Anda di halaman 1dari 2

KEMANDIRIAN PANGAN: CITA-CITA BALI YANG SEJAUH

INI PALING TIDAK MUNGKIN DIREALISASIKAN

Semua berawal dari polemik impor beras pada awal tahun 2021. Impor
beras di Indonesia diwacanakan secara sepihak oleh Menteri Perdagangan
Muhammad Lutfi dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga
Hartarto dengan alasan untuk iron stock1. Wacana itu tidak hanya memicu
polemik di tingkat nasional, namun juga di tingkat regional Bali. Pada hari Selasa
tanggal 23 Juni 2021, GmnI Denpasar tegas mendesak Gubernur Bali agar
menolak beras impor masuk ke Bali. Dinamika panjang terjadi, mulai dari
diskusi-diskusi kecil; Webinar Impor Beras; audiensi dengan DPRD Bali; dan
audiensi langsung dengan Gubernus Bali telah terlaksana. Dinamika itu
memberikan kesimpulan bahwa sejauh ini Bali tidak mungkin mencapai cita-cita
kemandirian pangan.
Wacana kemandirian pangan Bali tersirat dalam visi gubernur, yaitu
Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Misi Gubernur Bai poin pertama berbunyi
“Memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, dan papan dalam jumlah
dan kualitas yang memadai bagi kehidupan Krama Bali”. Dalam misi gubernur
poin kedua bahkan tertulis secara lebih jelas diksi kemandirian pangan Bali, yaitu
“Mewujudkan kemandirian pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing
pertanian, dan meningkatkan kesejahteraan petani”. Hal itu menunjukan bahwa
cita-cita kemandirian pangan di Bali seharusnya menjadi agenda prioritas.
Visi misi Gubernur Bali menjadi dasar kuat GmnI Denpasar mendesak
gubernur agar tidak menerima beras impor masuk ke Bali. Apalagi statistik
menunjukan kondisi beras Bali pada subround2 pertama tahun 2021 dalam kondisi
surplus. Pada saat itu, BPS memproyeksikan potensi produksi padi subround
pertama 2021 sebesar 253.780 ton GKG. Mengacu pada data BPS 2019, rata-rata
konsumsi beras penduduk Bali adalah 7,24 kg/kapita/bulan. Jika asumsi nilai
rendemen gabah 64,02% sesuai angka revisi BPS 2018, dengan jumlah penduduk
sesuai SP 2020 sebanyak 4,32 juta jiwa, maka potensi ketersediaan beras per

1
Cadangan beras yang disimpan di Gudang Bulog.
2
Waktu empat bulanan, subround I artinya pada bulan Janurai – April.
kapita di Bali adalah 9,4 kg/kapita/bulan. Artinya jelas, beras di Bali dalam
kondisi surplus.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali dalam Webinar
Impor Beras tanggal 27 Maret 2021 memaparkan analisa data yang serupa.
Dengan jumlah penduduk sekitar 4,3 juta jiwa, Bali membutuhkan beras sebesar
421.400 ton per tahun atau 8,1 kg/kapita/bulan. Untuk memenuhi kebutuhan beras
itu, per bulan diperlukan luas tanam 9.640 Ha/bulan, setara dengan luas panen
9.158 Ha/bulan dengan asumsi produktivitas 6 ton per Ha dan rendemen gabah ke
beras 64%. Faktanya bila mengacu pada data tahun 2020, luar panen padi di
Provinsi Bali adalah 10.680 Ha/bulan. Data ini juga menunjukan kondisi beras di
Bali dalam kondisi surplus.
Anehnya masalah ini tidak pernah ditanggapi serius oleh Gubernur Bali.
Pasca didesak GmnI, Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan memang telah mengeluarkan wacana menolak beras impor di
salah satu media online lokal. Kenapa gubernur tidak berani berwacana langsung
di media yang lebih kredibel? Apakah Bali tunduk dengan oligarki 3 pusat? Hanya
gubernur yang bisa menjawabnya.

3
pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok
tertentu.

Anda mungkin juga menyukai