Anda di halaman 1dari 3

“Peran Kelompok Tani Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani”

Pendahuluan
Di Indonesia pertanian masih menjadi salah satu pendukung perekonomian, kondisi
ini ditunjang dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya sehingga banyak tenaga kerja
berkontribusi dalam sektor ini, sekitar 49% rumah tangga menggantungkan hidupnya dari
pertanian(BPS,2019).Disisi lain, masyarakat miskin di perdesaan yang sebagian besar sebagai
petani masih besar. Data BPS (2012) menunjukkan jumlah penduduk miskin di pedesaan
yaitu berjumlah 18,48 juta jiwa atau 15,12 persen terhadap total penduduk pedesaan. Artinya
secara khusus perhatian terhadap kesejahteraan petani perlu menjadi prioritas pemerintah,
karena berkaitan dengan masa depan usahatani dalam kesinambungan produksi padi/beras
sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia. Pembangunan pertanian pada dasarnya
ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama petani. Untuk itu dalam setiap
tahapan kegiatan pembangunan pertanian, kesejahteraan petani selalu menjadi tujuan. Dalam
Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 peningkatan kesejahteraan petani
merupakan salah satu dari empat target utama pembangunan pertanian (Kementan, 2010).
Dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 peningkatan 
kesejahteraan petani merupakan salah satu dari empat target utama pembangunan pertanian
(Kementan, 2010).Terdapat tiga tahap (fase) dalam mewujudkan kesejahteraan petani, tahap
pertama:pemberdayaan organisasi petani yakni tahap pemberdayaan kelembagaan petani
(pengembangan SDM, pengembangan teknologi dan rekayasa aturan main organisasi), tahap
kedua: pengembangan jaringan kemitraan bisnis (networkbusiness),dan tahap ketiga:
peningkatan daya saing (competitiveness). Permasalahan yang masih melekat pada sosok
petani dan kelembagaan petani adalah 1) Peran dan fungsi kelembagaan petani sebagai wadah
organisasi petani belum berjalan secara optimal, 2) Masih minimnya wawasan dan
pengetahuan petani terhadap masalah manajemen produksi maupun jaringan pemasaran,
3)Belum terlibatnya secara utuh petani dalam kegiatan agribisnis, aktivitas petani masih
terfokus pada kegiatan produksi (onfarm) sehingga posisi tawar petani lemah (Dimyati,
2007).Dalam hal penyelesaian masalah tersebut diperlukan suatu kelembagaan salah satunya
melalui kelompok tani. Pemberdayaan kelompok tani merupakan serangkaian upaya
sistematis,konsisten dan berkelanjutan untuk meningkatkan daya adaptasi dan inovasi petani
dalam pemanfaatan teknologi.
Kelompok tani merupakan kelembagaan di tingkat petani yang dibentuk untuk secara
langsung mengorganisir para petani dalam berusaha tani. Kementerian Pertanian
mendefinisikan kelompok tani sebagai kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas
dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya)
dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Kelompok tani
dibentuk oleh dan untuk petani, guna mengatasi masalah bersama dalam usaha tani.
Kelembagaan kelompok tani sebagai salah satu faktor penggerak dalam sistem
produksi sangat penting guna menunjang keberlanjutan pertanian. Kelembagaan dalam hal ini
tidak saja menyangkut kelembagaan usahatani, melainkan juga peranan kelembagaan-
kelembagaan penunjang yang dapat mendukung pengembangan model penyuluhan terpadu.
Disisi lain dalam pengembangan pertanian, ketersediaan modal dalam jumlah cukup dan tepat
waktu merupakan unsur strategis dan penting. Untuk itu pemerintah membantu dengan
memberikan berbagai macam fasilitas permodalan seperti pemberian kredit melalui program
KUR, KUT, KI, perbankan dan nonperbankan (Yunita, dkk, 2014).Penguatan kelembagaan
petani dapat menjamin adanya kontinuitas atau kesinambungan pada usaha penyebaran
pengetahuan teknis atau teknologi kepada petani dan menyiapkan petani agar mampu
bersaing dalam struktur ekonomi yang lebih terbuka. Kerjasama petani dalam kelembagaan
dapat mendorong penggunaan sumberdaya yang lebih efisien (Listyati et.al., 2014).
Dengan dibentuknya kelompok-kelompok tani yang diharapkan dapat
berfungsi sebagai wadah yang dapat memotifasi petani sebagai anggotanyauntuk lebih aktif
dan berperan dalam berbagai kegiatan guna mengembangkan usaha taninya. Pengembangan
usahatani melalui kelompok tani adalah sebagai upaya percepatan yaitu petani yang banyak
jumlahnya dan kawasan pedesaan yang tersebar dan luas, sehingga dalam pengembangan,
pembinaan kelompok diharapkan tumbuh cakrawala dan wawasan kebersamaan memecahkan
dan merubah citra usaha tani sekarang menjadi usaha tani masa depan,(Suradisastra, 2008).
Belakangan ini kelompok tani diperbesar menjadi gabungan kelompok tani pada satu
wilayah administratif (desa) atau dikenal dengan istilah Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 93/Kpts/OT.210/3/1997
tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani-Nelayan, “Gabungan Kelompok Tani” adalah
merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas
prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan
pendapatan usahatani bagi anggotanya dan petani lainnya (Syahyuti, 2007).
Karena itu, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) kemudian dikenal sebagai wadah
kerjasama antar kelompok tani. Alasan dibentuknya GAPOKTAN secara sudut pandang
ekonomi adalah sebagai upaya dalam menghindari suatu biaya transaksi tinggi yang harus
dikeluarkan oleh para anggotanya karena adanya masalah penumpang kepentingan komitmen
dan loyalitas yang berbeda, serta faktor eksternal. Meskipun demikian paradigma suatu
pembentukan gabungan kelompok tani ini belum tepat dikarenakan pembentukan kelompok
tani ini hanya sebatas kelompok formal. Pada tahun 2006 jumlah kelompok tani tercatat
293.568 kelompok dan Gapoktan sebanyak 3000 ( Budi dan Aminah,2009). Tulisan ini
bertujuan untuk mendeskripsikan peran dan fungsi kelompok tani, dan akan menggambarkan
potensi, kendala dan langkah-langkah strategis penguatan kelompok tani dalam kerangka
meningkatkan kesejahteraan petani.

Anda mungkin juga menyukai