Anda di halaman 1dari 6

PENGUATAN KELEMBAGAAN MELALUI PEMBIAYAAN PERDESAAN

OLEH :

PUTU ZANES COSTALINA GE’I (2281111001)

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYAN

DENPASAR
1. Pembangunan pertanian pedesaan
Pertanian dan pedesaan merupakan komponen utama yang menopang kehidupan
pedesaan di Indonesia. Apa yang terjadi di pertanian akan secara langsung
berpengaruh pada perkembangan pedesaan, dan juga sebaliknya. Pertanian dalam hal
ini tidak hanya sebatas pertanian dalam artian sempit, namun dalam artian luas yaitu
penghasil produk primer yang terbarukan. Dengan demikian termasuk di dalamnya
adalah pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan,
perikanan, dan kehutanan. Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan sangat
penting dalam perekonomian.
Di samping itu, pertanian memiliki peranan penting untuk mengurangi kemiskinan
dan peningkatan ketahanan pangan, dan menyumbang secara nyata bagi
pembangunan pedesaan dan pelestarian lingkungan hidup. Pembangunan yang
berlangsung selama ini ternyata memang belum berhasil mengangkat petani dan
pertanian kepada posisi yang seharusnya. Kesenjangan kesejahteraan petani
dibandingkan dengan pekerja di sektor lainnya memang semakin melebar.
Produktivitas usahatani dan kualitas produk tidak menunjukkan perbaikan yang
berarti. Produk-produk pertanian semakin berkurang daya saingnya dibandingkan
dengan negara-negara tetangga. embangunan pertanian pada hakekatnya merupakan
rangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat yang adil dan merata. Pembangunan desa pada umumnya merupakan
bagian integral dari pembangunan nasioal. Pembangunan yag dilaksanakan di daerah
harus disesuaikan dengan kondisi serta potensi sumber daya alam yang tersedia di
daerah. Di harapkan dalam pelaksanaan sangat dibutuhkan keterpaduan program
lintas sektoral sehingga dalam pemenfaatan sumber daya alam dapat dilakukan secara
efektif dan efesien.
2. Pembiayaan Pertanian Pedesaan
Dalam era otonomi daerah memerlukan perubahan cara pandang dalam pengelolaan
sumberdaya kapital untuk sebesar-besarnya dapat diakses oleh pelaku agribisnis dan
agroindustri di pedesaan. Meskipun modal merupakan faktor pelancar pembangunan
pertanian, namun tanpa kehadiran modal dalam jumlah dan kualitas pelayanan yang
memadai akan menjadi salah satu penghambat dalam peningkatan produktivitas nilai
tambah hasil pertanian. Selama kurun waktu lebih dari sepuluh tahun terakhir alokasi
kredit sektor pertanian kurang dari 10 persen dari total kredit yang disalurkan kepada
sektor sektor ekonomi. Sistem perbankan konvensional yang berjalan saat ini sangat
mengabaikan sektor pertanian. Alokasi kredit yang timpang tersebut tidak semata-
mata
disebabkan oleh rendahnya kemampuan sektor ini untuk mengembalikan kredit, tetapi
lebih disebabkan oleh keberpihakan yang sangat rendah pada sektor ini dan aturan
main (kelembagaan) kredit yang sangat kaku, utamanya bagi petani pelaku agribisnis
dan agroindustri. Akses pelaku agribisnis yang rendah pada sumber modal
memerlukan kreasi lembaga pembiayaan yang tepat bagi sektor ini. Dukungan
kebijakan yang kuat sangat diperlukan guna menciptakan terbentuknya lembaga
pembiayaan yang kuat dan sehat guna mendukung pengembangan agribisnis dan
agroindustri di pedesaan.Pentingnya kredit dalam pembangunan pertanian Indonesia
terkait dengan tipologi petani yang sebagian besar merupakan petani kecil dengan
penguasaan lahan yang sempit, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan
pemupukan modal untuk infestasi pada teknologi baru. Dengan demikian dukungan
pembiayaan harus dilakukan.
3. Tujuan pembiayaan pertanian
a. Mewujudkan sistem dan mekanisme pelayanan kredit/pembiayaan yang mudah
diakses dengan suku bunga terjangkau melalui penyediaan subsidi suku bunga
kredit dan penjaminan dari pemerintah.
b. Meningkatkan ketersediaan modal/pembiayaan bagi petani/peternak/pekebun,
kelompoktani/gapoktan, koperasi dan pelaku usaha pertanian lainnya yang
tergolong sebagai usaha mikro, kecil dan menengah.
c. Menumbuh kembangkan lembaga-lembaga ekonomi petani di pedesaan melalui
pemberdayaan dan penguatan Gapoktan-PUAP sehingga mampu mengembangkan
usahanya menjadi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) dan atau
koperasi pertanian.
d. Mewujudkan dan mengembangkan sistem perlindungan usaha tani dan mitigasi
risiko usaha petani melalui Asuransi Pertanian.
e. Mengoptimalkan kerjasama pembiayaan dengan sumber-sumber pembiayaan
seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui program PKBL/CSR
(Corporate Social Responsibilty), swasta, masyarakat atau lembaga masyarakat,
serta lembaga keuangan lainnya
f. Mewujudkan terbentuknya aturan atau landasan hukum seperti Rancangan
Undang- undang, Peraturan Pemerintah serta peraturan dan atau Keputusan
Menteri yang terkait dengan pembiayaan pertanian.
4. Lembaga Keuangan Mikro
Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro umumnya disebut
lembaga keuangan Mikro (LKM). LKM diartikan sebagai lembaga penyedia jasa-jasa
keuangan kepada nasabah berpenghasilan rendah yang meliputi pedagang kecil,
pedagang kaki lima, petani, penjual jasa dan produsen kecil. Lembaga Keuangan
Mikro Agribisnis (LKM-A) adalah lembaga keuangan mikro yang tumbuh dan berasal
dari kelompok tani yang memberikan pelayanan jasa keuangan kepada masyarakat
tani dan pelaku agribisnis. Kelembagaan ditumbuh kembangkan berdasarkan
semangat untuk memajukan usaha tani. Bentuk usaha lembaga ini mencakup
pelayanan jasa pinjaman atau kredit dan penghimpunan dana masayarakat yang terkait
dengan persyaratan pinjaman atau bentuk pembiayaan lain. Misi utama pembentukan
LKM-A adalah menyediakan fasilitas permodalan petani untuk mendukung pengembangan
agribisnis. Upaya pemberdayaan petani melalui berbagai pendekatan pada intinya berupaya
meningkatkan kemampuan petani dalam pemanfaatan lahannya dan juga akses mereka
terhadap berbagai fasilitas yang disediakan pemerintah termasuk fasilitas bantuan modal,
seperti menyediakan penguat modal bagi Gapoktan melalui penyediaan Kredit Program dan
atau Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) yaitu lembaga keuangan mikro yang
ditumbuhkan dari Gapoktan pelaksana PUAP dengan fungsi utamanya adalah untuk
mengelola aset dasar dari dana PUAP dan dana keswadayaan anggota. Lembaga keuangan
Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan lembaga keuangan mikro yang ditumbuhkan dari
gapoktan pelaksana PUAP dengan fungsi utamanya adalah untuk mengelola aset dasar dari
dana PUAP dan dana keswadayaan anggota. Dana yang dikelola LKM-A dimanfaatkan
secara maksimal untuk membiayai usaha agribisnis anggota.

5. Hambatan-hambatan PUAP
a. Kualitas Sumber Daya Manusia
Kendala yang ditemui tersebut tidak terlepas dari permasalahan politik, masalah
dasar ekonomi, lingkungan institusi yang lemah, SDM yang tidak mampu
mengelola bidang teknis dan administratif, kurangnya bantuan di teknis,
desentralisasi dan partisipasi yang kurang, serta kurangnya waktu. Begitu juga
terdapat sistem informasi yang tidak mendukung, ada perbedaan agenda dan
tujuan antar aktor dan dukungan yang kurang bersinambungan. Sebagian besar
pengurus gapoktan dan petani hanya memiliki jenjang pendidikan rendah pada
tingkat SD , walaupun demikian pada kenyataannya terdapat beberapa pengurus
gapoktan dan
petani yang menamatkan pendidikannya sampai ke jenjang SLTP dan SMA.
Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan kemampuan seseorang untuk
memberikan keputusan apakah bekerja atau tidak dalam rangka memperbaiki taraf
hidup keluarga. Rendahnya tingkat pendidikan pengurus gapoktan dan petani
menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia petani tidak memadai di
dalam pengembangan agribisnis.
b. Pengembalian dana pinjaman PUAP
Hambatan terhadap PUAP masih terjadi seperti adanya penunggakan dana atau
pengembalian dana pinjaman PUAP kepada pengurus Gapoktan. Akibatnya dana
PUAP mengalami kemacetan untuk pencairan terhadap petani lain yang belum
sempat mendapatkan dana PUAP. Selain itu kejadian penunggakan pinjaman
PUAP diperburuk dengan produktivitas hasil tanaman tani menurun, adanya orang
yang melarikan diri dan membawa dana pinjaman PUAP dan penggunaan PUAP
yang tidak tepat sasaran.
c. Penyalagunaan Anggaran
Hal ini membuat proses pinjaman dana PUAP mengalami hambatan untuk
dipinjamkan diwaktu berikutnya. karena pelaksananya program Pengembangan
usaha agribisnis perdesaan ini kurang memberikan informasi bagaimana dana ini
digunakan, dan tidak adanya sangsi untuk masyarakat yang belum
mengembalikan dana PUAP tersebut
d. Keterbatasan sarana dan prasarana
Keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki gapoktan dalam mendukung
proses kegiatan yang berlangsung, dan kurangnya para pengurus dan petani dalam
berteknologi.

6. Adapun cara untuk menghadapi hambatan-hambatan PUAP


a. Perlunya pengawasan Badan Penyluhan Pertanian dan pengurus Gapoktan kepada
seluruh anggota yang menjadi pemanfaat dalam menyalurkan dana pinjaman,
sehingga dana tersebut bisa digunakan dengan semestinya.
b. Meningkatkan mutu pendidikan pengurus Gapoktan guna membentuk sumber daya
manusia yang lebih baik sehingga kebijakan yang dilakukan berdampak positif
bagi anggota, dengan cara pendidikan dan pelatihan kursus dll.
c. Pihak Pengurus dan anggota harus bisa menciptakan suatu lapangan usaha yang
bisa keuntungannya dibagi rata baik itu dengan anggota tetap maupun tidak tetap
sehingga dana yang telah diberikan bisa menambah jumlah- poktan- poktan.
d. Pengurus Gabungan kelompok Tani harus mampu menyediakan sarana dan
prasarana Gapoktan itu sendiri sehingga administrasi segala urusan bisa berjalan
dengan lancar.
e. Harus ada sanksi yang tegas kepada calon pemanfaat yang tidak mau membayar
dana simpan pinjam sehingga anggota tidak semena- mena dan bedampak efek
jera.

Anda mungkin juga menyukai