ABSTRAK
Partisipasi masyarakat dalam hal pembangunan sebuah wilayah tidak dapat dipisahkan baik
dalam skala kota maupun desa. Desa Penglipuran merupakan desa dengan prestasi mencolok
baik nasional maupun internasional. Keberadaan pariwisata menambah geliat pengembangan
pada masyarakat. Kejenuhan terhadap bentuk wisata modern dan ingin kembali merasakan
kehidupan di alam pedesaan serta berinteraksi dengan masyarakat dan aktifitas sosial
budayanya menyebabkan berkembangnya pariwisata di daerah. . Pariwisata selayaknya
mambawa imbas bagi kesejahteraan masyarakat. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat
Desa Penglipuran terhadap pengembangan desa wisata menarik unutk diteliti. Teknik dalam
penelitian kali ini adalah dengan menggunakan Participatory Rural Appraisal (PRA) dengan
mengandalkan literature dan artikel ilmiah serta data lembaga terkait sebagai sumber data.
Dalam penelitian ini juga ditujukan unutk mengetahui jenis partisipasi masyarakat dan melihat
sampai mana masyarakat berkontribusi terhadap pengembangan desa.
1. Pendahuluan
Partisipasi masyarakat dalam hal pembangunan sebuah wilayah tidak dapat dipisahkan
baik dalam skala kota maupun desa. Berkembanganya jaman menuntut sebuah desa unutk
berkembang, dalam hal ini pada sektor pariwisata. Kejenuhan terhadap bentuk wisata modern
dan ingin kembali merasakan kehidupan di alam pedesaan serta berinteraksi dengan masyarakat
dan aktifitas sosial budayanya menyebabkan berkembangnya pariwisata di daerah-daerah
pedesaan yang dikemas dalam bentuk desa wisata. (andriyani A.A., dkk, 2017). Begitu pula
Bali, tempat yang sudah akrab dengan pariwisata. Perkembangan pariwsata selayaknya memiliki
imbas yang baik. salah satu dampak dari sector pariwisata adalah tindakan eksploitasi Sumber
Daya Alam. (wibowo I nengah, 2019). Hal tersebut tentu tidak dapat diteruskan. Pemenuhan
sebuah wisata yang berimbas minim dan memajukan kawasan rural/pedesaan kini menjadi
solusi. Dalam pelaksanaanya, peran masyrakat pedesaan penting karena sebagai pelaku utama
pembangunan di wilayahnya.
Desa Penglipuran sebagai desa wisata yang berada di sisi utara pulau bali tahun 1993
sudah ditetapkan oleh pemerintah menjadi desa wisata. Sebagai desa yang menurut lokasinya
cenderung minim dikunjungi wisatwan, pengembangan desa berdasarkan partisipasi masyarakat
pennting untuk dilakukan. Dengan berkembangnya sebuah kawasan desa, tentu dapat
meningkatkan tarf hidup masyarakatnya. Dalam penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat participatory rural appraisal pada desa Penglipuran Bali. Melalui penelitian ini
diharapkan dapat diketahui tingkat partisipasi masyarakat pedesaan dan didapatkan solsusi
terhadap masalah desa serta strategi perencanaan pengembangan desa ke depan.
a. Lintasan Sejarah
pada tahun1990, upaya pelestarian di Desa Wisata Penglipuran dari segi fisik yaitu
dengan mempertahankan keaslian bahan dan bentuk bangunan rumah warga yang ramah
lingkungan yaitu angkul angkul (pintu masuk) yang berbahan tanah dan beratap bambu, paon
(dapur tradisional) yang dindingnya terbuat dari gedeg (anyaman bambu) dan bale saka enem
yang juga beratap bambu. Untuk menjaga kenyamanan dan keasrian lingkungan, masyarakat
setempat membuat taman di depan rumah mereka (telajakan) yang ditanami dengan aneka
ragam tanaman bunga serta adanya pelarangan masuknya kendaraan bermotor di pekarangan
induk pada jam-jam tertentu. Masuk tahun 1993 Desa Penglipuran secara resmi ditetapkan oleh
pemerintah menjadi desa wisata, (SK) Bupati No. 115 tanggal 29 April 1993. Pada tahun 1995
menerima penghargaan Kalpataru, mempertahankan dan memelihara 75 hektar hutan bambu
dan 10 hektar vegetasi lainnya yang menjadi ciri khas desanya. Hingga tahun 2016 Trip Advisor
memberi penghargaan berupa The Travellers Choice Destination 2016 Penglipuran sebagai desa
kedua terbaik setelah Kepulauan Galapagos di Ekuador, di tahun 2017 mendapat penghargaan
ISTA (Indonesia Sustainable Tourism Award) dengan peringkat terbaik untuk kategori
pelestarian budaya. Dan 2018 dinobatkan sebagai desa paling bersih ketiga di dunia oleh
Bombastic Magazine.
b. Rangking Masalah
sebagai desa wisata yang berhadapan dengan pariwisata bali dan modernitas, beberapa
masalah yang timbul yaitu;
1. kalangan generasi muda yang berusaha untuk memodifikasi bentuk rumahnya ke arah
modern, hal ini tentu saja akan mengubah image/citra desa tradisional.
3. kondisi beberapa bangunan rumah tradisional di Desa Wisata Penglipuran yang terlihat
sudah mengalami kerusakan dan beberapa rumah tidak berpenghuni terlihat tidak
terawat. beberapa atap angkul-angkul dan paon di beberapa rumah warga mengalami
penurunan kualitas. Atap angkul-angkul dan paon ini terbuat dari bambu, daya tahan
bambu berkisar antara 10 sampai dengan 20 tahun, lebih dari itu akan mengalami
pelapukan sehingga memelukan renovasi atau penggantian
5. Kurangnya fasilitas tertentu; lapangan parkir, tersedianya toilet umum yang bersih dan
nyaman serta berstandar internasional, belum adanya klinik kesehatan.
6. Kendala berkaitan dengan kegiatan promosi disebabkan jalur wisata ke Desa Wisata
Penglipuran bukan merupakan jalur basah sehingga kurang begitu diminati oleh guide
atau pemandu wisatawan external.
masyarakat desa penglipuran memiliki jenis mata pencaharian yang cukup beragam.
Keberagaman ini terlihat dari banyaknya mata pencaharian yang berada diluar sektor pertanian.
Dalam hal pendidikan, masyarakat desa masih dominan menengah rendah. Hal ini dibuktkan
dengan banyaknya masyarakat yang berpindidikan akhir lulusan SLTP, dalam hal ini masyarakat
desa penglipuran secara ekonomi masih bisa digolongkan masyarakat menengah.
d. Analisis SWOT
analisis berdasarkan kelebihan, kekurangan, peluang, dan ancaman desa dengan topik
utama pada bidang pariwisata. Dalam analisa ini terdapat komponen pariwisata attraction,
accesbility, amenities, ancliliary.
1. attraction; berupa pertunjukan seni tari maupun aktifitas keseharian masyarakat yang
unik, seperti bersih desa bersama, maupun ketrampilan membuat prakarya. Bangunan rumah
tradisional yang masih lestari serta kondisi alam yang asri.
2. accesbility; dalam hal kemudahan akses, desa mudah ditempuh karena berada di dekat
jalan provinsi. Kelemehana dalam akses adalah kurang startegis titik lokasi desa yang jarang
dilalui perjalanan wisata oleh agen perjalanan wisata.
3. amenities; beberpa pendukung masih terbilang sederhana yaitu hanya fasilitas parkir
kendaraan, toilet umum, dan pos informasi.
4. anciliary; dalam upaya kelembagaan, desa sudah memiliki lembaga desa adat atau
bandesa sekaligus sebagai kelompok sadar wisata. Dukungan dari pemerintah daerah khusunya
pemerintah kabupaten Bangli juga masih ada.
Tabel 3 Analisis SWOT
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman
Struktur bangunan yang Kurangnya sarana Desa sudah terkenal/popular Berkembangnya desa
unik pendukung pariwisata. Salah satu desa terbersih di wisata lain
Kondisi lingkungan dan Belum dikembangkan dunia Mulai adanya perubahan
alam yang asri potensi pendukung kawsan Prestasi sebagai desa terbaik penataan rumah penduduk
Adat istiadat yang lestari Belum adanya wisata kuliner nasional bidang konservasi di kawasan desa wisata
Rendahnya kualitas lingkungan Masuknya budaya luar
pengelola wisata Ketergantungan terhadap
Kurangnya informasi paket wisata
wisata kepada agen wisata Isu keaman nasiona
e. DiagramVenn
Kelembagaan adalah kondisi non-fisik yang pertama, kelembagaan yang ada di Desa Wisata
Penglipuran dapat dibagi 3 (tiga), yaitu :
1. Lembaga Adat (Desa Adat Penglipuran) diantaranya lembaga Desa Adat dan lembaga adat
yang berada dibawah naungan desa adat.
2. Lembaga Dinas diantaranya Lingkungan Penglipuran/Banjar Dinas Penglipuran,
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Hansip, dan Posyandu.
3. Lembaga pendukung baik adat maupun kedinasan, diantaranya Kelompok Wanita Tani
(KWT), Kelompok Perajin, Kelompok Ternak Sekaa Santi dan Sanggar Seni Tari dan
Tabuh.
Pemerintahan Desa Adat Penglipuran dipimpin oleh seorang Bendesa Adat dibantu oleh 2
orang Penyarikan, 12 orang Kancan Roras, Kelian Sekaa Gong, Kelian Sekaa Baris, Kelian Sekaa
teruna, Kelian Pecalang, Pengurus Pengelola Pariwisata, dan Pengurus (LPD). Organisasi ini
diresmikan pada tanggal 1 Mei 2012 melalui Surat Keputusan Nomor:
556/557/DISBUDPAR/2012 oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Daerah
Kabupaten Bangli. Organisasi pengelola desa wisata dibentuk dari kelompok sadar wisata yang
beranggotakan warga Desa Penglipuran dimana kelompok sadar wisata ini keberadaannya sudah
ada di desa wisata tersebut sebelum terbentuknya organisasi pengelola desa wisata. Peran
organisasi desa wisata adalah mengumpulkan ide-ide dari masyarakat melalui rapat-rapat desa,
mulai dari perencanaan, pengelolaan dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengembangan desa wisata.
setiap saat warga sudah mengawali kegiatan bersih-bersih setiap pekarangan rumah sejak
pagi hari. Tanpa ada kode tertentu yang bersifat formal yang menjadi penanda khusus untuk
menggerakan setiap warga agar bisa melakukan bersih-bersih, antar warga sudah dengan
sendirinya menumbuhkan kebiasaan perilaku bersih. Ketika satu warga yang memulai aktivitas
bersih-bersih di rumahnya, akan memotivasi warga lain untuk segera memulai kegiatan serupa.
aktivitas kehidupan warga sehari-hari dan dikemas dalam bentuk atraksi wisata meliputi atraksi
menganyam, membuat makanan tradisional, mengolah kopi, memanjat kelapa, meodong (adu
ayam), trancking Penglipuran-Cekeng, dan melihat pengolahan minuman tradisional loloh
cemcem. Partisipasi masyarakat lainnya nampak dalam menyediakan berbagai akomodasi wisata
yang dibutuhkan oleh wisatawan berupa tersedianya tempat penginapan atau homestay dan
warung yang menyediakan berbagai macam makanan dan minuman serta aneka cinderamata.
Seperti daerah lain yang ada di Bali, di Penglipuran masyarakatnya mengadakan upacara
yang biasa disebut ngaben/Upacara Kematian (Ngaben). Selain itu juga terdapat seni tari yang
dipertunjukan secara komersil dengan rentang waktu tertentu. Dalam periode tertentu, tergantung
dari program kerja pemerintah kabupaten Bangli, masih menerapkan pemberdayaan masyarakat
lewat beragam program kerja.
Menurut Peraturan Bupati Kabupaten Bangli, pembagian hasil penjualan tiket antara
pemerintah daerah dengan desa adalah 60% ke Pemerintah Daerah Kabupaten Bangli dan 40%
diserahkan ke desa. Kemudian dari 40% yang masuk ke kas desa, 20% masuk ke kas desa adat dan
20% lagi ke pengelola desa wisata untuk dana operasional
g. Village map
perkembangan wilayah desa dalam hal ini cukup signifikan perubahannya. Terlihat dari
tahun 1970 hingga masa sekarang area pemukiman berkembang. Perkembangan pemukiman
sayangnya menjadi tidak terarah pada area area luar. Penataan dan pelestarian hanya terdapat pada
koridor utama desa.
f. farm sketch
sebagai desa terbaik nasional dalam hal konservasi, perlindungan lingkungan masyarakat
dapat dilihat dari masih dominan area terbuka berupa lahan pertanian dan hutan bambu. Kedua
area ini dimanfaatkan secara bijak oleh masyarakat desa.
4. Kesimpulan
Penilaian partisipasi masyarakat dengan teknik PRA mendapatkan hasil bahwa
masyarakat cukup baik dalam partisipasi pembangunan baik dalam hal perencanaan,
pelaksanaan, maupun pemanfaatan. Sebagai desa wisata, desa Penglipuran telah memiliki
komponen pariwisata yang mencukupi. Beberapa yang harus diperbaiki seperti fasilitas umum
serta aksesbilitas. Melalui analisis teknik teknik PRA masyarakat dapat diketahui kelompok
sosial menengah dengan stratifikasi terbuka dan jenis partisipasi yaitu interaktif karena belum
benar benar bisa lepas dari peran pemerintah kabupaten Bangli.
Ridwan Ikhwan, Dollo Asdar, Andriyani. 2019. Implementasi pendekatan Participatory Rural
Appraisal pada Program Pelatihan. Journal of Nonformal Education and Community
Empowerment. Vol 3 no. 2. 88-94.
Kasuma I Putu A.W., Suprijanto Iwan. 2012. Karakter Ruang Tradisional Pada Desa Adat
Penglipuran, Bali. Jurnal Permukiman vol. 7 no. 1, 40-50.
Wibowo I Nengah A. 2019. Strategi Pengelolaan Desa Wisata Penglipuran Kabupaten Bangli.
Public Inspiration: Jurnal Adinistrasi Publik. Vol. 4 no. 2, 91-96. Denpasar.
fathorrahman,. 2020. Budaya Perilaku Bersih di Desa Penglipuran Bali. Sosiologi Reflektif, vol.
15 no. 1. 149-172.
Widiastuti. 2012. Ketahanan Budaya Masyarakat Bali Aga dalam Menciptakan Desa Wisata
yang Berkelanjutan. JURNAL KAJIAN BALI Volume 08, Nomor 01. 93-120. Pusat Kajian
Bali.
https://www.desapenglipuran.com/
https://disparbud.banglikab.go.id/