Anda di halaman 1dari 38

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT

(KUR) DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN


MENENGAH (UMKM)

(Studi kasus pada Bank BNI Pringsewu)

PROPOSAL TESIS

Oleh
SUCI ASFARANI
NPM : 201418055

UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG


PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kemiskinan dan pengangguran merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan

dari masalah yang ada di Indonesia. Sumber daya manusia yang masih minim

sehingga sulit mendapatkan sumber penghasilan serta kebutuhan ekonomi yang

mendesak menjadikan perekonomian masyarakat menjadi sangat lemah. Ini

merupakan hal yang selalu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dari masa

ke masa.

Setiap tahun anggaran selalu digelontorkan oleh pemerintah untuk

membangun perekonomian masyarakat. Dalam merealisasikan tujuan

pembangunan, maka segenap potensi alam harus digali, dikembangkan, dan

dimanfaatkan sebaik-baiknya. Begitu pula dengan potensi manusianya yang harus

ditingkatkan dari segi pengetahuan serta keterampilannya sehingga mampu

menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi alam secara maksimal, dan

pelaksanaan program pembangunan dapat terealisasi.

Pada hakekatnya tujuan pembangunan suatu negara dilaksanakan adalah

untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, demikian halnya dengan tujuan

dibentuknya negara Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

dinyatakan bahwa tujuan Pembangunan Nasional Bangsa Indonesia adalah

melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan

1
ketertiban dunia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut dilaksanakan pembangunan

nasional, yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan

masyarakat seluruhnya.

Berbagai rencana dan program-program pembangunan sebagai wujud

pelaksanaan pemerintahan telah dibuat dan diimplementasikan di daerah -daerah,

baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat pemerintah daerah itu sendiri.

Salah satu program pemerintah yaitu pembangunan perekonomian masyarakat

yang didorong adanya program pro masyarakat.

Dalam mewujudkan tujuan program pembangunan perekonomian

masyarakat maka perlu adanya managerial dari pemerintah, agar program yang

diluncurkan kepada masyarakat dapat berjalan dengan baik. Selain itu juga perlu

adanya sarana pengontrol yang berbasis kemajuan perekonomian masyarakat.

Partisipasi masyarakat merupakan modal utama dalam upaya mencapai

sasaran program pemerintah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Keberhasilan

dalam pencapaian sasaran pelaksanaan program pembangunan perekonomian

bukan semata-mata didasarkan pada kemampuan aparatur pemerintah, tetapi juga

berkaitan dengan upaya mewujudkan kemampuan dan keamanan masyarakat

untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program pembangunan perekonomian

masyarakat. Adanya partisipasi masyarakat akan mampu mengimbangi

keterbatasan. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk

mensejahterakan masyarakatnya telah dilakukan, namun upaya tersebut selalu

mendapatkan hasil yang kurang memuaskan. Pemerintahpun mengeluarkan

kebijakan kembali yang kegunaannya yaitu untuk mengembangkan perekonomian

2
masyarakat kecil yang memiliki usaha kecil menengah (UKM). Program

peningkatan perekonomian masyarakat ini melibatkan beberapa instansi

pemerintahan.

Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan

Koperasi (UMKM), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan,

Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan yang bertujuan meningkatkan Sektor

Riil dan memberdayakan UMKMK. Kebijakan pengembangan dan pemberdayaan

UMKMK mencakup (Komite Kredit Usaha Rakyat):

1. Peningkatan akses pada sumber pembiayaan

2. Pengembangan kewirausaha

3. Peningkatan pasar produk UMKMK

4. Reformasi regulasi UMKMK

Upaya peningkatan akses pada sumber pembiayaan antara lain dilakukan

dengan memberikan penjaminan kredit bagi UMKMK melalui Kredit Usaha

Rakyat (KUR). Pada tanggal 5 November 2007, Presiden meluncurkan Kredit

Usaha Rakyat (KUR), dengan fasilitas penjaminan kredit dari Pemerintah melalui

PT Askrindo dan Perum Jamkrindo. Adapun Bank Pelaksana yang menyalurkan

KUR ini adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah

Mandiri, dan Bank Bukopin ( Komite Kredit Usaha Rakyat ).

Ada beberapa peraturan yang menjadi landasan hukum Kredit Usaha

Rakyat, yaitu:

1. Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan,

2. Inpres 6 tahun 2007 tanggal 8 Maret 2007 tentang Kebijakan Percepatan

3
Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKMK guna meningkatkan pertumbuhan

ekonomi Indonesia,

3. MoU antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan

yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007,

4. Addendum I MoU Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan

Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 14 Februari 2008,

5. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 5 tahun 2008

tentang Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan bagi UMKMK,

6. Perjanjian Kerja Sama antara Bank Pelaksana dengan Lembaga Penjaminan,

7. Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan KUR,

8. Addendum II MoU Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan

Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 12 Januari 2010,

9. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-

07/M.EKON/01/2010 Tentang Penambahan Bank Pelaksana Kredit Usaha

Rakyat,

10. Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan,

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-

01/D.I.M.EKON/01/2010 tentang Standar Operasional dan Prosedur

Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.

Kredit usaha rakyat adalah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepada

UMKM yang feasible tapi belum bankable. Maksud dari feasible dan bankable

adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki

kemampuan untuk mengembalikan meski belum masuk dalam kategori memenuhi

4
persyaratan bank.

Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM

diperoleh pengertian bahwa: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang

perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha

Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha

ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan

atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun

tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria

Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah

adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang

perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau

cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung

maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah

kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang ini. Berikut peneliti lampirkan kriteriannya:

Tabel 1.1
Kriteria UMKM Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang
UMKM

No. Uraian Kriteria


Asset Omzet
1 Usaha Mikro Maks 50 Juta Maks 300 Juta
2 Usaha Kecil >50 Juta – 500 Juta >300 Juta – 2,5 Miliar
3 Usaha Menengah >500 Juta – 10 Miliar >2,5 Miliar – 50 Miliar

Sumber: http://www.pringsewukab.go.id

5
UMKM dan koperasi yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang

bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan , kelautan, dan

perindustrian, kehutana dan jasa keuangan simpan pinjam. Penyaluran KUR dapat

dilakukan secara langsung. Maksudnya UMKM dan koperasi dapat langsung

mengakses KUR di kantor cabang atau kantor cabang pembantu Bank pelaksana.

Dapat juga di lakukan secara tidak langsung, maksudnya usaha mikro dapat

mengakses KUR melalui lembaga keuangan mikro dan KSP/USP koperasi, atau

melaui kegiatan linkage program lainnya yang bekerjasama dengan Bank

pelaksana.

Sejak dimulainya program KUR pada November 2007 sampai pada Juli

2019, diketahui bahwa total realisasi kredit dari program KUR secara nasional

yang dikelola oleh Komite KUR telah mencapai sekitar kurang lebih Rp. 147

Triliun dengan total debitur mencapai 11.309.283 jiwa. Dari angka tersebut,

diketahui bahwa Bank BRI memiliki plafon kredit terbesar yaitu mencapai Rp.

105 Triliun (Sumber: Komite KUR, 2019).

Gambar 1.1. Data Penyaluran Berdasarkan Provinsi

Sumber: http://kur.ekon.go.id/realisasi_kur/2021

6
Program KUR, membantu masyarakat dari segi akses permodalan serta

dari segi pembiayaan. Dari observasi awal yang peneliti lakukan, dilihat bahwa

program KUR diapresiasi tinggi oleh masyarakat di Kecamatan Pringsewu. Dari

wawancara dengan Ibu Ida (Pemilik Warung sembako di wilayah Pringsewu),

sejak adanya KUR, dirinya terbantu dalam hal permodalan. Ditambah lagi karena

suku bunga dari program KUR masih bisa terjangkau oleh dirinya. Selain itu,

persyaratan yang dibutuhkan untuk pengajuan kredit baginya juga tidak

memberatkan (wawancara dilakukan pada 28 Oktober 2021 Pukul

13.20 Wib).

Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Asep (Pemilik usaha

warung makan di sekitaran Jalan Raya Jend. Sudirman) bahwa setelah adanya

KUR, dirinya sudah terbantu dan menjauh dari jeratan rentenir karena sebelumnya

untuk menambah modal atau menutup kerugian dilakukan dengan meminjam

uang dari rentenir. (wawancara dilakukan pada 23 Oktober 2021 Pukul 14.10

Wib).

Sedangkan menurut Pak Ujang (Pemilik usaha Emping dan oleh-oleh khas

Lebak), meski banyak kekurangan tetapi program KUR memang membantu

dirinya selaku pengusaha kecil dalam memperoleh modal dengan suku bunga

yang rendah dan persyaratan yang mudah. (wawancara dilakukan pada 23

Oktober 2021 Pukul 15.47 Wib).

Dari observasi awal peneliti juga menemukan bahwa program KUR

banyak yang tidak tepat sasaran. Program KUR yang merupakan program

pemerintah yang dikhususkan bagi pelaku usaha kecil dan mikro justru dinikmati

7
oleh masyarakat yang tidak memiliki usaha atau dinikmati oleh mereka yang

ternyata mampu melakukan pinjaman tanpa perlu jaminan dari pemerintah (Hasil

observasi peneliti dari wawancara dengan Bapak Sutarman nasabah KUR yang

berstatus PNS pada tanggal 25 Oktober 2021 Pukul 11.25 WIB). Hal ini peneliti

dapatkan ketika melakukan observasi di wilayah Kecamatan Pringsewu. Dari data

nasabah KUR BRI yang peneliti dapatkan, ternyata juga banyak nasabah KUR

BNI menggunakan dana yang didapatkan bukan diperuntukkan untuk kegiatan

usaha produktif (wawancara dengan Bapak Mahdi nasabah KUR yang berstatus

sebagai Tukang Ojek pada tanggal 25 Oktober 2021 Pukul 12.50 WIB). Dari hasil

audit yang dilakukan oleh internal perbankan, diketahui bahwa pada periode 2019,

dari 457 nasabah KUR di Kecamatan Pringsewu terdapat 10 nasabah yang

diketahui tidak layak menerima program KUR dan diketahui menggunakan dana

dari program KUR untuk kegiatan yang bukan usaha produktif (Sumber: Audit

internal BNI). Dalam hal ini peneliti melihat bahwa minimnya sosialisasi dari

pihak yang berwenang dalam pengelolaan KUR.

Faktor lain yang sekiranya dapat menghambat pelaksanaan program KUR

di Kecamatan Pringsewu, yaitu rendahnya tingkat partisipasi masyarakat yang

memanfaatkan program tersebut. Adanya kekhawatiran terhadap suku bunga yang

ada di bank, serta ada anggapan dari masyarakat bahwa jika berurusan dengan

bank pasti melibatkan jaminan sementara mayoritas warga tidak memiliki jaminan

selain usaha yang dijalankan (wawancara dengan Bapak Jamal pelaku usaha

mikro emping melinjo yang bukan nasabah KUR pada tanggal 25 Oktober 2021

Pukul 13.25 WIB).

8
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM

KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DALAM PENGEMBANGAN USAHA

MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)”.

1.2 Fokus Kajian Penelitian dan Rumusan Masalah

Masalah adalah penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang

benar-benar terjadi (Sugiono, 2000 : 35). Masalah adalah suatu kerangka bertanya

yang sistematis tentang aspek yang tidak jelas dari segala atau suatu pertanyaan-

pertanyaan tentang keterkaitan gejala yang tidak jelas dengan yang diteorikan

yang menyebabkan masalah ( Hadi, 2001 : 43). Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti mengidentifikasi

masalah yaitu:

1. Program KUR yang kurang tepat sasaran karena juga dinikmati oleh

masyarakat yang tidak memiliki usaha.

2. Minimnya sosialisasi yang dilakukan dari pihak pemerintah maupun Bank

Pelaksanan.

3. Rendahnya partisipasi masyarakat yang dikarenakan ketakutan berurusan

dengan pihak Bank.

Dari uraian-uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam


penelitian ini, yaitu :

9
1. Bagaimana efektifitas program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam

pengembangan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) di

Kecamatan Pringsewu?

2. Bagaimana aspek penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan

program?

3. Bagaimana formulasi yang tepat dalam upaya....

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui efektifitas program Kredit Usaha Rakyat (KUR)

dalam pengembangan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) di

Kecamatan Pringsewu.

2. Untuk mengetahui aspek penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan

program.

1.4 Kegunaan Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan akan memberikan manfaat

yaitu:

1. Manfaat secara teoritis

a. Penelitian ini dapat memberikan konstribusi dalam pengembangan Ilmu

Administrasi Publik dalam lingkup bidang kebijakan publik terutama

dalam kajian-kajian yang berkaitan dengan implementasi kebijakan

publik.

10
b. Penelitian ini diharapkan dapat (menjadi model) memberikan

sumbangan keilmuan dalam memberikan saran/masukan terhadap

program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam pengembangan Usaha

Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) di Kecamatan Pringsewu.

c. Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan apabila akan

dilakukan penelitian kembali.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan

pemikiran konseptual dalam meningkatkan kepedulian generasi muda

dalam membantu pemerintah menciptakan pendidikan yang merata.

b. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan

dan evaluasi dalam operasional pelaksanaan program yang dibuat.

c. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat menambah referensi dan sebagai

kajian tentang peran-peran penyelenggara program.

d. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi referensi dan sebagai bahan

kajian dalam proses penelitian selanjutnya.

3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S2 pada

program studi Magister Ilmu Administrasi Universitas Bandar Lampung.

11
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Konsep Implementasi Program

A. Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi adalah pelaksanaan serangkaian kegiatan dalam rangka

untuk memberikan kebijakan publik sehingga kebijakan dapat membawa hasil

seperti yang diharapkan termasuk serangkaian kegiatan.Implementasi diarahkan

untuk kegiatan, tindakan, atau mekanisme implementasi tidak hanya aktivitas

tetapi kegiatan untuk mencapai tujuan dari kegiatan yang direncanakan.

Secara umum istilah implementasi dalam kamus besar Bahasa Indonesia

berarti pelaksanaan atau penerapan.Istilah implementasi biasanya dikaitkan

dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Secara

pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means

for carryingout (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), to give

practical effect to mempunyai arti bahwa untuk mengimplementasikan sesuatu

harus disertai dengan sarana yang mendukung yang nantinya akan menimbulkan

dampak atau akibat terhadap sesuatu itu (Goggin: 1990).

Implementasi merupakan aktifitas atau usaha- usaha yang dilakukan untuk

melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan

ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat- alat yang diperlukan, siapa

12
yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya, mulai dan bagaimana cara

yang harus dilaksanakan. Implementasi program adalah suatu proses rangkaian

kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan telah ditetapkan yang

terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional

yang menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang telah

ditetapkan semula (Purwanto: 2015).

Sedangkan definisi kebijakan menurut Mustopadidjaja dalam Tahir

(2014:21) menjelaskan, bahwa istilah kebijakan lazim digunakan dalam kaitannya

atau kegiatan pemerintah, serta perilaku negara pada umumnya dan kebijakan

tersebut dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan. Anderson dalam Tahir

(2014:12), kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang

dilakukan sesorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu

masalah. Selanjutnya Anderson dalam Tahir (2014:21) mengklasifikasi kebijakan,

policy, menjadi dua: substantif dan prosedural. Kebijakan substantif yaitu apa

yang harus dikerjakan oleh pemerintah sedangkan kebijakan prosedural yaitu

siapa dan bagaimana kebijakan tersebut diselenggarakan. Ini berarti, kebijakan

publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan

pejabat-pejabat pemerintah.

Untuk itu implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah

kebijakan dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan tidak kurang. Untuk

mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu

langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi

kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Rangkaian

13
implementasi kebijakan dapat diamati dengan jelas yaitu dimulai dari program, ke

proyek dan ke kegiatan.Model tersebut mengadaptasi mekanisme yang lazim

dalam manajemen, khususnya manajemen sektor publik.Kebijakan diturunkan

berupa program program yang kemudian diturunkan menjadi proyek-proyek, dan

akhirnya berwujud pada kegiatan-kegiatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah,

masyarakat maupun kerjasama pemerintah dengan masyarakat.

Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2008:146-147) mendefinisikan

implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan-

keputusan sebelumnya.Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk

mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam

kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk

mencapai perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan

kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai

tujuantujuan yang telah ditetapkan.

Adapun makna implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier (1979)

sebagaimana dikutip dalam buku Wahab (2008: 65), mengatakan bahwa:

“Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu


program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang
timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang
mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk
menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian”.
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi

kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran

ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Jadi

14
implementasi merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh berbagai

aktor sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan

tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan itu sendiri Terdapat beberapa teori

dari beberapa ahli mengenai implementasi kebijakan, yaitu:

1) Teori George C. Edward Edward III (dalam Subarsono, 2011: 90-92)

berpandangan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat

variabel, yaitu:

a) Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar

implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi

tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran

(target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.

b) Sumberdaya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan

konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk

melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya

tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi

implementor dan sumber daya finansial.

c) Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor,

seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki

disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan

dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika

implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat

kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

15
d) Struktur Birokrasi, Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan

kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi

kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah Standard Operating

Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu panjang

akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni

prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas

organisasi tidak fleksibel.

Menurut pandangan Edwards (dalam Winarno, 2008: 181) sumber-

sumber yang penting meliputi, staff yang memadai serta keahlian-keahlian

yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-

fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna

melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.

2) Teori Merilee S. Grindle

Keberhasilan implementasi menurut Grindle (dalam Subarsono, 2011: 93)

dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan

lingkungan implementasi (context of implementation). Variabel tersebut

mencakup: sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat

dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh target group, sejauh mana

perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, apakah letak sebuah program

sudah tepat, apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan

rinci, dan apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.

Sedangkan dalam Wibawa (1994: 22-23) mengemukakan model Grindle

ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah

16
bahwa setelah kebijakan di transformasikan, barulah implementasi kebijakan

dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari

kebijakan tersebut. Isi kebijakan tersebut mencakup hal-hal berikut:

Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan.

a. Jenis manfaat yang akan dihasilkan.

b. Derajat perubahan yang diinginkan.

c. Kedudukan pembuat kebijakan.

d. (Siapa) pelaksana program.

e. Sumber daya yang dihasilkan

Sementara itu, konteks implementasinya adalah:

a) Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat.

b) Karakteristik lembaga dan penguasa.

c) Kepatuhan dan daya tanggap. Keunikan dari model Grindle terletak pada

pemahamannya yang komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang

menyangkut dengan implementor, penerima implementasi, dan arena konflik

yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi, serta kondisikondisi

sumber daya implementasi yang diperlukan

3) Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono, 2011: 94) ada tiga

kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni

karakteristik dari masalah (tractability of the problems), karakteristik

17
kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation) dan

variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).

4) Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Menurut Meter dan Horn (dalam Subarsono, 2011: 99) ada lima variabel yang

mempengaruhi kinerja implementasi, yakni standar dan sasaran kebijakan,

sumberdaya, komunikasi antarorganisasi dan penguatan aktivitas,

karakteristik agen pelaksana dan kondisi sosial, ekonomi dan politik.

Menurut pandangan Edward III (Winarno, 2008: 175-177) proses

komunikasi kebijakan dipengaruhi tiga hal penting, yaitu:

a) Faktor pertama yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah

transmisi. Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia

harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk

pelaksanaannya telah dikeluarkan.

b) Faktor kedua adalah kejelasan, jika kebijakan-kebijakan di implementasikan

sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak

hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi

kebijakan tersebut harus jelas. Seringkali instruksi-intruksi yang diteruskan

kepada pelaksana kabur dan tidak menetapkan kapan dan bagaimana suatu

program dilaksanakan.

c) Faktor ketiga adalah konsistensi, jika implementasi kebijakan ingin

berlangsung efektif, maka perintahperintah pelaksaan harus konsisten dan

jelas. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada pelaksana

18
kebijakan jelas, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah

tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan

tugasnya dengan baik..

Menurut Pressman dan Widalfsky (dalam Purwanto, 2012:20),

sebagai pelopor studi implementasi memberikan definisi sesuai dengan

dekadenya. Menurut mereka, implementasi dimaknai dengan beberapa kata

kunci yaitu untuk menjalankan suatu kebijakan, untuk memenuhi janji- janji

sebagaimana dinyatakan dalam dokumen kebijakan, untuk menghasilkan

output sebagaimana dinyatakan dalam tujuan kebijakan untuk dapat

menyelesaikan misi yang harus diwujudkan dalam tujuan kebijakan. Dari

berbagai kata kunci yang mulai digunakan untuk mendefinisikan

implementasi tersebut, secara lebih kompleks sebagai sebuah transaksi

(pertukaran) berbagai sumber daya yang melibatkan banyak stakeholder.

Menurut Harold Laswell (Purwanto, 2012: 17) tidak secara khusus

memberi penekanan terhadap arti penting implementasi kebijakan dari

keseluruhan tahapan yang harus dilalui dalam proses perumusan kebijakan,

namun sejak saat itu konsep implementasi kemudian menjadi suatu konsep yang

mulai dikenal dalam disiplin ilmu politik, ilmu administrasi publik dan ilmu

kebijakan publik yang dikembangkan.

Bagi penulis, setelah mempelajari berbagai definisi dan konsep tentang

implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, implementasi

kebijakan intinya adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan

19
yang dilakukan oleh para implementer kepada kelompok sasaran sebagai upaya

untuk mewujudkan tujuan kebijakan.

Tujuan kebijakan tersebut adalah untuk mewujudkan kesejahteraan

masyarakat manakala suatu kebijakan dapat diterima dan dapat dimanfaatkan

dengan baik oleh kelompok sasaran sehingga dalam jangka panjang hasil

kebijakan akan mampu diwujudkan. Upaya untuk memahami implementasi secara

lebih baik dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan. Pendekatan

pertama, memahami implementasi sebagai bagian dari proses atau siklus

kebijakan. Implementasi merupakan salah satu tahapan dari serangkaian proses

atau siklus kebijakan. Dalam hal ini implementasi dimaknai sebagai pengelolaan

hukum karena kebijakan telah disyahkan dalam bentuk hukum dengan

mengerahkan semua sumberdaya yang ada agar kebijakan tersebut mampu

mencapai atau mewujudkan tujuannya.Tahap kedua, implementasi kebijakan

dilihat sebagai suatu studi atau sebagai suatu bidang kajian yang tidak dapat

dilepaskan dari upaya yang dilakukan oleh para ahli untuk memahami

problematika implementasi itu sendiri. Implementasi sebagai studi, tentu memiliki

berbagai elemen penting yaitu cara memahami obyek yang dipelajari dan tindakan

yang diperlukan.

B. Pengertian Program

Program dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:789) diartikan

sebagai rancangan mengenai asas- asas serta usulan- usulan (dalam

ketatanegaraan dan perekonomian) yang akan dijalankan pemerintah. Program

20
didefinisikan secara teknis sebagai kumpulan dari proyek- proyek yang

mempunyai kaitan sasaran yang sama.

Program adalah unsur kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan untuk

mencapai sasaran yang ada demi terciptanya suatu kegiatan. Di dalam program

dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa didalam setiap program dijelaskan

mengenai :

1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai

2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan

3. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui

4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan

5. Strategi pelaksanaan

Menurut Wahab (dalam Walnum, 2006:20) berbicara tentang suatu

program maka pada umumnya yang dimaksudkan ialah suatu lingkup kegiatan

pemerintah yang relatif, khusus dan jelas batasannya, mencakup serangkaian

kegiatan yang menyangkut pengesahan atau legislasi, pengorganisasian dan

pergerakan atau penyediaan sumber- sumber yang diperlukan.Pengertian program

juga sebagai usaha- usaha jangka panjang yang bertujuan untuk meningkatkan

pembangunan pada suatu sektor tertentu untuk dapat mencapai beberapa proyek

atau kegiatan.Program juga dapat dipahami sebagai kegiatan sosial yang teratur

yang mempunyai tujuan yang jelas dan khusus serta dibatasi oleh tempat dan

waktu tertentu. Kumpulan instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih

kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah untuk mencapai sasaran dana

21
tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang

dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.

Menurut Charles O. Jones (Walnum, 2006:19) pengertian program adalah

cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang

dapat membantu seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai

program atau tidak, yaitu:

1. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri dan program terkadang biasanya

juga diidentifikasikan melalui anggaran

2. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau

sebagai pelaku program

3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui

oleh publik

Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan

lebih mudah untuk di operasionalkan. Hal ini sesuai dengan pengertian program

yang diuraikan bahwa suatu program adalah kumpulan proyek- proyek yang

berhubungan telah dirancang untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang

harmonis dan secara intgrafit untuk mencapai sasaran kebijaksanan tersebut secara

keseluruhan. Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada

model teoritis yang jelas, yakni sebelum menentukan masalah sosial yang ingin

diatasi dan mulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran

yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang

menjadi solusi terbaik. Berdasarkan berbagai pengertian program tersebut, maka

peneliti menyimpulkan bahwa program merupakan suatu rangkaian kegiatan yang

22
tersusun, memiliki arah dan dilakukan seorang, kelompok atau pemerintah dalam

rangka mencapai tujuan yang diinginkan.

2.2 Konsep Teori Implementasi Kebijakan George C. Edwards III (1980)

a. Teori George C. Edwards III (1980)

Model George C. Edwards III yang menamakan model implementasi

kebijakan publiknya dengan Direct and Inderect Impact on Implementastion.

Dalam pendekatan ini ada 4 (empat) variable yang sangat menentukan

keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu (1) komunikasi; (2)

sumberdaya; (3) disposisi; (4) struktur birokrasi. Keempat variable tersebut juga

saling berhubungan satu sama lain.

Gambar 2.1
Teori George C. Edwards III

COMMUNICATIONS

RESOURCES

IMPLEMENTATION
PERFORMANCE
DISPOSITIONS

BUREAUCRATIC
STRUCTURE

23
1. Komunikasi.

Keberhasilan implementasi kebijakan mengisyaratkan agar

implementator mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan

dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target

group) sehingga akan mengurai distorsi implementasi. Selain itu, kebijakan yang

dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten. Terdapat 3 (tiga)

indikator yang dapat digunakan atau dipakai dalam mengukur keberhasilan

variable komunikasi tersebut di atas, yaitu transmisi, kejelasan, konsistensi.

2. Sumberdaya.

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan

konsisten, tetapi apabila implementator kekurangan sumberdaya untuk

melaksanakan, implementasi tidak aklan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut

dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementator dan

sumberadaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi

kebijakan yang efektif. Tanpa sumberdaya kebijakan hanya tinggal di kertas

menjadi dukumen. Indikator keberhasilan variable sumberdaya yakni, staf,

informasi (informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan dan

informasi mengenai data kepatuhan dari pelaksana terhadap peraturan dan regulasi

pemerintah yang telah ditetapkan), wewenang, fasilitas.

3. Disposisi.

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh

implementator, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila

implementator memiliki disposisi yang baik, amak dia akan dapat menjalankan

24
kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.

Ketika implementator memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan

pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak

efektif. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variable disposisi, adalah:

pengangkatan birokrat, insentif.

4. Struktur Birokrasi.

Struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu yang dapat

mendongkrak kinerja struktur birokrasi / organisasi kearah yang lebih baik, adalah

melakukan Standard Operating Procedures (SOPs). SOP menjadi pedoman bagi

implementator di dalam bertindak. Struktur birokrasi yang terlalu panjang akan

cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur

birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas

organisasi fleksibel.

2.3 Implementasi Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam pengembangan

Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM)

KUR adalah skema kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi yang

khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah dan koperasi

(UMKMK) di bidang usaha produktif yang usahanya layak (feasible) namun

mempunyai keterbatasan dalam pemenuhan persyaratan yang ditetapkan

Perbankan (belum bankable). KUR merupakan program pemberian

kredit/pembiayaan dengan nilai dibawah 5 (lima) juta rupiah dengan pola

25
penjaminan oleh Pemerintah dengan besarnya coverage penjaminan maksimal

70% dari plafon kredit Lembaga penjaminnya adalah PT Jamkrindo dan PT

Askrindo.

Tujuan program KUR adalah mengakselerasi pengembangan kegiatan

perekonomian di sektor riil dalam rangka penanggulangan dan pengentasan

kemiskinan serta perluasan kesempatan kerja. Secara lebih rinci, tujuan program

KUR adalah sebagai berikut:

a. Mempercepat pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro,

Kecil, Menengah, danKoperasi (UMKMK).

b. Meningkatkan akses pembiayaan dan mengembangkan UMKM &

Koperasi kepada Lembaga Keuangan.

c. Sebagai upaya penanggulangan / pengentasan kemiskinandan perluasan

kesempatan kerja.

Penyaluran KUR diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri

Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha

Rakyat yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.

10/PMK.05/2009. Beberapa ketentuan yang dipersyaratkan oleh pemerintah

dalam penyaluran KUR adalah sebagai berikut :

a. UMKM-K yang dapat menerima fasilitas penjaminan adalah usaha produktif

yang feasible namun belum bankable dengan ketentuan:

1. merupakan debitur baru yang belum pernah mendapat kredit/

pembiayaan dari perbankan yang dibuktikan dengan melalui Sistem

26
Informasi Debitur (SID) pada saat Permohonan Kredit/Pembiayaan

diajukan dan/ atau belum pernah memperoleh fasilitas Kredit Program

dari Pemerintah;

2. khusus untuk penutupan pembiayaan KUR antara tanggal Nota

Kesepakatan Bersama (MoU) Penjaminan KUR dan sebelum

addendum I (tanggal 9 Oktober 2007 s.d. 14 Mei 2008), maka fasilitas

penjaminan dapat diberikan kepada debitur yang belum pernah

mendapatkan pembiayaan kredit program lainnya;

3. KUR yang diperjanjikan antara Bank Pelaksana dengan UMKM-K

yang bersangkutan.

b. KUR disalurkan kepada UMKM-K untuk modal kerja dan investasi dengan

ketentuan:

1. Untuk kredit sampai dengan Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah), tingkat

bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan maksimal

sebesar/setara 24% (dua puluh empat persen) efektif per tahun

2. Untuk kredit diatas Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan

Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah), tingkat bunga kredit/margin

pembiayaan yang dikenakan maksimal sebesar/setara 16% (enam

belas persen) efektif per tahun.

c. Bank pelaksana memutuskan pemberian KUR berdasarkan penilaian

terhadap kelayakan usaha sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat,

serta dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.

27
2.4 Kerangka Pemikiran

Implementasi kebijakan dan pembangunan adalah dua konsep yang

terkait. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh

delivery mechanism (mekanisme penyampaian), yaitu bagaimana keluaran-

keluaran kebijakan (policy output) dapat sampai kepada kelompok sasaran dengan

berbagai kriteria tepat seperti : tepat sasaran, waktu, kualitas, dan lain-lain untuk

menjamin munculnya hasil kebijakan (policy outcomes), baik hasil kebijakan

yang langsung dirasakan (initial outcomes) maupun yang akan muncul dalam

jangka panjang (long term outcomes).

Delivery mechanism sendiri keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh

implementing agency, yaitu keberadaan organisasi atau lembaga yang diberi

mandat untuk mengimplementasikan suatu kebijakan. Dilihat dari posisinya,

implementing agency memiliki peran yang sangat vital, sebab lembaga inilah yang

akan menjamin kegiatan delivery mechanism berjalan lancar. Tanpa delivery

mechanism yang baik bisa dibayangkan tujuan-tujuan kebijakan yang telah

dirancang sebelumnya tidak akan dapat dicapai.Kemampuan implementing

agency untuk menjalankan perannya sangat dipengaruhi oleh kapasitas organisasi

tersebut. Kapasitas organisasi itu sendiri merupakan fungsi dari berbagai macam

hal,seperti : ketepatan struktur, jumlah dan kualitas SDM yang dimiliki,bussines

procces yang dirancang untuk menjalankan peran yang harus diemban oleh

28
organisasi, dan last but not least dukungan lingkungan dimana tugas organisasi

tersebut harus dilakukan.

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang sangat penting dan

krusial dalam proses kebijakan publik, karena tanpa diimplementasikan sebuah

kebijakan hanya akan menjadi lembaran-lembaran yang sia-sia. Dengan

diimplementasikan suatu kebijakan dapat dinilai kerberhasilan atau kegagalan

sebuah kebijakan tersebut. Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang

sangat penting dalam proses kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah

ditentukan sebelumnya. Apabila tujuan tidak tercapai dengan diimplementasi

maka akan dapat diketahui faktor apa yang menghambat dan menjadi kendala

dalam mencapai tujuan, sehingga dapat menjadi bahan masukan untuk pihak-

pihak terkait.

Untuk melihat sejauh mana implementasi kebijakan program ini, maka

penulis menggunakan teori Edward III (1980). Dalam pandangan Edward III,

implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel , yakni (1) komunikasi,

(2) sumber daya, (3) disposisi dan (4) struktur birokrasi. Keempat variabel

tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.

29
Gambar 2.2 Kerangka Pikir
Kerangka Pikir Penelitian

Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam pengembangan Usaha Mikro


Kecil Dan Menengah (UMKM) di Kecamatan Pringsewu

Teori Edward III

 Komunikasi
 Sumber Daya
 Disposisi
 Struktur Birokrasi

Aspek Yang Menjadi Kendala Aspek-Aspek Pendukung


Implementasi Kebijakan Implementasi Kebijakan

Upaya dalam Mengatasi Kendala Implementasi


Kebijakan

Efektifitas Program

Sumber: Edwards III dalam Purwanto (2015)

30
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Nasir (2013) Metode adalah cara yang digunakan untuk memahami

sebuah objek sebagai bahan ilmu yang bersangkutan. Selanjutnya Soekanto

(2009) penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

analisis dan konstruksi yang dilakukan secara sistematis, metodologis dan

konsisten dan bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran sebagai salah satu

manifestasi keinginan manusia untuk mengetahui apa yang sedang

dihadapinya. Sugiono (2011) penelitian adalah investigasi yang sistematis,

terkontrol, empiris dan kritis dari suatu proposisihipotesis mengenai

hubungan tertentu antarfenomena.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menguraikan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

prilaku yang dapat diamati” (Suharsaputra, 2012: 181). Alasan penggunaan

metode penelitian kualitatif pada penelitian ini yakni terkait cakupan

implementasi progam yang dapat diuraikan dengan data deskriptif sesuai hasil

temuan yang ada dilapangan.

Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

kasus, yang merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu objek tertentu

selama kurun waktu tertentu dengan cukup dalam dan menyeluruh.

31
Menurut Kumar (1999) adalah suatu pendekatan untuk meneliti

fenomena sosial melalui analisis kasus individual secara lengkap dan teliti,

serta memberikan suatu analisis yang intensif dari banyak rincian khusus

yang sering terlewatkan oleh metode penelitian lain. Pollit & Hungler (1999)

memaknai studi kasus sebagai metode penelitian yang menggunakan analisis

mendalam, yang dilakukan secara lengkap dan teliti terhadap seorang

individu, keluarga, kelompok, lembaga, atau unit sosial lain.

3.2 Fokus Penelitian

Fokus kajian pada penelitian ini adalah mengenai program Kredit

Usaha Rakyat (KUR) dalam pengembangan Usaha Mikro Kecil Dan

Menengah (UMKM) di Kecamatan Pringsewu, bahwa berdasarkan uraian

diatas, permasalahan-permasalahan yang dihadapi ialah masih banyaknya

masyarakat khususnya di Kecamatan Pringsewu yang kurang merasakan

dampak dan manfaat adanya program Kredit Usaha Rakyat tersebut. Serta

kurang luasnya informasi yang diberikan oleh Dinas Koperasi dan

perdagangan serta Bank pelaksana tentang isi program tersebut.

3.3 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan salah satu jenis model penelitian

kualitatif, yaitu studi kasus. Studi kasus merupakan penelitian mengenai

manusia (dapat suatu kelompok, organisasi maupun individu), peristiwa,

tujuan dari penelitian ini mendapatkan gambaran yang mendalam tentang

32
suatu kasus yang sedang diteliti. Pengumpulan datanya diperoleh dari

wawancara, dan dokumentasi.

3.4 Sumber dan Jenis Data

Sumber data adalah subyek dari mana asal data penelitian itu

diperoleh. Adapun jenis dan sumber data menurut Nasir (2013) yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah tentang program Lampung

mengajar yang dijalankan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Provinsi Lampung, mulai dari kebijakan sampai dengan implementasi

program tersebut yang akan diperoleh dengan teknik wawancara dengan

pihak terkait dan observasi langsung di lapangan.

b) Data Sekunder

Data yang didapat dari catatan, buku, profil lembaga, UU Pendidikan,

peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan program Lampung mengajar,

artikel, buku-buku sebagai teori, jurnal, arsip-arsip, dan lain sebagainya

yang berkaitan dengan penulisan ini.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data menurut Nasir (2013) dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara (teknik) sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

33
Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan

melalui serangkaian kegiatan membaca, mencatat, dan menelaah badan-

badan pustaka yaitu berupa karya tulis/karya ilmiah yang sesuai dengan

penelitian ini serta teori-teori dari para ahli yang tersusun dalam literatur

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang ada kaitannya

dengan permasalahan pada penelitian ini.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh data

primer. Kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data primer tersebut

dengan mengajukan pertanyaan dan meminta penjelasan kepada beberapa

pihak yang dianggap mengetahui masalah yang berhubungan dengan

penelitian ini. Metode yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Wawancara/ Interview

Yaitu cara memperoleh data dengan tanya jawab dan langsung bertatap

muka dengan pelaksana kebijakan dan masyarakat yang berhubungan

dengan penelitian.

2. Dokumentasi

3.6 Analisis Data

Didalam analisis data menurut Danim (2004) mengungkapkan ada 4

(empat) komponen utama yaitu:

a) Pengumpulan Data

1. Dilakukan sebelum penelitian, saat penelitian dan akhir penelitian

34
2. Proses pengumpulan data tidak mewakili proses waktu tersendiri tetapi

sepanjang penelitian dilakukan

3. Data dilakukan melalui beberapa metode yaitu observasi, wawancara

maupun dokumentasi

b) Tahap Reduksi Data

1. Proses pengembangan dan penyeragaman segala bentuk data menjadi

satu bentuk tulisan yang akan dianalisis

2. Hasil dari wawancara observasiserta studi dokementasi dirubah dalam

bentuk tulisan dengan formatnya masing-masing

3. Hasil Observasi dituangkan dalam Lampiran hasil observasi

4. Hasil Wawancara dituangkan dalam Verbatin wawancara

5. Dokumentasi dituangkan dalam Hasil skrip analisis dokumen

c) Tahap Display data (Penyajian Data)

Tahap mengelola data setengah jadi sudah seragam dalam bentuk

tulisan dan sudah memiliki alaur tema yang jelas dalam suatu matrik

kategori sesuai tema-tema yang sudah dikelompokan untuk selanjutnya akan

dipecah tema-tema tersebut kedalam bentuk yang lebih konkrit dan

sederhana disebut dengan sub tema dan diakhiri dengan pemberian kode

(coding)

d) Tahap Verifikasi ( Kesimpulan)

1. Kesimpulan menjurus pada jawaban akan pertanyaan penelitian

35
2. Secara esensial akan berisi uraian seluruh sub kategori tema yang ada

pada tabel kategorisasi dan pengkodean yang sudah terselesaikan

disertai dengan quote verbatin wawancara

3. Setiap subkategori diurutkan satu-persatu secara umum disertai dengan

uraian sub kategori tema dan pengkodean berupa quote verbatim

wawancara yang kemudian disimpulkan secara spesifik dan mengerucut

4. Menjawab pertanyaan penalitian dengan berdasarkan hasil temuan yang

diperoleh

5. Membuat kesimpulan dari temuan dan hasil penelitian dengan

memberikan penjelasan dari simpulan jawaban pertanyaan penelitian

3.7 Penentuan Subyek Dan Informan Penelitian

a. Subyek Penelitian : berjumlah 5 (lima) orang untuk pejabat di lingkungan

Dinas Koperasi Dan Perdagangan Kabupaten Pringsewu sebagai

pengambil kebijakan program.

b. Informan Penelitian : berjumlah 7 (Tujuh) orang yang terdiri dari

masyarakat Kecamatan Pringsewu.

3.8 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini lokasi yang diambil oleh peneliti adalah yang pertama

yaitu masyarakat di kota Kecamatan Pringsewu, yang kedua yaitu pada

Kantor Bank Negara Indonesia Cabang Pembantu yang terletak di Jalan

Jendral Sudirman, Pringsewu.

36
DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku:
Creswell.J.W. 2010. Research design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan
mixed. PT Pustaka Pelajar. Yogjakarta.
Danim, 2004. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Bumi Aksara. Jakarta.
Farida.L. dan Lustiadi.Y., 2015. Pedoman Penulisan Tesis, MIA-UBL Press.
Bandar Lampung
Hasibuan. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara,. Jakarta.
Inu Kencana, 2011. Manajemen Pemerintahan. Refika Aditama. Bandung.
Mahmudi, 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. UPP AMP. YKPN.
Yogyakarta.
Ndraha. 2003. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru). Jilid 1-2. Rineka Cipta.
Jakarta.
Pitana dan Gyatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi. 
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Sugiyono, 2013 Metode Penelitian Kuantitati, Kualitatif dan Kombinasi
(Mixed Methods). Alphabeta. Bandung.
Widodo. 2001. Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik. CV. Citra. Malang.
Departemen Pendidikan Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Balai Pustaka. Jakarta

Jurnal & Dokumen:


Andala. 2014. The Effect of Job Satisfaction and Organizational Justice on
Organizational Citizenship Behavior with Organization
Commitment as the Moderator.International Journal of
Humanities and Social Science
Oktaviannur, 2017. Pengaruh Lingkungan Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai di Biro Keuangan Sekretrariat Daerah Provinsi
Lampung. Jurnal Jurnal Visionist Vol. 6.ISSN : 1411-4186

37

Anda mungkin juga menyukai