Anda di halaman 1dari 5

AGRIBANK : STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN PENYALUR KREDIT

PERTANIAN DI INDONESIA SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN


PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Muhamad Rafli Adiansyah

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

ABSTRAK

Pertanian merupakan sektor penting bagi suatu negara untuk mencapai sustainable
development goals (SDGs) khususnya SDG yang berkaitan dengan pengentasan
segala bentuk kemiskinan (SDG 1) dan tanpa kelaparan, mencapai ketahanan
pangan,serta pertanian yang berkelanjutan (SDG 2). Namun sektor pertanian di
Indonesia masih menghadapi banyak masalah, salah satunya akses permodalan
petani ke lembaga keuangan formal. Melihat permasalahan tersebut, penulis
mengusulkan rekomendasi kebijakan, yaitu AgriBank, sebuah strategi lembaga
keuangan untuk menyalurkan kredit bagi petani di Indonesia. Dalam karya tulis
ini seluruh analisis dijelaskan dengan menggunakan metode studi pustaka melalui
data sekunder. Sumber dari studi pustaka ini bervariasi dari buku, jurnal, berita
yang berasal dari media internasional maupun nasional. Dalam strategi ini,
Agribank akan menyalurkan akses kredit kepada petani dengan suku bunga yang
rendah. Lalu, proses permohonan kredit yang diproses akan dibuat lebih cepat dan
efisien melalui proses penilaian kredit yang melibatkan kerja sama dengan
perusahaan teknologi finansial. Kemudian, proses pengembalian kredit diberi
jangka waktu yang disesuaikan masa panen petani. Dalam proses distribusi uang,
bank umum akan bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi untuk
pembuatan rekening bank yang berbasis nomor telepon seluler. Dengan demikian,
nasabah dapat secara mudah melakukan pembayaran kredit serta transaksi
keuangan lain melalui sistem mobile banking ini. Program AgriBank akan
membantu petani dalam mendapatkan akses permodalan, membuat proses
permintaan kredit menjadi jauh lebih cepat sehingga peningkatan produktivitas
pertanian akan tercapai.
Kata kunci : Agribank, Sustainable Development Goals, Kredit, Lembaga
Keuangan
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dikenal sebagai negara agraris karena
memiliki lahan pertanian yang besar. Sektor pertanian di Indonesia mempunyai
kontribusi besar terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistika (BPS), kontribusi sektor pertanian selama periode tahun
2015 sampai tahun 2018 mencapai 13,40 % terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia. Namun kontribusi yang besar ini tidak diikuti dengan
peningkatan kesejahteraan bagi pelaku utama di sektor ini, yaitu petani. Data yang
ada menunjukkan bahwa terdapat 42,47 juta petani atau 38,17 persen dari total
angkatan kerja bulan Februari tahun 2011 (BPS, 2011). Secara nasional,
penduduk miskin pada tahun 2009 mencapai 32,5 juta orang (14,15%), sebagian
besar tinggal di perdesaan (63,4%) dan 64,7 persen bekerja di sektor pertanian
(Suharyanto, 2010).
Melihat besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian
Indonesia, Sustainable Development Goals (SDGs) hanya dapat dicapai jika
Indonesia berhasil membangun kesejahteraan petani yang kuat karena petani
memiliki peran penting untuk mencapai SDGs, yaitu pengentasan kemiskinan
(goal 1) serta mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, meningkatkan
gizi, dan mendorong pertanian yang berkelanjutan (goal 2). Sayangnya, sektor
pertanian di Indonesia masih menghadapi banyak masalah, terutama akses ke
pembiayaan formal. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
2016, hanya sekitar 15 persen dari sekitar 8.000 sampel petani yang sudah
mengakses lembaga keuangan formal.
Karena keterbatasan akses ke lembaga keuangan formal, banyak petani
yang menggunakan rentenir sebagai sumber pembiayaan usaha meskipun bunga
pinjamannya sangat tinggi. Hal ini tentu menghambat pembangunan pertanian
khususnya kesejahteraan petani itu sendiri. Petani memilih rentenir karena proses
pemberian kredit yang mudah dan pinjaman modal bersifat quick cash. Selain itu,
mereka tidak perlu menyediakan agunan ataupun financial history.
Untuk meningkatkan jumlah pembiayaan dari sektor formal bagi petani,
Pemerintah mengeluarkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun, KUR
kurang efektif untuk membantu petani karena lebih banyak dinikmati oleh sektor
industri dan perdagangan, sementara sektor pertanian hanya menikmati 15,16%
dari KUR.
Ketidakefisienan itu disebabkan oleh kesenjangan yang besar antara
perbankan dan usaha pertanian. Perbankan enggan menyalurkan KUR kepada
sektor pertanian. Menurut Saputra (2003) dalam penelitiannya di Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian tentang aksesibilitas petani
kecil pada sumber kredit, petani kecil atau miskin memiliki banyak kendala untuk
mendapat akses modal ke lembaga formal seperti bank, di antaranya:
1. Petani tidak memiliki agunan sertifikat tanah.
2. Pembayaran secara bulanan tidak sesuai dengan usahatani yang
memberikan siklus produksi musiman.
3. Petani kecil umumnya belum familier dengan prosedur administrasi yang
rumit.
Hal tersebut membuat proses penyaluran kredit menjadi tidak efisien dari
segi biaya. Selain itu, ada isu moral hazard. Karena KUR merupakan program
yang disubsidi negara, penyaluran KUR oleh bank umum menjadi kurang hati
hati. Permasalahan yang dihadapi oleh petani, khususnya dalam permodalan usaha
tani, perlu diatasi mengingat petani memiliki peran penting dalam sektor pertanian
yang memiliki kontribusi cukup besar dalam perekonomian Indonesia. Lembaga-
lembaga keuangan yang telah ada sebenarnya dapat memberikan dukungan yang
kuat bagi permodalam petani.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana cara menggeser pembiayaan sektor pertanian dari sumber
pembiayaan informal menjadi formal dengan sistem AgriBank?
2. Bagaimana proses penyaluran kredit melalui sistem AgriBank bagi
petani?
3. Apa manfaat yang dihasilkan oleh program AgriBank bagi petani?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui cara untuk menggeser pembiyaan sektor pertanian dari
sumber pembiayaan informal menjadi formal dengan sistem AgriBank.
2. Mengetahui proses penyaluran kredit melalui sistem AgriBank bagi
petani.
3. Mengetahui manfaat yang dihasilkan oleh program AgriBank bagi
petani.

1.4 Manfaat
Melalui penelitian ini, diharapkan petani dapat mengakses kredit lebih
mudah sehingga kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan
pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sustainable Development Goals
2.2 Lembaga Keuangan
2.3 Mekanisme Pembiayaan Pertanian di Indonesia
2.4

Anda mungkin juga menyukai