Anda di halaman 1dari 10

POLICY PAPER: PEMBIAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH, DAN

KOPERASI (UMKMK) DI SEKTOR PERTANIAN MELALUI KREDIT USAHA


RAKYAT (KUR) SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PELAKSANAAN REFORMA
AGRARIA

EKONOMI PEMBANGUNAN ISLAM (EPI)

Oleh:
Damanggi Pratama Aryansyah – 1706976680
Dosen:
Jossy Prananta Moeis, Ph.D.
Azizon M.Sc

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2020
Statement of Authorship

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah terlampir adalah
murni hasil pekerjaan saya sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya.
Materi ini belum pernah disajikan sebagai bahan untuk makalah pada mata ajaran lain
kecuali saya menyatakan dengan jelas bahwa saya menggunakannya.
Saya memahami bahwa tugas yang saya kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Mata kuliah : Ekonomi Pembangunan Islam
Judul Makalah : Policy Paper: Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan
Koperasi (UMKMK) di Sektor Pertanian Melalui Kredit Usaha Rakyat
(KUR)

Tanda Tangan :
Tanggal : Selasa, 09 Juni 2020
Dosen : 1. Jossy Prananta Moeis, Ph.D.
2. Azizon M.Sc
A. LATAR BELAKANG
Sebagai negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada
sektor pertanian atau berprofesi sebagai petani. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah
pekerja yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 2018 tercatat sebanyak 35,7 juta jiwa dari total
124,01 juta jiwa penduduk yang bekerja, atau sekitar 28,79 persen. Dalam hal ini, mayoritas
masyarakat Indonesia yang berprofesi sebagai petani adalah petani berskala kecil dengan
kepemilikan modal dan lahan yang sangat terbatas.
Sebagai pelaku terdepan usaha pertanian, petani memiliki momok utama dalam hal kendala
pendanaan. Rata-rata petani mengeluhkan sulitnya mendapat dukungan pendanaan, terlebih dari
perbankan karena masih banyaknya kendala teknis yang dihadapi oleh petani. Perbankan
merasakan kesulitan dalam pemberian kredit kepada petani karena secara teknis perbankan akan
mensyaratkan penerima kredit untuk menyerahkan agunan, namun rata-rata petani kurang dapat
memenuhinya (Nugroho, 2003).
Di samping banyaknya petani yang mengalami kesulitan mendapatkan bantuan pendanaan,
peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi nasional semakin vital dan strategis, dapat
dilihat dari kontribusi sektor pertanian yang terus menunjukan grafik meningkat dari tahun ke tahun.
Pada 2014, kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi nasional mencapai 13,14 persen dan
meningkat menjadi 13,53 persen pada tahu 2017. Dalam upaya mengatasi permasalahan petani
terkait kesulitan mendapatkan modal, pemerintah menyediakan kredit likuiditas Bank Indonesia
(KLBI) melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) di bidang pertanian. Program kerjamasa
pemerintah dengan perbankan ini ditujukan untuk memperluas akses keuangan formal bagi
penduduk Indonesia, termasuk petani di dalamnya, dengan demikian diharapkan para
wirausahawan dapat meningkatkan usaha dan daya saing mereka. Lebih jauh dari itu, dengan KUR
diharapkan angka kemiskinan akan semakin menurun dan terciptanya pemerataan ekonomi yang
sejalan dengan tujuan reforma agraria.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. UMKM
Undang-undang No.20 Tahun 2008 tentang UMKM menurut versi Bank Indonesia
mendefinisikan UMKM sebagai berikut:
a. Usaha Mikro, kriteria kelompok Usaha Mikro adalah usaha produktif yang dimiliki
perorangan atau badan usaha perorangan yang memnuhi kriteria Usaha Mikro
seperti yang diatur dalam UU ini.
b. Usaha Kecil, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini
c. Usaha Menengah, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usa ha Kecil atau usaha besar
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini
d. Dunia Usahanya adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Usaha
Besar yang melakukan kegiatan dan berdomisili di wilayah Indonesia.

Di negara berkembang seperti Indonesia, Usah Mikro, Kecil, dan Menengah


(UMKM), serta koperasi memiliki peran yang amat vital dalam perekonomian.

2. Kredit Usaha Rakyat (KUR)


Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit pembiayaan modal kerja dan investasi
kepada debitur secara individu, badan usaha, atau kelompok usaha yang produktif yang
layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup.
UMKM dan koperasi (UMKMK) yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah
UMKMK yang bergerak di sektor usaha produktif seperti: pertanian, perikanan dan
kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan simpan-pinjam. Penyaluran KUR
dapat dilakukan melalui dua mekanisme, yang pertama penyaluran KUR yang disalurkan
langsung kepada UMKMK, mereka dapat langsung mengakses KUR di Kantor Cabang
(KC) atau Kantor Cabang Pembantu (KCP) Bank Pelaksana. Selain itu, KUR juga
disalurkan melalui Lembaga Keuangan Mikro dan KSP/USP Koperasi, atau melalui
kegiatan linkage program lainnya yang bekerja sama dengan Bank Pelaksana, dengan
tujuan untuk mendekatkan pelayanan kepada usaha mikro.

3. Reforma Agraria
Reforma Agraria atau Agrarian Reform adalah suatu penataan kembali (penataan
ulang) suatu pemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian (terutama
tanah), untuk kepentingan rakyat kecil (petani, buruh tani, tunakisma, dll), secara
menyeluruh dan komperhensif (lengkap). Sasarannya bukan hanya tanah pertanian, tapi
juga tanah-tanah kehutanan, perkebunan, pertambangan, pengairan, kelautan, dll.
Semua upaya itu bertujuan agar masyarakat memiliki asset untuk berproduksi yang
dapat meningkatkan produktifitasnya dan pengangguran dapat dikurangi. Selain itu,
Reforma Agraria juga bertujuan mengubah struktur masyarakat, dari warisan stelsel
feudalism dan kolonialisme menjadi masyarakat yang adil dan merata.
C. ANALISA KEBIJAKAN
Sebagai program kerjasama pemerintah dengan perbankan, kekhawatiran yang mungkin
muncul di kalangan petani atau pelaku UMKM yang lain kebanyakan terkait dengan jumlah
pengembalian dari besaran pendanaan yang mereka peroleh dari KUR, karena akan disertakan juga
beban bunga di dalamnya. Namun, pemerintah terlihat berkomitmen dalam memberikan dampak
yang optimal bagi para pelaku UMKM melalui KUR ini. Terkait dengan suku bunga, pemerintah
secara berangsur-angsur terus menurunkan suku bunga KUR dengan tujuan agar para pelaku
UMKM lebih memiliki kemudahan dalam mengajukan dan mengembalikan pendanaan dari lembaga
keuangan formal. Sejak tahun 2015 hingga 2020, suku bunga KUR sudah mengalami penurunan
sebanyak tiga kali, suku bunga yang awalnya sebesar 12 persen pada 2015 turun menjadi 9 persen
pada tahun 2017, kemudian turun lagi menjadi 7 persen di 2018, dan yang terbaru pada Januari 2020
suku bunga KUR kembali turun menjadi 6 persen per tahun.
Berdasarkan keterangan Kementerian Pertanian, pada tahun 2019 pemerintah telah
menargetkan Rp. 25,3 triliun yang akan didistribusikan untuk 1,1 juta petani dan peternak. Dengan
komposisi Rp. 19,7 triliun disalurkan untuk 905 ribu petani dan Rp. 5,6 triliun disalurkan untuk 240
ribu peternak.

Diagram Realisasi KUR per 31 Januari 2020

Sumber : www.kur.ekon.go.id
Terus meningkatnya penggunaan pandanaan melalui KUR di sektor pertanian terlihat dari
diagram di atas. Realisasi KUR per tanggal 31 Januari 2020 menempatkan pertanian sebagai sektor
kedua yang mendapatkan realisasi KUR terbanyak yaitu sebesar 28 persen, hanya kalah dari sektor
perdagangan yang realisasinya mencapai 42 persen. Baru setelah itu disusul sektor-sektor lain
seperti: lain-lain sebesar 16 persen, Industri Pengolahan sebesar 12 persen, dan perikanan 2 persen.
Realisasi serapan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada sektor pertanian terus mengalami
peningkatan, hingga 23 April 2020 tercatat sudah mencapai Rp. 15,4 triliun. Serapan tertinggi
dialokasikan untuk sektor tanaman pangan yang mencapai Rp. 4,7 triliun atau sekitar 30,79 persen
dengan total 215.846 debitur. Selain itu, serapan KUR lainnya mengalir untuk sektor perekebunan
Rp. 4,6 triliun, holtikultura Rp. 1,9 triliun, peternakan Rp. 3 triliun, jasa pertanian Rp. 257 miliar,
dan kombinasi pertanian sebesar Rp. 852 miliar. Semakin meningkatnya penggunaan KUR di sektor
pertanian ini menyebabkan peningkatan pengalokasian dana untuk sektor pertanian yang mencapai
Rp. 50 triliun.
Peningkatan jumlah alokasi serta permudahan mekanisme KUR untuk sektor pertanian ini
diklaim sebagai salah satu cara untuk menjalankan Reforma Agraria yang menjadi prioritas presiden
Joko Widodo. Reforma Agraria ini dirasa sangat perlu untuk disegerakan, berdasarkan data yang
dimuat dalam Buku Pelaksanaan Reforma Agraria 2017-KSP, ada 10,2 juta rakyat miskin yang
bermukim tersebar di 25.863 desa di sekitar kawasan hutan. 71,06 persen-nya menggantungkan
hidup dari sumber daya hutan, oleh karena itu Reforma Agraria akan sangat berperan untuk
membantu penduduk kawasan hutan yang memiliki keterbatasan terhadap akses lahan garapannya,
menjamin perlindungan akses masyarakat pada sumber daya hutan, dan redistribusi lahan
menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan sosial.
Namun demikian, yang terjadi justru sebaliknya, pemerintah dinilai tidak pernah melakukan
Reforma Agraria sesuai dengan apa yang dijanjikan. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
(YLBHI) memandang bahwa pemerintah tidak serius dalam melaksanakan Reforma Agraria.
Berdasarkan data YLBHI, konflik agrarian yang terjadi pada tahun 2018 mencapai 300 kasus.
Dimana 300 kasus tersebut tersebar di 16 provinsi dengan luas lahan sengketa yang mencapai
488.404,77 hektare. Konflik yang paling banyak terjadi di sektor kehutanan dengan presentase
sebesar 37 persen, lebih besar disbanding konflik yang terjadi di sektor perkebunan, pertanian,
permukiman, dan energi.
Jumlah Kasus Konflik Agraria (2014-2018)

Sumber: Konsorsium Pembaruan Agraria, 2019 (katadata.co.id)


Bahkan dalam data yang dimuat Konsorsium Pembaruan Agraria pada tahun 2019 lalu, jumlah
konflik agrarian yang terjadi pada tahun 2018 menunjukan jumlah yang lebih banyak, yaitu sebesar
410 kasus. Kasus konflik agrarian tertinggi selama 5 tahun terakhir terjadi pada 2017, yaitu
sebanyak 659 kasus.
Konflik-konflik ini masih terus terjadi dikarenakan perampasan terhadap hak-hak petani masih
terus terjadi. Pada 2018, 60 persen dari 144 konflik agraria di sektor perkebunan terjadi pada
komoditas kelapa sawit yang disebabkan adanya praktik pembangunan dan ekspansi perkebunan
di Indonesia yang melanggar hak-hak atas tanah. Begitu juga konflik-konflik ini diakibatkan
pengembalian hak-hak petani atas lahannya tidak kunjung dilakukan pemerintah. Pemerintah saat
ini belum tidak mau memberikan lahan yang disengketakan kepada para petani apabila perusahaan
yang diduga mengambil tanah tersebut tidak memberi izin, akibatnya pengembalian lahan-lahan
ini masih menunggu kerelaan perusahaan. Sikap kurang tegas pemerintah ini sangat disayangkan
karena sangat sulit mengharapkan perusahaan mengembalikan tanah sengketa tersebut secara
cuma-cuma.

D. REKOMENDASI

Dalam upaya pengoptimalan realisasi KUR di sektor pertaian sebagai salah satu upaya
pelaksanaan Reforma Agraria, berikut adalah beberapa rekomendasi yang mungkin dapat
dijadikan pertimbangan:
a.) Mempermudah proses seleksi penyaluran dan pengembalian dana KUR bagi petani miskin
Sangat mungkin petani yang benar-benar membutuhkan pendanaan semacam KUR ini
tidak masuk ke dalam kriteria pihak yang diperbolehkan menerima pendanaan. Alasan yang
mendasarinya adalah kemampuan dari si petani untuk membayar kembali pendanaan
tersebut kepada perbankan. Apabila ini terus terjadi, petani yang benar-benar miskin dan
membutuhkan dana ini akan selamanya menjadi miskin karena tak kunjung masuk kriteria
untuk menerima dana tersebut. Alangkah lebih baik proses seleksi KUR dipermudah dan
pengembalian dana tersebut dilonggarkan khusus untuk menyasar petani yang benar-benar
miskin agar tujuan dari adanya program ini tepat sasaran hingga ke aspek terkecil.
b.) Mempertegas pengembalian hak-hak masyarakat agraria yang sudah dirampas
Peningkatan kuantitas penyaluran dana KUR merupakan salah satu hal yang sangat
baik untuk perkembangan sektor pertanian di Indonesia. Hanya saja, permasalahan yang
dialami oleh masyarakat agraria di Indonesia saat ini tidak hanya melingkupi keterbatasan
pendanaan saja, lebih parah dari itu banyak masyarakat agraria yang kehilangan asetnya
khususnya tanah akibat perampasan yang dilakukan pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Akan sulit dipercaya ketika pendanaan tersalurkan kepada petani tetapi petani tersebut tidak
memiliki lahan garapan, tujuan dari penyaluran KUR untuk pertanian tersebut tidak akan
tercapai. Oleh sebab itu, pemerintah harus lebih tegas dalam menentukan hak atas lahan
yang disengketakan tanpa berat sebelah.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai salah satu program yang sejalan dengan pelaksanaan Reforma Agraria yaitu untuk
meningkatkan produktifitas petani, Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor pertanian terus
berupaya dioptimalkan oleh pemerintah demi menyasar petani-petani yang membutuhkan bantuan
pendanaan demi meningkatkan produktifitasnya. Meski penyaluran dana KUR terus mengalami
peningkatan alokasi dari tahun ke tahun, KUR dinilai masih memiliki beberapa kekurangan seperti
pendistribusian KUR yang belum merata (Tabel 2) dan belum tepat sasaran.
Dalam rangka menjalankan tujuan dari Reforma Agraria, pengoptimalan penyaluran dana KUR
harus diiringi dengan perbaikan di beberapa aspek lain. Salah satunya adalah pengembalian hak-
hak bagi masyarakat agraria yang hak dasar atas kepemilikan asetnya dirampas oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab, khususnya terkait kepemilikan lahan. Konflik agraria yang terus
menerus terjadi setiap tahun juga harus menjadi perhatian pemerintah.
Untuk selanjutnya, di samping terus mengoptimalkan realisasi dan jumlah alokasi KUR pada
sektor pertanian, pemerintah dan perbankan diharapkan mempertimbangkan untuk mempermudah
proses seleksi serta pengembalian pinjaman bagi petani-petani miskin agar tujuan dari program
tepat sasaran. Selain itum pemerintah juga diharapkan dapat dengan tegas dan jelas mengupayakan
pengembalian hak-hak masyarakat agraria yang sudah dirampas, hal ini demi tercapainya tujuan
yang signifikan dari penyaluran dana KUR terhadap sektor pertanian tersebut. Keberanian
pemerintah perlu terus ditingkatkan agar tidak ada kesan berat sebelah atau pro kepada korporasi
yang terlibat dalam sengketa tanah pertanian. Kegiatan pemerintah saat ini melalui sertifikasi tanah
dinilai hanya sebagai jalan untuk meredam konflik sementara saja, hal itu dikarenakan sertifikasi
yang dikeluarkan pemerintah hanya untuk tanah-tanah yang saat itu dimiliki petani, bukan tanah-
tanah yang terlibat sengketa.
F. STRATEGI IMPLEMENTASI
a.) Pembentukan program KUR pertanian khusus yang ditujuan untuk petani-petani yang
sangat miskin dengan kemudahan seleksi untuk menerima bantuan pendanaan tersebut,
selain itu kemudahan juga harus diberikan dalam hal pengembalian pendanaan tersebut.
Dapat dengan menetepkan bunga yang jauh lebih rendah dari yang berlaku saat itu atau
dengan metode angsuran pembayaran per hari dengan jumlah yang lebih kecil dan masa
tenggat yang lebih lama.
b.) Pembentukan lembaga independen semacam Komisi Pemberantasan Korupsi yang
bertugas untuk mengatasi permasalahan konflik agraria dan mengadili pihak-pihak yang
terlibat dalam skandal penguasaan tanah rakyat.

REFERENSI :
Reily, Michael. (2019). 2019, Penyaluran KUR Peternakan dan Pertanian Ditargetkan Rp. 28 T.
Retrieved from: https://katadata.co.id/berita/2019/02/27/2019-penyaluran-kur-peternakan-dan-
pertanian-ditargetkan-rp-28-t
Febrinastri, Fabiola. (2020). Hingga 23 April, Realisasi KUR Pertanian Capai Rp. 15,4 Triliun.
Retrieved from: https://www.suara.com/bisnis/2020/04/26/150723/hingga-23-april-realisasi-
kur-pertanian-capai-rp-154-triliun
Jalaludin, Inang. (2020). Realisasi KUR Pertanian Capai Rp. 18 Triliun di 6 Sektor. Retrieved from:
https://money.kompas.com/read/2020/05/31/161334426/realisasi-kur-pertanian-capai-rp-18-
triliun-di-6-sektor?page=all
Agam, Septian. RM Ksatria. (2017). Mengapa Perlu Reforma Agraria?. Retrieved from:
http://indonesiabaik.id/infografis/mengapa-perlu-reforma-agraria-1
Gunawan, Ir. Wiradi. Reforma Agraria Untuk Pemula. Retrieved from:
http://kpa.or.id/publikasi/download/74032-reforma-agraria-untuk-pemula.pdf
Kementerian Pertanian RI. Pemerintah Salurkan KUR untuk Peternak di Tasikmalaya. Retrieved from:
https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=3637
Alaidrus, Fadiyah. (2019). Pemerintah Dinilai Tidak Pernah Benar-Benaar Lakukan Reforma Agraria.
Retrieved from: https://tirto.id/pemerintah-dinilai-tidak-pernah-benar-benar-lakukan-reforma-
agraria-ddN4
Tim Penulis. (2019). Konflik Agraria Tak Kunjung Pudar. Retrieved from:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/10/konflik-agraria-tak-kunjung-pudar
Rosalina, Annisa. (2019). Analisis Efisiensi Produksi Pertanian dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Budidaya Pertanian Tahun 2018 (Studi Kasus Pada Kelompok Tani di Kecamatan Pujon dan
Ngantang Kabupaten Malang). Jurnal Ilmiah, hal.1-14.
Anzory, Akbar. (2018). Analisis Pendapatan Petani Melalui Kredit Usaha Rakyat (Studi Kasus pada
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) di Kabupaten Sumbawa Besar). Jurnal Ilmiah, hal 1-11.
Aprianto, Tri Chandra. (2014). Reforma Agraria: Momentum Keadilan dan Kesejahteraan. BHUMI
(Jurnal Agraria dan Pertanahan), No. 39 (2014), hal. 357-366.

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Penyaluran KUR Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: www.kur.ekon.go.id

Tabel 2: Penyaluran Kur Berdasarkan Lokasi

Sumber: www.kur.ekon.go.id

Anda mungkin juga menyukai