Simpul kritis program pembangunan pedesaan untuk tranformasi kelembagaan lokal di pedesaan, seperti:
• Kelembagaan dibentuk pemerintah, terfokus pada upaya peningkatan produksi pertanian jangka pendek dengan tekanan kegiatan di lapang pada
penerapan teknologi produksi
• Kelembagaan lebih ke tujuan distribusi bantuan dan memudahkan aparat pemerintahmengontrol pelaksanaan program pembangunan di lapangan,
dan bukan ditekankan pada peningkatan peran aktif masyarakat pedesaan
• Seragamnya bentuk kelembagaan yang dikembangkan sangat terasa dalampemerintahan desa. Pembentukan kelembagaan seharusnya ditekankan
untukmemperkuat ikatan horizontal daripada memperkuat ikatan vertical
• Pembinaan kelembagaan cenderung individual, misalnya dengan memfoluskanpembinaan kepada kontak-kontak tani, yang sesuai prinsip ‘trickle
down effect’ dalampenyebaran informasi yang dianut dalam kegiatan penyuluhan pertanian.
• Pengembangan kelembagaan cenderung menggunakan pendekatan struktural disbanding kultural, dengan harapan perilaku dan tindakan
masyarakat akan mengikutinya.
• Introduksi inovasi lebih menekankan pada pendekatan budaya material dibanding nonmaterialatau kelembagaan (misalnya dalam pengembangan
kelembagaan irigasi).
• Introduksi kelembagaan baru umumnya telah merusak kelembagaan lokal denganmakin lemahnya ikatan horizontal antar pelaku sosial dan
ekonomi di pedesaan, dikarenakan kegiatan proyek umumnya bersifat sektoral dan antar tahun bersifatkontiniu.
• Pengembangan kelembagaan melalui jalur program pemerintah umumnya sarat slogandan jargon politik daripada upaya nyata pemberdayaan
ekonomi masyarakat pedesaan
• Aspek teknologi masih dijadikan jurus klasik perancang kebijakan pemerintah untukmemecahkan masalah marjinalisasi ekonomi masyarakat
pedesaan. Masalahkelembagaan yang semakin lemah justru dipandang dengan hanya sebelah mata.
• Kelembagaan pendukung belum dikembangkan dengan baik, karena pelaksanaanpembangunan, terutama di pedesaan, terjebak dalam pendekatan
sektoral.
• Sikap dan tindakan (aparat) pemerintah di atas ditopang lemahnya pola pikir danpemahaman kelembagaan, mencakup aspek fungsi dan
kekuatannya menggerakkanpembangunan pedesaan.
Tahap Transformasi Kelembagaan Di Pedesaan
Tahap Masyarakat
Komunal
Tahap Penghancuran
Masyarakat Komunal
Tahap Komunalitas
Baru (Model
Transformasi
Kelembagan)
Implikasi Kebijakan
• Pembangunan pedesaan harusnya disertai oleh program yang langsung menuju
ke sasaran, dimana agricultural development dikombinasikan dengan rural
development sehingga menjadi rural-agricultural development yaitu satu
program pembangunan pedesaan komprehensif.
• Perlunya penyesuaian yang kuat dari pihak perancang dan penyelanggara
kebijakan dengan keberpihakan terhadap kepentingan peningkatan
perekonomian pedesaan. Perlunya difungsikan asas keterwakilan, transparansi,
akuntabilitas mereka dan menempatkan masyarakat pedesaan sebagai mitra dan
pelaku strategis pemberdayaan ekonomi pedesaan.
Eksistensi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Dalam
Mengembangkan Usaha Dan Ekonomi Masyarakat Desa
Yang Berdaya Saing Di Era Masyarakat Ekonomi Asean
BUMDes merupakan pengejawantahan dari amanat UU Nomor 6 Tahun
2014 pada Pasal 87 yang menyatakan bahwa BUMDes dibentuk atas dasar
semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan untuk mendayagunakan segala
potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam
dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
desa. Sehingga eksistensi BUMDes ditengah-tengah masyarakat desa dapat
menjalankan usaha di bidang ekonomi maupun pelayanan umum yang di dalam
kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata, namun
berorientasi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.
PERAN BUMDes
Adanya berbagai
informasi yang
diperhitungkan dalam Adanya pola
berbagai kondisi di berpikir dengan
masa depanyang umpan balik (feed
mengalami perubahan back) pada setiap
serba cepat dan tidak tahapan proses
menentu skenario
Reformasi Kebijakan Pembangunan Prasarana Dan Sarana
Untuk Mendukung Ekonomi Masyarakat Perdesaan