Anda di halaman 1dari 26

LEMBAGA KEUANGAN

Disusun oleh:
Zilva Amira Juntasi
Mohamad Imamul Khoffidh Y. A.
Akbar Satria Sakti Wicaksana
Jedwin Gunawan
Aditya Guntur Setyo Wibowo
Imam Azhari
PERKEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN DI
INDONESIA
 Rapelita 1 per 1 April 1969 lembaga keuangan di Indonesia mulai berkembang. Fungsi lembaga keuangan
pada saat itu adalah mendorong mobilisasi tabungan dan mengarahkan penggunanya secara efektif dan
produktif serta mengarahkan alokasi investasi sesuai dengan prioritas pembangunan untuk meningkatkan
produktivitas. Lembaga keuangan yang dibentuk adalah PT Pembinaan Usaha Indonesia (Bahana), PT
Asuransi Kredit Indonesia (Askerindo), Lembaga Jaminan Kredit Koperasi, Indonesian Development
Finance Company (IDCIF), dan Private Development Finance Company of Indonesia (PDFCI)
 Pada Rapelita II semakin berkembang lembaga keuangan Indonesia, di antaranya perkembangan lembaga
keuangan asuransi jiwa, asuransi sosial termasuk hari tua, dana pensiun, asuransi kerugian, dan asuransi
kredit. Pada Rapelita II diteruskan usaha yang dirintis untuk mendorong pembentukan pasar uang dan
pasar modal
PERKEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN DI
INDONESIA
 Pada Rapelita III dibentuk Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) yang bertugas mengatur prosedur
penawaran dan perdagangan surat berharga di bursa. Disamping itu juga dibentuk PT Danareksa untuk
menunjang kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan saham.
 Pada Rapelita IV dan V, dilakukan peningkatan peranan lembaga keuangan bank dan bukan bank.
 Pada rapelita VI, pemerintah membentuk PT Permodalan Nasional Madani (PNM Persero) yang sahamnya
100% dimiliki pemerintah dan bertugas memberikan solusi pembiayaan dan manajemen pada usaha kecil
menengah dan koperasi dengan kemampuan yang ada berdasarkan kelayakan usaha serta prinsip ekonomi
pasar. PT PNM Persero dilaksanakan oleh lembaga keuangan seperti lembaga modal ventura, bank
syariah, koperasi simpan pinjam, dan bank perkreditan rakyat.
PERKEMBANGAN LEMBAGA
KEUANGAN DI INDONESIA
 Pasca krisis ekonomi 1997, lembaga keuangan bank mengalami
kemunduran ditunjukkan dengan beberapa bank dibekukan (Bank Beku
Operasi/Bank Beku Kegiatan Usaha), diambil alih pengelolanya (Bank
Takover) kepada Assets Management Unit di bawah Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dan beberapa bank direstrukrisasi.
 Pasca kerusuhan Mei 1998, lembaga keuangan bukan bank –asuransi-
semakin mampu meningkatkan jumlah penerimaan premi asuransi.
Lembaga keuangan bukan bank –pegadaian- mengalami peningkatan
jumlah dana yang disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan
dana.
PERKEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN DI
INDONESIA
 Era tahun 2000-an, lembaga keuangan bank dan bukan bank mengalami perkembangan luar biasa.
Perkembangan tersebut bebarengan dengan era otonomi daerah per tahun 2001. tonggak sejarah
perkembangan jasa keuangan di Indonesia ditunjukkan dengan UU No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan yang mulai berlaku sejak tanggan 31 Desember 2013 untuk fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan. Bank pertama yang merespon
UU No 21 Tahun 2011 tentang OJK adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI)
 Globalisasi dalam sistem keuangan dan inovasi finansial yang dipicu dan dipacu oleh pesatnya kemajuan
bidang teknologi informasi mempunyai andil yang besar terhadap BRI dalam mengubah proses dan
layanan perbankan. Bentuk respon tersebut adalah dengan peluncuran BRIsat
 Pada 19 Juni 2016 peluncuran BRIsat bersama dengan EchoStar XVIII milik perusahaan televisi kabel
Amerika Serikat DISH Network LLC dilakukan di Kouro, Guyana-Perancis, Amerika Selatan. BRIsat
akan digunakan BRI untuk meningkatkan transmission dan intermediation role yang sangat penting dalam
mendukung pembangunan di indonesia khususnya dari aspek pembiayaan pembangunan.
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

 Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk
memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui
pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak
semata-mata mencari keuntungan.
DASAR HUKUM

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro (Undang-Undang LKM).
2. Peraturan Pemerintah Nomor 89 Tahun 2014 tentang Suku Bunga Pinjaman Atau Imbal Hasil Pembiayaan dan Luas Cakupan
Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro.

3. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK), SEOJK Nomor 29/SEOJK.05/2015 tentang Laporan Keuangan Lembaga
Keuangan Mikro.
4. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK):
a. POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro.

b. POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro.

c. POJK Nomor 14/POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro.

d. POJK Nomor 61/POJK.05/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan
Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro.

e. POJK Nomor 62/POJK.05/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro.
KEGIATAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN
MIKRO

1. Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat,
baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan
masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan
usaha.
2. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan secara konvensional atau berdasarkan Prinsip
Syariah.
3. LKM dapat melakukan kegiatan berbasis fee sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
TUJUAN LEMBAGA KEUANGAN
MIKRO
1. Meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat.
2. Membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat.
3. Membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat
miskin atau berpenghasilan rendah.
KEWAJIBAN MEMPEROLEH IZIN
USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
 Lembaga yang akan menjalankan usaha LKM setelah berlakunya Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, wajib memperoleh izin usaha LKM.
 Permohonan izin usaha sebagai LKM disampaikan kepada Kantor Regional/Kantor
OJK/Direktorat LKM sesuai tempat kedudukan LKM.
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DI
INDONESIA
 Badan Kredit Desa (BKD)
Salah satu LKM formal yang pertama kali berdiri di Indonesia. BKD merupakan
sebuah lembaga keuangan milik desa dengan pejabat desa memiliki peran dalam
manajemennya.
 Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP)
Dicetuskn sejak era tahun 1980an dalam upaya mengelompokkan lembaga keuangan
mikro non bank yang banyak beroperasi di seluruh wilayah Indonesia khususnya Jawa.
LEMBAGA DANA KREDIT PEDESAAN (LDKP)
 Badan Kredit Kecamatan (BKK)
Umumnya terdapat di Jawa tengan dan Kalimantan Selatan. Beroperasi di wilayah kecamatan dengan
supervise dan pengelolaan di bawah pemerintah daeran sesuai Perda Jateng No 19 tahun 2002
 Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK)
Umumnya terdapat di Jawa Barat. Kepemilikan LPK didominasi oleh pemerintah provinsi selebihnya
dimiliki oleh pemerintah kabupaten dibantu oleh BPD.
 Lumbung Pitih Nagari (LPN)
Terdapat di Sumatera Barat (Padang) dan merupakan lembaga keuangan milik desa adat dengan maksud
untuk memperkuat struktur ekonomi masyarakat.
 Lembaga Perkreditan Desa (LPD)
Terdapat di provinsi Bali dan merupakan LKM yang paling sukses di Indonesia. Sesuai dengan UU No,1
tahun 2013, keberadaan LPD diakui sebagai lembaga keuangan berbasis adat dehingga tidak dimasukkan sebagai
LKM yang diatur dalam peraturan termaksud
 Baitul Mal wat Tamwil (BMT)
Lembaga ini merupakan lembaga dengan prinsip syariah dan berdasarkan ajaran islam.
KEBERADAAN LKM DARI PERSPEKTIF
UU NO.1 TAHUN 2013
 Tanggal 8 Januari 2013, DPR dan pemerintah mensahkan UU No 1 Tahun 2013: Lembaga
Keuangan Mikro. Definisi LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk
memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, pengelola
simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-
mata mencari keuntungan. Kegiatan LKM mencakup:
1. Jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat.
2. Bersifat konvensional atau berdasar prinsip syariah.
3. Dapat melakukan kegiatan berbasis fee (dan tidak bertentangan dengan aturan
perundangan di sektor jasa keauangan).
Keberadaan LKM dari perspektif
uu no.1 tahun 2013
 Penetapan RUU tentang LKM banyak kritikan, pro dan kontra antara DPR dan pemerintah terkait dengan
berbeda pendapat atas disamakannya status LKM yang di dasarkan aturan adat dengan yang tidak. LPD
dan LPN tidak setuju jika lembaga ini harus tunduk pada aturan RUU tersebut.
 Keberadaan LKM sebenarnya membutuhkan suatu peraturan perundangan yang komprehensif dan dapat
memperkuat status legal LKM untuk melindungi nasabah dari situasi yang merugikan. Tujuan dari LKM
adalah:
1. Meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat.
2. Membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat.
3. Membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin atau
berpenghasilan rendah.
KEBERADAAN LKM DARI PERSPEKTIF
UU NO.1 TAHUN 2013

Peraturan tersebut diatur bentuk hokum dari LKM yaitu: koperasi atau PT (saham min 60% dimiliki oleh
pemda kabupaten/kota atau BUMD/kelurahan dan sisa kepemilikan saham dapat dimiliki oleh WNI maks 20%
atau koperasi). Kepemilikan LKM mencakup: WNI, BUMD/kelurahan, pemda kabupaten/kota atau koperasi.
Warga asing atau badan usaha mendirikan LKM baik langsung maupun tidak langsung.
Ijin usaha untuk LKM dikeluarkan oleh OJK. Peraturan ini memberikan kewenangan sepenuhnya pada pihak
OJK dalam perjanjian., pengaturan serta pengawasan LKM. Sebelumnya dalam RUU yang diajukan
pemerintah, bawa lembaga dapat mengatur dan mengawasi LKM adalah Pemda Tingkat II. Kewenangannya
adalah OJK mempunyai kewenangan dalam pengawasan perbankan yang duahrap dapat mensinergikan
aktifitas pengawasan LKM.
KEBERADAAN LKM DARI PERSPEKTIF
UU NO.1 TAHUN 2013
 LKM dapat dijadikan pilar dalam proses intermediasi keuangan terutama bagi usaha mikro, kecil dan menengah.
Dengan demikian LKM dapat meningkatkan financial inclusion sehingga semua lapisan masyarakat dapat memiliki
akses terhadap jasa layanan keuangan. Cakupan wilayah usaha dan permodalan LKM adalah sbb:
a. Skala usaha LKM berdasarkan distribusi nasabah peminjam atau pembiayaan sbb:
1. LKM memiliki skala usaha desa/kelurahan jika memberikan pinjaman atau pembiayaan kepada penduduk di 1
desa/lurah.
2. LKM memiliki skala usaha kecamatan jika memberikan pinjaman atau pembiayaan kepada penduduk di 2 desa/lurah
atau lebih dari 1 wilayah kecamatan yang sama.
3. Memiliki skala usaha kabupaten/kota jika memberikan pinjaman atau pembiayaan kepada penduduk di 2 kecamatan
atau lebih dalam 1 wilayah kabupaten/kota yang sama.
b. Modal LKM terdiri dari modal disetor utnuk LKM yang berbadan hokum pT atau simpanan pokok, simpanan wajib,
dan hibah untuk LKM yang berbadan hokum koperasi dengan besaran:
1. Wilayah usaha desa/kelurahan: Rp 50.000.000.
2. Wilayah usaha kecamatan: Rp 100.000.000.
3. Wilayah kabupaten/kota: Rp 500.000.000.
KEBERADAAN LKM DARI PERSPEKTIF
UU NO.1 TAHUN 2013
 Peraturan perundangan LKM menetapkan tentang kewajiban proses transformasi LKM
menjadi bank perkreditan rakyat (BPR) atau bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS), sbb:
1. Melakukan kegiatan usaha melebihi 1 wilayah kabupaten/kota tempat kedudukan LKM
atau,
2. LKM telah memiliki:
 Ekuitas minimal 5 kali dari persyaratan modal disetor minimum BPR atau BPRS sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan; dan
 Jumlah dana pihak ke 3 dalam bentuk simpanan yang dihimpun dalam 1 tahun terakhir
minimal 25 kali dari persyaratan modal disetor minimum.
FINANCIAL TECHNOLOGY (FIN TECH)

 Fin Tech adalah salah satu bentuk penerapan teknologi informasi di bidang keuangan.
 Beberapa peran penting Fin Tech:
1. Kemudahan pelayanan finansial. Nasabah dapat mengakses pelayanan finansial melalui teknologi seperti
smartphone maupun laptop, sehingga tidak perlu datang langsung ke bank.
2. Melengkapi rantai transaksi keuangan. Fintech dapat memperkuat ekosistem keuangan di Indonesia
dengan meningkatnya daya beli masyarakat terhadap produk finansial.
3. Memajukan perkembangan bitcoin.
4. Melawan lintah darat (renternir)
5. Meningkatkan taraf idup masyarakat pengusaha lemah. Melalui Fintech, kesulitan meminjam modal dari
bank konvensional akan lebih mudah diatasi dengan adanya pengenaan tingkat bunga rendah.
FINANCIAL TECHNOLOGY (FIN TECH)

 OJK memberikan suatu argumentasi mengenai keberadaan FinTech di Indonesia bahwa


inovasi di sektor keuangan tersebut akan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,
antara lain:
1. Mendorong kemampuan ekspor UMKM yang masih rendah
2. Membantu pemenuhan kebutuhan pembiayaan dalam negeri yang masih sangat besar
3. Mendorong distribusi pembiayaan nasional yang masih belum merata
4. Meningkatkan inklusi keuangan nasional
5. Mendorong pemerataan tingkat kesejahteraan penduduk
FINANCIAL TECHNOLOGY (FIN TECH)
 Menurut CGAP (2012) dan Microsave (2013) model layanan keuangan digital dapat dibedakan menjadi
a. Model berbasis bank (Bank Based). Dalam model ini pelanggan memiliki hubungan kontraktual dengan
bank lembaga keuangan formal, meskipun pelanggan berhadapan dengan staf atau agen retail yang
bertindak atas nama bank.
b. Model berbasis Lembaga Keuangan Non Bank (Non Bank based). Pelanggan tidak memiliki kontrak
langsung dengan lembaga keuangan formal. Pelanggan dapat mengirim uang dan transaksi pembayaran
langsung menggunakan ponsel dan dapat menukar uang tunal kepada agen retail untuk mendapatkan nilai
yang disimpan secara elektronik missal kepada server penyedia layanan seluler atau penyedia layanan e-
money berbasis kartu. Model ini meliputi:
 Model yang dikelola oleh operator jaringan mobile atau perusahaan telco (mobile network operator-led)
atau model Telco-led. Contohnya T-Cash dari telkomsel.
 Model yang dikelola oleh pihak ketiga (third-party led). Contohnya beberapa perusahaan e-commerce
seperti tokopedia, bukalapak.
FINANCIAL TECHNOLOGY (FIN TECH)
 Profil FinTech di Indonesia berdasarkan jumlah perusahaan mengalami perkembangan yang sangat menjanjikan.
Di akhir tahun 2007 jumlah perusahaan sudah mencapai 16 pelaku, tahun 2011-2012 sebanyak 25 pelaku, 2013-
2014 sebanyak 40 pelaku dan di tahun 2015-2016 sudah sebanyak 165 pelaku. Masing-masing perusahaan
memiliki jenis atau tipe yang berbeda, diantaranya:
1. Start-up pembayaran,
2. Start-up peminjaman (lending),
3. Start-up pembanding produk keuangan (comparison site atau Financial Aggregator
4. Start-up perencanaan dan edukasi keuangan,
5. Strart-up investasi,
6. Start-up remitansi dan jenis lainnya
FINANCIAL TECHNOLOGY (FIN TECH)

FinTech yang terus berkembang akan mendukung pencapaian 3 sasaran Master Plan Sektor
Jasa Keuangan 2015-2019, yakin:
 Kontributif, dalam arti mengoptimalkan peran SKJ dalam mendukung percepatan
pertumbuhan ekonomi nasional.
 Stabil, yakin menjaga stabilitas system keuangan sebagai landasan bagi pembangunan
yang berkelanjutan.
 Inklusif, yakni membuka akses keuangan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
berbagai kalangan masyarakat.
FINANCIAL TECHNOLOGY (FIN TECH)
Selain itu, ada beberapa resiko yang dimungkinkan dapat timbul dari transaksi di industri FinTech yakni
antara lain:
1. Resiko terkait dengan perlindungan konsumen:
 Perlindungan dana pengguna. Potensi kehilangan maupun penurunan kemampuan finansial baik yang
diakibatkan oleh penyalahgunaan, penipuan, maupun force majeur dari kegiatan FinTech.
 Perlindungan data pengguna. Isu privasi pengguna FinTech yang rawan terhadap penyalahgunaan data
baik yang disengaja maupun tidak sengaja (serangan hacker, malware).
1. Resiko terkait dengan kepentingan nasional:
 Anti Pencurian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT). Kemudahan dan kecepatan yang
ditawarkan oleh FinTech menimbulkan potensi penyalahgunaan untuk kegiatan pencucian uang maupun
pendanaan terorisme.
 Stabilitas Sistem Keuangan. Perlu adanya manajemen resiko yang memadai agar tidak berdampak negatif
terhadap stabilitas sistem keuangan.
FINANCIAL TECHNOLOGY (FIN TECH)

Agar perkembangan FinTech sesuai dengan yang diharapkan, maka tentunya perlu untuk
mencermati beberapa tantangannya ke depan yakni:
 Ratifikasi peraturan dalam mendukung pengembangan Fintech. Adopsi peraturan terkait
dengan tanda tangan, E-know Your Customer (E-KYC), E-Rating dan penggunaan
dokumen secara digital sehingga dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh industri
FinTech.
 Koordinasi antar Lembaga dan kementerian terkait. Untuk mengoptimalkan potensi
FinTech dengan lingkungan bisnis yang kompleks, maka perlu juga dukungan dari
berbagai kementerian dan lembaga terkait. Dalam hal ini OJK berinisiatif untuk
membentuk FinTech Advisory Committee.
FINANCIAL TECHNOLOGY (FIN TECH)

Untuk dapat memitigasi berbagai resiko tersebut, OJK telah dan akan melakukan upaya-upaya
sebagai berikut:
 Penerbitan ketentuan: regulatory sandbox, penerbitan POJK No. 77/PJOK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Langsung Berbasis Teknologi Informasi (LMPUBTI) atau
peer to peer lending, OJK akan menyusun ketentuan lainnya seperti crowdfunding, digital
banking, dan lain-lain.
 Pembentukan FinTech Innovation Hub Di OJK: koordinasi lintas kementrian dan lembaga,
pengembangan industry FinTech yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
pengembangan sand box untuk model bisnis FinTech yang baru dan potensial, penyediaan
sarana komunikasi antara regulator dan industri FinTech.
THANKYOU

Anda mungkin juga menyukai