun kelembagaan kelompok tani cenderung
diposisikan hanya sebagai sarana pencapaian suatu proyek, bukan sebagai upaya
pemberdayaan yang lebih mendasar dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, untuk dapat memainkan peran kelompok tani yang lebih
partisipatif, pengembangan kelembagaan harus dirancang sebagai upaya peningkatan
kapasitas kelompok tani agar dapat mandiri dalam mendukung pengembangan wilayah
usaha pertaniannya. Pembentukan dan pengembangan kelompok tani di setiap desa
juga harus menggunakan prinsip kemandirian lokal yang dicapai dengan prinsip
pemberdayaan.

Dalam proses peningkatan partisipasi, pengembangan kelembagaan pertanian


menggunakan kelompok sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan. Di
perdesaan, kelompok masyarakat, kelompok tani, kelompok pemuda, kelompok
perempuan, kelompok usaha, dll. Itu telah berkembang. Jumlah kelompok tani saat ini
telah berkembang, dengan 279.523 kelompok tani dan 30.636 kelompok tani tanaman
pangan di Indonesia pada Desember 2010. Begitu juga dengan jumlah entitas
kelompok tani di negara bagian Gorontalo, data entitas kelompok tani dan pelaku
agribisnis pelaku utama di Provinsi Gorontalo sebanyak 104.076 individu dan 4600
kelompok entitas kelompok tani pada tahun 2011, dan 20 untuk Kabupaten Pohuwato.

Kabupaten Pohuwato merupakan salah satu wilayah di Provinsi Gorontalo


dengan potensi berupa lahan kering, persawahan, peternakan dan perikanan. Khusus di
Kecamatan Popayato Barat, kawasan ini sangat cocok untuk budidaya tanaman padi,
jagung dan kedelai karena memiliki keunggulan komparatif dan Pemerintah Kabupaten
Pohuwato telah menetapkannya sebagai kawasan sentra pengembangan tanaman
jagung. Kabupaten Pohuwato memiliki tiga belas Daerah, termasuk Kecamatan
Popayato Barat. Terdapat tujuh desa dengan potensi berupa Kecamatan Popayato
Barat, sawah dan lahan kering.

Organisasi kelompok tani di Desa Butungale, dimana wadahnya adalah sarana


belajar, mengajar, saling berinteraksi, dan dalam hal ini mencari solusi dari
permasalahan untuk tujuan yang diinginkan yaitu meningkatkan produksi dan
kesejahteraan masyarakat tani. di Desa Butungale. Namun kinerjanya belum optimal,
terlihat dari kondisi lokasi penelitian, misalnya: tingkat keterlibatan pengurus dalam
pengelolaan kelompok tani, sumber daya manusia, jumlah anggota yang tidak
melakukannya, struktur kelompok dan aset yang tidak pasti, lahan. status kepemilikan
dan anggota kelompok, kredibilitas manajemen Lembaga pendukung di desa
memaksimalkan dan pemerintah belum melakukan campur tangan yang maksimal
dalam pengelolaan proyek kelompok tani. Dari uraian di atas,

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana peranan pendukung dalam pengembangan agribisnis ?

2. Bagaimana kelembagaan kelompok tani?

1.3 Tujuan

1. . Kita dapat mengetahui bagaimana peranan pendukung dalam pengembangan


agribisnis

2. Mengidentifikasi kelembagaan kelompok tani.

PEMBAHASAN

Sarana kelembagaan produksi pertanian dapat mencakup pedagang benih /


benih, pedagang pupuk, pedagang pestisida / herbisida, dan pedagang input pertanian
lainnya. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian, pengembangan kelembagaan
sarana produksi pertanian memiliki peran penting karena akan mempengaruhi
kemudahan petani dalam memperoleh sarana produksi yang diperlukan. Oleh karena
itu, pengembangan kelembagaan sarana produksi pada umumnya bertujuan untuk
meningkatkan aksesibilitas petani terhadap sarana produksi yang diperlukan, baik
secara fisik maupun finansial sehingga petani mampu memberikan input pertanian
sesuai dengan kebutuhannya.

Pengalaman Revolusi Hijau membuktikan pentingnya pengembangan


kelembagaan input pertanian untuk mendorong peningkatan produksi beras. Dengan
berkembangnya industri pupuk dan pengaturan tata niaga pupuk, maka semakin banyak
pupuk tersedia di tingkat petani dan semakin mudah bagi petani untuk mendapatkan
pupuk yang dibutuhkannya. Dengan kata lain, akses fisik petani terhadap pupuk
meningkat. Begitu pula dengan adanya subsidi harga pupuk, petani lebih mampu
menyediakan pupuk yang dibutuhkannya, karena harga pupuk yang harus dibayar
petani lebih murah dari harga pasar. Semakin tinggi tingkat harapan petani terhadap
pelayanan kelembagaan agribisnis, maka semakin penting pula pelayanan fungsi
kelembagaan tersebut untuk dilaksanakan melalui kinerjanya.(Tedjanigsih, dkk, 2018)

Di lokasi penelitian dapat dikatakan bahwa pupuk kimia yang dibutuhkan


petani masih tersedia. Hampir semua petani mengatakan demikian. Hal ini
menunjukkan bahwa aksesibilitas fisik petani terhadap pupuk kimia relatif baik.
Namun aksesibilitas ini sedikit lebih rendah di desa berbasis komoditas lahan kering,
karena hanya sekitar 80% petani yang mengatakan bahwa pupuk yang diperlukan
selalu tersedia, sedangkan di tiga desa lainnya, lebih dari 90% petani mengatakan
demikian. Tren ini juga terjadi pada akses petani terhadap benih dan pestisida
berkualitas lebih tinggi mengingat petani yang melapor

Pemerintah dalam menciptakan lingkungan agribisnis yang kompetitif dan


berkeadilan. Lembaga pendanaan berperan sangat penting dalam penyediaan investasi
dan modal kerja, mulai dari daerah hulu hingga hilir. Penataan organisasi ini segera
dilakukan, terutama dalam rangka membuka seluas-luasnya akses bagi pelaku usaha
kecil dan menengah yang tidak memiliki aset yang cukup untuk digunakan
mendapatkan pembiayaan usaha. Agen Pemasaran dan Distribusi Peran lembaga ini
menjadi ujung tombak keberhasilan pengembangan agribisnis, karena berfungsi
sebagai fasilitator yang menghubungkan defisit dan surplus unit, produsen
menciptakan produk. Koperasi Peran lembaga ini terlihat dari fungsinya sebagai
penyalur produk dan input pertanian. Namun di Indonesia, perkembangan KUD
terhambat karena KUD dibentuk hanya untuk memenuhi keinginan pemerintah,
dengan modal terbatas, serta pengurus dan staf KUD tidak profesional.
Institusi pendidikan formal dan informal tertinggal dari Indonesia dibandingkan
dengan negara lain, misalnya Malaysia, institusi ini berperan besar dalam
pengembangan agribisnis karena Malaysia adalah rajanya produk kelapa sawit. Begitu
pula dengan Kasetsart University di Thailand yang berhasil menghasilkan tenaga-
tenaga terlatih di bidang agribisnis, yang dibuktikan dengan sangat pesatnya
perkembangan bisnis buah-buahan dan pertamanan. Oleh karena itu, ke depan
pemerintah hanya akan berperan sebagai fasilitator bukan administrator dan
menentukan mekanisme sistem pendidikan. Dengan demikian, perguruan tinggi
diharapkan mampu menata diri dan memiliki ruang yang luas untuk berolahraga tanpa
terikat aturan main yang rumit.

Menurut Darus, dkk, (2019) Kelembagaan penyuluh merupakan bagian dari


upaya pemerintah dalam meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan
sikap petani dalam menjalankan usahataninya melalui kegiatan pendampingan,
pelatihan, pembinaan, dan pemberdayan yang pelaksanannya dilakukan oleh tenaga
penyuluh pertanian berdasarkan kebutuhan dan kepentingan petani dengan
memperhatikan kearifan lokal dan kelestarian sumberdaya.Penyuluh Pertanian
Keberhasilan Indonesia swasembada beras dalam 10 tahun terakhir ini tidak lepas dari
kerja keras lembaga yang terus mencanangkan berbagai program, seperti Bimas,
Inmas, Insus dan Supra Insus. Peran lembaga ini belakangan semakin menurun,
sehingga perlu upaya restrukturisasi dan pemberdayaan dengan gambaran yang terbaik.
Peran mereka bukan lagi sebagai penyuluh pertanian penuh waktu tetapi sebagai
pendukung dan konsultan pertanian petani.

Lembaga Penelitian Agribisnis Organisasi ini jauh tertinggal dari negara-


negara lain yang sebelumnya berorientasi ke Indonesia. Semua lembaga penelitian
yang terlibat dalam agribisnis harus diberdayakan dan dipelopori untuk menghasilkan
komoditas yang unggul dan berdaya saing tinggi. Misalnya Meksiko dapat
menghasilkan alpukat dengan daging buah berwarna kuning kehijauan, kulit bersih dan
halus, bentuk buah besar dengan biji kecil.
Organisasi risiko dan asuransi. Risiko dalam agribisnis memang cukup besar,
namun hampir semuanya dapat diatasi dengan teknologi dan manajemen yang andal.
Instrumen nilai tukar komoditas juga perlu dikembangkan untuk menjadi sarana
lindung nilai dalam agribisnis dan industri pengolahan.

Proses yang terkait dengan organisasi, baik dalam bentuk organisasinya


maupun dalam standar dan pengaturan kelembagaan, umumnya masih fokus pada
proses akuisisi dan pemasaran sampai batas tertentu. Di sebagian besar daerah,
keberadaan lembaga agraria dan tani tetap tidak terlihat. Padahal, fungsi kelembagaan
pertanian beragam, antara lain: a. sebagai penggerak pembangunan b. kolektor c.
distributor fasilitas manufaktur d. membangkitkan minat dan sikap e. dan lain-lain.

Faktor kelembagaan berperan sebagai kelembagaan berupa kelembagaan


organisasi dan norma kelembagaan. Salah satu kemunculan organisasi pertanian lokal
yang dapat menjangkau petani kecil di pedesaan Indonesia adalah pengalihan alat
produksi informal dalam bentuk gerak pemberi kredit keliling. Organisasi ini adalah
organisasi non-organisasi dan dijalankan oleh individu yang mampu membangun
kepercayaan pemegang kartu kredit dengan berbagi norma dan perilaku yang diterima
secara sosial. Kondisi saling percaya ini menjadi jaminan atas kelancaran penyaluran
kredit, pengembalian, pembelian dan penjualan hasil pertanian, serta kelancaran
transfer informasi dan teknologi. Keberadaan lembaga keuangan seharusnya dapat
menjadi solusi bagi petani dalam memperoleh sumber modal, namun tidak demikian
yang terjadi di lapangan.Persentase petani yang memanfaatkan fasilitas permodalan
yang disediakan lembaga keuangan (bank dan Non Bank) hanya 22,5 persen. (Darus,
dkk, 2019)

Faktor kelembagaan sebagai faktor penting dalam upaya petani untuk


meningkatkan keterampilan dan produktivitas seringkali diabaikan karena peran
praktisnya dalam proses produksi. Hingga saat ini, upaya peningkatan hasil pertanian
selalu dikaitkan dengan penerapan dan jenis teknologi yang dianggap sesuai untuk
tujuan produksi, terlepas dari peran organisasi dan kelembagaan pertanian dalam
prosesnya, diseminasi dan adopsi inovasi teknologi pertanian masih terus dilakukan.
sangat besar. kuat. Lebih lanjut, dalam hierarki sosial tertentu, proses transfer informasi
dan teknologi tidak terlepas dari keberadaan dan peran institusi dan situasi sosial
tertentu. Upaya peningkatan hasil pertanian selalu dikaitkan dengan penerapan dan
penerapan teknologi yang dianggap sesuai dengan tujuan produksi, meskipun peran
organisasi dan kelembagaan pertanian dalam proses sosialisasi dan
penerapannya.Penggunaan inovasi teknologi pertanian masih sangat besar. kuat. Lebih
lanjut, dalam hierarki sosial tertentu, proses transfer informasi dan teknologi tidak
terlepas dari keberadaan dan peran institusi dan situasi sosial tertentu. Upaya
peningkatan hasil pertanian selalu dikaitkan dengan penerapan dan penerapan
teknologi yang dianggap sesuai dengan tujuan produksi, meskipun peran organisasi
dan kelembagaan pertanian dalam proses sosialisasi dan penerapannya.Penggunaan
inovasi teknologi pertanian masih sangat besar. kuat. Lebih lanjut, dalam hierarki sosial
tertentu, proses transfer informasi dan teknologi tidak terlepas dari keberadaan dan
peran institusi dan situasi sosial tertentu.

Kesimpulan

Alat produksi petani umumnya tersedia, tetapi karena keterbatasan modal, tidak
semua petani dapat membeli alat produksi yang diperlukan dengan uang tunai. Hal ini
terutama berlaku untuk pembelian pupuk, di mana sekitar 1.220% petani terpaksa
membeli pupuk dari pedagang input dengan cara meminjam dan membayar setelah
panen, padahal harga pembelian pupuk lebih tinggi daripada biaya produksi di pasar.
Namun pembelian pupuk dengan cara ini cenderung menurun di desa-desa yang
menanam padi dan sayuran, hal ini menunjukkan bahwa akses petani terhadap pupuk
cenderung meningkat. Jika tidak,
Daftar Pustaka

Darus, Fahrial, dan Randa A. E. 2019. PERAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS


DALAM RANGKA MENYUKSESKAN PROGRAM KETAHANAN
PANGAN RIAU DI KABUPATEN ROKAN HULU. Jurnal Agribisnis Vol:
21 No: 2 Desember 2019 ISSN-P: 1412-4807 ISSN O: 2503-4375

Tenten Tedjaningsih, Suyudi, Hendar Nuryaman. 2018. PERAN KELEMBAGAAN


DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS MENDONG. Jurnal Pemikiran
Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(2): 210-226

Anda mungkin juga menyukai