Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak
besar bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung
berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es,
gelombang panas, kebakaran liar dan wabah penyakit dan beberapa bencana alam
terjadi tidak secara alami. Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian
yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk
pula di dalamnya merupakan imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon
dari masyarakat, komunitas, individu maupun lingkungan untuk memberikan
antusiasme yang bersifat luas. (Koko Wijiyanto, Recognize: Pencegahan dan
Manajemen Bencana. 2013)

Tanggal 29 Mei 2006, saat itu masyarakat di Kecamatan Porong, Kabupaten
Sidoarjo dikejutkan oleh bau menyengat yang tiba-tiba tercium. Setelah diselidiki,
ternyata bau tersebut ditimbulkan oleh kebocoran pipa gas disumur eksplorasi
minyak bumi dan gas (migas) Banjar Panji- 1 (BPJ-1) milik PT. Lapindo Brantas
Inc. Menurut Walhi (Wahana Lingkungan Hidup, untuk lengkapnya kunjungi
situs walhi.or.id), bau yang menyengat tersebut adalah gas Hidrogen Sulfida (HS),
salah satu gas yang berbahaya bagi kesehatan. Selain gas HS, kebocoran ini juga
diikuti dengan semburan lumpur panas yang semakin hari volumenya semakin
besar. Pihak manajemen Lapindo menyebutkan lumpur panas yang menyembur
2

tersebut akibat gempa bumi yang mengguncang wilayah Yogyakarta pada 27 Mei
2006. Pada tanggal 14 Juni 2006, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono
meminta Departemen Energi dan BP Migas untuk melakukan investigasi. Hasil
investigasi pada tanggal 19 Juni 2006, menyatakan bahwa semburan lumpur panas
tersebut akibat kesalahan pengeboran. Hasil investigasi tersebut secara otomatis
menggugurkan pernyataan manajemen Lapindo. Gugurnya pernyataan tersebut
kemudian diikuti dengan pernyataan Wakil Presiden Yusuf Kalla yang meminta
Lapindo menanggung semua kerugian bencana. (Majalah Tempo, edisi 3
Desember 2006)

Volume lumpur yang semakin besar tersebut, mengakibatkan dampak yang
sangat luar biasa. Volume lumpur yang keluar dari pusat semburan semakin
meningkat. Pada awal semburan pada tanggal 29 Mei 2006 29 Juni 2006,
volume semburan 5.000 m3 per hari. Namun mulai awal Agustus volume lumpur
yang keluar rata-rata mencapai 126.000 m3per hari. Ribuan orang mengungsi
karena rumah mereka telah terendam. Ratusan hektar lahan pertanian juga gagal
panen karena telah terendam lumpur. Puluhan pabrik juga telah merumahkan para
pekerjanya karena tempat produksi mereka juga telah terendam lumpur. (Surat
Kabar Jawa Pos, edisi 26 September 2006).
Selain itu, lumpur panas juga menenggelamkan jalan tol Surabaya-Malang.
Padahal jalan tol ini merupakan akses utama yang menghubungkan Surabaya-
Malang, selain jalan raya Porong. Sehingga yang terjadi kemudian, kemacetan
yang luar biasa terjadi di Jalan Raya Porong yang menjadi satu-satunya akses
terdekat yang menghubungkan Surabaya-Malang.
3

Dampak yang luar biasa tersebut, membentuk konstruksi bahwa peristiwa
ini dianggap sebagai bentuk pencemaran lingkungan yang sangat serius yang
diakibatkan oleh ekplorasi kekayaan alam, khususnya minyak bumi dan gas.
Semburan lumpur panas dianggap sebagai kesalahan PT. Lapindo Brantas Inc,
sebagai perusahaanyang memiliki ijin beroperasi di sumur eksplorasi migas
Banjar Panji-1 (BJP-1). Sehingga segala bentuk kerugian dan dampak negatif
yang timbul harus menjadi tanggung jawab PT. Lapindo Brantas Inc.
Di lain sisi, kejadian lumpur panas ini dikatakan bukan sebagai sebuah
kejadian secara sengaja, dikatakan oleh beberapa ilmuwan asal rusia yang
bernama Dr. Sergey V Kadurin sebagai Ketua Tim Ilmuwan Russian Institute of
Electro Physics, yang datang ke Jakarta untuk memaparkan hasil riset mereka
yang didasari oleh data sesmik dari Pemerintah Indonesia yang belum pernah
dikemukakan sebelumnya. Wakil Ketua Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo
(BPLS) Prof Dr Hardi Prasetyo juga turut menegaskan bahwa ancaman semburan
lumpur di Jawa memang sangat nyata, kendati selama ini belum masuk dalam
agenda bencana alam pemerintah selama ini. Pemberitaan ini diliput oleh tvOne
pada hari Jumat, 1 Oktober 2010 pada segmen Berita Petang (Dok tvOne.com. 11
Oktober 2013) ini terlihat sebagai salah satu pembelaan yang berasal dari media
ini dengan kata lain membenarkan bahwa sesungguhnya bencana lumpur panas ini
bukan sepenuhnya murni dari kesalahan pengeboran atau human error yang
dilakukan PT. Lapindo Brantas. Inc.
TvOne juga memberitakan tentang PT. Minarak Lapindo sebagai salah satu
anak perusahaan PT. Lapindo Brantas. Inc yang telah berupaya menyelesaikan
4

permasalahan perihal ganti rugi kepada para korban lumpur yang dimana sudah
berjalan 80%. Di dalam sebuah segmen tvOne ini turut dihadirkan Andi
Darussalam Tabussala sebagai Direktur Utama PT. Minarak Lapindo secara
telewicara yang mengatakan telah berjalannya penggantian ganti rugi sesuai
kesepakatan (Dok.tvOne. 18 Febuari 2013). Melalui pemberitaan ini, tvOne
memperlihatkan adanya upaya dari PT. Lapindo Brantas.Inc untuk menyelesaikan
permasalahan ini.
Pada saat terjadi kasus lumpur Lapindo, peneliti melihat adanya pro-
pemberitaan pada kasus semburan lumpur di Sidoarjo oleh media lainnya seperti
milik PT. Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) yang kita ketahui Anindya Bakrie
sebagai pemilik saham mayoritas di media tersebut, juga turut menukar istilah
lumpur lapindo menjadi lumpur sidoarjo yang juga di lakukan oleh tvOne.
Dimana kedua media ini berada di bawah Bakrie Group melakukan upaya
pencitraan dan pembenaran bahwa kasus tersebut disebabkan fenomena alam dan
bukan human error seperti pemberitaan media massa lainnya. Hal ini
menghilangkan pandangan negatif masyarakat tentang perusahaan Lapindo
melalui media pewartaan yang di berada di bawah naungan Bakrie Group.
Hal yang sama di lakukan oleh portal media Vivanews.com yang juga
menjadi salah satu portal berita online milik Bakrie Group, sebuah berita berjudul
Aburizal: Masalah Lumpur Sidoarjo Selesai Tahun 2012 dan mengutip
peryataan dari Aburizal Bakrie dalam sebuah acara audiensi bersama Ketua
Umum DPP Partai Golkar dengan Jajaran Partai Golkar Kalimantan Selatan, di
kediaman Aburizal, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 3 Mei 2012, Saya dan
5

keluarga sudah keluarkan dana hingga Rp 9 triliun dari uang pribadi saya, bukan
perusahaan. Jadi kalau modal calon presiden katanya Rp3 triliun, saya sudah 3
kali jadi Presiden. (politik.news.viva.co.id/news/read/310225-aburizal--masalah-
lumpur-sidoarjo-tuntas-2012, 11 Maret 2013) turut menguatkan pencitraan baik
tentang Aburizal Bakrie dalam permasalahan bencana lumpur lapindo ini.
Berita lainnya dari Vivanews.com yang berjudul Ada Gunung Lumpur Di
Sidoarjo yang berisikan berita tentang adanya dua kanal lumpur yang sewaktu-
waktu dapat meledak, Belum lama ini sekelompok ilmuwan geologi Rusia
menuntaskan riset enam bulan mereka tentang lumpur Sidoarjo (LUSI)
yang mengungkap temuan cukup mengejutkan. Mereka menyimpulkan Lusi
disebabkan oleh aktifnya gunung lumpur purba di daerah itu, akibat dua gempa
yang terjadi sebelumnya. Mereka juga menemukan bahwa terdapat dua kanal
lumpur panas yang berpotensi meletus sewaktu-waktu. (Berita Vivanews.com,
Senin 4 November 2010) yang dimana juga pemberitaan tersebut sama dengan
pemberitaan yang disiarkan oleh tvOne pada segmen Berita Petang pada tanggal
1 Oktober 2010. Hal-hal semacam ini menguatkan bahwa adanya setting media
yang dilakukan oleh petinggi media dalam upaya menutup-nutupi,
menyamarkan fakta yang terjadi dalam bencana lumpur lapindo.
Sebagai institusi kapitalis, media lebih berorientasi pada keuntungan dan
upaya untuk mengakumulasikan modal. Akibatnya, media massa berkompetisi
meyajikan produk informasi yang memiliki keunggulan pasar antara lain
informasi politik dan ekonomi. Ketika modal mengepung media massa, kalangan
industri media massa lebih menyerupai pedagang, mengendalikan pers dengan
6

memanfaatkan kepemilikan saham atau modal untuk mengontrol isi media atau
mengancam institusi media yang nakal. Kondisi ini terjadi karena tekanan
ekonomi kepada media. Akibatnya, terjadi pertarungan idiologi di dalam institusi
media itu sendiri. Media berada di persimpangan antara memihak kepada
kepentingan ekonomi atau memenuhi kewajiban moral. Kondisi ini diperparah
dengan adanya konglomerasi pemilikan media oleh segelintir orang. (Dwi Aris
Subekti, Yayasan Satu Dunia. 2011)
Independensi media dipertanyakan saat ini. Ada beberapa media yang
membela kepentingan pemerintah, ada yang membela pemilik modal, ada juga
yang berdiri mendukung kepentingan rakyat, Menurut Eko Maryadi, seorang
pembicara yang merupakan anggota dewan pengarah Aliansi Hurnalis Aliansi
Jurnalis Indonesia (AJI), mengungkapkan Tantangan yang paling mengancam
kebebasan pers Indonesia dewasa ini adalah intervensi pemilik media yang masuk
kedalam ruang redaksi. Pola kepemilikan media yang berpusat pada segelintir
penguasa, pengusaha, atau kombinasi dari keduanya, yang kini marak
berkembang di Indonesia, membuat media tak lagi bebas, tetapi di kontrol oleh
kepentingan tertentu dan bukan rahasia lagi jika pemilik media sering
menyusupkan misi politik dan bisnisnya kedalam pemberitaan pers
(berita2.com/nasional/umum/8058-intervensi-pemilik-media-ancam-kebebasan-
pers.html,9 Desember 2010)
Hingga sekarang, berita tentang bencana lumpur panas ini pun masih
muncul di beberapa sudut media massa baik cetak maupun elektronik. Isinya
kebanyakan membahas kelanjutan penanganan penduduk yang terkena bencana,
7

efek semburan lumpur terhadap alam, dan belum tuntasnya penyelesaian masalah
antara pihak pemerintah, perusahaan terkait, dan masyarakat. Walaupun sudah ada
ganti rugi, namun hal tersebut masih dirasakan sebagian penduduk tidak sesuai
dengan apa yang mereka alami. Di salah satu situs media online
Mediaindonesia.com yang berada di dalam ruang lingkup media yang sama
dengan Media Indonesia dan Metro tv yaitu milik Surya Paloh, menerbitkan berita
tentang Korban Lumpur Lapindo Tuntut Percepatan Ganti Rugi yang dimana
didalam berita tersebut ada 15 orang yang melakukan demo untuk menuntut
percepatan ganti rugi, Sebanyak 15 orang perwakilan korban lumpur Lapindo
dari dalam dan luar area peta terdampak melakukan aksi unjuk rasa memprotes
keterlambatan pembayaran ganti rugi yang dilakukan PT Minarak Lapindo Jaya,
Senin (27/12) (Berita Mediaindonesia.com, tanggal 27 Desember 2010).
Jika membandingkan pemberitaan di kedua media tersebut, sangat
berbeda sekali . Terlihat bagaimana media melakukan framing untuk membuat
agenda setting dalam pemberitaan Lapindo. Agenda setting ini sangat terkait
dengan kepentingan pemilik media. Konglomerasi dalam pemilihan berita yang
hendak disajikan kepada masyarakat luas juga sangat berpengaruhdan terjadinya
pemusatan kepemilikan media, Effendi Ghazali menilai tentang pemusatan
kepemilikan media di Indonesia saat ini sangat kental dengan nuansa politik dan
kepentingan penguasa, walaupun itu hak dia, namun bagaimana dengan hak
publik sebagai pemilik frekuensi. (suaramerdeka.com/
v1/index.php/read/2011/04/13/82831/ Pemusatan-Kepemilikan-Media-Kental-
Nuansa-Politik).
8

Pemilihan media tvOne tersebut didasari pada keinginan peneliti untuk
menganalisa bagaimana media yang latar belakang pemiliknya seorang politikus
dan media yang latar belakangnya masih berada pada posisi dimana pemilik
perusahaan PT. Lapindo Brantas ini juga seorang pemilik tvOne dalam
membingkai peristiwa-peristiwa yang terjadi dibalik bencana lumpur lapindo
untuk menjadi berita yang disajikan pada publik yang dimana disini peneliti
hendak menampilkan atau menonjolkan sisi-sisi di balik peristiwa yang telah
terjadi di balik peristiwa lumpur panas ini.
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka peneliti
merumuskan masalah penelitian ini adalah Bagaimana tvOne membingkai (frame)
pemberitaan tentang bencana lumpur lapindo yang terjadi di Porong Sidoarjo
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisa, mendeskripsikan dan memahami cara tvOne dalam
membingkai (frame) pemberitaan tentang bencana lumpur panas yang terjadi di
porong sidoarjo.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini di harapkan dapat terus memberikan manfaat di kemudian
hari baik bagi peneliti maupun pihak lain yang akan menggunakannya. Berikut
manfaat yang dimiliki penelitian ini yaitu :
9

1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambahkan khazanah
ilmu pengetahuan khususnya bagi peneliti yang secara khusus berkonsentrasi
mengkaji masalah framing dalam pemberitaan.
2. Manfaat praktis
Melalui peneltian ini secara praktis adalah di harapkan dapat membawa
masukan pemikiran pada media dalam menjaga prinsip keseimbangan dalam
menyampaikan berita.

Anda mungkin juga menyukai