Anda di halaman 1dari 10

PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA) SEBAGAI

PENGEMBANGAN DESA WISATA PENGLIPURAN BALI


Sani Syauqi Azmi1, Sri Utami2
1Mahasiswa(Magister Arsitektur Lingkungan Binaan, Universitas Brawijaya)
2Dosen,( Magister Arsitektur Lingkungan Binaan, Universitas Brawijaya)
*saniazmi@student.ub.ac.id

ABSTRAK
Partisipasi masyarakat dalam hal pembangunan sebuah wilayah tidak dapat dipisahkan baik
dalam skala kota maupun desa. Desa Penglipuran merupakan desa dengan prestasi mencolok
baik nasional maupun internasional. Keberadaan pariwisata menambah geliat pengembangan
pada masyarakat. Kejenuhan terhadap bentuk wisata modern dan ingin kembali merasakan
kehidupan di alam pedesaan serta berinteraksi dengan masyarakat dan aktifitas sosial
budayanya menyebabkan berkembangnya pariwisata di daerah. . Pariwisata selayaknya
mambawa imbas bagi kesejahteraan masyarakat. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat
Desa Penglipuran terhadap pengembangan desa wisata menarik unutk diteliti. Teknik dalam
penelitian kali ini adalah dengan menggunakan Participatory Rural Appraisal (PRA) dengan
mengandalkan literature dan artikel ilmiah serta data lembaga terkait sebagai sumber data.
Dalam penelitian ini juga ditujukan unutk mengetahui jenis partisipasi masyarakat dan melihat
sampai mana masyarakat berkontribusi terhadap pengembangan desa.

Kata kunci: Partisipasi masyarakat, desa wisata, desa Penglipuran.

1. Pendahuluan
Partisipasi masyarakat dalam hal pembangunan sebuah wilayah tidak dapat dipisahkan
baik dalam skala kota maupun desa. Berkembanganya jaman menuntut sebuah desa unutk
berkembang, dalam hal ini pada sektor pariwisata. Kejenuhan terhadap bentuk wisata modern
dan ingin kembali merasakan kehidupan di alam pedesaan serta berinteraksi dengan masyarakat
dan aktifitas sosial budayanya menyebabkan berkembangnya pariwisata di daerah-daerah
pedesaan yang dikemas dalam bentuk desa wisata. (andriyani A.A., dkk, 2017). Begitu pula
Bali, tempat yang sudah akrab dengan pariwisata. Perkembangan pariwsata selayaknya memiliki
imbas yang baik. salah satu dampak dari sector pariwisata adalah tindakan eksploitasi Sumber
Daya Alam. (wibowo I nengah, 2019). Hal tersebut tentu tidak dapat diteruskan. Pemenuhan
sebuah wisata yang berimbas minim dan memajukan kawasan rural/pedesaan kini menjadi
solusi. Dalam pelaksanaanya, peran masyrakat pedesaan penting karena sebagai pelaku utama
pembangunan di wilayahnya.

Desa Penglipuran sebagai desa wisata yang berada di sisi utara pulau bali tahun 1993
sudah ditetapkan oleh pemerintah menjadi desa wisata. Sebagai desa yang menurut lokasinya
cenderung minim dikunjungi wisatwan, pengembangan desa berdasarkan partisipasi masyarakat
pennting untuk dilakukan. Dengan berkembangnya sebuah kawasan desa, tentu dapat
meningkatkan tarf hidup masyarakatnya. Dalam penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat participatory rural appraisal pada desa Penglipuran Bali. Melalui penelitian ini
diharapkan dapat diketahui tingkat partisipasi masyarakat pedesaan dan didapatkan solsusi
terhadap masalah desa serta strategi perencanaan pengembangan desa ke depan.

Jurnal RUAS, Volume x No x 1


2. Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Menggunkan data sebanyak-
banyaknya. Pendekatan menggunakan PRA (Participatory Rural Appraisal) , teknik
pengambilan data dengan menggunakan stdui literature baik dari jurnal maupun sumber lain
yang akurat, seperti website pemerintah. Dan teknik analisis data deskriptif kualittatif.
Penggunakan alat PRA sendiri merupakan perpanjangan dan penerapan dari pemikirian,
pendekatan, dan metode antropologi, terutama menyangkut konsep mengenai pembelajaran
yang fleksibel di lapangan, nilai penting dari observasi-partisipasi, pentingnya pendekatan
(rapport), pembedaan cara pandang etik (cara pandang peniliti) dan emik (cara pandang anggota
komunitas), serta validitas dari pengetahuan lokal (Chambers dalam Hudayana, dkk. 2019).
Dalam penelitian ini terdapat modifikasi pada alat PRA sendiri. Penggunaan PRA
dengan menempatkan pbjek penelitian sebagai subjek mengharuskan peneliti terjun langsung ke
lapangan. Kondisi pandemic covid 19 menyebabkan kesulitan penelitian terjun langsung ke
lokasi studi, oleh karenanya penggunaan sumber data pada artikel ilmiah berdasarkan metode
pengambilan data observasi lapang, hal ini bertujuan untuk mendapatkan data langsung dari
subjek penelitian yaitu masyarakat desa Penglipuran Bali.

3. Hasil Dan Pembahasan


Pada peneltian ini pendekatan PRA dibagi pada 3 tahap partisipasi pada masyarakat,
yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan. Dalam menganalisa partisipasi masyarakat
digunakan beberapa teknik PRA sesuai data yang diperoleh yaitu; lintasan sejarah, rangking
masalah, rangking sosial ekonomi, analisis SWOT, diagram venn, garis kecenderungan

3.1 Subjek Penelitian Desa Penglipuran

a. Lintasan Sejarah

pada tahun1990, upaya pelestarian di Desa Wisata Penglipuran dari segi fisik yaitu
dengan mempertahankan keaslian bahan dan bentuk bangunan rumah warga yang ramah
lingkungan yaitu angkul angkul (pintu masuk) yang berbahan tanah dan beratap bambu, paon
(dapur tradisional) yang dindingnya terbuat dari gedeg (anyaman bambu) dan bale saka enem
yang juga beratap bambu. Untuk menjaga kenyamanan dan keasrian lingkungan, masyarakat
setempat membuat taman di depan rumah mereka (telajakan) yang ditanami dengan aneka
ragam tanaman bunga serta adanya pelarangan masuknya kendaraan bermotor di pekarangan
induk pada jam-jam tertentu. Masuk tahun 1993 Desa Penglipuran secara resmi ditetapkan oleh
pemerintah menjadi desa wisata, (SK) Bupati No. 115 tanggal 29 April 1993. Pada tahun 1995
menerima penghargaan Kalpataru, mempertahankan dan memelihara 75 hektar hutan bambu
dan 10 hektar vegetasi lainnya yang menjadi ciri khas desanya. Hingga tahun 2016 Trip Advisor
memberi penghargaan berupa The Travellers Choice Destination 2016 Penglipuran sebagai desa
kedua terbaik setelah Kepulauan Galapagos di Ekuador, di tahun 2017 mendapat penghargaan
ISTA (Indonesia Sustainable Tourism Award) dengan peringkat terbaik untuk kategori
pelestarian budaya. Dan 2018 dinobatkan sebagai desa paling bersih ketiga di dunia oleh
Bombastic Magazine.

b. Rangking Masalah

sebagai desa wisata yang berhadapan dengan pariwisata bali dan modernitas, beberapa
masalah yang timbul yaitu;

1. kalangan generasi muda yang berusaha untuk memodifikasi bentuk rumahnya ke arah
modern, hal ini tentu saja akan mengubah image/citra desa tradisional.

Jurnal RUAS, Volume x No x 2


2. sikap masyarakat terhadap usaha dagang dan penataan lingkungan. Masih adanya
masyarakat yang menjajakan dagangan dengan cara mengacung atau menawarkan
dagangan dengan mendatangi wisatawan secara langsung, hal ini akan mengurangi
kenyamanan wisatawan.

3. kondisi beberapa bangunan rumah tradisional di Desa Wisata Penglipuran yang terlihat
sudah mengalami kerusakan dan beberapa rumah tidak berpenghuni terlihat tidak
terawat. beberapa atap angkul-angkul dan paon di beberapa rumah warga mengalami
penurunan kualitas. Atap angkul-angkul dan paon ini terbuat dari bambu, daya tahan
bambu berkisar antara 10 sampai dengan 20 tahun, lebih dari itu akan mengalami
pelapukan sehingga memelukan renovasi atau penggantian

4. bimbingan dan penyuluhan sehubungan dengan pengembangan pariwisata yang


dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli selama ini masih
sangat kurang, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Tidak adanya pelatihan khusus
kepada pemilik homestay serta kurangnya pemandu wisata dari masyarakat lokal.

5. Kurangnya fasilitas tertentu; lapangan parkir, tersedianya toilet umum yang bersih dan
nyaman serta berstandar internasional, belum adanya klinik kesehatan.

6. Kendala berkaitan dengan kegiatan promosi disebabkan jalur wisata ke Desa Wisata
Penglipuran bukan merupakan jalur basah sehingga kurang begitu diminati oleh guide
atau pemandu wisatawan external.

c. Rangking Sosial Ekonomi

masyarakat desa penglipuran memiliki jenis mata pencaharian yang cukup beragam.
Keberagaman ini terlihat dari banyaknya mata pencaharian yang berada diluar sektor pertanian.
Dalam hal pendidikan, masyarakat desa masih dominan menengah rendah. Hal ini dibuktkan
dengan banyaknya masyarakat yang berpindidikan akhir lulusan SLTP, dalam hal ini masyarakat
desa penglipuran secara ekonomi masih bisa digolongkan masyarakat menengah.

Tabel 1 Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Penglipuran


Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (orang) Presentase (%)
Petani 45 13,31
TNI/Polri 6 1,77
PNS 26 7,69
Guru 25 7,39
Pensiunan PNS 13 3,84
Bidan 2 0,59
Tukang 33 9,76
Pengrajin Bambu 75 22,18
Pengrajin Makanan 24 7,10
Pengrajin Loloh Cemcem 11 3,25
Kapal Pesiar 35 10,35
Peternak 8 2,36
Penjahit 6 1,77
Pelukis 3 0,88
Pengrajin Kayu 8 2,36
Jasa Laundry 2 0,59
Veteran yang mendapat TUVET 16 4,73
jumlah 338 100

Jurnal RUAS, Volume x No x 3


Tabel 2 Tingkat Pendidikan Masyrakat Desa Penglipuran
Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (orang) Presentase (%)
Tidak tamat SD 18 2,88
Tamat SD 69 11,07
Tamat SLTP 362 58,10
Tamat SLTA 94 15,08
D1 11 1,76
D2 22 3,53
D3 6 0,96
S1 48 7,70
S2 2 0,32
jumlah 623 100

d. Analisis SWOT
analisis berdasarkan kelebihan, kekurangan, peluang, dan ancaman desa dengan topik
utama pada bidang pariwisata. Dalam analisa ini terdapat komponen pariwisata attraction,
accesbility, amenities, ancliliary.
1. attraction; berupa pertunjukan seni tari maupun aktifitas keseharian masyarakat yang
unik, seperti bersih desa bersama, maupun ketrampilan membuat prakarya. Bangunan rumah
tradisional yang masih lestari serta kondisi alam yang asri.
2. accesbility; dalam hal kemudahan akses, desa mudah ditempuh karena berada di dekat
jalan provinsi. Kelemehana dalam akses adalah kurang startegis titik lokasi desa yang jarang
dilalui perjalanan wisata oleh agen perjalanan wisata.
3. amenities; beberpa pendukung masih terbilang sederhana yaitu hanya fasilitas parkir
kendaraan, toilet umum, dan pos informasi.
4. anciliary; dalam upaya kelembagaan, desa sudah memiliki lembaga desa adat atau
bandesa sekaligus sebagai kelompok sadar wisata. Dukungan dari pemerintah daerah khusunya
pemerintah kabupaten Bangli juga masih ada.
Tabel 3 Analisis SWOT
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman
 Struktur bangunan yang  Kurangnya sarana  Desa sudah terkenal/popular  Berkembangnya desa
unik pendukung pariwisata.  Salah satu desa terbersih di wisata lain
 Kondisi lingkungan dan  Belum dikembangkan dunia  Mulai adanya perubahan
alam yang asri potensi pendukung kawsan  Prestasi sebagai desa terbaik penataan rumah penduduk
 Adat istiadat yang lestari  Belum adanya wisata kuliner nasional bidang konservasi di kawasan desa wisata
 Rendahnya kualitas lingkungan  Masuknya budaya luar
pengelola wisata  Ketergantungan terhadap
 Kurangnya informasi paket wisata
wisata kepada agen wisata  Isu keaman nasiona

Penerapan strategi berdasarkan analisis SWOT

1. Strategi SO (kekuatan x peluang)


kedepannya desa wisata penglipuran harus tetap melestarikan adat istiadatserta budaya yang
mereka miliki dan mulai melakukan inovasi lain seperti; lebih memperbanyak atraksi wisata,
meningkatkan promosi wisata, mengembangkan potensi pendukung wisata lainnya yang ada di
kawasan desa wisata penglipuran seperti penataan hutan bambu, wisata tirta tukad sangsang,
penataan taman pahlawan penglipuran, wisata kuliner dan lain sebagainya.
2. Strategi ST (kukatan x ancaman)

Jurnal RUAS, Volume x No x 4


melaksanakan perancangan pengembangan desa wisata penglipuran melalui peta rencana kerja,
membuat peraturan/awig-awig yang mengatur dan membatasi pembangunan yang dapat
mengurangi makna ke tradisionalan kawasan serta merusak potensiekologis, mengatur tentang
investasi, mengatur tentang kelestarian budaya lokal,
3. Strategi WO (kelemahan x peluang)
meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik itu pengelola maupun masyarakat penglipuran,
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengembangkan potensi yang ada. Baik itu kuliner,
kerajinan, penataan kawasan lain, meningkatkan kerjasama dengan pemerintah dan pelaku
pariwisata
4. Strategi WT (kelemahan x ancaman)
memperkuat lembaga pengelola pariwisata dan desa adat,tetap menjaga kelestarian budaya dan
lingkungan desa wisata penglipuran, serta meningkatkan kontribusi pariwisata bagi perekonomian
lokal dan sekitarnya

e. DiagramVenn
Kelembagaan adalah kondisi non-fisik yang pertama, kelembagaan yang ada di Desa Wisata
Penglipuran dapat dibagi 3 (tiga), yaitu :
1. Lembaga Adat (Desa Adat Penglipuran) diantaranya lembaga Desa Adat dan lembaga adat
yang berada dibawah naungan desa adat.
2. Lembaga Dinas diantaranya Lingkungan Penglipuran/Banjar Dinas Penglipuran,
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Hansip, dan Posyandu.
3. Lembaga pendukung baik adat maupun kedinasan, diantaranya Kelompok Wanita Tani
(KWT), Kelompok Perajin, Kelompok Ternak Sekaa Santi dan Sanggar Seni Tari dan
Tabuh.
Pemerintahan Desa Adat Penglipuran dipimpin oleh seorang Bendesa Adat dibantu oleh 2
orang Penyarikan, 12 orang Kancan Roras, Kelian Sekaa Gong, Kelian Sekaa Baris, Kelian Sekaa
teruna, Kelian Pecalang, Pengurus Pengelola Pariwisata, dan Pengurus (LPD). Organisasi ini
diresmikan pada tanggal 1 Mei 2012 melalui Surat Keputusan Nomor:
556/557/DISBUDPAR/2012 oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Daerah
Kabupaten Bangli. Organisasi pengelola desa wisata dibentuk dari kelompok sadar wisata yang
beranggotakan warga Desa Penglipuran dimana kelompok sadar wisata ini keberadaannya sudah
ada di desa wisata tersebut sebelum terbentuknya organisasi pengelola desa wisata. Peran
organisasi desa wisata adalah mengumpulkan ide-ide dari masyarakat melalui rapat-rapat desa,
mulai dari perencanaan, pengelolaan dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengembangan desa wisata.

Diagram 1 Struktur organisasi desa adat

Jurnal RUAS, Volume x No x 5


f. Garis kecenderungan dan Aktifitas Harian

setiap saat warga sudah mengawali kegiatan bersih-bersih setiap pekarangan rumah sejak
pagi hari. Tanpa ada kode tertentu yang bersifat formal yang menjadi penanda khusus untuk
menggerakan setiap warga agar bisa melakukan bersih-bersih, antar warga sudah dengan
sendirinya menumbuhkan kebiasaan perilaku bersih. Ketika satu warga yang memulai aktivitas
bersih-bersih di rumahnya, akan memotivasi warga lain untuk segera memulai kegiatan serupa.
aktivitas kehidupan warga sehari-hari dan dikemas dalam bentuk atraksi wisata meliputi atraksi
menganyam, membuat makanan tradisional, mengolah kopi, memanjat kelapa, meodong (adu
ayam), trancking Penglipuran-Cekeng, dan melihat pengolahan minuman tradisional loloh
cemcem. Partisipasi masyarakat lainnya nampak dalam menyediakan berbagai akomodasi wisata
yang dibutuhkan oleh wisatawan berupa tersedianya tempat penginapan atau homestay dan
warung yang menyediakan berbagai macam makanan dan minuman serta aneka cinderamata.
Seperti daerah lain yang ada di Bali, di Penglipuran masyarakatnya mengadakan upacara
yang biasa disebut ngaben/Upacara Kematian (Ngaben). Selain itu juga terdapat seni tari yang
dipertunjukan secara komersil dengan rentang waktu tertentu. Dalam periode tertentu, tergantung
dari program kerja pemerintah kabupaten Bangli, masih menerapkan pemberdayaan masyarakat
lewat beragam program kerja.

Tabel 4 Pemberdayaan oleh Pemerintah Kab.Bangli

Tabel 5 Daftar atraksi wisata desa

Jurnal RUAS, Volume x No x 6


Tabel 6 Pemasukan sumber dana

Menurut Peraturan Bupati Kabupaten Bangli, pembagian hasil penjualan tiket antara
pemerintah daerah dengan desa adalah 60% ke Pemerintah Daerah Kabupaten Bangli dan 40%
diserahkan ke desa. Kemudian dari 40% yang masuk ke kas desa, 20% masuk ke kas desa adat dan
20% lagi ke pengelola desa wisata untuk dana operasional

g. Village map
perkembangan wilayah desa dalam hal ini cukup signifikan perubahannya. Terlihat dari
tahun 1970 hingga masa sekarang area pemukiman berkembang. Perkembangan pemukiman
sayangnya menjadi tidak terarah pada area area luar. Penataan dan pelestarian hanya terdapat pada
koridor utama desa.

Gambar 1 Peta Desa

Jurnal RUAS, Volume x No x 7


Gambar 2 Perubahan kawasan pemukiman

f. farm sketch
sebagai desa terbaik nasional dalam hal konservasi, perlindungan lingkungan masyarakat
dapat dilihat dari masih dominan area terbuka berupa lahan pertanian dan hutan bambu. Kedua
area ini dimanfaatkan secara bijak oleh masyarakat desa.

Tabel 7 Presentase tata guna lahan desa

3.2 Penglompokan Sosial Masyarakat


Berdasarkan analisis data teknik teknik PRA didapatkan pengelompokan masyarakat,
berdasarkan Charles Horton Cooley masyarakat desa Penglipuran termasuk kelompok masyarakat
Primer. Dengan kelas masyarakat menengah jika dilihat dari matriks sosial ekonomi. Sifat
stratifikasi maysrakat desa berfisat terbuka, masyarakat mampu membaur dengan kehidupan sosial
dari luar.

3.3 Partisipasi Masyarakat


Dalam proses pembangunan masyarakat desa, masyarakat terlibat dalam ketiga proses
tahapan baik perencanaan, pelaksanaan, maupun pemanfaatn. Pada proses perencanaan

Jurnal RUAS, Volume x No x 8


masyarakat setempat selalu dilibatkan dalam pembicaraan mengenai program pengembangan desa
wisata melalui rapat-rapat desa secara musyawarah mufakat. Kritik dan saran warga disampaikan
lewat I nengah (ketua bandesa) yang kemudian oleh I Nengah disampaikan pada lembaga terkait.
Pada partisipasi pelaksanaan, masyarakat menjadi pelaku utama kegiatan pariwisata di
desa. masyarakat melaksanakan kegiatan andalan wisata desa secara mandiri dengan wadah
organisasi desa. Begitu pula dengan intensif dari pemerintah digunakan dengan baik dan proses
pembinaan terserap dan dilaksanakan dengan cukup baik. Dengan perkembangan teknologi, kini
masyarakat mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan melalui jejaring media sosial dan website
desa dengan menawarkan paket wisata desa.
Pada proses pemanfaatan, masyarakat mendapat keuntungan dari desa sendiri. Namun
dengan sistem bagi hasil dengan pemerintah. Hasil pemanfaatan berupa keuntungan diputar
sebagai bentuk modal pengembangan desa.
Masyarakat berpartisipasi pada segala tahapan pembangunan. Dalam prosesnya,
masyarakat menggunakan peran pemerintah dalam bentuk pemberdayaan seperti seminar
pariwisata maupun intensif modal dan pembangunan fasilitas. Proses pembangunan pada Desa
Penglipuran diwadahi oleh 3 lembaga yang saling koordinatif. Meskipun telah memiliki program
kegiatan dan kelembagaan desa, namun masyarakat masih tidak bisa lepas dari peran pemerintah.
Oleh sebab itu jenis partisipasi masyarakat yaitu parsitisipasi Interaktif.

4. Kesimpulan
Penilaian partisipasi masyarakat dengan teknik PRA mendapatkan hasil bahwa
masyarakat cukup baik dalam partisipasi pembangunan baik dalam hal perencanaan,
pelaksanaan, maupun pemanfaatan. Sebagai desa wisata, desa Penglipuran telah memiliki
komponen pariwisata yang mencukupi. Beberapa yang harus diperbaiki seperti fasilitas umum
serta aksesbilitas. Melalui analisis teknik teknik PRA masyarakat dapat diketahui kelompok
sosial menengah dengan stratifikasi terbuka dan jenis partisipasi yaitu interaktif karena belum
benar benar bisa lepas dari peran pemerintah kabupaten Bangli.

Jurnal RUAS, Volume x No x 9


Daftar Pustaka

Ridwan Ikhwan, Dollo Asdar, Andriyani. 2019. Implementasi pendekatan Participatory Rural
Appraisal pada Program Pelatihan. Journal of Nonformal Education and Community
Empowerment. Vol 3 no. 2. 88-94.

Andriyani A.A., Martono Edhi, Muhamad. 2017. Pemberdayaan Masyarakat Melalui


Pengembangan Desa Wisata dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Sosial Budaya Wilayah
(Studi di Desa Wisata Penglipuran Bali). Jurnal Ketahanan Nasional. Vol. 23, no. 1, 1-6.

Kasuma I Putu A.W., Suprijanto Iwan. 2012. Karakter Ruang Tradisional Pada Desa Adat
Penglipuran, Bali. Jurnal Permukiman vol. 7 no. 1, 40-50.

Wibowo I Nengah A. 2019. Strategi Pengelolaan Desa Wisata Penglipuran Kabupaten Bangli.
Public Inspiration: Jurnal Adinistrasi Publik. Vol. 4 no. 2, 91-96. Denpasar.

fathorrahman,. 2020. Budaya Perilaku Bersih di Desa Penglipuran Bali. Sosiologi Reflektif, vol.
15 no. 1. 149-172.

Widiastuti. 2012. Ketahanan Budaya Masyarakat Bali Aga dalam Menciptakan Desa Wisata
yang Berkelanjutan. JURNAL KAJIAN BALI Volume 08, Nomor 01. 93-120. Pusat Kajian
Bali.

https://www.desapenglipuran.com/

https://disparbud.banglikab.go.id/

Jurnal RUAS, Volume x No x 10

Anda mungkin juga menyukai