Anda di halaman 1dari 102

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN


KREDIT UMKM AGRIBISNIS UNIT KREDIT KECIL PT. BNI
(PERSERO),TBK CABANG KARAWANG

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:
MAMITA DERAMAYANG
105092002954

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Achmad Tjachja Nugraha,S.P, M.Si Drs. Abdul Hamid Cebba,MBA,CPA

Mengetahui,

Ketua Program Studi


Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis

Ir. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si


NIP. 19620617 198903 2 003
RINGKASAN

Mamita Deramayang, Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit


UMKM Agribisnis di Unit Kredit Kecil PT. BNI (Persero), Tbk Cabang Karawang. (Di
bawah bimbingan Achmad Tjachja Nugraha dan Abdul Hamid Cebba).

Suatu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang sedang beroperasi
seringkali membutuhkan pemberian kredit atau pinjaman dari pihak lain seperti
perbankan sehingga dapat menambah jumlah modal usaha, mengembangkan
usaha yang tengah berjalan dan meningkatkan laba usaha. Program Pemerintah
dalam bidang pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat digulirkan dengan
penyaluran kredit UMKM berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk
internal bank, dalam hal ini BNI Wirausaha yang bertujuan menyalurkan kredit
pada skala usaha UMKM khususnya sektor agribisnis yang berada di daerah
Kabupaten Karawang. Berkenaan dengan upaya akselerasi penyaluran kredit,
maka terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM
antara lain character, capacity, capital, collateral, conditions dan constrain .
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur penyaluran kredit
UMKM sektor agribisnis yang dilakukan oleh Unit Kredit Kecil BNI Cabang
Karawang dan mengetahui faktor – faktor yang berpengaruh baik secara simultan
maupun parsial terhadap penyaluran kredit UMKM sektor Agribisnis di Unit
Kredit Kecil BNI Cabang Karawang.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor kredibilitas
calon debitur merupakan variabel bebas dan penyaluran kredit merupakan
variabel terikat. Faktor kredibilitas calon debitur yang diteliti adalah character
(X1), capacity (X2), capital (X3), collateral (X4), conditions (X5) dan constrains
(X6). Indikator yang digunakan untuk penyaluran kredit UMKM (Y) yaitu
peraturan / regulasi BI, partisipasi pemerintah, nilai pagu kredit, penentuan legal
lending limit.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan kuesioner.
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Unit Kredit Kecil BNI Cabang
Karawang dan Sentra Kredit Kecil BNI Cabang Bekasi Barat, dengan jumlah
sampel sebanyak 20 orang. Analisis deskriptif untuk menggambarkan prosedur
penyaluran kredit dan permasalahan yang timbul dalam teknis penyaluran
kredit, sedangkan analisis data yang digunakan adalah regresi berganda untuk
mengetahui pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat dan uji
hipotesis dengan uji t dan uji F masing-masing untuk uji parsial dan uji simultan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel faktor – faktor kredibilitas
calon debitur secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel
penyaluran kredit dan bersifat positif dengan nilai pengaruh sebesar 88,90%
sedang sisanya sebesar 11,10% dipengaruhi oleh faktor di luar kredibilitas calon
debitur seperti aspek hukum (yuridis), aspek manajemen, aspek produksi, aspek

iv
pemasaran, jumlah unit usaha UMKM yang ada di daerah tersebut, tingkat suku
bunga kredit yang berlaku dan sebagainya.
Sedangkan secara parsial variabel faktor kredibilitas calon debitur
berpengaruh signifikan terhadap variabel penyaluran kredit dengan nilai thitung
variabel character sebesar 2,826, capacity sebesar 4,554, capital sebesar 3,468,
collateral sebesar 4,017, conditions sebesar 2,599 dan constrains sebesar 4,349.
Hasil pengujian hipotesis dengan Uji F menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar
17,290 > F tabel sebesar 2,92 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel
independen (X1, X2, X3, X4, X5, X6) secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen yaitu penyaluran kredit UMKM.
Adapun saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebaiknya pihak BNI
dapat meningkatkan lagi penyaluran kredit kepada sektor UMKM khususnya
dalam hal ini bidang agribisnis dengan mempermudah akses penyaluran kredit
dengan mempersingkat prosedur yang harus dijalani seperti BI Checking
kemudian menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga dapat bersaing di
kalangan bank penyalur di Kabupaten Karawang.

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peranan sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) telah berhasil

menyelamatkan perekonomian kita selama krisis ekonomi. Ketika banyak

perusahaan skala besar (korporasi) yang ambruk karena beban hutang yang sangat

besar, justru para pelaku UMKM bertindak sebagai katup pengaman

perekonomian nasional. Sebagian besar diantara mereka mampu bertahan dengan

baik ketika krisis ekonomi yang berkepanjangan sedang melanda negara kita.

Padahal sektor ini memiliki akses yang minim dalam menerima penyaluran kredit

maupun pembiayaan dari bank maupun lembaga keuangan lainnya.

Menurut Sudarwanto (2008:52), akses terhadap dunia perbankan ini dapat

dilihat dari indikator masih rendahnya tingkat penyaluran kredit ke sektor usaha

mikro, kecil dan menengah (UMKM). Data yang tercatat selama Januari 2009

sampai dengan September 2009, kredit untuk skala UMKM yang disalurkan bank

umum konvensional di Jawa Barat tumbuh 12,55% atau lebih rendah

dibandingkan periode yang sama tahun 2008 yaitu 16,60%. Rendahnya

penyaluran kredit pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ini

menggambarkan masih belum sejalannya antara bank dengan UMKM. Di satu

sisi, kalangan perbankan dianggap terlalu hati-hati dalam menerapkan prinsip

prudential banking, sementara di sisi lain usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM) masih belum mampu memenuhi persyaratan yang diminta kalangan

perbankan.

1
Pemerintah menyadari akan arti pentingnya sektor usaha mikro, kecil dan

menengah dalam menunjang stabilitas perekonomian nasional. Hal ini terlihat

dalam upaya rangka pengembangan UMKM dimana pemerintah mengeluarkan

program baru berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan sistem penjaminan.

Melalui Inpres nomor 6/2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor

riil dan pemberdayaan UMKM maka dibuatlah nota kesepahaman antara

pemerintah (Departemen Terkait) dengan Perum Sarana Pengembangan Usaha

(SPU) Askrindo dan Bank BNI, BRI, Mandiri, BTN, Bukopin, BSM tentang

penjaminan kredit/pembiayaan kepada UMKM serta koperasi.

Sektor pertanian yang terkait dengan komoditas agribisnis yang dihasilkan

adalah sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan

dan kehutanan. Agribisnis merupakan suatu cara lain melihat pertanian sebagai

suatu sistem yang terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu dengan yang

lainnya. Keterkaitan antar sub sistem ini bertujuan untuk memandang kegiatan

pertanian sebagai suatu kegiatan bisnis yang memiliki daya saing. Penekanan

keterkaitan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan sistem agribisnis

terletak pada hubungan dan integrasi vertikal antara beberapa subsistem agribisnis

dalam satu sistem komoditas.

Menurut Uno dalam Hari (2009:1), sektor agribisnis merupakan sektor

paling potensial untuk bisa digunakan dalam bidang UMKM. Agribisnis

merupakan sektor yang mempunyai nilai tambah yang paling banyak. Berkenaan

dengan itu maka seharusnya sektor agribisnis ini bisa dimanfaatkan.

2
Melihat dari pemaparan yang ada, maka pemberdayaan kegiatan ekonomi

kemasyarakatan yang direfleksikan kepada kegiatan usaha mikro, kecil dan

menengah (UMKM) khususnya bidang agribisnis di daerah Kabupaten Karawang

akan menghasilkan suatu resultante yang dapat mendukung perekonomian negara

Indonesia menjadi lebih baik. Program pemberdayaan kegiatan ekonomi

kemasyarakatan ini tentunya tidak terlepas dari peran perbankan selaku mitra

kerjasama usaha dalam bidang permodalan (kredit/pembiayaan).

Melihat potensi proporsi UMKM yang cukup besar terutama dalam bidang

agribisnis yang terkait pula dengan penyaluran kredit UMKM yang sekarang ini

banyak digulirkan oleh pemerintah, maka diperlukan identifikasi lebih lanjut

mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit

UMKM Sektor Agribisnis di Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang

Karawang”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan

yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut :

1. Bagaimanakah prosedur penyaluran kredit UMKM agribisnis yang dilakukan

oleh Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang ?

2. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut dalam mempengaruhi

penyaluran kredit UMKM agribisnis di Unit Kredit Kecil BNI Cabang

Karawang?

3
1.3 Tujuan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki tujuan yang hendak

dicapai yaitu, sebagai berikut :

1. Mengetahui prosedur penyaluran kredit UMKM agribisnis yang dilakukan oleh

Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang.

2. Menganalisis besar pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran

kredit UMKM agribisnis di Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Bagi Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang : sebagai salah satu gambaran

mengenai kondisi objektif penyaluran kredit pada segmen usaha mikro, kecil

dan menengah (UMKM) dalam hal ini sektor agribisnis. Selain itu juga sebagai

bahan masukan kepada pihak Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang dalam

meningkatkan pelayanan kredit kepada debitur.

2. Bagi Peneliti : sebagai sarana untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan

mengenai penyaluran kredit UMKM di bidang agribisnis sehingga dapat

menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama berada di bangku perkuliahan.

Selain itu juga sebagai syarat kelulusan di tingkat Strata 1 (S-1) Jurusan

Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah.

3. Bagi Pembaca : sebagai bahan informasi dan masukan bagi penelitian

selanjutnya dalam cakupan bidang penyaluran kredit UMKM.

4
1.5 Pembatasan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah yang ada di tempat

penelitian dalam hal ini pihak Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang, maka

penulis akan membatasi permasalahannya sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilakukan di Sentra Kredit Kecil cabang Bekasi Barat dan Unit

Kredit Kecil BNI cabang Karawang, Jawa Barat.

2. Penelitian ini dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan

informasi mengenai pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran

kredit UMKM agribisnis di Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Gambaran Umum Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Menurut Sudarwanto (2007:52), sektor usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM) merupakan basis ekonomi nasional yang kerap menunjukkan bukti

memiliki kelenturan gerak usaha sehingga bisa beradaptasi terhadap perubahan

lingkungan ekonomi global. Berkenaan dengan itu, maka sektor UMKM

mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sesuai komoditi sehingga

dapat menyerap tenaga kerja, menyumbang devisa, menghasilkan berbagai barang

murah yang terjangkau oleh kekuatan ekonomi rakyat, dengan pendistribusian

yang memancar luas melewati batas-batas teritorial dan sosial.

2.1.2 Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Cukup banyak definisi mengenai usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM) yang dipahami baik dari lembaga lokal maupun asing, namun bagi

pihak perbankan Indonesia definisi umum tentang UMKM adalah sesuai

kesepakatan Menko Kesra dengan Bank Indonesia (BI).

Menurut Adi (2007:12), definisi usaha mikro secara tidak langsung sudah

termasuk dalam definisi Usaha Kecil berdasarkan UU nomor 9 tahun 1995,

namun secara spesifik didefinisikan sebagai berikut:

a. Usaha mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang bersifat

tradisional dan informal dalam arti belum terdaftar, belum tercatat, dan belum

6
pula berbentuk badan hukum. Hasil penjualan tahunan bisnis tersebut sebesar

Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan milik warga negara Indonesia.

b. Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kekayaan bersih

paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah

dan bangunan tempat usaha atau yang memiliki hasil penjualan tahunan

sebanyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dan milik warga negara

Indonesia.

Menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun 2008 dalam Bab I Ketentuan

Umum Pasal 1 dalam Nurlan (2008:69) telah disebutkan mengenai definisi dari

usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) antara lain:

a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan

usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur

dalam undang – undang ini.

b. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki maupun

dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha

menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana

dimaksud dalam undang – undang ini.

c. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau

menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau

7
usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan

sebagaimana dimaksud dalam undang – undang ini.

Adanya krisis moneter yang berkepanjangan membuat bangsa indonesia

mengubah paradigma dalam kebijakan ekonominya, yang tadinya berpihak pada

para pengusaha besar dalam pertumbuhan ekonomi negara, sekarang berbalik arah

berpihak kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk

menyelesaikan masalah pengangguran dan pengentasan kemiskinan melalui

ekonomi kerakyatan terpadu.

Adapun sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki visi

dan misi yang erat kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi

indonesia. Menurut Adi (2007:19), visi UMKM adalah menanggulangi

kemiskinan sedangkan misi UMKM adalah peningkatan pendapatan penduduk

miskin dengan memperluas kesempatan kerja dan usaha. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pengertian usaha mikro, kecil dan menengah adalah usaha

ekonomi rakyat baik yang berskala kecil, tradisional dan memiliki tujuan ekonomi

produktif sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan pendapatan

masyarakat.

8
2.1.3 Penggolongan Usaha Kecil Menengah

Menurut Adi (2007:15), sekarang ini banyak ragam jenis usaha usaha

mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia, tetapi secara garis besar

dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kelompok antara lain:

1. Usaha perdagangan yang meliputi usaha di bidang keagenan seperti agen

koran/majalah, sepatu, pakaian, dan lain-lain, pengecer minyak, kebutuhan

pokok, buah-buahan, bidang ekspor-impor baik produk lokal dan internasional

kemudian sektor informal seperti pengumpul barang bekas, pedagang kaki

lima, dan lain-lain.

2. Usaha pertanian yang meliputi usaha di bidang perkebunan baik pembibitan

dan kebun buah-buahan, sayur-sayuran, bidang peternakan antara lain ternak

ayam petelur, susu sapi dan bidang perikanan seperti perikanan darat/laut

seperti tambak udang, kolam ikan, dan lain-lain.

3. Usaha industri yang meliputi usaha di bidang industri makanan/minuman,

pertambangan, pengrajin, konveksi, dan lain-lain.

4. Usaha jasa yang meliputi usaha jasa antara lain mencakup jasa konsultan

seperti perbengkelan, restoran, jasa konstruksi, jasa transportasi, jasa

telekomunikasi, jasa pendidikan, dan lain-lain.

9
2.1.4 Gambaran Umum Bank Umum Nasional

Menurut Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 dalam Hasibuan

(2007:10), pengertian mengenai bank umum adalah bank yang melaksanakan

usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran.

2.1.5 Pengertian Bank Umum Nasional

Menurut Adi (2007:30), berdasarkan konsep yang telah disusun oleh API

(Arsitektur Perbankan Indonesia) dalam program API maka perbankan

dikelompokkan dalam empat struktur permodalan, salah satunya adalah konsep

mengenai bank umum nasional yang merupakan bank yang wilayah operasinya

berada di seluruh kawasan Indonesia dengan modal yang disetor minimal

sejumlah Rp. 10.000.000.000.000 (sepuluh trilyun rupiah) sampai dengan

sejumlah Rp. 50.000.000.000.000 (lima puluh trilyun rupiah).

2.1.6 Gambaran Umum Penyaluran Kredit

Perencanaan penyaluran kredit harus dilakukan secara realistis dan

objektif, agar pengendalian dapat berfungsi dan tujuan tercapai. Perencanaan

penyaluran kredit harus didasarkan pada keseimbangan antara jumlah, sumber,

dan jangka waktu agar tidak menimbulkan masalah terhadap tingkat kesehatan

dan likuiditas bank. Dalam rencana penyaluran kredit ini harus ada pedoman

tentang prosedur, alokasi dan kebijaksanaannya.

10
2.1.7 Pengertian Kredit

Menurut Hasibuan (2007:87), kredit berasal dari bahasa Italia yakni

credere yang artinya kepercayaan. Hal ini berarti kepercayaan yang berasal dari

kreditur bahwa debitur akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai

dengan perjanjian kedua belah pihak.

Menurut Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1992 dalam Hermansyah

(2005:30), mengenai perbankan pada pasal I ayat 12 menyatakan bahwa kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil

keuntungan.

Menurut Hasibuan (1997:10), kredit adalah semua jenis pinjaman yang

harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian

yang telah disepakati, sedangkan menurut Kent dalam Hasibuan (1997:15), kredit

adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan

pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang karena

penyerahan barang- barang sekarang.

Dalam tulisan Hermansyah (2005:57), salah satu pengertian kredit adalah

pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau

pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.

Adapun dalam pengertian yang berlaku dalam ekonomi islam terdapat

definisi tentang qardh yang hampir sama dengan definisi kredit. Menurut Arifin

11
(2002:256), Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan antara bank syariah

dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan

pembayaran sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu. Dalam

definisi lain menyebutkan Menurut Antonio (2001:131), Al – Qardh adalah

pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau

dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur

fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui atau akad saling

membantu dan bukan transaksi komersial.

Menurut Hermansyah (2005:58), dalam kredit terdapat unsur esensial

yakni adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam

atau debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan

dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain jelasnya

tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan, dan lain-lain. Selain

unsur kepercayaan, dalam permohonan dan pemberian kredit juga mengandung

unsur lain, yaitu unsur waktu, unsur risiko dan unsur prestasi.

Dalam pemberian kredit ditentukan juga mengenai unsur waktu. Unsur

waktu ini merupakan jangka waktu atau tenggang waktu tertentu antara pemberian

atau pencairan kredit oleh bank dengan pelunasan kredit oleh debitur. Lazimnya

pelunasan kredit tersebut dilakukan melalui angsuran dalam jangka waktu tertentu

sesuai dengan kemampuan debitur.

12
2.1.8 Fungsi dan Tujuan Kredit

Menurut Hasibuan (2007:88), adapun fungsi dari kredit antara lain sebagai

berikut:

1. Dapat menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegiatan perdagangan

dan perekonomian.

2. Dapat memperluas lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

3. Dapat memperlancar arus barang dan arus uang.

4. Dapat meningkatkan hubungan internasional seperti L/C, CGI dan lain-lain.

5. Dapat meningkatkan produktivitas dana yang ada.

6. Dapat meningkatkan daya guna (utility) barang.

7. Dapat meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat.

8. Dapat memperbesar modal kerja perusahaan.

9. Dapat meningkatkan income per capita (IPC) masyarakat.

10. Dapat mengubah cara berpikir atau bertindak masyarakat supaya lebih

ekonomis.

Menurut Hasibuan (2007: 88), dijelaskan mengenai tujuan dari kredit,

yang mencakup antara lain:

1. Untuk memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit.

2. Untuk memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada.

3. Untuk melaksanakan kegiatan operasional bank.

4. Untuk memenuhi permintaan kredit dari masyarakat.

5. Untuk memperlancar lalu lintas pembayaran.

6. Untuk menambah modal kerja perusahaan.

13
7. Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

2.1.9 Penggolongan Kredit

Kredit yang berusaha disalurkan oleh pihak perbankan terdiri atas

beberapa jenis yang telah dibedakan berdasarkan sudut pendekatan yang kita

lakukan yaitu berdasarkan tujuan ataupun kegunaan, jangka waktu, macam, sektor

perekonomian.

Menurut Hasibuan (2007:89), terdapat beberapa jenis-jenis kredit antara

lain:

1. Berdasarkan tujuan atau kegunaannya terdiri atas:

a. Kredit konsumtif yaitu kredit yang dipergunakan untuk kebutuhan sendiri

bersama keluarganya seperti kredit rumah, atau mobil yang akan digunakan

sendiri bersama keluarganya dimana kredit ini tidak bersifat produktif.

Secara rinci didefinisikan bahwa Kredit konsumsi, yaitu kredit jangka

pendek atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai

barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah

tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan debitur yang

bersangkutan. Kredit konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan

non bisnis, termasuk kredit kepemilikan rumah.

b. Kredit modal kerja yaitu kredit yang akan dipergunakan untuk menambah

modal usaha debitur dan kredit ini bersifat produktif. Secara rinci

didefinisikan bahwa Kredit Modal Kerja yaitu kredit modal yang diberikan

baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang

14
habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun

dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan antara pihak yang bersangkutan.

c. Kredit investasi yaitu kredit yang dipergunakan untuk investasi produktif

akan tetapi baru dapat menghasilkan dalam jangka waktu yang relatif lama.

Kredit ini biasanya diberikan pada grace period misalnya kredit untuk

perkebunan sawit, dan lain-lain. Secara rinci didefinisikan bahwa Kredit

investasi merupakan kredit jangka menengah atau panjang yang tujuannya

untuk pembelian barang modal dan jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi,

modernisasi, perluasan, proyek penempatan kembali dan/atau pembuatan

proyek baru.

2. Berdasarkan jangka waktu terdiri atas:

a. Kredit jangka pendek yaitu kredit yang jangka waktunya paling lama satu

tahun saja.

b. Kredit jangka menengah yaitu kredit yang jangka waktunya antara satu

sampai tiga tahun saja.

c. Kredit jangka panjang yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga

tahun saja.

3. Berdasarkan sektor perekonomian terdiri atas:

a. Kredit pertanian adalah kredit yang diberikan kepada sektor perkebunan,

peternakan, dan perikanan.

b. Kredit perindustrian yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam

industri kecil, menengah, dan besar.

15
c. Kredit pertambangan yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam

pertambangan.

d. Kredit ekspor-impor yaitu kredit yang diberikan kepada eksportir dan

importir beraneka barang.

e. Kredit koperasi yaitu kredit yang diberikan kepada jenis-jenis koperasi.

f. Kredit profesi yaitu kredit yang diberikan kepada beragam profesi seperti

dokter dan guru.

Kemudian berdasarkan kesepakatan bersama Menko Kesra selaku ketua

komite penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan dan pengembangan

usaha mikro, kecil dan menengah (nomor 11/KEP/MENKO/KESRA/IV/2002 dan

nomor 4/2/KEP.GBI/2002/ tanggal 22 April 2002) maka definisi mengenai kredit

usaha mikro, kecil dan menengah diartikan sebagai berikut:

a. Kredit usaha mikro adalah kredit yang diberikan kepada debitur usaha mikro,

baik langsung maupun tidak langsung yang dimiliki dan dijalankan oleh

penduduk miskin dengan kriteria penduduk miskin. Menurut Badan Pusat

Statistik dalam Sekretaris Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah (2007: 50), kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan

dalam memenuhi kebutuhan dasar. Kredit usaha mikro ini memiliki nilai

plafond kredit sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

b. Kredit usaha kecil adalah kredit yang diberikan kepada debitur usaha kecil,

yang memiliki kekayaan bersih Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) di luar

tanah dan bangunan tempat usaha atau yang memiliki hasil penjualan maksimal

16
Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) per tahun, dengan plafond kredit

maksimum sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

c. Kredit usaha menengah adalah kredit yang diberikan kepada pengusaha di luar

usaha mikro dan usaha kecil atau kepada usaha pengusaha yang ditetapkan

kemudian, plafond sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai

dengan Rp. 5.000.000.000.0000 (lima miliar rupiah).

2.1.10 Pengertian Penyaluran Kredit

Menurut Hasibuan (2007:87), adapun terdapat beberapa prinsip

penyaluran kredit yakni prinsip kepercayaan dan kehati-hatian. Indikator dari

kepercayaan ini adalah kepercayaan moral, komersial, finansial, dan agunan.

Kepercayaan itu sendiri dibedakan berdasarkan atas:

a. Kepercayaan murni yakni jika kreditur memberikan kredit kepada debiturnya

hanya atas kepercayaan saja, tanpa ada jaminan lainnya. Misalnya dalam hal

ini yakni masyarakat yang menabungkan uangnya dalam bentuk deposito

ataupun rekening koran (R/K) pada suatu bank hanya berdasarkan atas

kepercayaan saja. Hal ini dikarenakan bank hanya memberikan tanda bukti

berupa bilyet deposito, blanko buku cek, atau bilyet giro kepada penabungnya.

Maka jika bank dilikuidasi, penabung hanya memiliki bilyet deposito atau

blanko bilyet giro saja.

b. Kepercayaan reserve yakni kreditor menyalurkan kredit atau pinjaman kepada

debitur atas kepercayaan, akan tetapi kurang yakin sehingga bank selalu

17
meminta agunan berupa materi seperti BPKB dan lain-lain. Bahkan suatu bank

dalam penyaluran kredit lebih mengutamakan atas agunan pinjaman tersebut.

Menurut Hermansyah (2005:61), dalam melaksanakan pemberian suatu

kredit atau suatu pembiayaan pihak bank sebagai kreditur dan pihak nasabah

sebagai debitur, maka terdapat beberapa ketentuan dan persyaratan umum yang

berlaku antara lain terdiri dari 9 (sembilan) persyaratan yakni:

1. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan konsultan

terkait.

2. Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin usaha misalnya akta

perusahaan, NPWP, SIUP, dan lain-lain.

3. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 tahun dan masa tenggang waktu

(grace period) maksimum 4 tahun.

4. Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitur menyerahkan agunan

tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan

melibatkan pejabat penilai (appraisal) independen untuk menentukan nilai

agunan.

5. Maksimum pembiayaan bank adalah 65% (enam puluh lima persen) dan self

financing adalah sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

6. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas dasar prestasi proyek.

Dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas independen untuk

menentukan pengurus proyek.

7. Pencairan biasanya dipindahbukukan ke rekening giro.

18
8. Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cashflow yang disusun berdasarkan

analisis dalam feasibility study.

9. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.

Untuk memperoleh kredit bank, seorang debitur harus melalui beberapa

tahapan, yaitu dari tahap pengajuan aplikasi kredit sampai dengan tahap

penerimaan kredit. Tahapan-tahapan tersebut merupakan suatu proses baku yang

berlaku bagi setiap debitur yang membutuhkan kredit bank.

Proses pemberian kredit oleh satu bank dengan bank lain tidak jauh

berbeda. Proses pemberian kredit oleh bank secara umum dijelaskan sebagai

berikut ini:

1. Pengajuan permohonan/aplikasi kredit

Tahap pertama yaitu mengajukan permohonan aplikasi kredit kepada bank

yang bersangkutan. Permohonan aplikasi kredit tersebut harus dilengkapi dengan

dokumen-dokumen yang dipersyaratkan. Dalam pengajuan permohonan/aplikasi

kredit oleh perusahaan sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:

a. Profil perusahaan beserta pengurusnya.

b. Tujuan dan manfaat kredit.

c. Besarnya kredit dan jangka waktu pelunasan kredit.

d. Cara pengembalian kredit.

e. Agunan atau jaminan kredit.

Sedangkan untuk permohonan/aplikasi kredit tersebut dilampirkan dengan

dokumen-dokumen pendukung yang dipersyaratkan, yaitu:

1. Akta pendirian perusahaan

19
2. Identitas para pengurus (KTP)

3. Tanda Daftar Perusahaan

4. NPWP

5. Neraca dan laporan rugi/laba 3 tahun terakhir

6. Fotokopi sertifikat yang dijadikan jaminan.

Menurut Hasibuan (2007;91) dijelaskan bahwa secara prosedural,

penyaluran kredit menjadi tugas dan tanggung jawab atau job description dari

departemen (bagian) pemasaran suatu bank. Dalam prosedur penyaluran kredit,

terdapat beberapa prosedur yang harus dijalani antara lain:

1. Calon debitur menulis nama, alamat, agunan, dan jumlah kredit yang

diinginkan pada formulir aplikasi permohonan kredit.

2. Calon debitur mengajukan jenis kredit yang diinginkan.

3. Analisis kredit dengan mengikuti azas 5C,7P, dan 3R dari permohonan kredit

tersebut.

4. Karyawan analis kredit menetapkan besarnya plafond kredit atau legal

lending limit atau BMPKnya.

5. Jika BMPK disetujui debitur, maka akad kredit (perjanjian kredit) ditanda

tangani oleh kedua belah pihak.

Setelah prosedur penyaluran kredit telah disetujui dan dipahami maka

beranjak pada alokasi penyaluran kredit yang harus berpedoman pada ketetapan

dan surat edaran otoritas moneter dan Bank Indonesia, yaitu sebagai berikut:

a. Pemilik bank (pemegang saham) yang mendapatkan maksimal 20% dari

jumlah kredit yang disalurkan oleh pihak yang bersangkutan.

20
b. Kredit Usaha Kecil atau Kredit Usaha Tani mendapatkan minimal 20% dari

jumlah kredit yang disalurkan bank.

c. Masyarakat (di luar poin a dan b) sebanyak 60% dari jumlah kredit yang

diberikan, disalurkan, kepada sektor-sektor perekonomian seperti sektor

pertanian, pertambangan dan perdagangan.

d. Kredit rekening koran dan kredit berjangka.

2. Penelitian berkas kredit

Setelah permohonan aplikasi kredit tersebut diterima oleh bank, maka

bank melakukan penelitian secara mendalam dan mendetail terhadap aplikasi

kredit yang diajukan. Apabila dari hasil penelitian yang dilakukan itu, bank

berpendapat bahwa berkas aplikasi tersebut telah lengkap dan memenuhi syarat,

maka bank akan melakukan tahap selanjutnya yaitu penilaian kelayakan kredit.

Sedangkan apabila ternyata berkas aplikasi kredit yang diajukan tersebut belum

lengkap dan belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, maka bank akan

meminta kepada pemohon kredit untuk melengkapinya.

Proses kredit untuk usaha mikro tidak serumit usaha skala kecil dan

menengah, mengingat untuk usaha mikro usahanya terbatas di suatu tempat

tertentu (lebih bersifat lokal) dan biasanya sudah sangat dikenal oleh petugas

lembaga keuangan setempat, sehingga tidak perlu legalitas yang formal, cukup

dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Berikut disajikan proses kredit untuk skala

usaha yang lebih besar, yang sudah memiliki kelengkapan secara bank teknis dan

sudah bankable. Hal ini dimaksudkan agar para pihak yang terkait dengan sektor

21
UMKM semakin mengerti mengenai prosedur penyaluran kredit di lembaga

keuangan.

Berikut bagan proses kredit secara singkat yang digambarkan dalam

diagram panah:

Permohonan Petugas
Calon Peminjam Administrasi 2. Proses Awal
Kredit
- Pengecekan legalitas
Usaha
-Kredit yang dilarang.
-Dan Lain-lain

Petugas
pemrakarsa
kredit (AO)

5b.
Pemberitahuan
putusan diterima
(surat penawaran) 2a. Ditolak 2b. Diterima
dan proses
realisasi kredit
Pejabat Petugas
pemutus pemrakarsa
kredit kredit (AO)

4a.Putusan
ditolak 3. Proses Lanjutan
3b.Diterima
-analisa dan evaluasi
- pengecekan
lapangan
- dan lain-lain
Petugas Administrasi Kredit

Gambar 1. Bagan Prosedur Kredit


Sumber: Adi ( 2007: 114)

Menurut Adi (2007:51), kreditur dalam hal ini lembaga keuangan, sebelum

menyetujui permohonan kredit terlebih dahulu akan memperhatikan syarat bank

teknis dan bankable (menurut business english dictionary : bankable diartikan

22
which a bank will accept as security for a loan yaitu pemenuhan hal- hal yang

disyaratkan bank dalam rangka pengamanan suatu kredit). Hal ini terkait dengan

manajemen resiko yang harus diterapkan oleh pihak lembaga keuangan.

Mengingat skala usaha debitur (peminjam) bervariasi meliputi usaha

mikro, kecil dan menengah, bahkan korporasi, maka analisisnya pun berbeda

sesuai dengan skala usahanya.

Menurut Adi (2007:51), secara bank teknis permohonan kredit harus

memenuhi kriteria 6C’s (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition,

Constrain). Selanjutnya dilakukan analisis pemenuhan persyaratan bankable yang

lain.

Persyaratan bankable ini dilakukan untuk usaha yang sudah lebih besar

yang sudah memenuhi syarat legal (memiliki izin usaha dan kelengkapan lain

sesuai aturan hukum yang berlaku di negara Indonesia). Dengan demikian, untuk

kredit mikro tidak diwajibkan dipersyaratkan analisis di atas, karena usaha skala

mikro rata-rata belum bankable, umumnya sebatas usaha tersebut

direkomendasikan oleh lurah atau kepala desa setempat, dan benar-benar warga

desa di lokasi usaha tersebut.

Menurut Adi (2007:52), berikut ini disajikan secara garis besar beberapa

indikator analisis kualitatif kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)

sebagai bagian proses kredit yang dilakukan oleh lembaga keuangan sebagai

tambahan wacana.

Indikator utama yang dipakai untuk analisis kualitatif usaha mikro, kecil

dan menengah (UMKM) adalah kriteria 6 C’s, sebagai berikut:

23
1. Character (Karakter/Kepribadian)

Karakter adalah watak atau sifat debitur (peminjam/pengusaha) UMKM,

baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaannya

untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejujuran, integritas serta itikad

debitur dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanijian yang ditetapkan

pihak bank.

2. Capacity (Kapasitas)

Kapasitas adalah kemampuan debitur dalam menjalankan usahanya guna

memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaannya untuk mengukur sampai sejauh

mana nasabah mampu melunasi utang-utangnya secara tepat waktu dari kegiatan

usahanya.

3. Capital (Modal)

Capital adalah kemampuan untuk menyediakan modal sendiri.

Kegunaannya untuk melihat sejauh mana debitur mampu berbagi dari modal

sendiri (tidak modal dengkul/tanpa modal) dalam mengelola usahanya.

4. Collateral (Jaminan/Agunan)

Collateral adalah barang-barang yang diserahkan oleh debitur sebagai

agunan terhadap kredit (pinjaman) yang akan diterima. Bentuknya dapat berupa

jaminan utama (first way out) berupa usahanya dan jaminan tambahan (second

way out) berupa jaminan kebendaan atau jaminan pihak ketiga. Umumnya nilai

jaminan minimal 120% dari total jaminannya.

24
5. Condition (Kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan)

Kondisi adalah situasi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang

mempengaruhi keadaan perekonomian yang kemungkinannnya dapat

mempengaruhi kelancaran usaha debitur.

6. Constrain (batasan atau hambatan)

Constrains adalah batasan atau hambatan yang tidak memungkinkan

seseorang melakukan bisnis di suatu tempat di luar kriteria condition (kriteria ke-

5).

Selain analisis kualitatif dengan menggunakan penilaian 6 C’s, juga

terdapat penilaian terhadap aspek-aspek lain. Penilaian ini merupakan tindak

lanjut penilaian terhadap kriteria 6 C’s, dimana lebih difokuskan pada aspek

legalitas usaha, manajemen usaha, produksi, pemasaran dan aspek keuangan.

Penilaian pada tahap ini untuk usaha yang sudah memiliki administrasi

pembukuan yang tertib dan sudah bankable, sedangkan untuk skala mikro belum

memerlukan analisis terhadap aspek ini, karena usahanya begitu kompleks.

Berikut beberapa aspek – aspek penilaian kredit usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM) yang mencakup antara lain:

1. Aspek Legalitas Usaha

Menurut Hermansyah (2005:70), yang dimaksud dengan aspek hukum

adalah penilaian terhadap keaslian dan keabsahan dokumen – dokumen yang

diajukan oleh pemohon kredit. Penilaian terhadap dokumen – dokumen tersebut

dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk itu.

25
Menurut Adi (2007:55), aspek kelengkapan secara legal (hukum) seperti

perizinan maka untuk usaha skala mikro tidak diperlukan perizinan apapun. Hal

ini berlaku selama calon debitur tersebut memiliki tempat tinggal yang jelas dan

mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pada skala usaha yang lebih besar,

seperti usaha kecil dan menengah yang telah berbadan hukum maka persyaratan

yang perlu dilengkapi antara lain Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP), Surat Izin

Tempat Usaha (SITU), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Tanda Daftar

Perusahaan (TDP), Izin Gangguan (HO), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL), dan lain-lain. Selain mengacu kepada aspek legal, maka perlu

diperhatikan mengenai aspek moral hazard kepada pihak pengusaha UMKM.

Sebagaimana dipaparkan Krisna dalam Adi (2007:112), dikarenakan

terpusat pada modal, maka peran pemerintah cenderung menjadi pemodal bukan

sebagai pelindung agar UMKM mendapatkan posisi tawar yang lebih baik. Oleh

karena hanya terfokus kepada pemberian modal melalui kredit maka hal ini dapat

melahirkan kecenderungan timbulnya moral hazard yang dapat dimanfaatkan bagi

kalangan UMKM yang nakal.

Berikut tabel perbandingan identifikasi moral hazard yang dilakukan

dengan metode bagi hasil dari bank syariah dan metode penerapan sistem bunga

oleh bank konvensional.

26
Tabel 1.Perbandingan Metode Bagi Hasil dan Bunga Pada Unsur Moral
Hazard Debitur

Metode Bagi Hasil Metode Bunga


Moral Hazard
Bank dapat langsung mengetahui Debitur tidak ada motivasi untuk
masalah yang dihadapi oleh mudharib berbohong karena beban hutangnya
dalam pemasaran (omzet penjualan tetap sama apakah ia berbohong atau
maupun gejolak harga penjualan) tidak.
Bila nasabah mengalami kegagalan Bank hanya akan memberikan sanksi
usaha / panen maka akan dibayar pada bagi yang menunggak tanpa
masa panen berikutnya sampai lunas memberikan insentif setiap kali
pembayaran angsuran.
Sumber : Mengapa Memilih Bank Syariah (2005:50).

2. Aspek Manajemen

Menurut Hermansyah (2005:71), penilaian terhadap aspek manajemen ini

adalah untuk menilai pengalaman dari perusahaan yang memohon kredit dalam

mengelola kegiatan usahanya termasuk sumber daya manusia yang mendukung

kegiatan usahanya tersebut. Menurut Adi (2007:55), aspek tata kelola manajemen

mencakup lamanya pengusaha bergelut di bidang usaha yang akan dibiayai

(semakin lama semakin bagus), struktur organisasi perusahaan dimana dikerjakan

oleh satu orang atau melibatkan cukup orang, pencatatan pembukuan, jumlah

Sumber Daya Manusia (SDM), kualitas usaha dan sebagainya.

3. Aspek Produksi

Menurut Adi (2007:55) dijelaskan bahwa aspek pemenuhan bahan baku,

teknologi, dan sarana prasarana berkaitan dengan berlangsungnya proses produksi

secara optimal. Ketersediaan bahan baku (apakah diperoleh dengan mudah, bahan

lokal/impor, apakah harga bahan baku berfluktuasi tinggi), kondisi mesin (masih

layak/tidak, kemampuan produksi sudah optimal/belum), sarana penunjang lain

(tempat penyimpanan bahan baku dan barang jadi sudah ada atau belum, tempat

27
penyimpanan sudah layak atau belum, jumlah sumber daya manusia (SDM) cukup

atau tidak, bagaimana pengaturan kerja), dan lain-lain.

4. Aspek Pemasaran

Menurut Adi (2007:56), aspek pemasaran adalah aspek yang berkaitan

dengan pemasaran hasil produksinya. Sistem pemasaran (direct selling atau

dengan cara lain), daerah pemasaran (lokal/ekspor), tingkat persaingan (sudah

jenuh/belum), antisipasi pemasaran ke depan, dan lain-lain.

5. Aspek Keuangan

Menurut Hermansyah (2005:70), dalam aspek keuangan yang dinilai

dengan menggunakan analisis keuangan adalah aspek keuangan perusahaan yang

dilihat dari laporan keuangan yang termuat dalam neraca dan laporan laba rugi

yang dilampirkan dalam aplikasi kredit.

Aspek tata kelola keuangan perusahaan tersebut mencakup pencatatan

keuangan (sudah tertib/belum), cashflow keuangan perusahaan (apakah perputaran

keuangan masih dapat memutar jalannya roda perusahaan, apakah masih ada

kemampuan untuk mengangsur kredit), struktur aktiva-pasiva perusahaan (wajar

atau tidak), dan lain – lain.

6. Aspek Sosial Ekonomi

Menurut Hermansyah (2005:71), aspek sosial ekonomi digunakan untuk

melakukan penilaian terhadap dampak dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh

perusahaan yang memohon kredit khususnya bagi masyarakat baik secara

ekonomis maupun sosial.

28
7. Aspek AMDAL

Menurut Hermansyah (2005:71), penilaian terhadap aspek AMDAL ini

sangat penting karena merupakan salah satu persyaratan pokok untuk dapat

beroperasinya perusahaan. Oleh karena kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu

perusahaan pasti mempunyai dampak terhadap lingkungan baik darat, air dan

udara.

2.1.11 Pengertian, Fungsi dan Syarat Agunan Kredit

Menurut Hasibuan (2007:109), agunan atau jaminan kredit adalah barang-

barang dan atau surat- surat efek yang diserahkan debitur kepada bank dan

menjadi syarat utama dalam menentukan besarnya plafond kredit. Agunan kredit

harus memenuhi keabsahan hukum, mempunyai nilai ekonomi, dan akan disita

untuk dijual sehingga dapat membayar kredit macet.

Menurut Surat Keputusan direksi Bank Indonesia nomor 23/69/KEP/DIR ,

tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit pasal 2 ayat 1 dalam

Hermansyah (2005:73), dinyatakan bahwa bank tidak diperkenankan memberikan

kredit kepada siapapun tanpa adanya jaminan. Pentingnya jaminan atas pemberian

kredit berkaitan dengan keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi

kredit sesuai perjanjian yang telah disepakati antara calon debitur dengan pihak

bank.

Adapun yang menjadi fungsi agunan kredit antara lain:

1. Untuk memenuhi persyaratan Bank Indonesia, setiap bank hanya boleh

memberikan kredit jika ada jaminannya.

29
1) Agunan harus berupa barang dan atau surat berharga yang mempunyai

nilai nyata seperti tanah dan bangunan.

2) Harga agunan harus lebih besar daripada kredit yang diberikan.

2. Untuk menjamin pembayaran kredit macet dengan menyita atau menjual

agunan tersebut agar:

1) Keamanan dan keselamatan kredit akan lebih terjamin.

2) Pemberian kredit akan lebih selektif sehingga korupsi, kolusi dan

nepotisme (KKN) dapat dihindari.

3) Debitur akan lebih berhati-hati mempergunakan kredit karena takut

agunannya disita bank.

3. Untuk melindungi keamanan tabungan masyarakat pada bank dari pemberian

kredit yang tidak wajar oleh manajer bank maka:

1) Pimpinan bank tidak dapat memberikan kredit seenaknya saja.

2) Agunan merupakan penjamin tabungan masyarakat karena bank menyita

agunan jika kredit macet.

Menurut Hasibuan (2007: 110), agunan kredit harus memenuhi baik aspek

hukum (yuridis) maupun ekonomis dengan baik dan benar. Syarat-syarat yang

termasuk ke dalam aspek hukum (yuridis) dan ekonomis adalah sebagai berikut:

1. Syarat – syarat hukum (yuridis) agunan

a. Agunan harus mempunyai wujud yang nyata (tangible).

b. Agunan harus merupakan milik debitur dengan bukti surat-surat

autentiknya.

30
c. Jika agunan berupa barang yang dikuasakan, pemiliknya harus ikut

menandatangani akad kredit.

d. Agunan tidak sedang dalam proses pengadilan.

e. Agunan bukan sedang dalam keadaan sengketa.

f. Agunan bukan yang terkena proyek pemerintah.

2. Syarat – syarat ekonomis agunan

a. Agunan harus mempunyai nilai ekonomis pasar.

b. Nilai agunan kredit harus lebih besar daripada plafond kreditnya.

c. Marketability, yaitu agunan harus mempunyai sasaran yang cukup luas atau

mudah dijual.

d. Ascertainability of value, yaitu agunan kredit yang diajukan oleh debitur

harus mempunyai standar harga tertentu (harga pasar).

e. Transferable, yaitu agunan kredit yang diajukan debitur harus mudah

dipindahtangankan baik secara fisik maupun hukum.

2.1.12 Perjanjian Kredit

Menurut Hermansyah (2005:71), perjanjian adalah suatu peristiwa di

mana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau

suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing – masing

bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam perjanjian itu.

Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil.

Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah asessornya. Ada dan

berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil adalah

31
bahwa terjanjinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank

kepada debitur.

Perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk

perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu, memang dalam

praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur

sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian

yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standard contract).

Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh

bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian

kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, dan

penatalaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu, menurut Ch. Gatot

Wardoyo dalam Hermansyah (2005:72), perjanjian kredit mempunyai fungsi –

fungsi sebagai berikut:

a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok.

b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan – batasan hak

dan kewajiban di antara kreditur dan debitur.

c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

32
2.1.13 Pengertian Bunga Kredit

Menurut Hasibuan (2007:18), bunga merupakan hal penting bagi suatu

bank dalam penarikan tabungan dan pemberian kredit selalu dihubungkan dengan

tingkat suku bunganya. Bunga bagi bank bisa menjadi biaya (cost of fund) dan

bunga dapat juga merupakan pendapatan bank yang diterima dari debitur karena

kredit yang diberikannya.

Besarnya bunga ini adalah selisih yang dikembalikan dengan yang dipinjam

(kredit) oleh debitur. Misalnya dipinjam dari bank sebesar Rp. 500.000 (lima ratus

ribu rupiah) untuk kemudian dikembalikan sebesar Rp 525.000 (lima ratus dua

puluh lima ribu rupiah). Jadi dapat disimpulkan bahwa besarnya nilai bunga

adalah Rp. 500.000 - Rp. 525.000 = Rp. 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah) atau

sebesar 5% (lima persen).

Untuk jelasnya, beberapa definisi mengenai pengertian bunga:

a. Bunga adalah balas jasa atas pinjaman uang atau barang yang dibayar oleh

debitur kepada kreditur. (Hasibuan, 1997:125)

b. Rate of Interest adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga dipandang

sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. (Boediono,

1992:32).

Kreditur meminta bunga atas uang yang dipinjamkannya kepada debitur

dan bunga tersebut harus dibayar maka hal ini dapat dijelaskan menurut teori

bunga yang dikenal antara lain teori nilai, teori pengorbanan, dan teori

keuntungan.

33
a. Teori Nilai

Teori ini didasarkan pada anggapan bahwa nilai sekarang (present value)

lebih besar daripada nilai yang akan datang (future value). Menurut Keown

(2004:13), uang yang kita terima pada saat ini akan jauh lebih berharga

dibandingkan dengan uang yang akan kita terima tahun depan. Perbedaan nilai ini

harus mendapat penggantian dari peminjam atau debitur sehingga dikaitkan

dengan bunga. Secara teori, bunga adalah besarnya penggantian perbedaan antara

nilai sekarang dengan nilai yang akan datang. Kita bisa mendapatkan bunga atas

uang yang kita terima sekarang, sehingga kita suka menerimanya sekarang

daripada kemudian.

Menurut Bawerk dalam Antonio (2001:74), pendukung utama pendapat

menurunnya nilai uang di waktu mendatang dibanding dengan nilai uang di waktu

kini terdapat tiga alasan mengapa nilai barang di waktu yang mendatang akan

berkurang, yaitu sebagai:

1. Keuntungan di masa yang akan datang diragukan. Hal tersebut disebabkan

oleh ketidakpastian peristiwa serta kehidupan manusia yang akan datang,

sedangkan keuntungan masa kini sangat jelas dan pasti.

2. Kepuasan terhadap kehendak atau keinginan masa kini lebih bernilai bagi

manusia daripada kepuasan mereka pada waktu yang akan datang. Pada masa

yang akan datang, mungkin saja seseorang tidak mempunyai kehendak

semacam sekarang.

34
3. Kenyataannya, uang pada waktu kini lebih penting dan berguna. Dengan

demikian uang tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding dengan

barang – barang pada waktu yang akan datang.

Alasan – alasan tersebut meyakinkan mereka bahwa keuntungan pasti masa

kini jelas diutamakan daripada keuntungan pada masa yang akan datang. Dengan

demikian maka modal yang dipinjamkan kepada seseorang pada saat sekarang

lebih bernilai dibanding uang yang akan dikembalikan beberapa tahun kemudian.

Bunga menurut paham ini merupakan nilai lebih yang ditambahkan pada modal

yang dipinjamkan agar nilai pembayarannya sama dengan nilai modal pinjaman

semula.

b. Teori Pengorbanan

Teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa pengorbanan yang diberikan

seharusnya mendapatkan balas jasa berupa pembayaran. Teori ini mengemukakan

bahwa jika pemilik uang meminjamkan uangnya kepada debitur, selama uangnya

belum dikembalikan debitur atau bank, kreditur tidak dapat mempergunakan uang

tersebut. Pengorbanan kreditur inilah yang harus dibayar debitur. Pembayaran

inilah yang disebut bunga.

c. Teori Laba

Teori ini mengemukakan bahwa bunga ada karena adanya motif laba

(spread profit) yang ingin dicapai. Bank dan para pelaku ekonomi mau dan

bersedia membayar bunga didasarkan atas laba yang akan diperolehnya.

Sedangkan untuk kondisi dimana bank yang menawarkan bunga simpanan

yang lebih rendah otomatis akan ditinggalkan oleh nasabahnya. Di lain pihak,

35
bunga kredit yang tinggi jika dinaikkan lagi maka semakin menyengsarakan

masyarakat karena pada akhirnya debitur sebagai produsen akan membebankan

biaya tersebut kepada masyarakat. Penerapan metode bunga inilah yang sering

menyebabkan perekonomian menjadi tidak stabil.

Menurut Sjahdeini dalam Wibowo (2005:8), pada perekonomian yang tidak

stabil akan berimplikasi kembali kepada bank, yaitu banyak bank konvensional

yang mengalami negative spread. Hal itu disebabkan oleh tingkat bunga simpanan

yang sangat tinggi, sedangkan bunga kredit hanya dapat ditentukan di bawah

bunga simpanan karena kondisi riil dunia usaha yang masih lemah. Tentu saja

pendapatan bank menjadi negatif karena uang yang harus dikeluarkan sebagai

bunga simpanan kepada nasabah penyimpan dana lebih besar daripada

penghasilan bunga kredit dari debitur. Bank akan semakin merugi jika memiliki

banyak kredit yang semula tidak bermasalah berubah menjadi kredit bermasalah

yang tidak menghasilkan bunga (non performing loan). Fenomena ini

menggambarkan bahwa metode bunga tidak memberikan keseimbangan posisi di

antara pelaku, yaitu nasabah penyimpan dana, bank dan debitur. Bahkan bank

sebagai lembaga intermediary justru berada di pihak yang dirugikan.

d. Teori Klasik

Teori ini dikemukakan oleh John Maynard Keynes dalam teori liquidity

preference. Teori ini menjelaskan bahwa semakin lama jangka waktu kredit maka

suku bunga akan semakin besar. Hal ini disebabkan semakin singkat pinjaman

maka orang merasa semakin likuid. teori ini pada dasarnya hanya dapat diterapkan

dalam kondisi moneter dan perbankan yang normal.

36
Berikut ini merupakan rumus umum perhitungan bunga

Bunga = pinjaman x hari x tingkat suku bunga


360 1

2.2 Penelitian Terdahulu

Karina (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-faktor yang

mempengaruhi penyaluran kredit Bank Umum terhadap usaha kecil di Indonesia”

menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit Bank

Umum terhadap usaha kecil di Indonesia adalah jumlah unit usaha, tingkat suku

bunga kredit, kapasitas kredit, dan GDP pada periode kuartal sebelumnya

memberikan pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 1 persen.

Hasanah (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-faktor yang

mempengaruhi penyaluran pembiayaan usaha budidaya kelapa sawit pada Bank

Syariah Mandiri” menyatakan Dari hasil regresi tersebut, dapat dilihat tingkat

kelayakan (goodness of fit) suatu model, pertama dengan melihat nilai dari

koefisien determinasi (R2) untuk faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran

pembiayaan usaha budidaya kelapa sawit adalah sebesar 0,859 pada taraf 5

persen. Nilai ini berarti 85,9 persen variasi penyaluran pembiayaan usaha

budidaya kelapa sawit dapat dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition dan

sisanya sebesar 14,1 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini di

antaranya aspek hukum/yuridis, aspek manajemen, aspek produksi, aspek

pemasaran, dan sebagainya. Sedangkan secara statistik, dari 5 variabel independen

faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 5 persen terhadap

37
penyaluran pembiayaan usaha budidaya kelapa sawit adalah Capacity (X2),

Capital (X3), dan Collateral (X4). Sedangkan sisanya yaitu Character (X1) dan

Condition (X5) tidak berpengaruh nyata terhadap penyaluran pembiayaan usaha

budidaya kelapa sawit.

2.3 Kerangka Pemikiran

Dengan diberlakukannya Undang-undang tentang Bank Indonesia nomor

23 Tahun 1999, peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha mikro, kecil dan

menengah (UMKM) menjadi bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada

bantuan teknis serta pengembangan kelembagaan yang menunjang UMKM.

Upaya-upaya Bank Indonesia tersebut dilakukan melalui:

1. Pemberian bantuan teknis.

2. Pengembangan kelembagaan.

3. Kebijakan kredit perbankan.

4. Kerjasama Bank Indonesia, pemerintah dan lembaga terkait lainnya.

Meninjau pada poin 3 dalam upaya – upaya yang dilakukan oleh Bank

Indonesia yakni kebijakan kredit perbankan, pada dasarnya pemberian kredit

dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan yang terwujud dalam bentuk bunga

yang diterima. Namun, tujuan pemberian kredit disesuaikan juga dengan tujuan

negara yaitu untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Pemberian kredit

untuk usaha produktif diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi,

pendapatan dan kesempatan kerja yang secara langsung dapat meningkatkan taraf

hidup masyarakat.

38
Menurut Ali (2009:6), hingga saat ini permodalan masih menjadi kendala

utama bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai pelaku usaha

terbesar di Tanah Air. Di sisi UMKM sebagai pelaku usaha maka permasalahan

yang dihadapi antara lain adalah keterbatasan dalam mengakses sumber – sumber

permodalan, dalam penyediaan agunan serta akses informasi mengenai produk –

produk atau fasilitas kredit perbankan bagi UMKM.

Menurut Muharram (2009: 11), dalam memberikan pembiayaan kita harus

memilah antara sektor UMKM yang tidak layak dan belum bankable, sudah layak

usaha tapi belum bankable dan sudah layak usaha tapi juga sudah bankable.

Untuk kriteria pertama dan kedua, pendekatannya harus bantuan langsung yang

sifatnya pemberdayaan.

Sementara itu, untuk UMKM yang sudah layak dan bankable perlu

ditingkatkan melalui dana bergulir dan perbankan. Layaknya saat ini pemerintah

memang sedang berupaya mengatasi kendala pembiayaan atau permodalan bagi

usaha mikro dan kecil. Adapun pemerintah mulai menggulirkan program

penyaluran kredit skala UMKM dalam bentuk Kredit Tanpa Agunan (KTA),

Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk kredit UMKM dari bank tersebut seperti

halnya BNI yang menggulirkan program BNI Wirausaha (BWU).

Menurut Pramiyanti (2002:11), usaha mikro,kecil dan menengah

(UMKM) merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam

pembangunan ekonomi. Gerak sektor UMKM amat vital untuk menciptakan

pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. UMKM cukup fleksibel dan dapat dengan

mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Mereka juga

39
menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya,

dan mereka juga memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan.

Untuk sebagian masyarakat Indonesia, sumber penghidupan amat

bergantung pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sebagian

besar usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang berjalan terkonsentrasi

pada sektor perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil dan garmen,kayu dan

produk kayu serta produksi mineral nonlogam.

Begitupun di daerah Kabupaten Karawang yang iklim usahanya terkenal

dengan ciri khas pertanian dan agribisnis juga tak luput dari peran serta UMKM

juga penyaluran kredit UMKM didalamnya. Maka diperlukan identifikasi lebih

lanjut mengenai analisis faktor – faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit

UMKM di daerah Kabupaten Karawang.

Mengenai kredibilitas mengenai calon debitur pada skala UMKM dapat

dilihat melalui Character (X1), Capacity (X2), Capital (X3), Collateral (X4),

Condition (X5), Constrain (X6).

Character dianggap memiliki pengaruh yang penting dalam penyaluran

kredit UMKM. Pada variabel Character, diduga semakin baik karakter calon

debitur maka akan berdampak pada semakin mudahnya mendapatkan pinjaman

dari pihak perbankan kepada calon debitur.

Capacity dianggap memliki pengaruh yang penting. Hal ini beralasan

karena calon debitur dianggap memiliki pengalaman usaha yang cukup baik

sehingga pihak perbankan menganggap tidak akan bermasalah dengan

pengembalian pinjaman setiap bulannya.

40
Capital (Modal) juga dianggap memiliki pengaruh yang cukup penting.

Capital (Modal) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah modal calon debitur

sendiri dalam menjalankan usaha. Kredit UMKM yang diberikan kepada debitur

memiliki ketentuan antara lain minimal calon debitur memiliki modal sekitar 35

% dari nilai kredit yang diajukan. Akan tetapi biasanya pihak perbankan meminta

calon debitur untuk meningkatkan modal sendiri (self financing) sampai pada 65

% – 70 % dari nilai kredit yang diajukan.

Collateral adalah barang-barang yang diserahkan oleh debitur sebagai

agunan terhadap kredit (pinjaman) yang akan diterima. Bentuknya dapat berupa

jaminan utama (first way out) berupa usahanya dan jaminan tambahan (second

way out) berupa jaminan kebendaan atau jaminan pihak ketiga. Umumnya nilai

jaminan minimal 120% dari total jaminannya.

Collateral diduga memiliki pengaruh yang cukup penting. Hal ini

dikarenakan pihak perbankan selaku kreditor yang menyalurkan kredit untuk

membiayai usaha calon debitur, memerlukan jaminan dari calon debitur tersebut

seperti yang telah dikatakan diatas berupa jaminan utama yakni usahanya maupun

jaminan tambahan. Bentuk jaminan yang diberikan kepada bank biasanya terkait

dengan barang usaha, tanah dan bangunan fisik yang nilainya setara dengan

jaminan atau lebih tinggi. Jaminan memiliki peranan cukup penting terkait dengan

tindakan antisipatif bila sewaktu – waktu calon debitur tersebut tidak dapat

melunasi pinjaman dari perbankan sehingga jaminan tersebut dapat diuangkan.

Condition dianggap memiliki pengaruh yang cukup penting. Hal ini

terkait dengan situasi dan kondisi usaha dari debitur. Condition ini dapat

41
mencakup situasi politik, sosial, ekonomi baik makro maupun mikro dan budaya

yang mempengaruhi keadaan perekonomian yang kemungkinannnya dapat

mempengaruhi kelancaran usaha debitur.

Constrain secara definisi harfiah yakni batasan atau hambatan. Constrain

diduga memliki pengaruh yang cukup penting terkait dengan batasan maupun

hambatan debitur dalam melaksanakan usaha di tempat tersebut maupun jenis

barang yang diusahakan oleh debitur.

Hasil dari analisis ini maka diperoleh pengaruh faktor – faktor tersebut

dalam penyaluran kredit UMKM Agribisnis sehingga dapat menjadi rekomendasi

bagi pihak UKC BNI dalam rangka meningkatkan pelayanan dalam penyaluran

kredit UMKM Agribisnis di Kabupaten Karawang. Berikut merupakan kerangka

penelitian yang dilakukan mengenai penyaluran kredit UMKM Agribisnis di

Kabupaten Karawang.

42
Program Penyaluran Kredit UMKM

Penyaluran Kredit UMKM di sektor


Agribisnis

Prosedur Penyaluran Kredit UMKM

Permasalahan yang timbul dalam Faktor-Faktor yang


penyaluran Kredit UMKM bidang mempengaruhi penyaluran
Agribisnis kredit UKM:

• Character (X1)
Analisa Deskriptif Kualitatif • Capacity (X2)
• Capital (X3)
• Collateral (X4)
• Condition (X5)
• Constrain (X6)

Analisis Regresi Berganda

Faktor – faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM sektor


Agribisnis

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian

43
2.4 Hipotesis

Hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap masalah penelitian,

yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan hubungan

apa yang kita cari atau yang ingin kita pelajari. Hipotesis adalah penyataan yang

diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya (Nazir,

2005:151).

Hipotesis dalam penelitian ini mengacu pada variabel – variabel yang

diduga mempengaruhi penyaluran kredit UMKM. Menurut Adi (2007:51), adapun

variabel – variabel tersebut yang digunakan adalah indikator utama yang dipakai

untuk analisis kualitatif UMKM adalah kriteria 6 C’s antara lain adalah

Character (karakter/kepribadian), Capacity (kapasitas), Capital (modal),

Collateral (jaminan/agunan), Condition (kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan),

Constrain (batasan atau hambatan)

Berikut adalah hipotesis untuk penelitian ini yakni:

1. Diduga bahwa variabel Character (karakter/kepribadian), Capacity (kapasitas),

Capital (modal), Collateral (jaminan/agunan), Condition (kondisi sosial,

ekonomi dan lingkungan), Constrain (batasan atau hambatan) secara parsial

berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis di UKC BNI

Cabang Karawang

2. Diduga bahwa variabel Character (karakter/kepribadian), Capacity (kapasitas),

Capital (modal), Collateral (jaminan/agunan), Condition (kondisi sosial,

ekonomi dan lingkungan), Constrain (batasan atau hambatan) secara bersama -

44
sama berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis di

UKC BNI Cabang Karawang.

45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada Sentra Kredit Kecil (SKC) dan Unit

Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang yang beralamat di Jl. Tuparev nomor

301 Karawang, Jawa Barat pada bulan Januari – Februari 2010. Lokasi penelitian

ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lembaga

keuangan tersebut telah melakukan penyaluran kredit pada jenis Kredit Usaha

Rakyat (KUR) dan BNI Wirausaha (BWU). Selain itu pemilihan lokasi

didasarkan pula pada kondisi bisnis di daerah lokal yang sebagian besar memiliki

karakteristik usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sektor agribisnis.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Kedua jenis data ini diperoleh dari sumber yang berbeda, antara lain :

1. Data primer meliputi wawancara dan penyebaran kuisioner kepada karyawan

relationship officer, kepala Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang

dan Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI Cabang Bekasi Barat.

2. Data sekunder meliputi dari dokumen perusahaan yang bersifat umum seperti

dokumen perusahaan, makalah, jurnal dan literatur lain yang terkait dan

relevan. Sumber data sekunder berasal dari studi literatur internet dan instansi

pemerintah seperti Badan Pusat Statisik, Kementerian Koperasi dan Usaha

Kecil Menengah.

46
3.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur

dan penyebaran kuisioner. Responden terdiri dari para pegawai bidang kredit

(relationship officer) dan pimpinan bagian kredit yang terkait dengan ruang

lingkup penelitian. Wawancara dan kuisioner dilakukan untuk mengetahui

prosedur penyaluran kredit yang diterapkan oleh pihak bank dan mengidentifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM yang dilakukan oleh

pihak Bank.

Mengenai data sekunder diperoleh melalui makalah-makalah, literatur,

dan data-data yang relevan dengan penelitian yang berasal dari instansi yang

terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), dan lain-lain.

Pengumpulan data ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi penyaluran kredit UMKM agribisnis dari pihak Bank. Maka dari

faktor - faktor tersebut, telah diketahui faktor – faktor yang dominan

mempengaruhi, sehingga dapat ditangani secara efektif. Untuk mendapatkan

informasi yang sesuai, maka dilakukan pertanyaan dan pengisian kuesioner

kepada internal Bank yang melakukan penyaluran kredit pada sektor UMKM.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengenai 1) Character (X1), 2) Capacity (X2), 3)

Capital (X3), 4) Collateral (X4), 5) Condition (X5) , 6) Constrain (X6).

47
3.4. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan metode sampel

bertujuan (purposive sampling). Sampel responden yang diambil dalam penelitian

ini adalah para karyawan bagian kredit pada Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI

cabang Bekasi dan Unit Kredit Kecil (UKC) yang termasuk cakupan wilayah

penyaluran Sentra Kredit Kecil (SKC) termasuk di dalamnya Unit Kredit Kecil

(UKC) cabang Karawang. Responden terdiri atas kepala Sentra Kredit Kecil

(SKC),Unit Kredit Kecil (UKC) dan relationship officer yang bertugas mengurusi

penyaluran kredit dalam hal ini kredit program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan

BNI Wirausaha (BWU). Jumlah responden merupakan populasi dalam penelitian

yang seluruhnya dijadikan sebagai sampel (Metode Sensus) dengan jumlah 20

responden. Hal ini dikarenakan oleh populasi yang sedikit dan sangat spesifik.

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1 Analisis Kualitatif

Hasil analisis kualitatif secara deskriptif meliputi gambaran umum

penyaluran kredit UMKM, gambaran penyaluran kredit UMKM yang berada di

sektor agribisnis dan prosedur penyaluran kredit UMKM di Unit Kredit Kecil

(UKC) dan Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI. Analisis deskriptif digunakan

menjelaskan informasi mengenai penyaluran kredit UMKM sektor Agribisnis

3.5.2 Analisis Kuantitatif

Pengolahan data kuantitatif digunakan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh dari variabel Character, Capacity, Capital, Collateral, Conditions,

48
Constrains terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Metode analisis

kuantitatif yang digunakan adalah Analisis Regresi Berganda. Data kuantitaif

yang telah diperoleh kemudian diolah dengan alat bantu Microsoft Excel 2007,

Excel Methode Successive Interval (MSI) dan Statistical Package for the Social

Sciences (SPSS) 15.0 For Windows .

3.5.2.1 Methode Succesive Interval (MSI)

Menurut Salim (2010: 1), methode succesive interval merupakan skala

pengukuran yang dipilih oleh peneliti berkaitan erat dengan teknik analisis data

yang digunakan. Oleh karena itu setiap skala pengukuran yang tidak memenuhi

syarat dilakukannya suatu teknik analisis tertentu, harus diubah atau dikonversi ke

dalam skala pengukuran yang sesuai dengan teknik analisis yang akan digunakan.

Salah satu metode konversi data yang sering digunakan oleh peneliti

untuk menaikan tingkat pengukuran ordinal ke interval adalah methode succesive

interval (MSI). Methode ini dapat diaplikasikan dengan menggunakan aplikasi

program Excel MSI sehingga akan terlihat transformasi data dari data ordinal ke

dalam data interval.

Koding data hasil transformasi dari Excel MSI yang berbentuk data

interval selanjutnya dimasukkan ke dalam olahan data Statistical Package for the

Social Sciences (SPSS) 15.0 For Windows sehingga akan diperoleh hasil akhir

dan kemudian dilakukan interpretasi data keluaran (output). Data ditampilkan

dalam bentuk uraian, tabel, dan gambar.

49
3.5.2.2 Analisis Regresi Berganda

Menurut Nachrowi (2002 ; 117), model regresi yang digunakan untuk

membuat hubungan antara satu variabel terikat dan beberapa variabel bebas

disebut model regresi berganda.

Model yang diduga, secara matematis dapat dituliskan dalam persamaan

berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + ei

di mana :

Y = Penyaluran kredit UMKM agribisnis

X1 = Pengaruh Character

X2 = Pengaruh Capacity

X3 = Pengaruh Capital

X4 = Pengaruh Collateral

X5 = Pengaruh Condition

X6 = Pengaruh Constrain

a = Koefisien konstanta

b1 – b6 = Koefisien independent variabel

ei = error term

Pengujian hipotesis ini yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu

program Statistical Program for Social Science (SPSS) baik uji F maupun uji t

yaitu dengan melihat tingkat signifikansi (α) yaitu probabilitas kesalahan menolak

hipotesis α = 5 persen pada selang kepercayaan 95 persen.

50
Untuk dapat memperoleh hasil regresi terbaik maka harus memenuhi

kriteria statistik, sebagai berikut :

a. Uji R2 (Koefisien Determinasi)

Uji ini juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang

dimasukkan ke dalam model regresi dapat menerangkan model regresi tersebut.

Secara verbal, R2 merupakan besaran yang paling sering digunakan untuk

mengukur goodness of fit (kesesuaian model) garis regresi. Koefisien determinasi

mengukur persentase atau proporsi total varians dalam variabel endogen yang

dijelaskan model regresi. Sifat dasar dari R2 adalah besaranya yang selalu bernilai

positif namun lebih kecil dari satu, yang dirumuskan sebagai berikut (Irianto,

2004 : 206) :

di mana :
SS
R = b 2/a
2
SSb/a = Jumlah kuadrat regresi
Σy
Σy2 = Jumlah Kuadrat total
b. Uji F

Pengujian ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel-variabel bebas

(independent) secara keseluruhan terhadap variabel tidak bebas (dependent).

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel. Jika F

hitung lebih besar dari F tabel (F hitung ≥F tabel), atau nilai signifikan lebih kecil

dari taraf signifikansi (sig < 0,05) maka H0 ditolak. Hal ini berarti variabel bebas

(independent) secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit

UMKM Agribisnis (variable dependent). Dan sebaliknya, F hitung < F tabel atau sig

> 0,05 maka H0 diterima yang berarti variabel bebas (independent) secara

51
keseluruhan tidak berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM

Agribisnis. Hipotesis untuk uji F dalam penelitian ini adalah :

H0 : bi = 0, artinya bahwa masing-masing variabel bebas (independent)

dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas

(dependent).

H1 : bi ≠ 0, artinya bahwa masing-masing variabel bebas (independent)

dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas

(dependent)

Uji statistik yang digunakan untuk pengujian ini menurut sebaran F, yaitu

(Irianto, 2004 : 207) :

di mana :

R2 /k R2 = Koefisien Determinasi
Fhitung =
(1 − R 2 ) /(n − k −1) n = Jumlah Data

k = Jumlah Koefisien Parameter

c. Uji t

Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel

bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dengan menganggap

variabel lain bersifat tetap. Uji t ini juga dilakukan dengan membandingkan t

hitung dengan t tabel. Jika t hitung lebih besar dari t tabel (t hitung >t tabel), atau nilai

signifikan lebih kecil dari taraf signifikansi (sig < 0,05) maka H0 ditolak. Hal ini

berarti variabel bebas (independent) berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit

UMKM Agribisnis (variable dependent). Dan sebaliknya, t hitung < t tabel atau sig >

0,05 maka H0 diterima yang berarti variabel bebas (independent) tidak

52
berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Hipotesis

untuk uji t dalam penelitian ini adalah :

H0 : bi = 0, artinya bahwa masing-masing variabel bebas (independent)

dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas

(dependent).

H1 : bi ≠ 0, artinya bahwa masing-masing variabel bebas (independent)

dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas

(dependent)

Uji statistik yang akan dilakukan untuk pengujian ini adalah (Irianto,

2004 : 204) :

bi
t hitung = Di mana : bi = koefisien b ke i
Sb i
Sbi = Standar error koefisien bi

3.6 Definisi Operasional

Menurut Nazir (2005:126), definisi operasional adalah suatu definisi yang

diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau

menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang

diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut. Definisi operasional

yang dibuat dapat berbentuk definisi operasional yang diukur (measured) ataupun

definisi operasional eksperimental. Berikut adalah definisi operasional yang

digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

53
1. Bank umum nasional adalah bank umum adalah bank yang melaksanakan

usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran.

2. Kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama

bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

3. Kredit UMKM Agribisnis adalah pemberian kredit pada ciri usaha pertanian

yang meliputi perkebunan; pembibitan dan kebun buah-buahan, sayur-sayuran,

dan lain-lain; peternakan: ternak ayam petelur, susu sapi; dan perikanan :

darat/laut seperti tambak udang, kolam ikan, dan lain-lain.

4. Analisis Regresi Berganda adalah model regresi yang digunakan untuk

membuat hubungan antara satu variabel terikat dan beberapa variabel bebas

disebut model regresi berganda.

54
BAB IV
GAMBARAN PERUSAHAAN

4.1. Gambaran Umum Bank Negara Indonesia


4.1.1. Profil Bank Negara Indonesia
1. Nama Perusahaan : Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI Cabang Bekasi Barat dan

Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang .

2. Alamat Perusahaan : Jl. Ahmad Yani nomor 15 Bekasi 17141 dan Jl.Tuparev

nomor 301 Karawang Jawa Barat

3. Telepon : (62-21) 88855368 (Hunting)

4. Situs Web : www.bni.co.id

5. Jumlah ATM : 5 unit ATM

6. Jumlah Karyawan:

1. Karyawan Sentra Kredit Kecil (SKC) : 10 Orang Relationship Officer

(RO), 3 Orang Administrasi Kredit (ADC), 1 orang Wakil Pemimpin, 1

Orang Pemimpin SKC.

2. Karyawan Unit Kredit Kecil (UKC) : 4 Orang Relationship Officer (RO),

2 Orang Administrasi Kredit, 1 Orang Pemimpin UKC.

55
4.1.2. Sejarah Singkat Bank Negara Indonesia

Menurut BNI ’46 (2008:1), bank yang berdiri sejak 1946 dahulu dikenal

sebagai Bank Negara Indonesia dan merupakan bank pertama yang didirikan dan

dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Bank Negara Indonesia mulai mengedarkan

alat pembayaran resmi pertama yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia, yaitu

ORI atau Oeang Republik Indonesia tepat pada malam menjelang tanggal 30

Oktober 1946. Hingga kini, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Keuangan

Nasional, sementara hari pendiriannya yang jatuh pada tanggal 5 Juli ditetapkan

sebagai Hari Bank Nasional.

Menyusul penunjukan De Javasche Bank yang merupakan warisan dari

Pemerintah Belanda sebagai Bank Sentral pada tahun 1949, pemerintah

membatasi peranan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi atau bank

sentral. Bank Negara Indonesia lalu ditetapkan sebagai bank pembangunan, dan

kemudian diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa, dengan akses

langsung untuk transaksi luar negeri.

Sehubungan dengan penambahan modal pada tahun 1955, status Bank

Negara Indonesia diubah menjadi bank komersial milik pemerintah. Perubahan ini

melandasi pelayanan yang lebih baik dan tuas bagi sektor usaha nasional.

Sejalan dengan keputusan penggunaan tahun pendirian sebagai bagian dari

identitas perusahaan, nama Bank Negara Indonesia 1946 resmi digunakan mulai

akhir tahun 1968. Perubahan ini menjadikan Bank Negara Indonesia lebih dikenal

sebagai 'BNI 46'. Penggunaan nama panggilan yang lebih mudah diingat - 'Bank

BNI' - ditetapkan bersamaan dengan perubahaan identitas perusahaan tahun

56
1988.Tahun 1992, status hukum dan nama BNI berubah menjadi PT Bank Negara

Indonesia (Persero), sementara keputusan untuk menjadi perusahaan publik

diwujudkan melalui penawaran saham perdana di pasar modal pada tahun 1996.

Kemampuan BNI untuk beradaptasi terhadap perubahan dan kemajuan

lingkungan, sosial-budaya serta teknologi dicerminkan melalui penyempurnaan

identitas perusahaan yang berkelanjutan dari masa ke masa. Hal ini juga

menegaskan dedikasi dan komitmen BNI terhadap perbaikan kualitas kinerja

secara terus-menerus.

Pada tahun 2004, identitas perusahaan yang diperbaharui mulai digunakan

untuk menggambarkan prospek masa depan yang lebih baik, setelah keberhasilan

mengarungi masa-masa yang sulit. Sebutan 'Bank BNI' dipersingkat menjadi

'BNI', sedangkan tahun pendirian - '46' - digunakan dalam logo perusahaan untuk

meneguhkan kebanggaan sebagai bank nasional pertama yang lahir pada era

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berangkat dari semangat perjuangan yang

berakar pada sejarahnya, BNI bertekad untuk memberikan pelayanan yang terbaik

bagi negeri, serta senantiasa menjadi kebanggaan negara.

57
4.2. Visi dan Misi Bank Negara Indonesia
4.2.1 BNI

Bank Negara Indonesia ’46 yang telah disingkat menjadi BNI ’46 dan

sekarang biasa disebut dengan BNI, merupakan suatu bank umum nasional yang

memiliki suatu visi dan misi perusahaan. Adapun visi dan misi dari BNI adalah

sebagai berikut:

a. Visi :

Menjadi bank yang unggul,terkemuka dalam layanan dan kinerja.

b. Misi :

1. Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada seluruh

nasabah dan selaku mitra pilihan utama (the bank of choice).

2. Meningkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor.

3. Menciptakan kondisi terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya dan

berprestasi.

4. Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan sosial.

5. Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola perusahaan yang baik.

4.2.2 Sentra Kredit Kecil BNI

Sentra Kredit Kecil (SKC) dan Unit Kredit Kecil (UKC) BNI sebagai

suatu bagian pengelolaan kredit dari BNI tentunya memiliki suatu visi dan misi

perusahaan. Adapun visi, misi dan value dari Sentra Kredit Kecil (SKC) dan Unit

Kredit Kecil (UKC) BNI adalah sebagai berikut:

58
a. Visi : Menjadi unit bisnis pengelola kredit usaha kecil kebanggaan BNI yang

unggul dalam layanan dan kinerja.

b. Misi: Memberi kontribusi laba yang maksimal bagi BNI melalui pengelolaan,

pengembangan dan pelayanan bisnis yang unggul kepada segmen usaha kecil.

c. Value: Proses cepat kredit berkualitas.

4.3. Struktur Organisasi Bank Negara Indonesia

Menurut Daniel (2009:1), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) tak lagi

fokus pada portofolio kredit korporasi. Bank BUMN ini meningkatkan porsi

penyaluran kreditnya ke sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Sektor UMKM memiliki risiko kredit yang kecil dibanding sektor korporasi, yang

sangat rentan terhadap kondisi perekonomian. Oleh karena itu untuk

meningkatkan ekspansi kredit UMKM, BNI akan menyiapkan infrastruktur

penunjang penyaluran kredit, seperti pembentukan Sentra Kredit Kecil dan Unit

Kredit Kecil hingga tingkat Kecamatan.

Sentra Kredit Kecil (SKC) merupakan unit yang terpisah dengan bagian

Kantor Cabang Utama BNI. Sentra Kredit Kecil mempunyai struktur organisasi

yang terpisah begitupun dengan operasional secara teknis di lapangan.

Untuk divisi perkreditan di BNI, seperti yang terdapat pada lampiran 2,

maka tingkatan paling atas yakni adalah divisi usaha kecil (USK) dimana

biasanya berlokasi di kantor besar, kemudian bagian selanjutnya yaitu Sentra

Kredit Kecil (SKC), dimana sampai saat ini telah terdapat 50 unit SKC yang

tersebar di seluruh Indonesia (terlampir pada lampiran 5). Selanjutnya yang paling

59
bawah yakni Unit Kredit Kecil (UKC) yang biasanya berlokasi di kantor-kantor

layanan maupun Kantor Cabang Utama.

Secara struktural, Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI Cabang Bekasi Barat,

membawahi 5 Unit Kredit Kecil (UKC), diantaranya adalah Unit Kredit Kecil

(UKC) Pondok Gede, Unit Kredit Kecil (UKC) Jababeka, Unit Kredit Kecil

(UKC) Cikampek, Unit Kredit Kecil (UKC) Karawang, Unit Kredit Kecil (UKC)

Cikarang.

Dalam susunan organisasi internal Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI Cabang

Bekasi Barat seperti yang terdapat pada daftar pada lampiran 3, Sentra Kredit

Kecil (SKC) dipimpin oleh seorang pemimpin Sentra Kredit Kecil (SKC) yang

diaudit oleh pihak Quality Assurance (QA) dan berkoordinasi dengan pihak

Risiko Kredit (RKC) atau yang sekarang disebut dengan unit Manajemen Resiko

(MAR). Pihak pemimpin Sentra Kredit Kecil (SKC) berkoordinasi langsung

dengan pihak wakil pimpinan, pihak Unit Kredit Kecil (UKC), pihak pemasaran

(Relationship Officer), Pemasaran Bisnis Kecil dan Unit Kredit Sarana Program.

Adapun pihak wakil pimpinan dalam hal ini memiliki tanggung jawab untuk

memimpin Appraisal, Unit Kredit Khusus (KKS), dan ADC (Administrasi

Kredit). Dalam struktur Sentra Kredit Kecil (SKC), juga terdapat bagian umum

yang merupakan perpanjangan tanggung jawab dari Kantor Cabang Utama BNI.

Mengenai struktur organisasi yang ada di Unit Kredit Kecil (UKC)

Cabang BNI Karawang cukup sederhana. Pada lampiran 4, pucuk kepemimpinan

di Unit Kredit Kecil (UKC) dipegang oleh penyelia Unit Kredit Kecil (UKC) yang

membawahi staf administrasi dan relationship officer. Sama halnya seperti Sentra

60
Kredit Kecil (SKC) BNI, pihak Unit Kredit Kecil (UKC) pun memiliki sistem

manajemen yang terpisah dengan Kantor Cabang Utama BNI.

61
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Gambaran Umum Penyaluran Kredit UMKM di BNI

Program penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)

yang digulirkan pemerintah yakni Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan

produk BNI Wirausaha (BWU) terus digalakkan untuk meningkatkan

penghidupan masyarakat. Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan

yang diberikan oleh perbankan kepada usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM) yang feasible tapi belum bankable. Dalam pengertiannya usaha tersebut

memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk

mengembalikan.

Tujuan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yakni memperkuat

kemampuan permodalan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui

penerapan skim penjaminan kredit. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

dilaksanakan secara serempak oleh BRI, BNI, BTN, Bank Mandiri, Bank Syariah

Mandiri, dan Bukopin. Dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) itu,

pemerintah memberikan jaminan sebesar 70% melalui Perum Jaminan Kredit

Indonesia (Jamkrindo), dan PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Kredit

Usaha Rakyat (KUR) bersumber dana perbankan dan disediakan untuk keperluan

modal kerja dan investasi. Hal ini bertujuan agar usaha mikro, kecil dan

menengah (UMKM) yang diharapkan dapat mengakses Kredit Usaha Rakyat

(KUR) adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain pada sektor

62
pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan

simpan pinjam.

Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat dilakukan secara langsung,

dalam hal ini usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dapat langsung

mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Kantor Cabang atau Kantor Cabang

Pembantu Bank Pelaksana. Untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada usaha

mikro, maka penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat juga dilakukan secara

tidak langsung, maksudnya usaha mikro dapat mengakses Kredit Usaha Rakyat

(KUR) melalui Lembaga Keuangan Mikro atau melalui kegiatan linkage program

lainnya yang bekerjasama dengan Bank Pelaksana.

Produk kredit yang ditujukan untuk segmen usaha mikro, kecil dan

menengah (UMKM) lainnya adalah BNI Wirausaha (BWU). Pelaksanaan produk

ini berdasarkan keputusan rapat direksi tanggal 18 Oktober 2006 yang menyetujui

kredit BNI Wirausaha (BWU) untuk dipasarkan oleh unit Operasional (OPR)

yang mencakup Sentra Kredit Kecil (SKC), Standing Alone (STA), Unit Kredit

Kecil (UKC) dan diradisi tanggal 22 Maret 2007 yang menyetujui beberapa revisi

produk BNI Wirausaha (BWU). Adapun terdapat beberapa pertimbangan sebelum

diluncurkannya produk BNI Wirausaha (BWU) ini antara lain:

a. Kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) lebih dapat bertahan

terhadap gejolak maupun krisis ekonomi yang terjadi.

b. Upaya BNI meningkatkan komposisi penyaluran kredit kepada segmen usaha

kecil dibanding ke korporasi.

63
c. Keberpihakan kepada usaha kecil dan menengah untuk memperoleh kredit

yang lebih mudah dan cepat.

Adapun maksud, tujuan serta sasaran diadakannya program BNI Wirausaha

(BWU) ini antara lain adalah:

a. Maksud

1. Pemberian kredit BNI Wirausaha (BWU) berbasis komunitas (community

lending) sehingga dalam memberikan kredit, pengelola kredit mampu

memahami karakter dan mengenal debitur atau calon lebih mendalam dan

komunikasi dan intensif agar pemantauan kredit dapat efektif dan efisien.

2. Memberikan pilihan dan kemudahan kepada debitur atau calon dalam

memperoleh kredit dengan syarat lebih mudah dan proses cepat serta tetap

mengutamakan prinsip kehati-hatian berdasarkan penilaian karakter

debitur, kelayakan usaha dan agunan.

b. Tujuan

1. Meningkatkan portepel kredit usaha kecil

2. Meningkatkan profitabilitas dan kolektibilitas portofolio kredit BNI

c. Sasaran

1. Kepada debitur atau calon yang berusaha di seluruh sektor ekonomi

segmen usaha kecil.

2. Pemberian kredit untuk tujuan produktif baik untuk penggunaan tambahan

modal kerja atau pengembangan usaha perorangan, badan hukum dan

badan usaha.

64
Untuk lebih memahami mengenai produk kredit UMKM berikut adalah

tabel perbandingan mengenai kredit yang mendukung sektor UMKM yakni

program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan BNI Wirausaha (BWU)

Tabel 2. Perbandingan Produk Kredit UMKM

No Call Name Tingkat Rentang Peminjaman Bentuk dan


Bunga Dana Sifat
1 Kredit Usaha 12 – 16 % Rp. 5.000.000 (lima juta Kredit Modal
Rakyat rupiah) sampai dengan Kerja (KMK)
(KUR) sejumlah Rp. 500.000.000 dan Kredit
(lima ratus juta rupiah). Invetasi (KI)
2 BNI 17 – 18 % Rp. 50.000.000 (lima puluh Kredit Investasi
Wirausaha juta rupiah) sampai dengan (KI) dan Kredit
(BWU) Rp. 1.000.000.000 Modal Kerja
Cicilan Tetap (KMK)
Aflopend

3 BNI 17 – 18 % Rp. 50.000.000 (lima puluh Kredit Investasi


Wirausaha juta rupiah) sampai dengan (KI) Aflopend
(BWU) Rp. 1.000.000.000
Investasi

4 BNI 17 – 18 % Rp. 50.000.000 (lima puluh Kredit Modal


Wirausaha juta rupiah) sampai dengan Kerja (KMK)
(BWU) Rp. 1.000.000.000 R/C (Rekening
Modal Kerja Koran terbatas
dengan
penarikan
penuh), Kredit
Modal Kerja
(KMK)
Aflopend
Sumber: Petunjuk Pelaksanaan BNI Wirausaha (2006: 30)

Berdasarkan tabel 2 dijelaskan bahwa besar kredit yang dapat disalurkan

kepada peserta linkage program dengan bank umum sesuai kesepakatan,

sedangkan dengan bank umum peserta Kredit Usaha Rakyat (KUR) diberikan

rentang pinjaman mulai dari Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan

maksimal Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Kemudian jenis kredit dan

65
jangka waktu permohonan sesuai kesepakatan dengan bank umum, sedangkan

bank umum peserta Kredit Usaha Rakyat (KUR) jenis kredit diperuntukkan modal

kerja dan jangka waktu maksimal tiga tahun, kemudian memberikan suku bunga

kredit dengan bank umum peserta Kredit Usaha Rakyat (KUR) maksimal 16% per

tahun efektif.

Bagi produk kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dari pihak

BNI sendiri yakni BNI Wirausaha (BWU), terdapat 3 bentuk produk kredit

UMKM antara lain BNI Wirausaha (BWU) cicilan investasi, BNI Wirausaha

(BWU) investasi tetap dan BNI Wirausaha (BWU) modal kerja. Tingkat bunga

yang dikenakan pada BNI Wirausaha (BWU) adalah 17 – 18 % per tahun flat.

Untuk program Kredit Usaha Rakyat (KUR), selain model penyaluran

antara bank umum dan calon debitur juga terdapat model linkage program Kredit

Usaha Rakyat (KUR) antara bank umum dan koperasi dilakukan dalam tiga

bentuk antara lain:

1. Executing yaitu pinjaman yang diberikan oleh bank umum kepada koperasi

dalam rangka pinjaman untuk disalurkan kepada anggota koperasi.

2. Channeling dengan pinjaman yang diberikan bank umum kepada anggota

koperasi melalui koperasi yang bertindak sebagai agen dan tidak mempunyai

kewenangan memutus kredit kecuali mendapat surat kuasa dari bank umum.

Pencatatan di bank umum sebagai pinjaman kepada anggota koperasi,

sedangkan pencatatan di koperasi pada off balance sheet.

3. Model joint financing, dimana pembiayaan bersama oleh bank umum dan

koperasi terhadap anggota koperasi. Pencatatan outstanding kredit di bagian

66
umum dan bagian koperasi sebesar porsi pembiayaan kepada anggota

koperasi.

5.1.1 Prosedur dan Ketentuan Penyaluran Kredit UMKM

Menurut Marimbo (2008:15), perbankan mulai sadar bahwa peranan kredit

usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam menyehatkan kinerja

keuangannya tidak boleh dipandang sebelah mata. Pada saat krisis, bank-bank

yang memiliki porsi kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) cukup

besar terbukti mampu menyelamatkan perahu bisnisnya. Belajar sejarah, bank-

bank akhirnya membalikkan porsi – porsi kredit mereka yang selama ini dikuasai

oleh kredit buat pengusaha - pengusaha kakap namun terbukti membawa beban

Non Performing Loan (NPL) yang tidak kecil bagi perbankan.

Menurut Marimbo (2008:16) , Bank BNI yang banyak menyalurkan kredit

ke sektor korporasi, kini menyediakan 60% dari total kreditnya untuk usaha

mikro, kecil dan menengah (UMKM). Bank ini bahkan memperbanyak sentra-

sentra kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) hingga ke pelosok

daerah. Rupa – rupa produk dirancang oleh BNI yang disesuaikan dengan

kebutuhan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Tidak hanya itu,

bank – bank lain juga menyalurkan kredit usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM) dalam berbagai cara misalnya melalui mitra Linkage bersama Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) atau Koperasi.

Penyaluran kredit untuk segmentasi usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM) yang ada di BNI dapat menggunakan skim pinjaman berupa Kredit

67
Tanpa Agunan (KTA), Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk BNI sendiri yakni

BNI Wirausaha (BWU). Baik Kredit Tanpa Agunan (KTA), Kredit Usaha Rakyat

(KUR) maupun BNI Wirausaha memiliki jenis kredit modal kerja dan kredit

investasi.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, secara umum dalam hal prosedur

pengajuan kredit dan proses kredit tidak berbeda jauh dengan teori yang ada

sebagaimana telah dipaparkan terlebih dahulu. Tahapan dalam prosedur

penyaluran kredit antara lain dapat terbagi menjadi:

1. Pengajuan permohonan kredit yang mencakup Fotocopy Identitas diri calon

debitur, izin usaha.

2. Prescreening yakni proses dimana petugas melakukan prescreening atau biasa

disebut dengan pemeriksaan awal dalam proses penyaluran kredit. Pemeriksaan

awal ini terkait dengan pemeriksaan terhadap

dokumen atau informasi yang diberikan kemudian petugas mengambil

kesimpulan untuk memutuskan proses pemberian kredit dilanjutkan atau tidak.

3. Permohonan kredit yang telah disetujui kemudian diproses yang dilakukan oleh

pihak relationship officer dengan mengumpulkan data dan verifikasi on the

spot atau komunikasi lain dengan pihak terkait.

4. Setelah itu dilakukan analisa dan penyiapan perangkat analisa kredit (PAK).

5. Kemudian diketahui bahwa Permohonan Kredit dapat disetujui atau ditolak.

Bila ditolak, maka calon debitur menerima surat penolakan kredit dan bila

diterima maka diterbitkan surat keputusan kredit yang kemudian persetujuan

kredit.

68
Permohonan kredit Pre-Screening Pengumpulan dan
(pemasaran SKC) Pemeriksaan Verifikasi Data
awal : Data – data ini diperoleh
Persyaratan: 1. BI Checking lewat On the spot, call
1. Fotocopy Identitas diri 2. Pemeriksaan memo
2. Izin Usaha yang dimiliki dokumen
lainnya.
3

1 2 Analisa Kredit
1. Memorandum
pengusulan
kredit (MPK)
2. Laporan
kunjungan
(setempat
4) (On
The Spot/OTS)
3. Form berita
acara taxasi
agunan dan
plotting jaminan
4. Formulir
penunjang
lainnya seperti
form call memo,
dan form
penunjang lain

Persetujuan Kredit

Dokumen yang
dikeluarkan:
1. Surat Keputusan
Kredit
2. Perjanjian Kredit

Gambar 3. Bagan Prosedur Permohonan Kredit di BNI


Sumber: Petunjuk Pelaksanaan BNI Wirausaha (2007: 25)

69
Dalam pelaksanaan secara teknis, prosedur kredit umumnya lebih banyak

dilakukan oleh pihak analisa kredit (Relationship Officer). Mengenai prosedur

analisis kredit ini menggunakan form dalam bentuk BNI Wirausaha (BWU)

yang terdiri dari:

1. Memorandum pengusulan kredit (MPK) Kredit BNI Wirausaha

2. Laporan kunjungan setempat (On The Spot/OTS)

3. Form berita acara taxasi agunan dan plotting jaminan (ditandatangani oleh

penyelia Unit Kredit Kecil (UKC) untuk proses yang di Unit Kredit Kecil

(UKC).

4. Formulir penunjang lainnya seperti form call memo, dan form penunjang lain

Pengelolaan BNI Wirausaha (BWU) dan BNI Kredit Usaha Rakyat (KUR)

oleh Relationship Officer di Sentra Kredit Kecil (SKC) atau Unit Kredit Kecil

(UKC) atau Standing Alone (STA) adalah berisi fax sementara, kemudian

selanjutnya dikelola oleh tenaga ASP (Analis Standar Program). Format

perjanjian kredit menggunakan perjanjian kredit umum yang berlaku di BNI

dimana komparisi perjanjian kredit tetap menggunakan pemimpin Sentra Kredit

Kecil (SKC) atau Standing Alone (STA) tidak termasuk kewenangan putus kredit

yang diberikan kepada pejabat di bawah pemimpin yaitu penyelia Unit Kredit

Kecil (UKC).

Hal penting dan belum terakomodasi dalam Perjanjian Kredit Umum dapat

ditambahkan dalam Perjanjian Kredit tambahan. Dalam pelaksanaannya, terdapat

biaya – biaya yang dikenakan selama masa pengurusan kredit baik Kredit Tanpa

Agunan (KTA), Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun BNI Wirausaha (BWU) ini

70
antara lain terbagi menjadi biaya administrasi secara umum, biaya provisi, dan

biaya appraisal. Umumnya biaya ini dikenakan kepada calon debitur baik dengan

mengambil langsung biaya dari rekening debitur setelah pinjaman itu diberikan

maupun secara tunai. Berikut rincian dari masing-masing biaya tersebut:

a. Biaya yang dibebankan selama masa pengurusan kredit meliputi biaya

administrasi Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah), Biaya jasa pengurusan

dokumen di notaris dimana besar biayanya relatif terkait dengan jenis surat

tanah milik debitur dan proses pengurusan yang harus ditempuh, bea materai,

asuransi kerugian, biaya denda, biaya jurnal dan rekening, beban-beban yang

mencakup biaya premi asuransi jiwa.

b. Biaya Appraisal Independent ini digunakan sebagai biaya untuk

memperkirakan dan menentukan nilai agunan yang dilakukan oleh pihak

appraisal independent yang telah ditunjuk dan bekerjasama dengan pihak

yang bersangkutan. Untuk BNI Wirausaha (BWU), masih dikenakan biaya

appraisal independent senilai kurang lebih Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh

ribu rupiah) untuk masing-masing titik agunan yang mana dalam hal ini

biasanya agunan tersebut dalam bentuk tanah dan bangunan calon debitur.

71
5.1.2 Ketentuan dan Syarat Pemberian Kredit UMKM

Produk kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dikaji

dalam penelitian ini antara lain program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan BNI

Wirausaha (BWU). Adapun syarat pemberian kredit BNI Wirausaha (BWU)

antara lain:

a. Legalitas usaha lengkap dan masih berlaku

Pengajuan kredit maksimum di atas Rp. 50.000.000 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah),

persyaratan legalitas misalnya ada surat keterangan berusaha dari kelurahan

ataupun kecamatan, sedangkan pengajuan kredit maksimal lebih dari sebesar

Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dengan legalitas usaha sesuai

dengan ketentuan BNI.

b. Identitas diri dan bukti kepemilikan jaminan yang masih berlaku.

c. NPWP Pemohon kredit (perorangan dan perusahaan).

d. Pengalaman di bidang usaha minimal 1 (satu) tahun.

e. Tidak termasuk ke dalam daftar hitam BI dan tidak tercatat sebagai debitur

yang macet dan bermasalah.

f. Fotocopy rekening bank selama 6 (enam) bulan terakhir bila ada.

Sedangkan mengenai ketentuan Pemberian kredit BNI Wirausaha (BWU)

adalah sebagai berikut:

a. Maksimal sampai dengan Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah)

wajib aflopend BWU Cicilan tetap. Artinya maksimal pinjaman Rp. 150.000.000

72
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan kredit program

dengan plafond Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000

(lima ratus juta rupiah) maka kredit program ini menggunakan subsidi melalui

skema penjaminan sehingga pengusaha usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM) tidak perlu menyerahkan jaminan secara penuh. Pada program Kredit

Usaha Rakyat (KUR), calon debitur cukup menyerahkan jaminan yang nilainya

minimal hanya 30% dari jumlah kredit yang diajukan sehingga sisa nilai jaminan

yang harus dipenuhi sebesar 70% telah ditutup oleh perusahaan penjaminan

(Perum Sarana dan Askrindo), dengan premi penjaminan menjadi beban

pemerintah. Untuk persyaratan legalitas usaha juga sangat ringan, yakni calon

debitur yang belum memiliki SIUP,TDP, dan sebagainya cukup diganti dengan

surat keterangan dari kantor kelurahan atau kecamatan setempat.

5.1.3 Kondisi Penyaluran Kredit UMKM Agribisnis di BNI

Pada segmentasi untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) pihak

BNI sendiri juga telah memiliki space available yang terdapat pada lampiran 6

yang digunakan untuk segmentasi usaha kecil, termasuk diantaranya sektor

pertanian. Pada BNI sektor pertanian terbagi menjadi beberapa unit sektor atau

biasa disebut dengan sub sektor antara lain:

a. Sektor pertanian itu sendiri yang mencakup tanaman pangan,tanaman

perkebunan, perikanan dan peternakan.

73
b. Sektor kehutanan dan pemotongan kayu (logging)

c. Sektor perburuan

d. Sektor sarana pertanian.

Untuk segmentasi usaha pertanian itu sendiri, kredit yang disalurkan

melalui BNI berada pada mapping dark green yang artinya sektor ini masih

diperbolehkan dalam segi penyaluran kredit.

Bagi Kabupaten Karawang, penyaluran kredit UMKM potensial untuk

pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah. Iklim usaha yang potensial ini

membuat lembaga keuangan berproyeksi bahwa penyaluran kredit usaha mikro,

kecil dan menengah (UMKM) akan menjadi suatu yang profitable.

Dalam teknis penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), terdapat beberapa

permasalahan mengenai kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan

proses penyaluran kredit tersebut seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk

BNI sendiri yakni BNI Wirausaha (BWU). Permasalahan yang ditinjau dari sisi

perbankan selaku penyalur dana antara lain:

a. Debitur merupakan debitur baru dan tidak sedang menerima kredit.

b. Aksesibilitas penyaluran dana ke masyarakat di tingkat desa maupun kelurahan

dirasakan masih kurang.

c. Karakter masyarakat peminjam kredit yang lebih senang membayar tidak

sekaligus, seperti : membayar Rp 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah)

per bulan lebih berat daripada sebesar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) per

hari.

74
d. Tingkat bunga yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan bank konvensional

lain.

Sistem Informasi Debitur (SID) yang dibuktikan dengan hasil BI Checking

menyulitkan bagi bank mendapatkan debitur. Sebaliknya bagi debitur yang telah

mendapatkan kredit baik dalam bentuk kredit konsumsi, kredit investasi dan

kredit modal kerja) menjadi penghalang untuk permohonan Kredit Usaha Rakyat

(KUR) padahal mereka sangat membutuhkan modal usaha. Selain itu definisi

debitur baru telah menutup peluang bagi debitur yang sedang menerima kredit

dari lembaga perbankan atau kredit program pemerintah untuk mengajukan Kredit

Usaha Rakyat (KUR) atau sehingga solusi yang dilaksanakan oleh pihak bank

adalah memberikan skim pinjaman komersial lain kepada calon debitur tersebut.

Selain permasalahan mengenai status calon debitur, masalah lain yakni

mengenai aksesibilitas penyaluran dana ke masyarakat di tingkat Desa maupun

Kelurahan masih kurang sehingga perlu dilakukan penambahan bank penyalur.

Hal ini diperlukan mengingat jumlah bank penyalur yang ada sekarang dirasakan

sangat terbatas bila menginginkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) lebih merakyat

terutama dalam menjangkau calon debitur sektor pertanian dan perikanan.

Keberadaan Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit Kecil (SKC) sebagian

besar berada di kantor cabang BNI tingkat Kabupaten maupun Kecamatan. Oleh

karena itu, masyarakat yang berada di Desa maupun Kelurahan kurang dapat

terjangkau oleh pihak BNI.

Lain halnya dengan aksesibilitas salah satu bank BUMN yang sudah lama

dikenal oleh rakyat karena aksesnya yang merata hingga ke tingkat pedesaan. Bila

75
pihak BNI menambah Unit Kredit Kecil (UKC) untuk memenuhi kebutuhan

penyaluran dana masyarakat, maka perlu ditinjau ulang mengenai urgensinya. Hal

ini erat kaitannya dengan penambahan sumber daya manusia (SDM ) dan beban

biaya yang akan dikeluarkan untuk operasionalisasi kantor tersebut. Adapun

solusi yang ditawarkan untuk sementara waktu yakni dengan diadakannya kerja

sama dengan pihak bank perkreditan rakyat yang dapat menjangkau hingga ke

tingkat Desa dan Kelurahan. Selain itu perlu terus dilaksanakannya metode

jemput bola kepada usaha – usaha usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)

yang berada di tingkat pedesaan dan berpotensi untuk disalurkannya kredit kepada

usaha tersebut.

Permasalahan ketiga yakni mengenai karakter masyarakat peminjam yang

lebih senang membayar secara rutin per hari dengan nominal yang lebih kecil

dibandingkan pembayaran sekaligus per bulan. Mengingat karakter masyarakat

daerah yang seperti itu, maka pihak perbankan hanya memaklumi sambil terus

melakukan penagihan cicilan pinjaman dengan rutin setiap bulannya. Hal ini lebih

efektif dibandingkan mengikuti karakteristik masyarakat untuk menagih setiap

hari. Perlu diketahui bahwa batasan kemampuan pihak bank dalam penagihan

dikarenakan sumber daya manusia dari tiap Unit Kredit Kecil yang terbatas.

Pertimbangan akan tingkat bunga yang cukup tinggi juga menjadi

permasalahan di kalangan perbankan. Dimana tingkat bunga dari Kredit Usaha

Rakyat (KUR) yang berkisar 16% efektif dan BNI Wirausaha (BWU) sekitar 17 -

18% flat cukup tinggi dibandingkan tingkat bunga di bank lain yakni sekitar 12 %

efektif. Tingkat bunga yang tinggi akan menyulitkan debitur dalam pengembalian

76
pinjaman terkait persaingan bisnis yang cukup ketat sehingga menekan perolehan

laba. Oleh sebab itu pengenaan tingkat bunga kredit haruslah layak dengan

mempertimbangkan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan dalam suatu

usaha.

Pada Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang, penyaluran kredit

kepada sektor agribisnis tidak terlalu banyak. Hal ini dikarenakan penyaluran

kredit terkait dengan permohonan kredit itu sendiri. Penyaluran kredit usaha

mikro, kecil dan menengah (UMKM ) dari pihak BNI yang telah disalurkan antara

lain mayoritas disalurkan ke sektor perdagangan umum. Sedangkan yang

berkaitan dengan penelitian ini yakni untuk sektor agribisnis, kredit usaha mikro,

kecil dan menengah (UMKM) yang telah disalurkan oleh pihak BNI yakni kepada

bidang perdagangan beras dan sarana produksi pertanian (saprotan).

Secara umum dapat dilihat bahwa penyaluran kredit yang dilakukan oleh

pihak BNI sebagian besar berasal dari pengajuan kredit dari calon debitur

walaupun usaha untuk mencari prospek calon debitur pun tetap dilakukan dengan

beberapa cara seperti menawarkan kredit dan partisipasi dalam pameran usaha

mikro, kecil dan menengah (UMKM) baik tingkat regional maupun nasional.

Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan kredit program yang ditawarkan

untuk koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan komposisi

perbandingan penjaminan antara pemerintah dengan perbankan sebesar 70% :

30% dengan bunga maksimum 16% per tahun efektif serta jumlah kredit

maksimum Rp. 500.000.000 (lima ratus ribu rupiah) per debitur. Program Kredit

Usaha Rakyat (KUR) memang bukan produk satu institusi pemerintah saja.

77
Akibatnya, realisasi program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sangat bergantung pada

koordinasi antarinstitusi. Saat ini penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

terhambat dengan tidak sejalannya kebijakan antar institusi. Pengawasan

pengusaha bermodal kecil tetap diperlakukan sama seperti investor kelas kakap.

Salah satunya penerapan kebijakan baru BI yang mengatur mekanisme penyaluran

Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Sementara itu dana-dana perbankan konvensional, yang memiliki

likuiditas sangat cukup masih tetap kurang menarik bagi para pelaku bisnis usaha

mikro, kecil dan menengah (UMKM). Selain aspek formalitas yang masih sulit

dipenuhi seperti aspek jaminan dan proposal kelayakan usaha, bunga kredit

perbankan pun saat ini masih dianggap terlalu mewah. Menurunnya bunga

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) di bawah 7% ternyata tidak serta-merta

menurunkan bunga bank penyalur kredit di lapangan. Dengan demikian, likuiditas

besar yang tersedia itu tidak mampu secara signifikan memberikan kontribusi

pada perkembangan usaha para pelaku bisnis mikro, kecil, menengah, dan

koperasi.

Indikasi rendahnya penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM) kepada sektor agribisnis cukup disayangkan mengingat potensi usaha

UMKM di daerah Kabupaten Karawang sebagian besar masih berskala usaha

rumah tangga dan pertanian masih menjadi tumpuan hidup sebagian besar pelaku

usaha UMKM di daerah tersebut. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)

yang berada di daerah Kabupaten Karawang umumnya berupa usaha penggilingan

padi organik, usaha olahan herbal seperti jahe instan, temulawak instan, kunyit

78
instan, usaha makanan olahan seperti kue kering, tepung roti, rangginang,

pengolahan escargot (olahan bekicot), kue semprong, usaha pengolahan telur asin,

usaha pengolahan madu hutan, kerajinan tangan (handicraft) yang berupa

kerajinan rotan dan pahatan kayu, usaha konveksi jaket, usaha pembuatan bola

sepak dan kerajinan boneka anak.

Sebagai bahan evaluasi dari perkembangan usaha mikro, kecil dan

menengah (UMKM) di Karawang adalah publisitas informasi produk UMKM

yang baik sehingga produk UMKM Kabupaten Karawang dapat dikenal dengan

baik dan meningkatkan kapasitas penjualan. Selain publisitas informasi produk

UMKM, diperlukan juga pendekatan kerja sama antar daerah sehingga dapat

meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengalokasian sumber daya. Kerja

sama antar daerah dalam pengembangan UMKM ini dapat menumbuhkan iklim

usaha kondusif secara regional, mengelola pemasaran bersama, meningkatkan

akses baik pembiayaan, informasi maupun teknologi bagi UMKM.

Pendekatan kegiatan dapat dilakukan secara regional karena kekuatan

kewilayahan dalam mengembangkan UMKM diperlukan untuk membentuk skala

ekonomi yang besar dan tidak terpisah secara kedaerahan. Kerja sama beberapa

Kabupaten/Kota yang tergabung dalam suatu daerah diharapkan mampu

mengerahkan seluruh potensi wilayah dalam semangat kebersamaan

pengembangan UMKM.

79
5.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit UMKM
Agribisnis

Dalam melakukan penyaluran kredit UMKM, pihak perbankan biasanya

melakukan analisis kepada calon debitur yang mencakup Character, Capacity,

Capital, Collateral, Conditions dan Constrains. Oleh karena itu, ke enam faktor di

atas diduga memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam penyaluran kredit

UMKM sektor agribisnis di Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit Kecil

(SKC) BNI.

Besar pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel Character, Capacity,

Capital, Collateral, Conditions dan Constrains terhadap penyaluran kredit

UMKM agribisnis di Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit Kecil (SKC)

BNI dapat dilihat di tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi penyaluran kredit UMKM


Agribisnis

No Variabel Koefisien Regresi t hitung Signifikan

1 Konstanta 13,638 2,451 0,029


2 Character 0,381 2,826 0,014*
3 Capacity -0,475 4,554 0,001*
4 Capital 0,519 3,468 0,004*
5 Collateral -0,508 4,017 0,001*
6 Condition 0,324 2,599 0,022*
7 Constrains 0,653 4,349 0,000*

R Square 0, 889 F hitung 17,290


R Square (adj) 0, 837 Durbin-Watson 1,879
Keterangan : *) signifikan pada taraf 5 persen.

80
Berdasarkan Tabel 3 tersebut, maka dapat dibuat persamaan regresi

berganda untuk faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM

Agribisnis sebagai berikut :

Y = 13,368 + 0,381 (X1) - 0,475 (X2) + 0,519 (X3) - 0,508 (X4) – 0,324 (X5) +

0,653 (X6)+ ei

Pada model persamaan analisis regresi berganda tersebut, diperoleh nilai

konstanta sebesar 13,368. Artinya bila faktor lain dianggap nol, maka penyaluran

kredit UMKM sektor agribisnis di Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit

Kecil (SKC) BNI sebesar 13,368 rupiah.

Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien dari masing-masing variabel

dalam model memiliki tanda yang sesuai dengan hipotesis dan ada pula yang

memiliki tanda yang tidak sesuai dengan hipotesis. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi penyaluran kredit UMKM Agribisnis diantaranya adalah :

a. Character (X1)

Dari hasil regresi yang dilakukan, koefisien dari character bernilai

positif sebesar 0,381. Angka ini menunjukkan hubungan yang searah dengan

penyaluran kredit UMKM sektor agribisnis.Artinya apabila character debitur naik

sebesar sepuluh ribu poin maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis akan naik

sebesar Rp. 3.810 (tiga ribu delapan ratus sepuluh rupiah) begitupun bila tanda

koefisien terjadi sebaliknya.

Hal ini berdampak dari semakin baiknya karakter debitur maka akan

semakin meningkatkan penyaluran kredit, sehingga pihak perbankan akan cukup

81
merasa aman untuk menyalurkan kredit UMKM Agribisnis kepada debitur

tersebut.

b. Capacity (X2)

Koefisien regresi capacity bernilai negatif sebesar - 0,475 sehingga hal

ini berarti adanya penurunan yakni apabila capacity debitur turun sebesar sepuluh

ribu rupiah maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis akan turun Rp. 4.750

(empat ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi

sebaliknya.

Hal ini dikarenakan jika capacity atau dalam hal ini kemampuan debitur

dalam mengelola usaha dinilai oleh pihak perbankan cukup bagus dan dianggap

mampu mengelola usaha sehingga penyaluran kredit UMKM kepada debitur

dikurangi porsi peminjamannya.

c. Capital (X3)

Koefisien regresi dari capital yang diperoleh bernilai positif sebesar 0,519.

Nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan sebesar sepuluh ribu rupiah

maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis itu akan naik sebesar Rp. 5.190 (lima

ribu seratus sembilan puluh rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi

sebaliknya.

Hal ini berdampak dari sermakin banyaknya modal yang dimiliki debitur

mencerminkan bahwa debitur tersebut memang bersungguh – sungguh dalam

menjalankan usaha sehingga semakin menjamin kepercayaan pihak perbankan

terhadap debitur. Kepercayaan pihak perbankan tersebut akan dapat meningkatkan

porsi penyaluran kredit UMKM Agribisnis .

82
d. Collateral (X4)

Dari hasil regresi yang dilakukan koefisien dari collateral bernilai negatif

yaitu sebesar - 0,508, nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan nilai

jaminan sebesar sepuluh ribu rupiah maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis

akan turun sebesar Rp. 5.080 (lima ribu delapan puluh rupiah) begitupun bila

tanda koefisien terjadi sebaliknya.

Hal ini terkait dikarenakan kredit yang diteliti adalah kredit yang

digulirkan pada skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) maka nilai

jaminan atau agunan yang terlalu tinggi dapat memberikan kecurigaan terhadap

calon debitur tersebut. Secara rasional bila jaminan yang dimiliki oleh debitur

cukup tinggi maka akan memberikan asumsi pantas atau tidaknya calon debitur

tersebut masih menerima kredit dikarenakan calon debitur tersebut dianggap

mampu.

e. Condition (X5)

Dari hasil regresi yang dilakukan, koefisien dari variabel condition bernilai

positif yaitu sebesar 0,324 . Nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan

pada condition sebesar sepuluh ribu poin maka penyaluran kredit UMKM

Agribisnis akan kenaikan sebesar Rp. 3.240 (tiga ribu dua ratus empat puluh

rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi sebaliknya.

Hal ini dikarenakan semakin kondusif kondisi yang mendukung usaha

debitur maka akan meningkatkan penyaluran kredit UMKM Agribisnis sehingga

pihak perbankan mempercayai dan beranggapan bahwa usaha debitur tersebut

aman serta berprospek cukup baik.

83
f. Constrains (X6)

Dari hasil regresi yang dilakukan, koefisien dari variabel constrains

bernilai positif yaitu sebesar 0,653 nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi

kenaikan pada constrains sebesar sepuluh ribu poin maka penyaluran kredit

UMKM Agribisnis akan kenaikan sebesar Rp. 6.530 (enam ribu lima ratus tiga

puluh rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi sebaliknya.

Hal ini terkait dengan pembatas – pembatas usaha yang ada dalam

menjalankan usaha debitur tersebut. Semakin meningkatnya pembatas usaha maka

akan semakin meningkatkan penyaluran kredit UMKM tersebut sebagaimana

terlampir dalam lampiran 10.

5.2.1 Uji R2 (Koefisien Determinasi)

Uji Koefisien Determinasi (R2) ini juga digunakan untuk melihat seberapa

kuat variabel Character, Capacity, Capital, Collateral, Conditions dan Constrains

yang dimasukkan ke dalam model regresi dapat menerangkan model regresi

tersebut. Secara verbal, R2 merupakan besaran yang paling sering digunakan

untuk mengukur goodness of fit (kesesuaian model) garis regresi. Berikut nilai

koefisien determinasi pada tabel 4.

Tabel 4. Koefisien Determinasi R2

Adjusted R Std. Error of Durbin-


Model R R Square Square the Estimate Watson
1 ,943 a
,889 ,837 1,11303 1,879

84
Dari hasil regresi tersebut, maka dapat dilihat tingkat kelayakan (goodness

of fit) suatu model, pertama dengan melihat nilai dari koefisien determinasi (R2)

untuk faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM Agribisnis

adalah sebesar 0,889 pada taraf 5 persen. Nilai ini berarti 88,9 persen variasi

penyaluran kredit UMKM Agribisnis dapat dijelaskan oleh variabel independen

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Character, Capacity, Capital,

Collateral, Condition dan Constrains sedangkan sisanya sebesar 11,1 persen

dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini di antaranya aspek hukum

(yuridis), aspek manajemen, aspek produksi, aspek pemasaran, jumlah unit usaha

UMKM yang ada di daerah tersebut, tingkat suku bunga kredit yang berlaku dan

sebagainya.

5.2.2 Uji F (Uji Signifikansi Simultan)

Uji F (Uji signifikansi simultan) dalam penelitian ini digunakan untuk

mengetahui apakah variabel-variabel independen seperti Character, Capacity,

Capital, Collateral, Conditions dan Constrains secara bersama-sama berpengaruh

terhadap variabel dependen yaitu kredit UMKM Agribisnis, maka perlu dilakukan

pengujian terhadap F statistik.

Uji F ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel

atau dari perbandingan probabilitasnya (Sig dengan α ), dengan ketentuan:

Ho : ditolak, jika F hitung > F tabel, derajat bebas tertentu atau sig < α.

H1 : ditolak jika F hitung < F tabel, derajat bebas tertentu atau sig > α

85
Nilai F statistik (F hitung ) yang lebih besar dari F tabel menyimpulkan tolak

H0 yang berarti secara bersama-sama variabel-variabel independen berpengaruh

nyata terhadap variabel dependen.

Pada analisis regresi berganda yang dilakukan untuk menentukan faktor -

faktor yang dianggap berpengaruh nyata terhadap kredit UMKM Agribisnis ini

digunakan tingkat kepercayaan 95 persen dengan tingkat alpha (α) sebesar 5

persen. Berdasarkan hasil regresi tersebut diperoleh Fhitung sebesar 17,290

sedangkan Ftabel pada α = 0,05 adalah 2,92. Dengan demikian, Fhitung > Ftabel

(17,290 > 2,92) maka H0 ditolak.

Hal ini berarti variabel independen dalam penelitian ini secara bersama-

sama berpengaruh nyata terhadap kredit UMKM Agribisnis. Hasil uji F dapat

dilihat pada tabel berikut dan untuk lebih jelas serta terperinci hasil output

perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 15.

Tabel 5. Uji Statistik F

Sum of Mean
Model Squares Df Square F hitung F tabel Sig.
1 Regression 128,518 6 21,420 17,290 2,92 ,000(a)
Residual 16,105 13 1,239
Total 144,623 19

86
5.2.3 Uji t (Uji Regresi Parsial)

Berdasarkan hasil regresi berganda dengan menggunakan selang

kepercayaan 95% dengan α = 0.05, maka terdapat 2 variabel independen yang

memiliki pengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis yakni

variabel Character , Capital , Conditions dan Constrains sedangkan empat

variabel independen lain yakni, Capacity, Collateral dan tidak memiliki pengaruh

yang nyata.

Uji ini dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel (terima H0

jika t hitung < t tabel atau tolak H0 jika t hitung > t tabel) atau dari probabilitasnya (sig <

α), yaitu serta masing – masing berdasarkan dua hipotesis yakni:

H0 : tidak terdapat pengaruh variabel independen dengan penyaluran kredit

UMKM Agribisnis

H1 : terdapat pengaruh variabel independen dengan penyaluran kredit UMKM

Agribisnis

Hasil uji t dapat dilihat pada tabel 6 berikut :

Tabel 6. Uji Statistik t

Variabel t hitung Sig Keterangan


Berpengaruh berdasarkan
Uji t
Character 2,826 0,014* Berpengaruh
Capacity 4,554 0,001* Berpengaruh
Capital 3,468 0,004* Berpengaruh
Collateral 4,017 0,001* Berpengaruh
Condition 2,599 0,022* Berpengaruh
Constrains 4,349 0,000* Berpengaruh
Keterangan : *) berpengaruh pada perbandingan Uji t hitung dan t tabel

87
Berikut penjabaran mengenai pengujian masing - masing variabel

independen terhadap variabel dependen yakni:

1. Pengujian character terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis

Character ini merupakan watak atau sifat debitur (peminjam/pengusaha)

UMKM, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha.

Kegunaannya untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejujuran, integritas

serta itikad debitur dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanijian yang

ditetapkan pihak bank.

Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan

95% dengan nilai signifikansi 0,014 dalam tabel 6. Nilai t hitung untuk character

adalah 2,826 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih besar dari α yaitu

0, 014 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ;

sig < α), yang berarti bahwa variabel character memiliki pengaruh nyata atau

signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis.

Hal ini cukup beralasan karena usaha – usaha yang ditempuh untuk

memperoleh gambaran dari karakter debitur tersebut dapat melalui BI Checking

yang akan menggambarkan karakter debitur dalam melakukan transaksi

perbankan seperti kartu kredit maupun aktivitas peminjaman ke bank lain. Selain

itu juga dapat mencari tahu reputasi debitur di lingkungan usahanya seperti

kepada pelanggan maupun supplier barang dari usaha debitur.

2. Pengujian capacity terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis

Kapasitas adalah kemampuan debitur dalam menjalankan usahanya guna

memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaannya untuk mengukur sampai sejauh

88
mana debitur mampu melunasi utang-utangnya secara tepat waktu dari kegiatan

usahanya.

Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan

95% dengan nilai signifikansi 0,001 dalam tabel 6. Nilai t hitung untuk capacity

adalah 4,554 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih besar dari α yaitu

0,001 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ;

sig < α), yang berarti bahwa variabel capacity memiliki pengaruh nyata dan

signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis.

Pendekatan yang dilakukan dalam menilai kemampuan capacity debitur

meliputi pendekatan finansial (analisis neraca, L/R, likuiditas, solvabilitas,

rentabilitas), pendekatan profesional (pendidikan dan pengalaman), pendekatan

yuridis, pendekatan manajerial dan aspek teknis.

Pengaruh variabel capacity tidak nyata dalam penyaluran kredit UMKM

Agribisnis dikarenakan jika capacity atau dalam hal ini kemampuan debitur dalam

mengelola usaha dinilai oleh pihak perbankan cukup bagus dan dianggap mampu

mengelola usaha sehingga penyaluran kredit UMKM kepada debitur dikurangi

porsi peminjamannya.

Penyaluran kredit UMKM tersebut dialihkan kepada calon – calon debitur

yang dinilai masih perlu dibantu dengan tingkat kemampuan mengelola usaha

yang masih rendah. Hal ini pun terkait dengan sikap pihak perbankan sendiri yang

senantiasa melakukan tindakan preventif kepada setiap debitur yang hendak

melakukan pinjaman kredit.

89
Kekhawatiran penyalahgunaan hasil pinjaman kepada bank yang tidak

tepat guna itulah yang mendorong pihak perbankan untuk selalu berjaga – jaga

dalam proses pengguliran kredit kepada debitur, khususnya kepada skala UMKM

yang memiliki kecenderungan budaya konsumsi yang lebih konsumtif ketika telah

menerima pinjaman kredit yang cukup besar nilainya.

3. Pengujian capital terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis

Upaya penilaian terhadap capital yang dilakukan pihak bank dapat

diperoleh dengan menghitung jumlah dana atau modal yang dimiliki debitur yang

tercermin dalam laporan keuangan, yaitu semakin besar modal yang dimiliki

debitur maka semakin tinggi kesungguhan debitur dalam menjalankan usahanya.

Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan

95% dengan nilai signifikansi 0,004 dalam tabel 6. Nilai t hitung untuk capital

adalah 3,468 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih kecil dari α yaitu

0,004 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ;

sig < α), yang berarti bahwa variabel capital memiliki pengaruh nyata atau

signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis.

Capital dalam penelitian ini berhubungan dengan modal usaha yang

dimiliki oleh debitur baik itu berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak

yang ditujukan untuk usaha debitur tersebut. Semakin besar modal usaha yang

dimiliki debitur, maka kredit pun dapat segera disalurkan oleh bank. Hal ini pun

terkait dengan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh debitur pada saat

mengajukan pembiayaan pada bank yaitu modal usaha yang dimiliki debitur (self

90
financing) adalah minimal sebesar 35 % dari nilai kredit yang diajukan atau lebih

dari itu.

4. Pengujian collateral terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis

Collateral adalah barang-barang yang diserahkan oleh debitur sebagai

agunan terhadap kredit (pinjaman) yang akan diterima. Bentuknya dapat berupa

jaminan utama (first way out) berupa usahanya dan jaminan tambahan (second

way out) berupa jaminan kebendaan atau jaminan pihak ketiga. Umumnya nilai

jaminan minimal 120% dari total jaminannya. Penilaian terhadap collateral ini

dapat ditinjau dari 2 (dua) segi yaitu segi ekonomis yaitu nilai ekonomis dan segi

yuridis yaitu apakah barang tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis sebagai

agunan atau tidak.

Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan

95% dengan nilai signifikansi 0,001 dalam tabel 6. Nilai t hitung untuk collateral

adalah 4,017 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih kecil dari α yaitu

0,001 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ;

sig < α), yang berarti bahwa variabel collateral memiliki pengaruh nyata dan

signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Hal ini

mengindikasikan bahwa variabel collateral memang memiliki pengaruh yang

nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis dan dibutuhkan sebagai

syarat dalam memenuhi penyaluran kredit tersebut.

Pengaruh variabel collateral memang memiliki pengaruh nyata, hal ini

dikarenakan jaminan atau agunan tersebut hanya sebagai syarat penyaluran

kredit. Begitupun dikarenakan kredit yang diteliti adalah kredit yang digulirkan

91
pada skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) maka nilai jaminan atau

agunan yang terlalu tinggi dapat memberikan kecurigaan terhadap calon debitur

tersebut. Secara rasional bila jaminan yang dimiliki oleh debitur cukup tinggi

maka akan memberikan asumsi pantas atau tidaknya calon debitur tersebut masih

menerima kredit dikarenakan calon debitur tersebut dianggap mampu.

5. Pengujian conditions terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis

Kondisi adalah situasi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang

mempengaruhi keadaan perekonomian yang kemungkinannnya dapat

mempengaruhi kelancaran usaha debitur. Penilaian terhadap condition ini dapat

dilakukan dengan melihat situasi dan kondisi secara agregat dari kondisi ideologi,

politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan yang berkaitan dengan

usaha yang dijalankan oleh debitur.

Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan

95% dengan nilai signifikansi 0,022 dalam tabel 6. Nilai t hitung untuk conditions

adalah 2,599 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih besar dari α yaitu

0,022 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ;

sig > α), yang berarti bahwa variabel conditions memiliki pengaruh nyata atau

signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis.

Hal ini dikarenakan semakin kondusif kondisi politik, semakin stabil iklim

ekonomi, dan semakin baik kondisi sosial budaya, pertahanan serta keamanan

yang mempengaruhi usaha debitur maka akan meningkatkan penyaluran kredit

UMKM Agribisnis.

92
6. Pengujian constrains terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis

Konstrain adalah batasan atau hambatan yang tidak memungkinkan

seseorang melakukan bisnis di suatu tempat di luar kriteria condition (kriteria ke-

5).

Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan

95% dengan nilai signifikansi 0,001 dalam tabel 6. Nilai t hitung untuk constrains

adalah 4,349 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih besar dari α yaitu

0,001 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ;

sig < α), yang berarti bahwa variabel constrains memiliki pengaruh nyata atau

signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis.

Hal ini terkait dengan pembatas – pembatas usaha yang ada dalam

menjalankan usaha debitur tersebut. Semakin meningkatnya pembatas usaha maka

akan semakin meningkatkan penyaluran kredit.

93
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Sebagai penutup, maka penulis akan mencoba untuk menyimpulkan dari

uraian yang telah dijelaskan dalam bab-bab terdahulu sehingga mempermudah

permasalahan yang ada dan akhirnya akan diberikan saran sebagai pendapat

alternatif pemecahan yang akhirnya dapat membantu dalam pemecahan

permasalahan. Mengambil inti dari uraian-uraian yang telah disajikan dalam bab-

bab terdahulu maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara umum prosedur penyaluran kredit tersebut yang dilakukan oleh pihak

BNI sudah sesuai dengan yang berlaku di teori penyaluran kredit. Adapun

tahapan penyaluran kredit yang berlaku yakni dimulai dari Pengajuan

permohonan kredit, Prescreening, Pemutusan proses pemberian kredit

dilanjutkan atau tidak, Permohonan kredit yang telah disetujui kemudian

diproses yang dilakukan oleh pihak relationship officer, kemudian dilakukan

analisa dan penyiapan perangkat analisa kredit (PAK) selanjutnya diterbitkan

surat keputusan kredit dan perjanjian kredit bagi debitur.

2. Dari hasil analisis regresi diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,889

hal ini berarti 88,9 persen variasi penyaluran kredit UMKM Agribisnis dapat

dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini dan

sisanya sebesar 11,1 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian ini.

Sedangkan secara statistik, dari 6 variabel independen faktor-faktor yang

94
berpengaruh nyata berdasarkan uji t hitung terhadap penyaluran kredit UMKM

Agribisnis adalah Character (X1), Capacity (X2) , Capital (X3), Collateral

(X5), Condition (X5), dan Constrains (X6),

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini antara lain:

1. Mengenai prosedur sebenarnya tidak terlalu rumit, hanya saja perlu

diperhatikan BI Checking yang berfungsi untuk periksa silang mengenai

status debitur. BI Checking merupakan kebijakan dari Bank Indonesia,

tetapi pelaksanaannya agak sedikit menghambat Kredit Usaha Rakyat

(KUR) sehingga diperlukan model penyaluran kredit dengan prosedur

yang lebih sederhana agar usaha UMKM dapat tepat sasaran. Kemudian

mengenai bunga kredit yang dikenakan untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR)

sebaiknya diturunkan, mengingat cukup tinggi untuk sektor UMKM dan

dibandingkan dengan bank sejenis yang melakukan penyaluran Kredit

Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga sekitar 12-14%.

2. Variasi penyaluran kredit UMKM Agribisnis dapat dijelaskan oleh

variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yang mencakup

variabel Character (X1), Capacity (X2), Capital (X3), Collateral (X4),

Condition (X5), dan Constrains (X6). Sisanya sebesar 11,1 persen

dijelaskan oleh variabel lain seperti aspek hukum (yuridis), aspek

manajemen, aspek produksi, aspek pemasaran, jumlah unit usaha UMKM

yang ada di daerah tersebut, tingkat suku bunga kredit yang berlaku dan

95
sebagainya. Melihat dari variabel yang berlaku di luar penelitian, maka

variabel – variabel tersebut dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya

berkaitan dengan kredit UMKM.

96
Lampiran 14

Succesive Detail

Freq Prop Cum Density Z Scale


12.000 0.600 0.600 0.386 0.253 4.000
8.000 0.400 1.000 0.000 5.610
2.000 0.100 0.100 0.175 -1.282 3.000
10.000 0.500 0.600 0.386 0.253 4.333
8.000 0.400 1.000 0.000 5.721
7.000 0.350 0.350 0.370 -0.385 3.000
12.000 0.600 0.950 0.103 1.645 4.504
1.000 0.050 1.000 0.000 6.121
5.000 0.250 0.250 0.318 -0.674 3.000
10.000 0.500 0.750 0.318 0.674 4.271
5.000 0.250 1.000 0.000 5.542
2.000 0.100 0.100 0.175 -1.282 4.000
18.000 0.900 1.000 0.000 5.950
3.000 0.150 0.150 0.233 -1.036 2.000
4.000 0.200 0.350 0.370 -0.385 2.868
6.000 0.300 0.650 0.370 0.385 3.554
7.000 0.350 1.000 0.000 8.161 4.613
3.000 0.150 0.150 0.233 -1.036 3.000
9.000 0.450 0.600 0.386 0.253 4.214
8.000 0.400 1.000 0.000 5.520
3.000 0.150 0.150 0.233 -1.036 3.000
11.000 0.550 0.700 0.348 0.524 4.346
6.000 0.300 1.000 0.000 5.713
8.000 0.400 0.400 0.386 -0.253 4.000
12.000 0.600 1.000 0.000 5.610
2.000 0.100 0.100 0.175 -1.282 2.000
4.000 0.200 0.300 0.348 -0.524 2.894
14.000 0.700 1.000 0.000 4.252
7.000 0.350 0.350 0.370 -0.385 4.000
13.000 0.650 1.000 0.000 5.628
1.000 0.050 0.050 0.103 -1.645 3.000
9.000 0.450 0.500 0.399 0.000 4.405
10.000 0.500 1.000 0.000 5.861
6.000 0.300 0.300 0.348 -0.524 4.000
14.000 0.700 1.000 0.000 5.656
2.000 0.100 0.100 0.175 -1.282 3.000
5.000 0.250 0.350 0.370 -0.385 3.975
13.000 0.650 1.000 0.000 5.325
2.000 0.100 0.100 0.175 -1.282 2.000
1.000 0.050 0.150 0.233 -1.036 2.602
11.000 0.550 0.700 0.348 0.524 3.547
6.000 0.300 1.000 0.000 4.914
Lampiran 14 (lanjutan)

Succesive Detail

Freq Prop Cum Density Z Scale


9.000 0.450 0.450 0.396 -0.126 3.000
10.000 0.500 0.950 0.103 1.645 4.465
1.000 0.050 1.000 0.000 5.942
4.000 0.200 0.200 0.280 -0.842 2.000
2.000 0.100 0.300 0.348 -0.524 2.723
8.000 0.400 0.700 0.348 0.524 3.400
6.000 0.300 1.000 0.000 4.559
8.000 0.400 0.400 0.386 -0.253 4.000
12.000 0.600 1.000 0.000 5.610
5.000 0.250 0.250 0.318 -0.674 4.000
15.000 0.750 1.000 0.000 5.695
1.000 0.050 0.050 0.103 -1.645 3.000
10.000 0.500 0.550 0.396 0.126 4.477
9.000 0.450 1.000 0.000 5.942
3.000 0.150 0.150 0.233 -1.036 2.000
5.000 0.250 0.400 0.386 -0.253 2.942
12.000 0.600 1.000 0.000 4.198
3.000 0.150 0.150 0.233 -1.036 4.000
17.000 0.850 1.000 0.000 5.829
10.000 0.500 0.500 0.399 0.000 4.000
10.000 0.500 1.000 0.000 5.596
2.000 0.100 0.100 0.175 -1.282 1.000
14.000 0.700 0.800 0.280 0.842 2.606
4.000 0.200 1.000 0.000 4.155
1.000 0.050 0.050 0.103 -1.645 2.000
7.000 0.350 0.400 0.386 -0.253 3.254
12.000 0.600 1.000 0.000 4.707
1.000 0.050 0.050 0.103 -1.645 2.000
8.000 0.400 0.450 0.396 -0.126 3.331
7.000 0.350 0.800 0.280 0.842 4.394
4.000 0.200 1.000 0.000 5.463
13.000 0.650 0.650 0.370 0.385 4.000
7.000 0.350 1.000 0.000 5.628
1.000 0.050 0.050 0.103 -1.645 2.000
18.000 0.900 0.950 0.103 1.645 4.063
1.000 0.050 1.000 0.000 6.125
16.000 0.800 0.800 0.280 0.842 4.000
4.000 0.200 1.000 0.000 5.750
17.000 0.850 0.850 0.233 1.036 4.000
3.000 0.150 1.000 0.000 5.829
17.000 0.850 0.850 0.233 1.036 4.000
3.000 0.150 1.000 0.000 5.829

Anda mungkin juga menyukai