Anda di halaman 1dari 7

Bab 9 analisis kebijakan umkm

1. Fakta Singkat Kebijakan Pemerintah terhadap UMKM

Jumlah UMKM: 64,19 juta usaha (2018)

Pentingnya UMKM:

1. Menyerap 117 juta pekerja (2018)

2. Menyumbang 61,07 persen PDB (2018)

3. Menyerap kredit Rp 1.015 triliun (Juni 2018)

4. Mampu bertahan dalam krisis ekonomi.

2. Program Bantuan Pemerintah, antara lain:

1. Kredit Investasi kecil (KIK)

2. Kredit Modal Kerja Permanen ( KMKP)

3. Pembiayaan Produktif Kredit Usaha Mikro (P3-KUM)

4. Kredit Usaha Rakyat (KUR)

5. Kredit Ultra Mikro (UMi)

3. Aturan Pendukung:

1. UU 9/1995 tentang Usaha Kecil

2. UU 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Pemerintah menganggap penting sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bagi
perekonomian Indonesia. Hal ini tampak dari data terkini tentang proporsi biaya yang
dialokasikan untuk menangani dampak ekonomi Covid-19 sektor UMKM, yakni sebesar Rp
123,46 triliun. Proporsi biaya yang dianggarkan untuk UMKM tersebut menempati urutan
kedua setelah perlindungan sosial yang dialokasikan sebesar Rp 203,9 triliun. Bahkan, proporsi
biaya untuk dukungan UMKM jauh lebih besar daripada biaya yang dianggarkan di bidang
pembiayaan korporasi yang mendapat jatah Rp 53,57 triliun. Dukungan besar pemerintah
terhadap sektor UMKM didasarkan pada besarnya pontensi dan kontribusi sektor UMKM bagi
perekonomian Indonesia. Keseriusan pemerintah Indonesia dalam memperhatikan sektor
UMKM dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang tertuang dalam program bantuan, produk
hukum terkait UMKM, serta pembentukan lembaga untuk menangani UMKM.
4. Sektor penting :

Pertama, jumlah UMKM yang besar. Pada tahun 2018, jumlah UMKM di Indonesia sebanyak
64,19 juta usaha atau sekitar 99,99 persen dari total unit usaha di seluruh Indonesia. Kedua,
UMKM menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Jumlah UMKM di atas menyerap 117 juta
pekerja atau 97 persen dari daya serap tenaga kerja dunia usaha pada 2018. Ketiga,
kontribusinya yang besar pada PDB. Sektor UMKM memberikan kontribusi sebesar 61,07
persen dari total PDB 2018 atau sebesar Rp 8.573 triliun. Keempat, data Otoritas Jasa Keuangan
(OKJ) menunjukkan, kredit yang disalurkan perbankan ke UMKM per Juni 2020 sebesar Rp
1.015,438 triliun. Dari jumlah itu, setengah di antaranya disalurkan untuk sektor perdagangan
besar dan eceran, yakni Rp 505,656 triliun. Kelima, dalam krisis ekonomi global tahun 1997-
1998 UMKM terbukti mampu bertahan dalam perubahan kondisi pasar yang cepat, selain
sebagai penunjang yang penting dalam industri yang tidak stabil, bukan hanya di Indonesia
tetapi juga di Asia. Pentingnya UMKM bagi perekonomian Indonesia juga dapat dilihat dari 10
karakter dan keunggulan UMKM yang dijelaskan oleh Tulus Tambunan dalam bukunya Usaha
Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia (2012). Pertama, berjumlah sangat banyak dan tersebar
di seluruh Indonesia baik perkotaan maupun perdesaan, bahkan di pelosok terpencil. Kedua,
sangat padat karya, mempunyai potensi pertumbuhan kesempatan kerja yang besar dan
peningkatan pendapatan. Ketiga, banyak terdapat dalam sektor pertanian yang secara tidak
langsung mendukung pembangunan. Keempat, menampung banyak tenaga kerja
berpendidikan rendah. Kelima, mampu bertahan dalam kondisi krisis ekonomi, seperti yang
terjadi pada tahun 1997/1998. Keenam, bisa menjadi titik awal mobilisasi investasi di pedesaan
sekaligus wadah bagi peningkatan kemampuan wiraswasta. Ketujuh, menjadi alat untuk
mengalokasikan tabungan warga pedesaan daripada untuk konsumsi. Kedelapan, mampu
menyediakan barang-barang kebutuhan relatif murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah,
selain juga produksi barang mahal. Kesembilan, mampu mengikuti kemajuan zaman melalui
beragam jenis investasi dan penanaman modal. Kesepuluh, memiliki tingkat fleksibilitas yang
tinggi.

5. Program Bantuan

Dari sisi program, pemerintah mulai memberikan perhatian pada UMKM pada tahun 1970-an
dengan berbagai program bantuan. Pada tahun 1973, Presiden Soeharto memperbaiki
kebijakan dalam pemberian kredit dengan tujuan membantu golongan pengusaha kecil
pribumi. Program yang telah ada, yakni kredit investasi kecil (KIK), mendapatkan keringanan
persyaratan. Selain itu, disetujui pula program kredit modal kerja permanen (KMKP) dengan
ketentuan yang akan dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Program KMPK memiliki plafon
pinjaman maksimal lima juta rupiah dengan masa pinjaman maksimal tiga tahun dan bunga 15
persen setahun. Keunggulan program tersebut adalah persyaratan yang jauh lebih mudah
daripada pinjaman investasi (Kompas, 5/12/1973). Hingga bulan April 1974, pengajuan kredit
baik untuk KMPK maupun KIK tercatat sebesar Rp 11,6 miliar dari sejumlah 3.195 pengajuan
kredit. Penyaluran kredit tersebut dilakukan oleh Bank BRI (Kompas, 5/4/1974). Selain itu, Bank
Indonesia, juga melalui Bank BRI, telah memberikan kredit untuk usaha kecil dengan besaran
mulai Rp 10.000 hingga Rp 100.000 per orang (Kompas,9/4/1974).

Pada tahun 1999, setelah keluar UU 23/1999, Bank Indonesia lebih fokus pada pencapaian dan
pemeliharaan stabilitas rupiah sehingga program kredit dialihkan kepada bank BUMN lain,
yakni BRI, BTN, dan PT Permodalan Nasional Madani (Kompas, 28/10/1999). PT Permodalan
Nasional Madani dibentuk oleh pemerintah pada bulan Maret 1999 untuk memberikan
penyertaan modal. Terdapat empat kriteria perusahaan yang mendapat penyertaan modal
ekuitas ini. Pertama, perusahaan itu harus mempunyai pasar yang jelas (captive market).
Kedua, perusahaan yang berorientasi ekspor diutamakan. Ketiga, dipilih perusahaan yang
menggunakan substitusi impor dalam produksinya. Keempat, usahanya harus mempunyai
dampak yang besar terhadap penyediaan tenaga kerja (Kompas, 6 Maret 1999). Dalam
perkembangannya, berbagai program dana bagi sektor usaha UMKM tidak hanya dikelola oleh
pemerintah lewat bank komersial, tetapi juga kredit dari lembaga nonbank atau lembaga
keuangan mikro (LKM). LKM merupakan badan usaha jasa keuangan yang menyediakan layanan
jasa keuangan mikro yang bertujuan mempercepat akses pembiayaan UMK dengan tiga
kategori, yakni LKM formal, LKM semi formal dan LKM nonformal. Beberapa program bantuan
UMKM nonbank, antara lain Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit Simpan Pinjam (USP), Lembaga
Dana Kredit Perdesaan (LDKP),Baitul Maal Wat Tanwil (BMT), Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Selain itu, terdapat pula program bantuan
UMKM dari BUMN di luar bank, seperti bantuan dari PLN dan Pertamina, baik dana bantuan
atau dana hibah dengan persyaratan yang jauh lebih mudah daripada pinjaman bank. Akan
tetapi, pinjaman dari BUMN sangat terbatas tergantung dari laba BUMN tersebut. Pada tahun
2005, Menteri Negara Koperasi dan UKM bekerja sama dengan BPD meluncurkan program
pembiayaan produktif untuk kredit usaha mikro (P3 KUM) sebagai penguatan LKM berbadan
hukum koperasi bersama dengan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Pada tahun 2008,
Kementerian Koperasi tidak lagi menyalurkan dana tersebut dan dikembalikan kepada
Departemen Keuangan.

6. Kebijakan UMKM Era Orde Baru

Di sisi kebijakan, dukungan pemerintah terhadap UMKM dapat dilihat dari produk hukum
terkait UMKM. Meskipun belum secara khusus menerbitkan produk hukum mengenai UMKM,
secara eksplisit dukungan pemerintah terhadap UMKM mulai tampak dalam Undang Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam pasal 12 UU ini, disebut bahwa pemerintah
dapat menugaskan Bank Umum untuk mendukung pengusaha golongan ekonomi lemah/usaha
kecil. Baru pada 1995, produk hukum yang mengatur persoalan UMKM secara formal disahkan,
yakni Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Peraturan ini hadir dengan
pertimbangan usaha kecil sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kedudukan, potensi,
dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional. Undang-undang
ini mengatur kriteria usaha kecil, yakni memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta,
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Kriteria berikutnya adalah memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp 1 miliar.

Sebagai peraturan yang bertujuan mengembangkan usaha kecil, UU ini memuat kebijakan
penting, yaitu dukungan untuk usaha kecil yang mencakup pemberdayaan, iklim usaha,
pembinaan dan pengembangan, pembiayaan, penjaminan, serta kemitraan. Visi jangka panjang
dari dukungan pemerintah ini adalah ketangguhan dan kemandirian usaha kecil yang
dihadapkan pada perdagangan bebas dalam iklim perekonomian yang semakin terbuka. Usaha
kecil yang tangguh dan mandiri diproyeksikan akan berkembang menjadi usaha menengah.
Lebih jauh, usaha kecil yang kuat akan meningkatkan produksi nasional, kesempatan kerja,
ekspor, serta pemerataan hasil-hasil pembangunan. Untuk mendukung UU 9/1995 di atas, pada
bulan Februari 1998, Presiden Soeharto menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil. Aturan ini memuat kebijakan dalam
membina dan mengembangkan usaha kecil untuk berkembang menjadi usaha menengah.
Ruang lingkup pemerintah dalam membina dan mengembangkan usaha kecil meliputi bidang
produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi. Usaha kecil yang
didampingi dan akhirnya berkembang menjadi usaha menengah masih bisa mendapatkan
pembinaan dan pengembangan hingga jangka waktu paling lama tiga tahun.

7. Kebijakan UMKM Masa Reformasi

Pada masa Reformasi, muncul beberapa aturan terkait usaha kecil. Akan tetapi, aturan utama
yang diacu masih UU 9/1995 tentang Usaha Kecil.Pada Desember 2001, Presiden Megawati
Soekarnoputri menetapkan Keppres Nomor 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha yang
Dicadangkan untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menengah
atau Besar dengan Syarat Kemitraan. Keppres ini mengatur berbagai macam bidang yang
diperuntukkan bagi usaha kecil. Bidang atau jenis usaha tersebut meliputi sektor pertanian,
kelautan dan perikanan,kehutanan, energi dan sumber daya mineral,industri dan perdagangan,
perhubungan,telekomunikasi, serta kesehatan. Masing masing sektor tersebut diperinci lagi
ruang lingkupnya yang dijelaskan dalam Lampiran I Keppres 127/2001.Selanjutnya dalam masa
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), terdapat dua aturan penting terkait
usaha kecil. Pertama, Inpres 3/2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Kedua,
Inpres 6/2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.Aturan yang pertama mencakup empat poin penting terkait
usaha kecil dan menengah, yakni penyempurnaan aturan terkait perizinan, pengembangan jasa
konsultasi, peningkatan akses finansial, serta penguatan kemitraan antara usaha kecil dan
menengah dengan usaha besar. Sementara aturan kedua memuat 141 tindakan langsung
terkait UMKM yang dijelaskan dalam bagian lampiran kurang lebih 50 halaman.

Kedua kebijakan di atas dimaksudkan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
sempat melambat pada akhir 2005 dan awal 2006 akibat kenaikan BBM (Kompas,
13/6/2007).Setahun berselang, pemerintah memberi kebaruan terhadap usaha golongan
ekonomi rendah. Kebaruan ini ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Hal yang paling mencolok adalah istilah yang
digunakan, yakni usaha mikro, kecil dan menengah.Tidak hanya istilahnya, kriteria untuk
masing-masing kelompok juga mengalami penyesuaian. Rincian kriteria untuk usaha mikro,
kecil, dan menengah terdapat dalam pasal 6 UU No. 20/2008.Terkait penumbuhan iklim usaha,
sebagaimana tertuang dalam pasal 6 UU di atas, kebijakan pemerintah meliputi aspek
pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan
berusaha, promosi dagang,dan dukungan kelembagaan. Setelah ada pembaruan konsep
tentang UMKM melalui UU 20/2008, Presiden SBY pada 2014 mengeluarkan Perpres Nomor 98
Tahun 2014 tentang Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil. Produk hukum ini bertujuan
menambah kuatnya legalitas usaha kecil dan menengah. Izin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK)
memberi kepastian dan perlindungan berusaha di lokasi yang telah ditetapkan. Pelaksana IUMK
adalah camat yang mendapat pendelegasian wewenang dari bupati/wali kota. Sementara,
camat akan mendelegasikan pelaksanaan terhadap lurah/kepala desa dengan pertimbangan
karakteristik wilayah. Hal praktis yang dilakukan oleh lurah/kepala desa adalah mendata usaha
mikro dan kecil di wilayahnya. Sebagaimana tertulis dalam pasal 2 ayat 4 Perpres ini, untuk
pengurusan IUMK, pelaku usaha tidak dikenakan biaya, retribusi, serta pungutan yang lain.

8. Lembaga Terkait

Selanjutnya, perhatian pemerintah pada pengusaha kecil tampak dari pembentukan


kelembagaan baru. Lembaga pemerintah yang membidangi masalah UMKM secara pokok
adalah Kementerian Koperasi dan UMKM.Dalam Kabinet Pembangunan VI, pemerintah
mengganti nama Departemen Koperasi menjadi Departemen Koperasi dan Pembinaan Usaha
Kecil melalui Keppres 58/1993. Departemen inilah yang menjadi cikal bakal Kemenkop dan
UMKM saat ini.Tiga tahun kemudian, Departemen Koperasi membentuk tiga direktorat jenderal
baru sebagai langkah lanjut penyesuaian, yaitu Ditjen Pembinaan Usaha Kecil.Ditjen Pembinaan
Koperasi Perkotaan,Ditjen Pembinaan Koperasi Pedesaan, dan Ditjen Pembinaan usaha kecil.
Pada tahun 1998, Departemen Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil diubah menjadi
Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah melalui Keppres 102/1998. Pada tahun
1999, departemen ini berubah menjadi Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan
Menengah berdasarkan Keppres 134/1999. Menteri negara bertugas menangani bidang tugas
tertentu dalam kegiatan pemerintahan negara yang tidak ditangani oleh suatu departemen.
Kebijakan ini berlanjut pada tahun 2000 dengan penambahan nama "urusan" menjadi Menteri
Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sesuai Keppres 163/2000. Pada tahun
2001, nama tersebut kembali menjadi Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
berdasarkan Keppres 101/2001. Pada tahun 2015, Menteri Negara Koperasi dan UKM diubah
menjadi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah melalui Perpres 62/2015.
Kementerian ini mengurus sisi dukungan pemberdayaan dan pendampingan selain juga
melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan terkait UMKM. Meskipun

demikian, urusan UMKM tidak melulu terkait dengan Kementerian Koperasi dan UMKM.
Dengan cakupan sektor yang luas, hampir semua kementerian yang terkait dengan sumber
daya dan perekonomian bersinggungan dengan kegiatan UMKM. Beberapa kementerian yang
terkait secara signifikan, di antaranya Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan
Kementerian Perdagangan. Kementerian Keuangan mengambil bagian terutama dalam urusan
pembiayaan dan pemberian kredit. Salah satu program yang dikeluarkan oleh Kementerian
Keuangan adalah Kredit Ultra Mikro (UMi). Program ini menyasar pelaku UMKM yang belum
terfasilitasi oleh Kredit Usaha Rakyat (KUR)dari perbankan. Sementara, Kementerian
Perindustrian memiliki bagian khusus yang membidangi UMKM, yakni Dirjen Industri
Kecil,Menengah dan Aneka (IKMA). Salah satu agenda Dirjen IKMA baru-baru ini adalah
membangun jejaring antara industri kecil dan menengah dengan industri besar. Harapannya,
sektor kecil dan menengah mampu menjadi rantai suplai untuk industri lokal maupun global.
Lembaga berikutnya yang terkait dengan UMKM adalah Kementerian Perdagangan. Tugas
Kemendag dalam mendukung UMKM adalah memberi atau membukakan pangsa pasar. Tidak
hanya di dalam negeri, peluang pasar luar negeri juga diusahakan oleh Kemendag dengan
melakukan kajian intelijen pasar serta membangun jaringan dengan para pembeli, asosiasi, dan
kamar dagang di negara-negara tujuan. Harapan dari upaya ini adalah meluasnya pasar UMKM
di dalam dan luar negeri.Di luar beberapa kementerian di atas, masih banyak pihak yang terkait
dengan UMKM sesuai dengan penekanan BAB I UU 20/2008 bahwa pihak-pihak yang terkait
mendukung UMKM mencakup Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat
umum. (LITBANG KOMPAS)KOMPAS/PRIYOMBODO Aktivitas produksi tahu di industri skala
rumahan di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (11/11/2019). UMKM ini
belum tersentuh teknologi digital dalam praktik bisnisnya sehingga pemasaran dilakukan secara
konvensional ke pasar tradisional di kawasan Mampang Prapatan dan Kebayoran. Dibutuhkan
campur tangan pemerintah dan swasta untuk membawa UMKM ke tingkat lebih tinggi dalam
era ekonomi digital.

Anda mungkin juga menyukai