Anda di halaman 1dari 35

KEPENTINGAN MASYARAKAT DIBALIK

TUNTUTAN GANTI RUGI ATAS SEMBURAN


LUMPUR DI SIDOARJO
Analisis mengenai konflik antara masyarakat yang ada di wilayah sekitar semburan
lumpur dan pihak PT. Lapindo dengan menggunakan alat bantu analisa bawang
bombay
(Disusun untuk melengkapi tugas dari mata kuliah Sosiologi Konflik)

Oleh:
Dede Kurniawati/0811210008 B-SOS 5

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2010

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama 4 tahun lumpur lapindo tidak saja menghilangkan ruang hidup puluhan ribu warga,
namun juga rusaknya lingkungan yang ada di sekitar semburan. Sawah-sawah dan tambak-tambak
tidak lagi bisa didayagunakan sejak semburan lumpur terjadi dan pembuangannya ke sungai porong.
Badan-badan publik yang menangani banyak sektor terkait lumpur lapindo juga cenderung tertutup
dalam memberikan informasi terkait masalah lumpur lapindo. Cukup sulit bagi warga maupun
masyarakat mendapatkan informasi detail dari dinas-dinas maupun departemen terkait. Padahal
informasi terkait tingkat hidrokarbon di udara yang telah mencapai 55.000 ppm, dari ambang batas
normal yang hanya 0,24 ppm sangat penting untuk diketahui masyarakat. Data itu menurut Walhi
lewat siaran persnya berdasarkan surat rekomendasi Gubernur Jawa Timur tanggal 24 Maret 2008.
Kondisi yang menyebabkan meningkatnya penderita ISPA pada tahun 2007 hingga lebih dari 46 ribu
jiwa, 2 kali lipat dari penderita tahun 2006 yang hanya 23ribu, harusnya diinformasikan sejak awal.
Tidak heran jika kemudian terjadi kematian warga yang tidak terdiagnosa dengan baik penyebabnya.
Walhi Jawa Timur mencatat sekurangnya 5 warga telah meninggal akibat buruknya kondisi
lingkungan yang ada.1
Semenjak Mei 2006, lebih dari 13,000 orang di wilayah Porong telah mengungsi dari delapan
desa. Dua puluh lima pabrik harus ditinggalkan, hektaran sawah, tambak ikan dan udang telah
musnah. Berbagai infrastruktur telah terganggu termasuk jalan tol, rel kereta api, saluran gas dan
minyak Pertamina. Pada tanggal 23 November 2006, telah terjadi sebelas ledakan yang fatal dari
pipa gas yang kemungkinan besar disebabkan oleh lumpur panas. Dikawatirkan akan terjadi dampak
terhadap lingkungan yang lebih besar apabila penyebaran lumpur panas melebar hingga ke Sungai
Porong dan ke laut. Diramalkan bahwa lokasi di sekitar pengeboran akan tenggelam bersamaan
dengan terbentuknya sebuah lubang. Di samping itu, berdasarkan hasil survei yang dilakukan
Danareksa Research Institute (DRI) pada bulan Maret 2007, bencana lumpur Lapindo di Porong,
Sidoarjo menjatuhkan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) pada bulan Maret di Jawa Timur sebesar
11,4 persen menjadi 75,3. Genangan lumpur panas mengganggu distribusi barang dan transportasi di
provinsi itu. Jalan tol yang sebelumnya sibuk kini tak dapat digunakan. Di lain pihak Menteri Negara.
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta memperkirakan kerugian
ekonomi akibat lumpur panas Lapindo Brantas di Sidoarjo lebih dari Rp7,6 triliun. 2
Penyelesaian ganti rugi untuk korban semburan lumpur di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur,
hingga kini belum tuntas. Luapan lumpur yang diakibatkan eksplorasi gas oleh PT Lapindo Brantas
sejak 29 Mei 2006 lalu, berdampak lebih besar terhadap lingkungan dan penduduk sekitar. Petaka
lumpur Lapindo telah berlangsung selama empat tahun. Hingga kini volume lumpur mencapai 10 juta
meter kubik. Pemerintah pusat juga telah mengeluarkan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja

Suara Merdeka.4 Tahun Lumpur Lapindo Rusak Lingkungan Sidoarjo.diakses tgl 15/12/2010.21:03.pada
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/05/28/55641/4-Tahun-Lumpur-Lapindo-RusakLingkungan-Sidoarjo
2
Azhar. Lumpur Sidoarjo dalam Perspektif Sosiologi Hukum. diakses tgl 15/12/2010, 21:49, pada
http://io.ppijepang.org/cetak.php?id=297

Negara (APBN) sebanyak Rp4,3 triliun. Sebaran lumpur Lapindo kini telah seluas 800 hektare,
dengan titik semburan mencapai 180 ribu titik, termasuk semburan baru yang jumlahnya diperkirakan
mencapai 30 ribu-50 ribu titik. Akibatnya 12 desa lenyap, sedangkan 9 desa masuk dalam zona
bahaya. Sebanyak 50 ribu jiwa mengungsi. Sementara kerugian akibat luapan lumpur Lapindo
mencapai Rp45 triliun per tahunnya.3
Dari uraian diatas terlihat banyak sekali masalah-masalah yang timbul semenjak terjadinya
semburan lumpur di Sidoarjo ini. Pihak lapindo merupakan salah satu pihak yang dipersalahkan atas
terjadinya bencana semburan lumpur tersebut. Masyarakat sekitar merasa dirugikan dengan adanya
semburan lumpur tersebut. Banyak rumah warga yang tenggelam, masyarakat kehilangan lahan
pekerjaan, akses transportasi terhambat, dan masih banyak masalah lainnya. Dari kondisi tersebut,
timbullah berbagai ketegangan-ketegangan antara pihak lapindo dengan masyarakat sekitar yang
menjadi korban sembburan lumpur. Masyarakat sekitar menuntut ganti untung atas segala kerugian
yang mereka alami semenjak adanya semburan lumpur di sidoarjo tersebut.
Melihat hal tersebut, penulis menjadi tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
Kepentingan Masyarakat Dibalik Tuntutan Ganti Rugi Atas Semburan Lumpur Di Sidoarjo mengenai
konflik yang terjadi antara masyarakat korban semburan lumpur dengan pihak lapindo. Dalam hal ini,
penulis terkonsentrasi untuk meneliti pada aspek kepentingan yang dimiliki masyarakat sekitar dalam
tuntutan ganti rugi yang mereka layangkan kepada pihak lapindo.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis menyusun beberapa rumusan masalah guna memperjelas pokok
masalah yang ingin dijelaskan. Rumusan masalah tersebut diantaranya:
1. Bagaimana situasi konflik yang terjadi antara masyarakat setempat dengan pihak lapindo terkait
dengan tuntutan ganti rugi yang diajukan masyarakat atas tenggelamnya lahan dan bangunan
mereka?
2. Bagaimana kepentingan dan kebutuhan masyarakat tentang tuntutan ganti rugi yang mereka
ajukan atas terjadinya semburan lumpur tersebut?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan penelitian ini adalah untuk lebih memahami tentang situasi
konflik yang terjadi antara masyarakat setempat dengan pihak lapindo terkait dengan tuntutan ganti
rugi yang diajukan masyarakat atas tenggelamnya tempat tinggal mereka dan untuk memahami
kepentingan dan kebutuhan masyarakat tentang ganti rugi atas terjadinya semburan lumpur tersebut.

Metrotvnews. Kerugian Luapan Lumpur Lapindo Sangat Besar. Diakses tgl 15/12/2010, 21:54, pada
http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2010/05/31/106282/Kerugian-Luapan-LumpurLapindo-Sangat-Besar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Konseptual
2.1.1 Situasi Konflik
Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang
berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling
terganggu. Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan
antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam
hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu
bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas
kerja (Wijono,1993, p.4). Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn
(1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: Conflictis a
situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or
experience some emotional antagonism with one another, yang kurang lebih memiliki arti
bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu
permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan
permusuhan satu dengan yang lainnya.4
Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam
suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok
dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma
yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan
untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat
memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai
macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangantunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis
seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang
berlarut-larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan
kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise
dan sebagainya.5
Situasi konflik (conflict situation) digambarkan C.R Mitchell sebagai situasi ketika terdapat
dua pihak atau lebih merasa menguasai tujuan,dimana tujuan-tujuan mereka tersebut saling
bertentangan. Terdapat sedikitnya sumber konflik, diantaranya yaitu perbedaan kepentingan,
perbedaan nilai, dan keterbatasan sumberdaya. 6
Dalam situasi konflik semburan lumpur di sidoarjo, terdapat pihak-pihak yang yang
mempunyai tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Berkaitan dengan situasi konflik yang ada di
4

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/04/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html, diakses tanggal 15/12/2010, 22:24


http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/04/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html, diakses tanggal 15/12/2010, 22:24
6
Teori Konflik diakses pada 15/12/2010. 23:07 (http://www.docstoc.com/docs/31341391/Teori-Konflik)
5

wilayah semburan lumpur sidoarjo, terdapat pihak-pihak yang merasa menguasai tujuan tertentu dan
tujuan- tujuan tersebut saling bertentangan. Pihak yang nampak sekali terkait dengan konflik
semburan lumpur ini antara lain yaitu pihak PT.Lapindo dengan masyarakat setempat. Dimana pihak
masyarakat mempunyai tujuan untuk menuntut ganti untung atas kerugian yang mereka rasakan
semenjak adanya semburan lumpur, sedangkan pihak PT. Lapindo mempunyai tujuan untuk
menjalankan usahanya tanpa mau menanggung kerugian yang besar.
2.1.2 Masyarakat
R.Linton berpendapat bahwa Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup
lama hidup dan bekerja sama,sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir
tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas tertentu. 7 Syarat-syarat dari masyarakat :
Harus ada pengumpulan manusia , dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang.
Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu
Adanya aturan UU yang mengatur mereka untuk menuju kepentingan dan tujuan bersama. 8
Orang-orang yang bertempat tinggal diwilayah semburan lumpur sidoarjo merupakan suatu
bentuk masyarakat. Dimana mereka telah hidup diwilayah yang sama dan bertempat tinggal dalam
kurun waktu yang cukup lama pula. Mereka telah berinteraksi dan menjalin hubungan sosial bersama.
Mereka telah telah tercatat secara administratif sebagai penduduk setempat oleh badan-badan
kependudukan wilayah tersebut.
2.1.3 PT. Lapindo
Perusahaan Lapindo Brantas merupakan anak perusahaan PT Energi Mega Persada Tbk,
yang 60% sahamnya dimiliki oleh Bakrie Group, pimpinan Aburizal Bakrie, mantan Menteri
Koordinator Perdagangan dan Industri yang sekarang menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan
Sosial.9
Perusahaan Lapindo Brantas ini merupakan salah satu pihak yang dianggap patut
bnertanggung jawab atas munculnya semburan lumpur di sidoarjo. Dalam proses kerja Lapindo
Brantas saat melakukan pengeboran di sekitar wilayah sidoarjo ditengarai mengalami kesalahan yang
membuat adanya semburan lumpur panas ini. Maka dari itu, masyarakat setempat melakukan
gugatan ganti rugi kepada pihak Lapindo Brantas atas segala kerugian yang dialami.
2.1.4

Tuntutan Ganti Rugi


Secara umum pengertian ganti rugi adalah sesuatu yang menjadi penukar atas suatu

yang tidak ada atau hilang. Pasal 1365 KUH Perdata hanya bermaksud bahwa ganti rugj
adalah

kerugian

pokok yang

ditimbulkan

oleh

perbuatan

melanggar

hukum,

sedangkan

ketentuan tentang macamnya ganti rugi yang harus dibayarkan karena perbuatan melanggar
hukum tidak diatur dalam undang-undang. Yang diatur hanyalah ganti rugi akibat /anprestasi
seperti yang ditentukan dalam pasal 1246 KUH Perdata yaitu biaya, rugi dan bunga yang oleh si
berpiutang boleh dituntut akan penggantiannya, terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah
dideritanya

dan

untung

yang sedianya

harus

dapat

dinikmati,

dengan

tak

mengurangi

pengecualian-pengecualian. Kerugian yang dimaksud dalam pasal 1365 KUH Perdata dapat
dibedakan dalam kerugian yang bersifat materiel dan kerugian yang bersifat immateriel.
Apabila berbicara mengenai kerugian yang bersifat materiel adalah kerugian harta kekayaan.
Kerugian harta kekayaan pada umumnya meliputi kerugian yang diderita oleh si penderita dan
7

Pengertian Masyarakat(http://viniagustia.blogspot.com/2009/12/pengertian-masyarakat.html)
ibid
9
N.A. (2006). Bakrie name at stake. Jakarta Post (http://www.thejakartapost.com), 15/12/2010, 21:40
8

keuntungan yang seharusnya diperoleh. Hal tersebut dipertegas oleh Hoge Raad tanggal 2
pebruari 1912 seperti yang di kemukakan oleh Rachmat Set iawan bahwa, "Pelaku perbuatan
mel awan hukum wajib

menggant ikerugian

yang

diderita

maupun keuntungan

yang

akan

diperoleh." Sedangkan kerugian yang bersifat immateriel ada1ah kerugian yang berhubungan
dengan moril yang pada umumnya sulit di niIai dengan uang. Kerugian ini adalah berkurangnya
kesenangan hidup yang semestinya dapat dinikmati oleh seseorang. Misalnya berupa kematian,
cacad seumur hidup, luka-luka dan sebagainya. Dalam menentukan besarnya ganti rugi harus
diperhitungkan keuntungan yang akan diperoleh pihak yang akan mengalami kerugian sebagai
akibat perbuatan melanggar hukurn10.
Selanjutnya

untuk

menuntut

ganti

rugi

haruslah memenuhi syarat

sebagaimana di

kemukakan oleh Moegni Djojodirdjo bahwa perbuatan itu haruslah mencakup adanya:
1. Perbuat an melawan hukum
2. Kesalahan
3. Kerugian ( schade )
4. Hubungan causal .
Yang dimaksud dengan perbuatan mel awan hukum yaitu berbuat atau tidak berbuat
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta norma-norma yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat yang berupa kesusilaan, keagamaan, sopan santun,dll.
Sedangkan yang dimaksud dengan adanya kesalahan atau kurang hati-hati seseorang sehingga
menyebabkan pihak lain menjadi korban, baik hal tersebut disengaja maupun tidak disengaja,
maka pihak yang menyebabkan orang lain menjadi korban tersebut dapat dituntut mengganti
kerugian asalkan perbuatan yang menimbulkan kerugian itu dapat dipersalahkan kepada pihak
yang menimbulkan kerugian tersebut. Yang dimaksud dengan kerugian atau schade adalah
kerugian-kerugian itu disebabkan karena kesalahan si pelaku. Yang terakhir adalah hubungan
kausal, yaitu dengan adanya perbuatan yang di lakukan seseorang dapat mengakibatkan pihak
Iain mendapat kerugian, Hubungan sebab akibat atau kausal memang sangat perlu karena
suatu akibat yang timbul tentunya ada yang menyebabkan. 11
Dengan adanya penjelasan dari syarat-syarat untuk menuntut ganti rugi, maka jelaslah
kiranya apabila ada seseorang merasa di rugikan oleh orang lain karena akibat dari suatu
perbuatan melanggar hukum, maka orang yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi,
asalkan saja tuntutan ganti rugi tersebut memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan diatas.
Sebagaimana dikemukakan

bahwa orang

yang

melakukan

perbuatan

melanggar

hukum

bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang ada dan pihak yang dirugikan mempunyai
hak untuk menuntut ganti rugi. Dalam menuntut ganti rugi berdasarkan pasal 1365 KUH
perdata ada beberapa kemungkinan atau bentuk dalam nremberi kan ganti rugi, yaitu:
1. Tuntutan ganti rugi dalam bentuk uang
2. Tuntutan pemulihan dalam bentuk natura
3. Gugatan untuk melarang suatu perbuatan gugatan ancaman
10

(http://digilib.ubaya.ac.id/skripsi/hukum/PE_1428_2880272/PE_1428_Bab%20II.pdf),15/12/2010, 21:49

11

ibid

4.

Gugatan

onrechtmatige.

terhadap

pernyataan untuk

hukum, bahwa suatu perbuatan adalah

12

Bentuk ganti rugi yang didasarkan pada pasal 1365 KUH Perdata dapat berupa uang
atau pengembalian keadaan semula (natura). Ganti rugi dalam bentuk natura lebih sulit dari
pada

pemberian

mengembalikan

ganti

rugi

dalam

seperti semula

bentuk

terhadap

uang, karena

mayat

seseorang

amat
atau

tidak
cacat

mungkin

untuk

tubuh seseorang.

Pemberian ganti rugi yang dilakukan oleh seseorang yang melakukan perbutan melanggar
hukum, jelas hal tersebut merupakan suatu tanggung jawab dari pihak pelaku. Sedangkan pihak
yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi yang besarnya dapat berupa kerugian
pokok ditambah biaya dan bunga. Kerugian pokok adalah kerugian yang nyata-nyata diderita
oleh pihak korban sebagai akibat dari perbuatan melanggar hukum yang di lakukan pihak lain.
Biaya yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang telah dikeluarkan oleh pihak korban
sebagai akibat dari perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pihak lain. Sedangkan
bunga yang dimaksud disini adalah keuntungan yang sekiranya akan didapat. Tetapi karena
ada perbuatan melanggar hukum, maka pihak korban gagal memperoleh keuntungan-keuntungan
yang ada. Mengenai besarnya ganti rugi sebagai akibat dari perbuatan melanggar hukum,
memang tidak diatur dalam KUH Perdata. Untuk itu aturan yang dipergunakan bahwa besarnya
ganti rugi karena perbuatan melanggar hukum sama dengan besarnya ganti rugi karena
wanprestasi. Namun bukan berarti pihak pelaku perbuatan rnelanggar hukum akan memberikan
seluruh kerugian yang diderjta oleh korban, melainkan dapat sebagian asal saja dapat disetujui
oleh pihak korban.13
Mengenai tuntutan warga korban semburan lumpur atas ganti rugi menurut Basoeki
Hadimuljono Ketua Tim Nasional (Timnas) Penanggulangan Semburan Lumpur mengatakan, kalau
Lapindo dan warga sudah menyepakati harga, baru memasuki tahap pendataan administrasi. Ini
penting bagi kedua belah pihak karena melalui data yang disepakati itu tidak akan terjadi tuntutan dan
kedua belah pihak tidak dirugikan.14
Masyarakat yang menjadi korban semburan lumpur merasa dirugikan karena sejak adanya
semburan lumpur ini, mereka banyak mengalami kerugian materiil maupun non materiil. Kerugian
warga yang bersifat materiil adalah telah tenggelamnya lahan dan bangunan yang mereka miliki.
Sedangkan kerugian immateriil yang dirasakan masyarakat setempat berupa kerugian piskologis dan
sosial. Maka dari itu masyarakat setempat melakukan gugatan ganti rugi kepada pihak yang dianggap
telah membuat kerugian bagi mereka, dalam hal ini adalah pihak Lapindo. Dalam tindakan menuntut
ganti rugi ini, masyarakat setempat sampai-sampai mengganti istilah ganti rugi dengan istilah ganti
untung karena mereka sangat khawatir jika pihak lapindo maupun pihak-pihak lain yang dianggap
perlu untuk bertanggung jawab tidak mengganti kerugian mereka sepenuhnya. Masyarakat setempat
merasa tidak ingin menanggung kerugian atas perbuatan pihak lain yang merugikan mereka, dan
12
13

14

ibid
ibid
Zulfa
Ely
Agus
Tiana
Wati.
Ganti
Untung
Dibayar
Sesudah
Data Disepakati
(https://hotmudflow.wordpress.com/2006/12/04/ganti-untung-dibayar-sesudah-data-disepakati/),18/12/2010,
20:12

ingin pihak yang dianggap telah merugikan mereka tersebut sebisanya mengganti semua kerugian
yang terjadi.
2.1.5 Lahan dan Bangunan
2.1.5.1 Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian
lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami
(natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan
(FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai
aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan
pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu.
Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal
tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan
kualitas

lahannya,

bila

dihubungkan

dengan

pemanfaatan

lahan

secara

lestari

dan

berkesinambungan.
Pada peta tanah atau peta sumber daya lahan, hal tersebut dinyatakan dalam satuan peta yang
dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya terdiri atas: iklim, landform (termasuk litologi,
topografi/relief), tanah dan/atau hidrologi. Pemisahan satuan lahan/tanah sangat penting untuk
keperluan analisis dan interpretasi potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan
(Land Utilization Types = LUTs). Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah
yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas
satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa karakteristik lahan umumnya
mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh
terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis
lahan (peternakan, perikanan, kehutanan)15.
Masyarakat yang telah menjadi korban semburan lumpur di sidoarjo telah mengalami
beberapa kerugian, diantaranya adalah kerugian hilangnya lahan milik mereka. Lahan yang dulunya
dimiliki dan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan kini telah tenggelam oleh lumpur panas yang
telah ada sejak 4 tahun lalu. Dengan adanya semburan lumpur ini, lahan masyarakat setempat
tidaklah bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan lagi. Semuanya telah tenggelam oleh
genangan lumpur panas.
2.1.5.2 Penggunaan lahan
Penggunaan lahan untuk pertanian secara umum dapat dibedakan atas: penggunaan lahan
semusim, tahunan, dan permanen. Penggunaan lahan tanaman semusim diutamakan untuk tanaman
musiman yang dalam polanya dapat dengan rotasi atau tumpang sari dan panen dilakukan setiap
musim dengan periode biasanya kurang dari setahun. Penggunaan lahan tanaman tahunan
merupakan penggunaan tanaman jangka panjang yang pergilirannya dilakukan setelah hasil tanaman
tersebut secara ekonomi tidak produktif lagi, seperti pada tanaman perkebunan. Penggunaan lahan
permanen diarahkan pada lahan yang tidak diusahakan untuk pertanian, seperti hutan, daerah
konservasi, perkotaan, desa dan sarananya, lapangan terbang, dan pelabuhan 16.
15

Evaluasi Lahan. http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/evaluasi_lahan.php. 15/12/2010, 21:53

16

ibid

Lahan yang dimiliki masyarakat korban semburan lumpur ini sebelumnya digunakan dan
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Sebagian besar dimanfaatkan untuk persawahan, ada yang
dimanfaatkan untuk tanah pemakaman umum, dimanfaatkan untuk investasi dalam penjual belian
tanah, dll. Lahan-lahan tersebut sangat berarti bagi masyarakat setempat pada umumnya.
2.1.5.2 Banguna yang Dimiliki Masyarakat
Secara umum pengertian bangunan adalah sesuatu yang memakan tempat. Sedangkan
pengertian

mendirikan

bangunan

sebagaimana

yang

diatur

dalam

Perda

adalah

Pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali,


menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan.
Hukum perizinan adalah merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara. Adapun yang dimaksud
dengan perizinan adalah: melakukan perbuatan atau usaha yang sifatnya sepihak yang berada di
bidang Hukum Publik yang berdasarkan wewenang tertentu yang berupa penetapan dari permohonan
seseorang maupun Badan Hukum terhadap masalah yang dimohonkan. Menurut Prins, Verguinning
adalah keputusan Administrasi Negara berupa aturan, tidak umumnya melarang suatu perbuatan tapi
masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing
hal yang kongkrit, maka perbuatan Administrasi Negara yang diperkenankan tersebut bersifat suatu
izin.17
Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian dari pada aktifitas
pemerintah dalam hal-hal tertentu dimana ketentuannya berisi pedoman-pedoman yag harus
dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh penjabat yang berwenang. Selain itu
tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu :

Dari Sisi Pemerintah, tujuan pemberian izin itu adalah :


a. Untuk melaksanakan peraturan apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan
tersebut sesuai dengan kenyataan dalam prakteknya atau tidak dan sekaligus untuk mngatur
ketertiban.
b. Sebagai sumber pendapatan daerah. Dengan adanya permintaan permohonan izin maka
secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan
pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak pula pendapatan
dibidang retribusi tujuan akhirnya yaitu untuk membiayai pembangunan.

Dari Sisi Masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah:


a. Untuk adanya kepastian hukum.
b. Untuk adanya kepastian hak
c.Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas. Bila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin
akan lebih mudah mendapat fasilitas.
Ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah mempunyai fungsi masing-masing.

Begitu

pula

halnya

dengan

ketentuan

tentang

perizinan

mempunyai

fungsi

yaitu:

a. Fungsi penertib, dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan

17

Pengertian Izin Mendirikan Bangunan.2009(http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/pengertian-izin-mendirikanbangunan/) 19/12/2010, 13:44

bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam
setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud.
b. Fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan
peruntukannya, sehingga tidak terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain,
fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah.
Tujuan izin mendirikan bangunan adalah untuk melindungi kepentingan baik kepentingan
pemerintah maupun kepentingan masyarakat yang dutujukan atas kepentingan hak atas tanah. 18
Sebelum adanya semburan lumpur, masyarakat setempat mempunyai bangunan yang
mereka manfaatkan untuk berbagai keperluan. Bangunan-bangunan ini dibuat masyarakat sesuai
dengan hak milik mereka yang telah diatur dalam sistem hukum yang berlaku. Bangunan-bangunan
yang dibuat ini dimanfaatkan untuk rumah, ruko, tempat sekolah, perkantoran, dll. Bangunanbangunan ini merupakan salah satu aset warga yang sangat penting untuk menunjang kelangsungan
hidup masyarakat sidoarjo ini.
2.1.6

Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku

karena ada dorongan untuk memenuhi kebutuhan individu itu sendiri. Jika individu berhasil dalam
memenuhi kepentingannya, maka ia akan merasa puas dan sebaliknya kegagalan dalam memenuhi
kepentingan ini akan banyak menimbullkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya.
Umumnya secara pskologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu, yaitu kepentingan
untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/pskologis. Oleh karena individu
mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis didalam aspek pribadinya
baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal
kepentingannya. Perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor
pembawaan dan lingkungan sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu. 19
Setiap manusia berhak mempunyai rasa aman dalam kehidupannya karena bila tidak individu
itu akan merasa tidak aman dalam kehidupannya sendiri. Individu juga harus mempunyai
perlindungan diri karena akan menjadikan rasa aman pada dirinya. Sama saja kita sebagai individu
mempunyai hak-hak yang wajib kita dapat seperti, hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak untuk
beribadah, dst. Dengan demikian, HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang
Maha Pencipta. HAM mencakup 2 jenis hak yang mendasar/fundamental yaitu:

hak persamaan, misalnya hak untuk diperlakukan tanpa diskriminasi, dst.

hak kebebasan, misalnya kebebasan untuk beribadah, kebebasan untuk menyampaikan


pendapat, kebebasan untuk berserikat, dsb.

Perbedaan kpentingan itu antara lain berupa :


1. kepentingan indivdu untuk memperoleh kasih sayang
2. kepentingan indivdu untuk memperoleh harga diri
3. kepentingan individu untuk memperoleh pengharagaan yang sama
4. kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi
5. untuk dibutuhkan oleh orang lain
18
19

ibid
http://kikiantonika.blogspot.com/2010/11/bab-8-pertentangan-sosial-dan-integrasi.html,19/12/2010, 14:37

6. untuk memperoleh kedudukan didalm kelompoknya


7. kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri
8. kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri20
Selain adanya kepentingan yang berasal dari masing-masing individu, di dalam masyarakat
ada yang namanya kelompok kepentingan. Kelompok kepentingamn/ Interest Group ini adalah setiap
organisasi

yang

berusaha

mempengaruhi

kebijaksanaan

pemerintah,

tanpa

berkehendak

memperoleh jabatan publik. Kecuali dalam keadaan luar biasa, kelompok kepentingan tidak berusaha
menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung. Sekalipun mungkin pemimpin-pemimpin /
aanggotanya memenangkan kedudukan-kedudukan politik berdasarkan pemilihan umum, kelompok
kepentingan itu sendiri tidak dipandang sebagai organisasi yang menguasai pemerintahan. Jenisjenis kelompok kepentingan menurut Gabriel a. Almond adalah meliputi:
1. Kelompok anomic, dimana kelompok yang terbentuk diantara unsur-unsur dalam masyarakat
secara spontan dan hanya seketika, dan arena tidak memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang
mengatur, maka kelompok ini sering tumpang tindih (overlap) dengan bentuk-bentuk partisipasi
politik non-konvensional, seperti demonstrasi, kerusuhan, tindakan kekerasan politik, dll.
2. Kelompok Non Assosiasional, adalah kelompok yang termasuk kategori kelompok masyarakat
awam (belum maju) dan tidak terorganisir dan kegiatannya bersifat temporer. Wujud kelompok ini
antara lain adalah kelompok keluarga, keturunan, etnik, regional yang menyatakan kepentingan
secara kadangkala melalui individu-individu, kepala keluarga, dan atau pemimpin agama.
3. Kelompok Institusional, adalah kelompok formal yang mempunyai struktur, visi, misi, tugas,
fungsi, serta sebagai artikulasi kepentingan. Contohnya, partai politik, korporasi bisnis, Badan
Legislatif, militer, Birokrasi, dll.
4. Kelompok Assosiasional, adalah kelompok yang terbentuk dari masyarakat dengan fungsi untuk
mengartikulasi kepentingan anggotanya kepada pemerintah atau perusahaan pemilik modal.
Contoh lembaga ini adalah Serikat Buruh, KADIN, Paguyuban, MUI, NU, Muhammadiyah, KWI,
dll.21
Tujuan dari Interest Group ini adalah:
a. Untuk melindungi kepentingannya dari dominasi dan penyelewengan oleh pemerintah/negara
b. Untuk menjadi wadah bagi pemberdayaan masyarakat dalam kehidupannya
c.

Untuk menjadi wadah pengawasan dan pengamatan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi
pemerintah/negara

d. Untuk menjadi wadah kajian dan analisis bagi aspek-aspek pembangunan nasional dalam
semua bidang kehidupan.22
Dalam konflik yang terjadi pada peristiwa semburan lumpur di Sidoarjo ini, ada banyak
berbagai kepentingan. Kepentingan-kepentingan antara masing-masing pihak tidaklah selalu sama.
Tidaklah heran jika dari perbedaan kepentingan ini, kerap timbul gesekan-gesekan antar masyarakat
atau antara masyrakat dengan pihak yang dianggap berkewajiban untuk bertanggung jawab atas
kejadian yang terjadi, dalam hal ini pihak Lapindo Brantas dan juga pemerintah. Gesekan
20
21
22

ibid
pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/.../94018-5-235235701325.doc. 19/12/2010, 15:02

ibid

kepentingan-kepentingan yang berbeda ini kemudian menimbulkan konflik atas persoalan ini. Maka
dari itu, kemudian muncul beberapa kelompok kepentingan dari masing-masing pihak yang berkonflik.
Dari masyarakat korban lumpur sendiri, kelompok kepentingan yang ada berupa paguyuban rakyat,
yang anggotanya terdiri dari perwakilan rakyat korban lumpur. Paguyuban inilah yang sering bererak
untuk menyalurkan kepentingan-kepentingan masyarakat korban semburan lumpur ke pihak yang
dianggap perlu untuk bertanggung jawab atas semua peristiwa yang terjadi.
2.1.7

Semburan Lumpur
Richard Davies, salah seorang peneliti dari Pusat Penelitian Sistem Energi Bumi (CeREES)

dalam laporan pada tahun 2007 telah mengemukakan bahwa penyebab semburan lumpur di Sidoarjo
adalah kesalahan dalam proses pengeboran yang tidak menggunakan lapisan (casing). Selain tidak
menggunakan casing dalam proses pengeborannya, prosedur pengeboran P.T Lapindo Brantas juga
diduga menggunakan teknik pengeboran bertekanan rendah (a low pressure drilling technique) dan
juga tidak ada pengawasan dari pihak perusahaan serta Kementerian Lingkungan Hidup. Tanpa
adanya lapisan pengaman (casing), benda cair dari berbagai tingkatan dapat masuk lubang yang
dibor dan menyembur ke permukaan.23
Hasil penyelidikan pihak kepolisian juga menemukan adanya kesalahan standar pengeboran
dalam kasus ini. Menurut juru bicara Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia Komisaris Besar
Polisi Bambang Kuncoko, kebocoran selama pengeboran yang dilakukan oleh PT Medicitra
Nusantara sebagai sub kontraktor dari PT Lapindo Brantas terjadi pada kedalaman 9.297 kaki di
dalam sumur gas yang sedang dibor. Menurut Bambang Kuncoko, baik sub kontraktor maupun
kontraktor harus bertanggung jawab. Dicurigai adanya tekanan lapisan cairan yang berukuran lebih
kurang 3 hingga 5 km di bawah tanah yang telah menyembur keluar. Pengeboran gas yang diakukan
oleh PT Lapindo Brantas sedalam 32 km yang menyemburkan gas bercampur lumpur yang ditengarai
oleh beberapa pihak sebagai lumpur gunung berapi. Hingga saat ini lumpur terus menyembur dan
berbagai cara telah ditempuh untuk menghentikannya, namun belum berhasil. 24
Adanya semburan lumpur yang telah terjadi selama kurun waktu lebih dari 4 tahun ini
membuat para masyarakat yang ada di sekitar semburan lumpur harus pindah ke tempat lain yang
lebih aman. Semburan lumpur panas bercampur gas telah menggenangi ratusan hektar lahan dan
pemukiman warga. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi semburan lumpur panas ini.
Namun hingga kini semburan lumpur tersebut masih ada dan semakin meluas. Masyarakat sekitar
menanggung dampak negatif dari peristiwa ini. Segala aspek kehidupan masyarakat sekitar lumpur
panas ini terganggu. Mereka kemudian menginginkan ganti rugi yang pantas atas segala kerugian
yang mereka alami.

2.2 Alat Analisis Konflik yang Digunakan


Sebagai calon analist social atau aktivis social yang akan hidup dan berkarya ditengah
masyarakat yang sarat dan rawan dengan konflik kekerasan termasuk konflik social dan politik,
seperti di Sidoarjo, Jawa Timur, tentang adanya semburan lumpur panas, kita sudah barang tentu
perlu mengetahui dengan lebih baik tentang dinamika, hubungan dan isu-isu dalam suatu situasi
23

Azhar. Lumpur Sidoarjo dalam Perspektif Sosiologi Hukum(http://io.ppijepang.org/cetak.php?id=297), 15/12/2010, 21:40

24

ibid

tertentu, sehingga kita akan terbantu merencanakan strategi dan melakukan tidakan yang lebih baik.
Wawasan pengetahuan dan pemahaman dimaksud umumnya bisa ditempu melalui dua cara yakni:
pertama, dengan menjalankan analisis konflik secara rinci dari berbagai sudut pandang; tetapi bisa
juga melalui upaya menggali isu-isu dan masalah-masalah tertentu yang berhubungan dengan
konflik-konflik tersebut. Dengan demikian, analisis konflik amat penting dilakukan.
Adapun analisis konflik dimengerti sebagai suatu proses intelektual-praktis untuk mengkaji dan
memahami kenyataan konflik dari berbagai sudut pandang. Selanjutnya pemahaman ini membentuk
dasar untuk mengembangkan strategi dan merencanakan tindakan. 25Alat bantu untuk menganalisis
situasi konflik dalam penelitan ini menggunakan analogi bawang bombay.
Teknik analisis bawang Bombay merupakan suatu cara untuk menganalisis perbedaan
pandangan tentang konflik dari pihak-pihak yang berkonflik. Tujuannya adalah: untuk bergerak
berdasarkan posisi publik masing-masing pihak dan memahami berbagai kepentingan serta
kebutuhan masing-masing pihak; juga untuk mencari titik kesamaan di antara kelompok-kelompok,
sehingga dapat menjadi dasar bagi pembahasan selanjutnya. Adapun teknik ini digunakan sebagai
bagian dari suatu analisis untuk memahami berbagai dinamika situasi suatu konflik; juga sebagai
persiapan untuk melancarkan dialong di antara kelompok-kelompok dalan suatu konflik; serta sebagai
bagian dari proses mediasi atau negosiasi.26
Dalam analisa tentang konflik ganti rugi semburan lumpur panas di sidoarjo ini, akan di jelaskan
dengan menggunakan teknik analisis bawang bombay. Dimana akan digali informasi tentang
pandangan tentang konflik dari pihak-pihak yang berkonflik dan memahami berbagai kepentingan dan
kebutuhan dari semua pihak yang berkonflik. Namun karena keterbatasan dan singkatnya waktu
penelitian, penulis hanya memfokuskan untuk memahami kepentingan dan kebutuhan dari pihak
korban semburan lumpur saja, tanpa mencari informasi dari pihak Lapindo Brantas.
2.3 Kerangka Teoritis
2.3.1 Teori Kebutuhan Manusia
Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan) pada intinya berkisar pada pendapat bahwa
manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal
(physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety
needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3)
kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada
umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization),
dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. 27
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadangkadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan
primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari
25

Rudi.2010. Teori Penyebab Konflik.http://rudilayn.blogspot.com/2010/11/teori-penyebab-konflik.html.19/12/2010, 9:20


ibid
27
Pengertian Motivasi dan Teori-Teori Motivasi.2009.(http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/pengertianmotivasi-dan-teori-teori-motivasi/), 15/12/2010, 20:41
26

cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas
kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu
yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat
pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual. Sambil memuaskan kebutuhan fisik,
seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan
teman serta ingin berkembang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai
kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa :

Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang
akan datang

Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya

Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai titik jenuh dalam arti tibanya suatu
kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan
kebutuhan itu.28
Seperti manusia pada umumnya, masyarakat korban semburan lumpur di Sidoarjo

mempunyai berbagai kebutuhan hidup. Sebelum adanya semburan lumpur tersebut, mereka telah
terbiasa memenuhi kebutuhan hidup mereka di wilayah tempat tinggal mereka. Kebutuhan ekonomi
dan sosial mereka cukupi dengan berjuang di wilayah pemukiman mereka semula. Tetapi dengan
semburan lumpur tersebut, mereka kemudian merasa kesulitan untuk memenuhi segala kebutuhan
hidup mereka, khususnya kebutuhan ekonomi dan sosial. Mereka harus beradaptasi dengan
lingkungan baru dan berusaha dari awal lagi untuk mencari jalan keluar dalam memenuhi kebutuhan
hidup mereka di tempat tinggal yang baru.
2.3.2 Teori Hubungan Masyarakat
Teori hubungan masyarakat, menyatakan bahwa konflik disebabkan oleh adanya polarisasi &
fragmentasi sosial, serta ketidakpercayaan dan permusuhan yang terus terjadi diantara kelompokkelompok masyarakat yang berbeda atau majemuk. Teori ini membantu menjelaskan adanya
kemajemukan dan ketegangan social yang sudah barang tentu terjadi karena perbedaan dan
pertentangan kepentingan, prinsip dan kehendak yang ada. Adapun sasaran yang ingin dicapai teori
ini adalah, pertama, meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok
yang mengalami konflik; kedua, mengusahakan toleransi agar masyarakat lebih bisa saling
memahami dan menerima keragaman & kesederajatan yang ada di dalamnya; ketiga, membantu
pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah
dan isu, dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingankepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap; serta keempat, melancarkan proses
pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak. 29

28
29

ibid
Rudi.2010. Teori Penyebab Konflik.http://rudilayn.blogspot.com/2010/11/teori-penyebabkonflik.html.19/12/2010, 9:20

Dalam situasi konflik atas semburan lumpur di sidoarjo, seakan timbul ketidak percayaan
masyarakat kepada pihak-pihak yang dianggap perlu bertanggung jawab atas terjadinya semburan
lumpur ini. Lebih tepatnya ketidak percayaan kepada pihak Lapindo brantas yang tidak kunjung
memberi ganti rugi secara penuh dan juga ketidakpercayaan kepada pemerintah yang dianggap
gagal memfasilitatori masyarakat untuk mendapatkan ganti rugi mereka. Perlu adanya negosiasi
antara pihak-pihak yang berkonflik ini berdasarkan kepentingan-kepentingan mereka hingga dicapai
kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian tentang Kepentingan Masyarakat Dibalik
Tuntutan Ganti Rugi Atas Semburan Lumpur Di Sidoarjo adalah qualitative researce. Menurut
Sugiono (2006, p. 8) dalam penelitian kualitatif ini, menjawab permasalahan penelitian secara

deskriptif. Hasil dari penelitian ini tidak akan diuraikan dengan perhitungan angka atau secara
statistik. Namun hanya akan menjawab permasalahan yang ada dengan menafsirkan data-data atau
informasi yang diperoleh secara ilmiah yang akan diuraikan dan di cari pemecahannya berdasarkan
teori yang ada secara sistematis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berawal
pada data dan bermuara pada kesimpulan ( Bungin, 2001: 18 ). Sasaran atau obyek penelitian
dibatasi, yaitu dalam hal ini sasaran/obyek dari penelitian ini adalah masyarakat setempat yang
menjadi korban adanya semburan lumpur di sidoarjo, lebih tepatnya masyarakat korban lumpur yang
berasal dari daerah reno kenongo, sidoarjo, yang telah tinggal di relokasi, yaitu perumahan reno joyo.
Pembatasan obyek penelitian dilakukan agar data yang diambil dapat digali sebanyak mungkin serta
agar penelitian ini tidak dimungkinkan adanya pelebaran obyek penelitian, oleh karena itu, maka
kredibilitas dari peneliti sendiri menentukan kualitas dari penelitian ini ( Bungin, 2001:26)
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian tentang Kepentingan Masyarakat Dibalik Tuntutan Ganti Rugi Atas Semburan
Lumpur Di Sidoarjo dilakukan di wilayah perumahan Reno Joyo, desa Kedung Kampil, Porong.
Dimana perumahan ini adalah perumahan yang belum lama ini ditempati oleh masyarakat yang dari
desa Reno Kenongo yang menjadi korban semburan lumpur panas sidoarjo.
3.3 Metode Penentuan Sampling dan Populasi
3.3.1 Populasi
Populasi adalah suatu keputusan yang harus dibuat untuk menentukan kelompok orang yang
menjadi sasaran survey (Walizer & Wienir, 1986, p. 258)30.Populasi dalam penelitian ini adalah semua
masyarakat yang menjadi korban semburan lumpur di sidoarjo.
3.3.2 Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah non-probability sampling dengan purposive
sampling. Dari beberapa masyarakat yang menjadi korban semburan lumpur di Sidoarrjo, maka
peneliti mengambil sample penelitian pada masyarakat korban lumpur yang sebelumnya tinggal Reno
Kenongo, Sidoarjo dan sekarang telah tinggal di perumahan Reno Joyo, desa Kedunng Kampil,
Porong .
Peneliti akan melakukan observasi ke wilayah lumpur panas di Sidoarjo dan mendatangi
perumahan Reno Joyo, desa Kedung Kampil, Porong, untuk melakukan wawancara kepada
masyarakat korpan lumpur panas di Sidoarjo yang telah direlokasi di perumahan tersebut.
3.4 Jenis dan Sumber Data
3.4.1 Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari
sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer dapat pula berupa opini subyek (orang) secara
individual dan kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), dan hasil pengujian. Data
primer juga bisa di dapat melalui survey dan metode observasi (Silalahi, 2003, p. 57) 31. Pada
30

MetodePenelitian,diakses:24/11/2010,12:39,http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?
page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkpe/s1/hotl/2008/jiunkpe-nss1-2008-33403095-9837-franchise_lokal chapter3.pdf
31
MetodePenelitian,diakses:15/12/2010,21:27,http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?
page=1&submit.x=21&submit.y=15&submit=next&qual=high&submitval=next&fname

penelitian ini yang merupakan data primer yaitu data-data yang diperoleh peneliti melalui observasi
dan wawancara dengan masyarakat yang menjadi korban semburan lumpur di sidoarjo, lebih
tepatnya masyarakat Reno Kenongo yang sekarang telah menempati perumahan Reno Joyo,
Porong. Wawancara ini dipergunakan untuk memperoleh latar belakang serta data-data lainnya. Dan
untuk mengetahui gambaran umum tentang lokasi dan obyek masyarakat korban lumpur maka
peneliti melakukan observasi.
3.4.2 Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa
bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang
dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan (Silalahi, 2003, p. 57) 32. Dalam penelitian ini, data
sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen terkait yang diakses dari jurnal-jurnal yanng ada di
internet.
3.5 Metode dan Prosedur Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Observasi
Observasi adalah proses dimana peneliti menjadi pengamat dalam situasi penelitian.
Pengamatan kondisi, tingkah laku, dan interaksi (Silalahi, 2003, p. 64). Dalam observasi ini, peneliti
akan terjun secara langsung ke wilayah semburan lumpur panas di Sidoarjo dan mendatangi
perumahan Reno Joyo, desa Kedung Kampil, Porong yang telah ditempati korban lumpur panas dari
desa Reno Kenongo, Sidoarjo.
2. Wawancara
Jenis wawancara yang dipakai adalah wawancara semi terstruktur (semistructure interview),
jenis wawancara ini telah termasuk dalam kategori indepth interview dimana dalam pelaksanaannya
lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah
untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diwawancarai dimintai
pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan dengan teliti
dan mencatat apa yang diungkapkan oleh informan (Sugiyono, 2007, p.320) 33.
Pada pengumpulan data ini peneliti akan melakukan indepth interview dengan masyarakat
setempat yang menjadi korban semburan lumpur di sidoarjo yang telah menempati perumahan Reno
Joyo. Pemilihan obyek di dasarkan pada pengalaman dan pengetahuan di bidangnya, sehingga bisa
memberikan gambaran serta informasi yang jelas yang diperlukan dalam penelitian. Wawancara
dengan masyarakat korban semburan lumpur di sidoarjo ini dilakukan pada tanggal 18 Desember
2010, mulai pukul 15:45 sampai selesai dengan mendatangi perumahan Reno Joyo, di desa Kedung
Kampil, Porong. Dimana perumahan ini telah ditempati oleh para korban lumpur panas yang berasal
dari desa Renokenongo, Sidoarjo.

=/jiunkpe/s1/hotl/2008/jiunkpe-ns-s1-2008 33403095-9837-franchise_lokal-chapter3.pdf
32

MetodePenelitian,diakses:24/11/2010,12:39,http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?
page=1&submit.x=21&submit.y=15&submit=next&qual=high&submitval=next&fname=/jiunkpe/s1/hotl/2008/jiunkpe-nss1-2008 33403095-9837-franchise_lokal-chapter3.pdf
33
ibid

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Definisi Lokasi
Batas Wilayah kabupaten Sidoarjo dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini:
Arah Timur

Selat Madura

Arah Barat

Kabupaten Mojokerto

Arah Utara

Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik

Arah Selatan

Kabupaten Pasuruan

Sumber Data: Kabupaten Sidoarjo Dalam Angka 2005/200634


Profil wilayah Kabupaten dapat dijelaskan sebagai berikut:
Nama Resmi

: Kabupaten Sidoarjo

Ibukota

: Sidoarjo

Provinsi

: Jawa Timur

Luas Wilayah

: 714.243 Km2 (Luas Wilayah menurut Kecamatan,


Tahun 2004)

Jumlah
Penduduk

Wilayah
Administrasi

1.563.015 Jiwa (Sensus Penduduk 2000)

Kecamatan: 18, Desa: 325, Kelurahan: 2835

Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan lokasi penelitian pada masyarakat Renokenongo ,
dimana massyarakat tersebut merupakan masyarakat korban lumpur panas di Sidoarjo yang telah
pindah ke perumahan Reno Joyo, Porong. Berikut profil desa renokenongo.
Kelurahan/Desa Desa
Nama Kelurahan/Desa Renokenongo
Kode Wilayah Kelurahan/Desa 35.15.04.2014
Nama Kecamatan Porong
Kabupaten/Kota Kabupaten
Nama Kabupaten/Kota Sidoarjo
Propinsi Jawa Timur
Sumber: http://www.wilayahindonesia.com/kelurahan/kode-wilayah-desa-renokenongo-kecamatanporong-kabupaten-sidoarjo-propinsi-jawa-timur
Tanggal 5 Juni 2006, semburan lumpur panas meluas hingga menutupi hamparan sawah
seluas lebih 12 hektar yang masuk dalam wilayah Desa Renokenongo dan Jatirejo. Besarnya
semburan lumpur yang keluar dari perut bumi juga menyebabkan ketinggian lumpur sedikit lebih
tinggi dari badan jalan Tol Surabaya-Gempol Kilometer 38. Dari peristiwa ini, sebagian penduduk
Dusun Siring Tangunan dan Dusun Renomencil berjumlah 188 KK atau 725 Jiwa terpaksa mengungsi
ke Balai Desa Renokenongo dan Pasar Baru Porong. Kondisi ini terus memprihatinkan karena
semakin hari debit lumpur yang keluar dari perut bumi semakin membesar hingga akhirnya pada 7
Juli 2006, lumpur mulai menggenangi areal pemukiman penduduk dusun Renomencil Desa
Renokenongo dan Dusun Siring Tangungan, Desa Siring. Akibat dari peristiwa ini 993 KK atau 3815

34
35

http://regionalinvestment.com/sipid/bataswilayah.php?ia=3515&is=35 (19/12/2010, 0:08)


http://www.depdagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/35/name/jawa-timur/detail/3515/sidoarjo(19/12/2010, 0:08)

Jiwa terpaksa mengungsi ke Pasar Baru Porong, atau ke rumah-rumah sanak famili yang tersebar di
sejumlah tempat.
Pada bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di
Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih
dari 8.200 jiwa dan tak kurang 25.000 jiwa mengungsi. Tak kurang 10.426 unit rumah terendam
lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur. Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak
lumpur adalah lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring, lahan padi
seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan
Pejarakan Jabon, serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang. Empat kantor
pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja. Tidak berfungsinya
sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana
infrastruktur (jaringan listrik dan telepon). Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur
dan rusak sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480,
Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor
Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit . Sampai November 2008,
terdapat 18 desa yang tenggelam dan/ atau terendam dan/ atau tergenang lumpur, yang meliputi:
Desa Renokenongo, Jatirejo, Siring, Kedung Bendo, Sentul, Besuki, Glagah Arum, Kedung
Cangkring, Mindi, Ketapang, Pajarakan, Permisan, Ketapang, Pamotan, Keboguyang, Gempolsari,
Kesambi, dan Kalitengah.36
Semburan lumpur secara perlahan menggenangi wilayah permukiman penduduk sidoarjo,
khususnya warga desa Renokenongo. Lahan, sawah, dan bangunan terendam lumpur panas dan
membuat mereka harus berpindah ke daerah lain yang lebih aman. Hingga tahun 2010 ini wilayah
desa mereka telah hanyut terendam lumpur. Semenjak munculnya semburan lumpur tersebut,
mereka sebelumnya secara bertahap direlokasi ke pasar baru porong. Setelah bertahan cukup lama
di pasar baru porong, mereka berhasil melakukan usaha untuk mendapatkan tempat tinggal baru
yang layak, dan masyarakat desa renokenongo sekarang ini mayoritas telah tinggal di wilayah
perumahan Renojoyo, di desa Kedung Kampil, Porong. Perumahan Renojoyo ini awalnya berupa
tanah sawah.
Berdasarkan informasi dari narasumber yang telah diwawancara, diperoleh informasi bahwa
setelah para perwakilan dari warga meminta bantuan dari para LSM dan Gubernur setempat, maka
lahan sawah di desa Kedung Kampil, Porong seluas 10 Ha ini dapat dibebaskan menjadi perumahan
baru untuk dimanfaatkan sebagai tempat tinggal masyarakat korban semburan lumpur yang telah
kehilangan asetnya akibat semburan lumpur tersebut. Masyarakat harus mengganti tanah sawah ini
senilai 17 juta per-kavling. Proses pembangunan perumahan ini di kontrak oleh pihak Realested
JATIM. Masyarakat membayar jasa pembanggunan ini dengan dana ganti rugi dari pihak Lapindo
Brantas yang diberikan atau dicicil setiap bulan melalui bank JATIM. Pemprof JATIM juga membantu
pembayaran cicilan bunga bangunan ini sebesar 7%.
4.2 Deskripsi Responden

36

Kronologi Bencana Lumpur Lapindo.2009. http://hotmudflow.wordpress.com/2010/07/28/3088/. 19/12/2010,


15:22

Dari hasil wawancara dengan salah satu mantan penduduk desa renokenongo yang sekarang tinggal
di perumahan renojoyo, porong, diketahui bahwa masyarakat yang tinggal di perumahan Renojoyo ini
adalah mantan masyarakat Renokenongo. Setelah terjadi semburan lumpur, penduduk desa
Renokenongo secara bertahap mengungsi di pasar baru Porong. Selama kurang lebih 3 tahun
mereka berada di sana. Dan sekarang masyarakat ini telah menempati perumahan tersebut.
Karena ada semburan lumpur sejak 4 tahun lalu, masyarakat desa Renokenongo kehilangan asetaset yang mereka miliki, khususnya lahan, bangunan, serta pekerjaan. Selama tinggal di pasar baru
porong, masyarakat membentuk suatu komunitas sendiri untuk mengajukan ganti rugi pada pihak
Lapindo Brantas. Masyarakat menganggap Lapindo Brantaslah yang menyebabkan bencana ini
terjadi. Komunitas ini tercakup dalam sebuah paguyuban rakyat Renokenongo. Sebenarnya masih
banyak paguyuban lain yang serupa dengan tujuan paguyuban ini, tetapi paguyuban Renokenongo
ini merupakan salah satu paguyuban yang aktif dalam mengajukan tuntutan mereka.
Paguyuban ini seolah menjadi wakil dari aspirasi tuntutan-tuntutan masyarakat korban semburan
lumpur, khususnya yang berasal dari desa Renokenongo. Paguyuban ini terdiri atas beberapa
kelompok yang tersebar berdasarkan RT/RW di desa itu. Setiap ada informasi terbaru mengenai
kasus semburan lumpur ini, informasi-informasi tersebut akan di distribusikan melalui setiap
perwakilan kelompok ini. Setiap minggunya diadakan pertemuan rutin untuk membahas masalah
terbaru seputar semburan lumpur ini. Apabila ada kasus yang dianggap mendesak, maka intensitas
pertemuan digiatkan, 2 minggu sekali tiap minggu.
Atas semua peristiwa yang terjadi, masyarakat korban semburan lumpur melayangkan beberapa
tuntutan, diantaranya:
a. Tuntutan atas ganti rugi materiil,
Dalam hal ini masyarakat menuntut kepada pihak Lapindo Brantas untuk mengganti rugi
semua aset yang telah hilang sebesar 100%. Selain itu, masyarakat juga menuntut disiapkannya
lahan 30 Ha sebagai ganti rugi hilangnya pemukiman mereka. Tuntutan ini masih belum terealisasi
sampai sekarang. Banyak warga yang mengeluhkan pihak lapindo kurang serius menanggapi
tuntutan warga. Pemerintah juga dinilai warga lebih memilih untuk memihak Lapindo Brantas. Hal ini
terbukti telah dikeluarkannya Peraturan Presiden pasal 14 tahun 2007 mewajibkan pihak Lapindo
membayar aset warga dengan skema 20-80 persen. Sebelumnya warga menolak Perpres tersebut
karena masyarakat menganggap bahwa dengan pembayaran seperti itu, dana ganti rugi itu tidak
dapat dimanfaatkan oleh warga dengan maksimal untuk mencari lahan bangunan baru, dan
dikhawatirkan pembayaran ini akan berlangsung alot. Namun, masyarakat tidak mempunyai pilihan
lain, dadn akhirnya menerima perpres tersebut dengan terpaksa.
Kekhawatiran warga terbukti, bahwa pelunasan 80 persen seharusnya sudah dibereskan
Lapindo pada 2008, namun Lapindo gagal melunasi dengan alasan kesulitan keuangan dan akhirnya
berhasil memaksa warga agar menerima skema cicilan. Masyarakat semakin kecewa dengan kondisi
demikian. Perlu untuk diketahui bahwa harga tanah dihargai oleh pihak Lpindo sebesar 1 juta/m 2,
untuk membayar ganti rugi tanah tersebut dicicil 5 juta/bulan. Harga bangunan dihargai sebesar 1,5
juta/m2, untuk membayar ganti rugi bangunan pihak Lapindo membayar cicilan sebesar 15 juta/
bulan, dan harga tanah sawah dihargai 120 ribu/m2, pihak lapindo membayar cicilan sebesar 5 juta/

bulan. Belum lagi muncul masalah lain tentang bukti kepemilikan lahan dan bangunan masyarakat.
Ada yang mengeluhkan sulitnya pencairan ganti rugi karena terhalang oleh administrasi yang
mempertanyakan sertifikat tanah dan bangunan. Padahal banyak juga masyarakat yang belum
punya sertifikat kepemilikan lahan dan bangunan yang diakui mereka, sehingga mereka sulit untuk
mendapat ganti rugi.
b. Tuntutan atas ganti rugi non-materiil
Dimana msyarakat yang menjadi korban semburan lumpur panas ini mengalami kerugian
dalam aspek materiil. Mereka kehilangan pekerjaan mereka yang menjadi sumber penghidupan
sehari-hari, tempat tinggal pun mereka tidak punya, dan kehidupan sosial mereka mengalami
perubahan. Banyak dari masyarakat korban lumpur yang terpisah dari tetangga yang telah akrab
dengan mereka. Tetapi semenjak adanya lumpur, banyak yang pindah ke tempat lain dan
membangunkehidupan sosial baru dan beradaptasi kembali dengan lingkungan yang asing bagi
mereka. Hal itu dirasa sangat menyulitkan kehidupan masyarakat korban semburan lumpur di
sidoarjo saat ini. Memang tuntutan ganti rugi materiil ini sangat sulut untuk dipenuhi, namun
masyarakat merasa perlu untuk menuntutnya karena kerugian yang mereka alami cukup berat.
Seperti yang terjadi di perumahan Renojoyo ini, meskipun para korban telah mendapat rumah baru,
namun banyak dari mereka yang belum bisa mendapat pekerjaan baru semenjak adanya semburan
lumpur ini. Kegiatan sosial penduduk juga renggang, seperti jarang datang di perkumpulanperkumpulan warga, layaknya yang dilakukan ketika masih tinggal di desa mereka dulu. Semuanya
telah berubah, dan masyarakat nampaknya butuh waktu yang lama untuk beradaptasi dengan
lingkungan baru mereka. Banyak masyarakat yang kini hanya menggantungkan hidupnya pada ganti
rugi dari Lapindo Brantas.
Pihak paguyuban masyarakat Renokenongo selaku perwakilan dari masyarakat renokenongo
ini merasa perlu untuk menyatukan warga untuk menyamakan suara agar tuntutan mereka tercapai.
Berbagai macam aksi telah mereka lakukan. Dari aksi mogok makan, ketika mereka masih mendiami
pasar baru porong. Aksi mogok makan ketika itu dilakukan karena masyarakat menerima konsumsi
yang ada belatungnya dari pihak Lapindo Brantas. Aksi-aksi yang mereka lakukan ini tidak jarang
dimata-matai oleh intelegent-intelegent yang diduga dari berasal dari pihak lapindo dan pemerintah.
Pasalnya, pihak pemerintah dan pihak Lapindo tidak menginginkan adanya demo besar yang
menyebabkan kerusuhan. Aksi masyarakat selalu dihalang-halangi oleh mereka.
4.3 Pembahasan
Dalam penelitian yang berjudul Kepentingan Masyarakat Dibalik Tuntutan Ganti Rugi Atas
Semburan Lumpur Di Sidoarjo ini, dijelaskan bahwa masyarakat sidoarjo yang menjadi korban
semburan lumpur telah mengalami kerugian, baik kerugian materiil maupun nion materiil. Mereka
telah kehilangan aset-aset yang dulu dimiliki, seperti lahan, bangunan, pekerjaan, dan hubungan
sosial yang dulu sangat erat di desanya sebelum terjadi semburan lumpur.
Sebagai manusia, masyarakat korban lumpur ini mempunyai berbagai kebutuhan
hidup yang harus dipenuhi. Seperti yang dijelaskan dalam teori Moslow tentang hirarki
kebutuhan manusia, dimana manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan hidup, antara lain

kebutuhan fisiologis, seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; kebutuhan rasa aman (safety
needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual;
kebutuhan akan kasih sayang (love needs); kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang
pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan aktualisasi diri (self
actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan
potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Masyarakat
korban lumpur sebelum ada semburan lumpur ini menjalani hidupnya pada wilayah mereka
dan memenuhi segala kebutuhan mereka tersebut dengan berbagai usaha yang telah mereka
jalani selama tinggal di desa mereka sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan fisiologis berupa
pemenuhan kebutuhan ekonomi misalnya, masyarakat bekerja sesuai dengan profesinya
masing-masing, ada yang menjadi guru, membuka usaha rumahan/ home industri, menjadi
buruh pabrik, petani, dll.
Semenjak semburan lumpur ini terjadi, masyarakat setempat menjadi kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan, rumah dan
lahan tenggelam oleh lumpur, dan mereka menjadi hidup dalam ancaman bahaya lumpur,
dimana kesehatan mereka terancam dan keselamatan masyarakat setempatpun terancam oleh
jebolnya tanggul yang tidak bisa diprediksi. Semua ketidaknyamanan dialami masyarakat.
Inilah yang menjadi dasar dari munculnya ketegangan antara masyarakat dengan pihak
Lapindo Brantas yang dianggap telah menciptakan bencana semburan lumpur di sidoarjo.
Masyarakat merasa perlu melakukan tuntutan ganti rugi kepada PT. Minarak Lapindo Brantas karena
mereka telah kehilangan semua aset kehidupan mereka semenjak terjadi semburan lumpur. Sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Moegni Djojodirdjo bahwa salah satu syarat penuntutan
ganti rugi adalah adanya perbuatan yang mengandung kesalahan dan memunculkan kerugian
terhadap pihak lain, maka masyarakat korban semburan lumpur berhak untuk melayangkan gugatan
ganti rugi tersebut.
Teori hubungan sosial menjelaskan bahwa dalam sebuah kehidupan sosial, adanya
ketegangan social sudah barang tentu terjadi karena perbedaan dan pertentangan kepentingan,
prinsip dan kehendak yang ada. Dalam hal ini, pihak masyarakat korban semburan lumpur
mempunyai perbedaan kepentingan dan perbedaan kehendak dengan pihak lapindo. Masyarakat
korban semburan lumpur mempunyai kepentingan dan menghendaki agar pihak Lapindo segera
melunasi ganti rugi atas segala kerugian yang telah ditanggung masyarakat akibat adanya semburan
lumpur ini. Sedangkan pihak lapindo sendiri tidak ingin dirugikan oleh adanya peristiwa ini, pihak
lapindo berkepentingan untuk mencari keuntungan dari usaha yang mereka telah kembangkan dan
tidak mau menanggung rugi.
Perbedaan kepentingan inilah yang melatar belakangi terjadinya konflik antara masyarakat
korban lumpur dengan pihak PT.Minarak Lapindo Brantas. Dalam analisis konflik bawang bombay,
kepentingan-kepentingan dari kedua belah piihak perlu untuk dipahami guna mencari titik temu dari
adanya konflik ini. Penelitian ini hanya terbatas pada pemahaman kepentingan masyarakat korban
lumpur yang telah pindah ke perumahan Renojoyo saja, karena penelitian ini terbentur waktu yang
sangat singkat dan keterbatasan penulis.

Korban lumpur yang telah terelokasi ke perumahan Renojoyo, desa Kedung Kampil, Porong
mempunyai kepentingan untuk tetap melakukan tuntutan atas ganti rugi yang harus dibayar oleh
pihak lapindo. Tuntutan ini dilatar belakangi oleh rasa tidak puas mereka terhadap apa yang telah
diberikan oleh pihak lapindo. Ganti rugi yang diberikan pihak lapindo dirasa tidak sesuai dengan apa
yang seharusnya mereka dapat. Proses pemberian ganti rugi dengan mengacu pada Peraturan
Pemerintah pasal 14 tahun 2007 dimana pembayaran ganti rugi dilakukan secara 20% lalu 80%
dianggap tidak pro rakyat. Peraturan tersebut membuat dana ganti rugi yang telah cair tidak bisa
dimanfaatkan secara maksimal untuk membeli lahan atau bangunan, yang ada dana tersebut akan
digunakan untuk kebutuhan hidup yang lain. Selain itu, pembayaran sisa ganti rugi yang 80% tidak
dibayarkan sesuai dengan perjanjian. Pembayaran tersebut dilakukan dengan dicicil. Masyarakat
semakin kesal dengan semua ini. Masyarakat yang tidak bisa mengolah keuangan dengan baik, akan
merasa kesulitan untuk mengatur keuangan mereka. Yang ada uang tersebut habis digunakan untuk
hal lain dan mereka tidak bisa membeli rumah sebagai pengganti tempat tinggal yang telah hanyut.
Mereka juga tidak bisa mendapatkan pekerjaan baru karena tidak bisa mengalokasikan dana ganti
rugi tersebut untuk modal.
Masalah dalam masyarakat semakin menumpuk. Semua itu menjadikan kehidupan sosial
dalam masyarakat berubah. Tingkat perceraian di wilayah sekitar korban semmburan lumpur
meningkat dan masyarakat setempatpun menjadi terpencar karena pindah dan mengamankan diri ke
daerah lain. Proses adaptasipun dijalani dengan tidak mudah. Hal inilah yang menjadikan masyarakat
terus menuntut ganti rugi kepada pihak lapindo. Mereka seakan tidak pernah puas dengan semua
yang telah diberikan,karena bagaimanapun juga kehidupan sosial mereka tidak bisa dikembalikan
seperti semula seperti sebelum adanya semburan lumpur.
Untuk melancarkan tuntutan ganti rugi ini, terbentuklah kelompok kepentingan yang
beranggotakan individu-individu dari masyarakat setempat. Kelompok kepentingan ini berbentuk
paguyuban dengan tujuan untuk mempermudah pengkoordinasian segala kepentingan masyarakat
setempat. Kelompok paguyuban ini terbentuk ketika mereka berada di tempat pengungsian pasar
baru porong. Dengan merasa senasib sepenanggungan, mereka berusaha mengumpulkan kekuatan
dan membangun strategi untuk menyatakan kepentingan-kepentingan mereka kepada pihak Lapindo.
Rapat anggota mereka lakukan tiap minggu dan tidak jarang mereka melakukan gerakan-gerakan
seperti demonstrasi dan mogok makan agar kepentingan mereka dipenuhi oleh

pihak lapindo.

Kelompok paguyuban ini termasuk dalam kelompok Assosiasional, dimana kelompok yang terbentuk
dari masyarakat dengan fungsi untuk mengartikulasi kepentingan anggotanya kepada pemerintah
atau perusahaan pemilik modal, dalam hal ini adalah PT. Minarak Lapindo Brantas.
Kelompok paguyuban masyarakat ini juga melayangkan tuntutan kepada pemerintah. mulai
dari pemerintah daerah sampai pemerintah pusat sudah pernah mereka datangi. Tuntutan mereka
yaitu agar pemerintah lebih serius untuk memfasilitasi pengurusan kasus semburan Lumpur ini.
Selama ini masyarakat mempunyai dugaan bahwa pemerintah pusat lebih berpihak pada Lapindo
karena pemilik lapindo, Aburizal Bakri, adalah pemilik modal usaha terbesar di indonesia. Masyarakat
korban semburan lumpur ini kemudian merasakan ketidak adilan. Mereka tetap menuntut dan

melakukan aksi-aksi protes. Aktor yang dianggap bisa membantu mereka untuk mendapatkan ganti
rugi malah terindikasi lebih memihak pihak korporat tersebut. Kekecewaan semakin dirasakan warga.
Untuk mendapatkan perumahan Renojoyo ini, awalnya masyarakat berusaha secara mandiri.
Masyarakat melalui perwakilan masing-masing setiap desa berusaha mencari dana sendiri untuk
dapat memperoleh tempat tinggal baru. Hal ini juga merupakan bentuk perlawanan kepada pihak
Lapindo, dimana masyarakat menolak tawaran relokasi oleh PT. Lapindo ke perumahan Kauripan
Nirwana Philip (Perum KNP). Masyarakat setempat menganggap bahwa bila mereka direlokasi ke
sebuah perumahan, maka bentuk hubungan sosial mereka akan berubah. Mereka khawatir jika
hubungan sosial mereka akan individualis, sepi, dan tanggungan hidup di perumahan di ketahui
warga sangat mahal. Masyarakat setempat juga menyangka bahwa rencana relokasi ini bukan tidak
mempunyai maksud, dimana masyarakat menduga pihak lapindo dengan pihak perumahan sudah
kong kalikong untuk mendapatkan keuntungan dari kepindahan masyarakat ini. Masyarakat tetap
menginginkan ganti rugi berupa pencairan dana untuk kemudian dana itu dimanfaatka oleh warga
guna mencari lahan dan bangunan sendiri. Sementara itu, para perwakilan masyarakat ini berusaha
mengumpulkan dana dari bantuan beberapa LSM daerah terkait dan maminta izin kepada gubernur
jatim untuk rencana pembebasan lahan di desa Kedungkampil ini. Tanah sawah seluas 10 Ha-pun
kemudia berhasil dibebaskan tanpa bantuan dana dari PT. Lapindo. Baru setelah mendapatkan tanah
ini, masyarakat mencicil sisa pembayaran lahan dan bangunan dengan dana hasil pencairan dana
ganti rugi dari pihak Lapindo setiap bulannya.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Situasi konflik (conflict situation) merupakan situasi ketika terdapat dua pihak atau lebih
merasa menguasai tujuan,dimana tujuan-tujuan mereka tersebut saling bertentangan. Tujuan-tujuan
tersebut mengandung kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan antar masing-masing
pihak. Dalam kasus konflik antara masyarakat korban lumpur dan PT. Minarak Lapindo Brantas di
Sidoarjo ini nampak bahwa ada kepentingan masing-masing pihak yanng saling bertentangan.
Masyarakat melakukan tuntutan ganti rugi karena mereka mempunyai kepentingan untuk
mendapatkan hak mereka atas hilangnya aset-aset hidup mereka karena terendam lumpur.
Kepentingan mereka juga berupa kebutuhan untuk bertahan hidup, dimana semenjak ada semburan

lumpur ini masyarakat setempat kesulitan untuk mencukupi segala kebutuhan hidup mereka, baik
kebutuhan ekonomi maupun sosial mereka terganggu. Masyarakat setempat merasa berhak
mendapatkan ganti rugi secara penuh dari pihak lapindo, karena pihak Lapindo telah dinilai
menyebabkan kerugian dan masalah dalam kehidupan masyarakat sekitar.
Tuntutan ganti rugi yang tak kunjung dipenuhi oleh pihak lapindo membawa kekecewaan di
pihak warga dan konflikpun tetap berlangsung selama masyarakat merasakan ketidak puasan atas
tindakan pihak Lapindo ini. Tuntutan warga terbagi dalam 2 macam, yaitu: tuntutan ganti rugi materiil,
yang berupa tuntutan ganti rugi 100% atas hilangnya aset-aset masyarakat karena adanya semburan
lumpur dan penyediaan lahan 30 Ha untuk mengganti wilayah desa warga desa yang terendam
lumpur Selanjutnya ada tuntutan ganti rugi imateriil, dimana warga menuntut ganti rugi atas
terganggunya sistem kehidupan mereka, misalnya kehilangan pekerjaan, terganggunya kondisi
mental dan kesehatan mereka, dll.
Semua tuntutan tersebut dilayangkan ke pihak Lapindo oleh masyarakat korban lumpur
melalui kelompok kepentingan yang ada dalam masyarakat. Kelompok ini terbentuk dari perwakilan
setiap desa/ RT korban semburan lumpur dan berbentuk paguyuban masyarakat. Setiap minggunya
kelompok ini mendiskusikan masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah semburan lumpur ini,
dan paguyuban ini kemudian menyusun strategi untuk menyampaikan kepentingan-kepentingan
mereka kepada pihak terkait. Selain menuntut ganti rugi ke pihak lapindo, para masyarakat korban
lumpur ini juga menuntut kepada pemerintah sebagai kepala negara untuk memfasilitasi mereka
dalam usaha mendapatkan dana ganti rugi. Berbagai macam aksi menuntut ganti rugi telah dilakukan
oleh masyarakat korban lumpur ini, mulai dari mogok makan, memblokir jalan, dan aksi demo
digedung-gedung pemerintahan. Aksi-aksi ini di koordinir oleh paguyuban-paguyuban masyarakat
tersebut.
Keluhan masyarakat lapindo adalah lambatnya proses pembayaran ganti rugi. Pihak lapindo
melakukan proses ganti rugi ini dengan cara pembayaran 20% lalu 80%. Dan pembayaran yang 80%
ini dibayar dengan cicilan perbulan. Cara ini dianggap masyarakat merugikan, pasalnya kepentingan
masyarakat untuk mendapatkan lahan dan bangunan baru tidak bisa terlaksana bila mereka
mendapatkan ganti rugi dengan cara cicilan. Dana pribadi yang mereka punya tidak cukup untuk
membeli semua aset yang terendam lumpur, jadi mereka sangat tergantung dari ganti rugi tersebut.
Masyarakat juga mengalami kekecewaan terhadap pemerintah yang mengeluarkan Perpres pasal 14
tahun 2007 tentang pembayaran ganti rugi 20% lalu 80% tersebut. Pasalnya terlihat bahwa
pemerintah lebih memihak pihak lapindo dari pada masyarakat korban lumpur.
Dari ketidak puasan masyarakat setempat inilah yang kemudian menyebabkan ketegangan
konflik masih tetap terjadi hingga sekarang. Masyarakat korban lumpur berkepentingan untuk
mendapatkan kehidupan dengan kondisi yang sama dengan sebelum terjadinya semburan lumpur
tersebut. Pihak lapindo dituntut untuk mengganti rugi semua itu dan pemerintah juga dituntut
masyarakat untuk memihak mereka dalam proses tuntutan ganti rugi ini.
5.2 Saran
Masyarakat harus selalu mengkomunikasikan segala kepentingan-kepentingan mereka
dalam suatu pertemuan antar warga dan dengan pertemuan ini, diharapkan menemukan
solusi terbaik untuk mengambil langkah pengajuan tuntutan.
Membentuk kelompok atau organisasi yang bisa memfasilitasi dan mengkoordinasi
masyarakat untuk bertidak mengajukan tuntutan secara kompak tanpa harus timbul kericuhan
Pemerintah sebagai kepala negara hendaknya bisa memprioritaskan masalah ini mengingat
masalah ini telah berlangsung lebih dari 4 tahun. Paling tidak tuntutan masyarakat korban
harus lumpur dicarikan solusi terbaik agar rasa kekecewaan warga teratasi dan masyarakat
korban lumpur dapat hidup secara normal kembali.

DAFTAR PUSTAKA
Suara Merdeka.4 Tahun Lumpur Lapindo Rusak Lingkungan Sidoarjo.diakses tgl
15/12/2010.21:03(http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/05/28/55
641/4-Tahun-Lumpur-Lapindo-Rusak-Lingkungan-Sidoarjo)
Azhar. Lumpur Sidoarjo dalam Perspektif Sosiologi Hukum. diakses tgl 15/12/2010, 21:49
(http://io.ppijepang.org/cetak.php?id=297)
Metrotvnews. Kerugian Luapan Lumpur Lapindo Sangat Besar. Diakses tgl 15/12/2010,
21:54(http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2010/05/31/10628
2/Kerugian-Luapan-Lumpur-Lapindo-Sangat-Besar)

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/04/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html, diakses
tanggal 15/12/2010, 22:24
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/04/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html, diakses
tanggal 15/12/2010, 22:24
Teori Konflik diakses pada 15/12/2010. 23:07(http://www.docstoc.com/docs/31341391/TeoriKonflik)
Pengertian Masyarakat(http://viniagustia.blogspot.com/2009/12/pengertian-masyarakat.html)
N.A. (2006). Bakrie name at stake. Jakarta Post (http://www.thejakartapost.com),
15/12/2010, 21:40
(http://digilib.ubaya.ac.id/skripsi/hukum/PE_1428_2880272/PE_1428_Bab
%20II.pdf),15/12/2010, 21:49
Zulfa Ely Agus Tiana Wati. Ganti Untung Dibayar Sesudah Data Disepakati
(https://hotmudflow.wordpress.com/2006/12/04/ganti-untung-dibayar-sesudahdata-disepakati/),18/12/2010, 20:12
Evaluasi Lahan (http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/evaluasi_lahan.php) 15/12/2010, 21:53
http://kikiantonika.blogspot.com/2010/11/bab-8-pertentangan-sosial-dan
integrasi.html,19/12/2010, 14:37
pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/.../94018-5-235235701325.doc. 19/12/2010, 15:02
Rudi.2010. Teori Penyebab Konflik(http://rudilayn.blogspot.com/2010/11/teori-penyebabkonflik.html)19/12/2010, 9:20
Pengertian Motivasi dan Teori-Teori Motivasi.2009.
(http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/pengertian-motivasi-dan-teori-teorimotivasi/), 15/12/2010, 20:41
MetodePenelitian,diakses:24/11/2010,12:39,http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?
page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkpe/s1/hotl/2008/jiunkpe-ns-s12008-33403095-9837-franchise_lokal chapter3.pdf
Kronologi Bencana Lumpur Lapindo. 2009
(http://hotmudflow.wordpress.com/2010/07/28/3088/)19/12/2010, 15:22

Lampiran 1
Proses Awal Penelitian dan Wawancara
Pada tanggal 17 desember penulis berusaha mencari informasi tentang situasi konflik yang
terjadi pada masyarakat korban semburan lumpur di Sidoarjo. Penulis awalnya menjumpai seorang
teman yang dalam hal ini tidak ingin disebutkan namanya. Dia adalah salah satu penduduk desa
Siring, Sidoarjo. Pada pukul 08.30 penulis meminta dia untuk bercerita soal situasi konflik yang terjadi
antara masyarakat korban semburan lumpur dengan PT.Minarak Lapindo Brantas.
Penulis
: Gimana sih ceritanya konflik lapindo itu?
Teman Penulis : yang di tanya ini konflik apa dulu....hhaaaa, disana itu konfliknya macem-macem.
Ada konflik keluarga, ada konflik psikologis, ada konflik antar tetangga... banyak
pokoknya... hhaaa

Penulis

: yang aku tanya ya jelaas konflik antar masyarakat dengan lapindo lah.... itu loh...
soal ganti rugi yang diajuin warga...
Teman Penulis : ooo, itu. Itu juga rumit. Masyarakat disana itu ada yang sudah direlokasi ke
perumahan baru, tapi ada juga yang belum direlokasi. Alasannya lapindo belum
merelokasi ya salah satunya karena mereka tidak masuk area terdampak gitu.
Penulis
: terus masyarakat yang direlokasi itu apa ya gak nuntut apa-apa lagi sama lapindo?
Teman Penulis : Lha ya itu yang ku herankan. Mereka tu seolah-olah manja gitu loh... dulu aja pas
belum ada semburan lumpur, rumah mereka biasa-biasa aja. Sekarang sudah dapat
rumah bagus malah masih nuntut aja... padahal kehidupannya aku ya lumayan tau,
gak seenak sekarang loh dulu itu... mereka masih nuntut ini tu... sampai sekarang
Penulis
: Hmmma, gitu ya. Mungkin karena faktor manusia yang gak pernah puas kali ya....
heheeee. Terus-terus...?
Teman Penulis : masalah lain iku ya misale masalah keluarga... banyak juga loh yang cerai, satu
keluarga bertengkar, gara-gara pembagian warisan. Dapet ganti rugi kan di bagibagi tu... ada yang gak merasa puas dengan pembagian itu, trus bertengkar...
banyak juga yang jadi gila perkara masalah itu juga. Sampai-sampai ada orang tua
yang gila akibat dia gak mau pindah dari rumahnya yang padahal sudah terendam
lumpur. Ya emang seh..orang tua kan pemikirannya jaman dulu kali ya... dia
menganggap hidup matinya ya harus di rumah itu...
Penulis
: iya sih... oia, kalau aku ke sidoarjo... enaknya aku ke daerah mana nih.., korban
lumpur yang direlokasi itu tinggalnya di daerah mana sih? Aku mau nyamperin ke
sana...
Teman Penulis : Kamu mau ke sidoarjo tah... mmmh... mending kamu ke perumahan Renojoyo,
Kedungkampil aja. Temuin yang namanya pak Pitanto sama mbak kami. Mereka itu
wakil masyarakat yang mengurusi proses relokasi masyarakat gitu... mbak kami
sekarang memang sudah gak aktif di organisasinya, tapi kalau ditanyai soal gini nie
dia nyambung banget kayaknya. Pak pitanto masi aktiv sampai sekarang di
organisasinya...
Penulis
: tapi masalahku sekarang...aku gak punya surat penelitian ...apa mereka mau ya,
aku wawancarai...kenal aja nggak....
Teman Penulis : gak pa pa... mereka baik-baik kok orangnya. Kalau ke mbak kami, bilang kalau
kamu teman aku... heheee, sebut nama ku 3x!!! hhaaaa
Penulis
: gt ya... hhaaaaa,, ok deh. Tapi aku buatin peta arah kerumahnya dulu dong...
Teman Penulis : Beres....
Setelah mendapatkan peta lokasi penelitian, pukul 18:30 penulis menyusun instrumen
pertanyaan untuk narasumber. Dan menyiapkan segala keperluan penelitian. Tanggal 18 Desember
2010, pukul 6:00 penulis pulang ke pasuruan untuk kemudian menunggu adik pulang sekolah dan
memintanya mengantarkan ke Lokasi penelitian di Porong, Sidoarjo. Pukul 15:00 penulis berangkat
ke lokasi penelitian dengan mengendarai sepeda motor. Saat menuju ke tempat penelitian, penulis
mendapatkan kendala karena motor yang dipakai tidak dipasang kaca sepion dan ban motor kecil,
jadi ketika akan melintasi jalan besar yang dijaga polisi, penulis memutuskan untuk lewat jalan
belakang dengan menerobos jalan TOL yang telah ditutup. Jalan-jalan desa yang penulis lewati
sangat rusak dan berbatu, jadi agak sulit melintasi kondisi jalan yang demikian. Ketika sampai di
kelurahan mindi, Porong, penulis mendapati rumah-rumah warga yang rusak parah, ada yang sampai
roboh dan rata dengan tanah, ada pula yang sengaja dibongkar. Nampaknya rusaknya rumah-rumah
tersebut karena pengaruh semburan lumpur panas.Setelah itu, sampailah di jalan besar Porong yang
sangat macet dan penuh dengan truk-truk besar. Kekhawatiran tetap ada karena selain kondisi motor
yang terancam terkena tilang polisi, penulis juga masih belum paham lokasi penelitian. Setelah tanyatanya kepada tukang becak dan penduduk setempat, penulis akhirnya menemukan perumahan
perumahan Renojoyo, desa Kedungkampil, Porong yang menjadi lokasi penelitian penulis. Rumah
pertama yang penulis datangi adalah rumah Pak Pitanto, mantan warga desa Reno kenongo, korban
semburan lumpur yang telah tinggal di perumahan ini.
Penulis
: permisi buk... pak pitantonya ada?(bertanya kepada ibu-ibu yang sedang menjaga
toko klontongnya)
Ibu 1
: pak pitanto... ooo, rumahnya yang depan itu mbak
Penulis
: oh... rumahnya yang depan ini ya buk, maav buk, mari... (menuju rumah yang
berada di rumah toko tersebut. Kebetulan ada ibu-ibu yang baru membuka pintu
dan penulis mendatanginya). Permisi bu.. pak pitantonya ada?
Ibu 2
: itu mbak.. yang pekeg sarung itu loh orangnya...

Penulis
Penulis
Pak pitanto
Penulis
Pak pitanto
Penulis
Pak pitanto
Penulis
Pak pitanto

Penulis
Pak Pitanto

Penulis
Pak Pitanto

Penulis
Pak pitanto

Penulis
Pak pitanto

Penulis

: oh iya buk, makasih...(sambil berlalu menuju pak pitanto yang sedang sibuk
membantu tukang mengerjakan perbaikan pagar rumahnya)
: Permisi pak pitanto... saya dede, mahasiswa Sosiologi Brawijaya, mau wawancara
sebentar soal lumpur lapindo bisa?
: ooo, bisa-bisa mbak. Silahkan masuk dulu. Tunggu sebentar ya...
: iyah pak.. (sambil masuk di teras rumahnya)
: gimana mbak?
: iya pak, ini saya mau tanya-tanya soal semburan lumpur.... apa masyarakat sini itu
korban lumpur semua pak?
: iya betul mbak, mayoritas masyarakat sini itu dulu korban lumpur dari desa
Renokenongo.
: lalu bagaimana ceritanya hingga bisa tinggal di perumahan ini pak? Apa dananya
berasal dari pihak lapindo?
: Oooh, dananya bukan dari lapindo awalnya mbak. Dana ini masyarakat peroleh
secara mandiri. Jadi di sini itu ada paguyuban masyarakat yang mengkordinator
masyarakat. Saya ini ketua paguyuban masyarakat reno kenongo. Banyak
paguyuban masyarakat korban lumpur ini mbak, tapi salah satunya yang paling aktif
adalah paguyuban masyarakat renokenongo ini. Nah,waktu itu masyarakat tidak
langsung tinggal di sini. Masyarakat ini dulu mengungsi di pasar baru porong,
setelah tinggal di sana kurang lebih 3,5 tahun, paguyuban ini memutuskan untuk
mencari dana secara mandiri tanpa menunggu ganti rugi dari Lapindo. Dana ini
diperoleh dari bantuan LSM-LSM mbak.
: jadi bukan dari lapindo ya pak?
: Bukan mbak. Awalnya kan disini itu tanah sawah, lalu kami meminta izin kepada
Gubernur Jatim untuk membebaskan lahan sawah ini seluas 10 Ha. Lalu dengan
dana yang ada perlahan kami membangun tanah ini. Untuk melunasi cicilan
pembayaran tanah dan bangunan ini, masyarakat baru mempergunakan dana ganti
rugi yang diberikan lapindo secara mencicil lewat bank jatim setiap bulannya mbak.
Lapindo itu menghargai lahan warga sebesar i juta/m 2, dengan pembayaran cicilan
5 juta /bulan, untuk ganti rugi bangunan lapindo mengharhai 1,5 juta/m 2, dengan
cicilan sebesar 15 juta /bulan, dan untuk lahan sawah dihargai 120 ribu/m 2 dengan
cicilan 5 juta /bulan. Dari pemprof kami menerima bantuan dana cicilan bunga
pembayaran pembangunan bangunan sebesar 7%.
: lalu apa sih pak yang menjadi tuntutan masyarakat sekarang? Bukannya ganti rugi
masih diproses oleh lapindo?
: masyarakat kan awalnya menuntut ganti rugi secara materiil dan immateriil mbak.
Kalau tuntutan warga yang materiil itu berupa tuntutan penggantian aset-aset
sebesar 100% dan penyiapan lahan seluas 30 Ha. Tetapi sampai sekarang sulit
terealisasi. Warga ini semakin kecewa mbak, kepada Lapindo dan juga pemerintah.
soalnya pemerintah ini pada tahun 2007 mengeluarkan perpres pasal 14 yang
berbunyi penggantian ganti rugi dibayarkan bertahap dengan awal pembayaran
20% lalu 80%.
: kenapa warga kecewa atas keputusan pemerintah ini pak?
: lha iya, dana itu gak diberikan secara sekaligus seperti yang diharapkan warga.
Pada pembayaran yang 80% inipun pihak lapindo membayar secara cicilan. Itu kan
merugikan warga. Dana ganti rugi yang cairnya sedikit-sedikit menjadikan
masyarakat tidak bisa memanfaatkannya dengan maksimal. Soal ganti rugi tanah
dan bangunan juga banyak masalah. Warga yang tidak mempunyai sertifikat rumah
kesulitan untuk mendapat ganti rugi. Ada juga kasus pengurangan luas lahan yang
dimiliki warga. Seperti yang saya alami ini, saya kan punya lahan sawah seluas 220
m2 tiba-tiba tercatat hanya seluas 89 m 2. Entah siapa yang menggantinya, saya juga
tidak tahu. Dan sampai sekarang saya masih belum dapat ganti rugi tanah sawah
tersebut.
: lalu tindakan apa yang dilakukan warga selanjutnya pak?
: ya masyarakat terus melakukan tuntutan kepada lapindo mbak, melalui paguyuban
masyarakat ini kami berkordinasi untuk menyampaikan tuntutan kami. Sampai
pernah kami mendatangi pemerintah di jakarta sana untuk mendesak pemerintah
agar bersikap tegas kepada Lapindo
: Oh iya pak, bagaimana sih caranya paguyuban ini mengkordinasi masyarakat
setempat untuk mengajukan tuntutannya?

Pak pitanto

: Kami punya anggota yang tersebar di tiap-tiap desa dan RT mbak. Ibaratnya
dalam setiap kelompok masyarakat ada ketua blok dan bertugas untuk
menyebarkan informasi kepada masyarakat. Jadi setiap ada informasi terkait
dengan masalah ini, kami langsung mendiskusikannya. Biasanya pertemuan kami
adakan seminggu sekali, kalau ada kejadian yang mendesak kami melakukan
0pertemuan i minggu 2 kali atau lebih.
Penulis
: aksi protes apa sih pak yang pernah dilakukan oleh warga korban lapindo ini?
Pak pitanto
: kami itu sering melakukan aksi-aksi penuntutan ganti rugi ini. Mulai dari mogok
makan yang pernah kami lakukan saat tinggal di pasar baru prong. Waktu itu karena
konsumsi nasi yang diberikan oleh Lapindo ada belatungnya. Paguyuban kami
sampai-sampai kebingungan untuk untuk mencari dana kurang lebih 60 juta untuk
membeli sembako untuk masyarakat agar masyarakat bisa memasak sendiri tanpa
bergantung pada lapindo. Demo menutup jalan dan demo ke gedung-gedung
pemerintahan sampai jakarta sana sudah pernah kami jalani.
Penulis
: setelah melakukan demo-demo tersebut, adakah tanggapan dari pihak lapindo
atau pemerintah pak?
Pak pitanto
: jarang ditanggapi mbak.... yang ada ketika kita melakukan diskusi-diskusi saat ada
di pasar baru porong itu, kami merasa di awasi oleh intelegent-intelegent, entah itu
dari pemerintah atau dari lapindo yang menginginkan kita untuk tidak berdemo.
Penulis
: mmmh, setelah tinggal disini, gimana kehidupan masyarakat sekarang pak?
Apakah ada perbedaan?
Pak pitanto
: jelas ada perbedaannya mbak. Dulu masyarakat desa renokenongo itu setiap ada
pertemuan warga selalu giat datang, tapi sekarang malah jarang. Mungkin karena
masalah-masalah yang mereka hadapi hingga membuat mereka tidak memikirkan
hal ini lagi atau gimana. Terus banyak yang menganggur dan mengandalkan uang
ganti rugi saja. Yang dulunya petani sudah tidak bisa ke sawahnya lagi. Inilah juga
yang menjadi tuntutan masyarakat korban lapindo. Mereka mengajukan tuntutan
ganti rugi immateriil karena mereka mengalami kerugian yang menyusahkan
kehidupannya saat ini. Dan jelas, tuntutan ini memang sulit untuk dikabulkan.
Penulis
: waduuh, masalahnya banyak sekali dan rumit ya pak.... heheee
Pak pitanto
: iya seperti itulah mbak...
Penulis
: Mmmh, bapak saya berterima kasih sekali atas info yang sudah diberikan dan
maaf juga mengganggu waktu bapak.. hhehhee saya mau minta izin pulang dulu
pak...(sambil bersalaman)
Pak pitanto
: oooh iyah mbak...gak pa pa kog.. sama-sama
Penulis
: mari pak... assalamualaikum....
Pak pitanto
: wa alaikum salam...
Penulispun kemudian bergegas untuk mencari rumah narasumber ke dua yang bernama Lilik
Kaminah. Penulis bertanya kepada salah satu ibu-ibu setempat, dan anaknya mau mengantarkan
penulis ke rumah narasumber ini. Sesampainya di rumah tersebut, ternyata bu Lilik kaminah sedang
tidak ada di rumah. Pukul 16:47 penulis putuskan untuk pulang. Dan di perjalanan, penulis mencoba
mengambil gambar kondisi daerah sekitar semburan lumpur. Jalanan sangat macet dan cuaca sangat
mendung ketika itu. Tepat pukul 17:40 penulis sampai di rumahnya.

Lampiran 2
DOKUMENTASI

Gambar 1. Observasi sekitar tanggul semburan lumpur di sidoarjo

Gambar 2. Proses penanganan semburan lumpur panas di Sidoarjo

Gambar 3. Kondisi ruko dan kepadatan jalan di wilayah dekat tanggul semburan lumpur
Sidoarjo

Gambar 4. Kondisi pemukiman warga di kelurahan Mindi, Porong sekitar semburan


lumpur yang belum direlokasi

Gambar 5. Kondisi perumahan Renojoyo, tempat tionggal baru masyarakat Renokenongo


yang telah direlokasi akibat adanya semburan lumpur

Gambar 6. Proses wawancara dengan salah satu masyarakat korban semburan lumpur
dari desa Renokenongo yang juga selaku ketua paguyuban masyarakat Renokenongo

Anda mungkin juga menyukai