Anda di halaman 1dari 37

Pertambangan Pasir Besi di Pesisir Kulon Progo

(Kec. Galur, Panjatan dan Wates)


Seminar on Contemporary International Development & Business Diplomacy
Dosen Pengampu: Dra. Siti Daulah K, MA
Drs. Riza Noer Arfani, MA

Oleh:
Kelompok 3
Aprilia Restuning Tunggal (11322189/PSP/04129)
Arif Rahman Hakim (11/321637/PSP/04072)
Posmanto Marbun (11/322185/PSP/04128)
Tanti Nurgiyanti (11/322976/PSP/04178)

Program Magister Ilmu Hubungan Internasional


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki posisi geografis dan geopolitik yang
sangat strategis disertai dengan karunia berupa sumber daya alam yang melimpah dan
jumlah penduduk yang sangat besar. Posisi yang strategis, sumber daya alam yang
melimpah dan jumlah penduduk yang tidak sedikit membuat negara Indonesia
diuntungkan dalam bidang ekonomi, baik itu untuk; investasi dalam sumber daya alam,
tenaga kerja yang melimpah maupun sebagai pasar untuk produk-produk tertentu yang
di hasilkan dari negara-negara luar Indonesia. Kondisi sumber daya alam Indonesia saat
ini, sangat menguntungkan posisi Indonesia di mata dunia, yang dikenal sebagai negara
yang paling banyak mengandung berbagai bahan tambang termasuk di dalamnya
minyak bumi, gas, batubara bahkan pasir besi.
Pasir besi, bukanlah fenomena baru di masyarakat pesisir pulau Jawa. Karena
besarnya potensi yang terkandung di pesisir Pantai Selatan Jawa, membuat pemerintah
dan swasta tertarik untuk melakukan eksplorasi. Sebut saja daerah Cilacap, Jawa
Tengah. Di Cilacap, terdapat kandungan pasir besi yang melimpah, dan akhirnya
pemerintah sepakat untuk melakukan eksplorasi tambang pasir besi bersama PT. Aneka
Tambang (Antam) yang diresmikan pada tahun 1970 oleh Presiden Soeharto. 1Produksi
ini pada awalnya di ekspor ke Jepang sebesar 300.000 ton namun, pada
perjalanannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yaitu
sebagai bahan baku/pembantu bagi pabrik-pabrik semen dan sebagai campuran
bahan-bahan bangunan lainnya. 2
Selain pertambangan pasir besi di Cilacap, pertambangan pasir besi telah
dibuka tambang baru di Kutoardjo sebagai penambah atau pengganti produksi
tambang pasir besi di Cilacap yang mulai menipis. Namun pertambangan pasir besi
di Kutoardjo, juga mengalami nasib yang sama dengan pertambangan pasir besi di
Cilacap. PT Antam pada tahun 2004 menutup total kegiatan pertambangan pasir besi

1
Taufiequrrohman.Aneka Tambang Pamit dariCilacap,dalam
http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=13&newsnr=3366, diaksespadatanggal 8 Maret
2012
2
Ibid
di Kutoardjo karena PT Antam terus didera kerugian oleh menipisnya bahan baku
yang akan ditambang.3
Karena kebutuhan akan logam jenis besi terus meningkat secara nasional, maka
akhirnya pemerintah mulai melirik ke daerah pesisir Kulon Progo yang terbukti juga
mengandung pasir besi seperti daerah Cilacap dan Kutoardjo. Permasalahan
penambangan ini sudah dimulai pada tahun 1964, di mana pada saat itu telah dilakukan
penelitian mengenai kadungan pasir besi di kawasan pasir di kawasan pesisir Kulon
Progo oleh ITB. Dan hasilnya pada kedalaman 4-5 meter ditemukankandungan air
tawar dan besi.4
Menyikapi temuan tersebut, selanjutnya pada tahun 2006 diadakan perencanaan
untuk melakukan penambangan pasir besi yang dilakukan oleh PT. JMM (Jogja
Magasa Mining) yang kemudian berubah nama menjadi PT. JMI (Jogja Magasa Iron)
bersama Indomines Ltd., dari Australia yang sampai saat ini mengundang pro dan
kontra dari masyarakat di kawasan pesisir Kabupaten Kulon Progo. Bagi yang pro
menganggap bahwa pertambangan pasir besi di kawasan ini tentunya akan membuat
efek limpahan (spill over efek) di mana selain akan menciptakan pertumbuhan ekonomi
di sana namun juga akan mampu mengundang investasi asing dan peningkatan
infrastruktur yang semakin baik. Sedangkan bagi yang kontra khususnya petani pesisir
mengganggap bahwa pertambangan ini tentunya akan membuat hilangnya hak warga
atas tanah, mata pencaharian5serta kerusakanlingkungan6.Sedangkan dari sudut
pandang hukum, perijianan pertambangan ini dinilai bermasalah. Sehingga dengan
demikian isu ini kemudian menjadi isu yang cukup menarik untuk dikaji lebih
mendalam lagi dalam penelitian saat ini.

3
Pertambangan Ditutup Ratusan Pekerja Demo.Dalam
http://www.suaramerdeka.com/harian/0309/09/dar33.htm, diakses 8 Maret 2012.
4
Afandi, Muhammad. Kaum TaniPesisirPantai Selatan Jawa DibawahBayang-BayangKapitalisme
Pertambangan.dalamhttp://www.persma.com, diakses2 April 2012.
5
Matapencaharianutamawargapesisir sebagai petanilahanpesisir
6
Sebagaimana yang telah terjadi di Cilacap paska tambang pasir besi, di mana permukaan pantai
mengalami penurunan hingga 90 cm, muara sungai berpindah, abrasi dan rusaknya tanaman mangrove.
1.2. Identifikasi Masalah
1.2.1. Batasan Masalah
Batasan penelitian yang dilakukan dalam penelitian kali ini membahas
dampak pertambangan pasir besi terhadap pertanian di pesisir Kulon Progo dan
kondisi kelegalan perijinan pertambangan pasir besi tersebut bila ditinjau dari
hukum nasional.
1.2.2. Rumusan Masalah
Dari pemaparan diatas, bahwa penambangan pasir besi didaerah pesisir
Kabupaten Kulon progo menimbulkan sejumlah permasalahan baik
permasalahan sosial, lingkungan dan hukum. Maka dari itu, peneliti tertarik
untuk menghadirkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.2.1. Bagaimana Pertambangan Pasir Besi berdampak terhadap pertanian di
Pesisir Kulon Progo?
1.2.2.2. Bagaimana perijinan Pertambangan Pasir Besi di Pesisir Kulon Progo
menurut perundang-undangan?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran mengenai latar
belakang munculnya permasalahan dalam pertambangan pasir besi yang ditinjau
dari berbagai aspek seperti aspek HAM, lingkungan dan hukum nasional.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian pertambangan pasir besi di pesisir Kulon Progo
memiliki berbagai kegunaan baik secara teoritis maupun praktis. Adapun
kegunaan secara teoritis adalah untuk mengembangkan ilmu-ilmu yang
diperoleh dalam perkuliahan mahasiswa dalam melakukan analisa terhadap
fenomena-fenomena sosial dan juga sebagai litelatur yang nantinya akan
berguna bagi para mahasiswa yang akan membahas kasus yang serupa.
Sedangkan kegunaan praktisnya adalah sebagai sarana untuk meatih
kemampuan mahasiswa dalam menuangkan buah pikirannya dalam bentuk
penulisan ilmiah, untuk menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh oleh mahasiswa
ke dalam prakteknya di lapangan, dan untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan terhadap permasalah pertambangan nasional serta sebagai bahan
pertimbangan pemerintah dalam menyusun kebijakan pertambangan nasional.
1.4. Literatur Review
Penelitian kasus penambangan pasir besi di kulon progo ditinjau dari sudut
pandang etika pembangunan dan sudut hukum sejauh ini memang belum ada, namun
penelitian sebelumnya yang terkait dengan pasir besi sudah banyak dilakukan oleh
beberapa LSM dan beberapa dari universitas-universitas yang ada di Yogyakarta.
Adapun beberapa penelitian yang yang terkait dengan pasir besi yaitu:

1. Rahmat Pasha Listyanto dengan judul “Analisis kasus penambangan pasir besi di
kawasan pertanian lahan pasir kulon progo ditinjau dari aspek ekologi, etnologi,
ekonomi dan teknologi”.

2.Julian Safri dengan judul “Pasir besi kulon progo: kondisi dan situasi
penambangan lahan pasir besi kabupaten kulon progo”.

Dengan melihat kasus pertambangan yang terjadi di pesisir pantai yang menuai
banyak pro dan kontra, adanya pertambangan pasir besi di pesisir pantai ini akan
menguntungkan suatu daerah, kemudian disisi lain bahwa pertambangan pasir besi
tersebut juga mengancam hilangnya lahan pertanian warga setempat, dengan demikian
maka penulis tertarik untuk meneliti pertambangan pasir besi di pesisir pantai
kabupaten Kulon Progo di tinjau dari sudut pandang etika pembangunan, sehingga
harapan kami akan ada solusi yang kami tawarkan bagaimana sebuah pembangunan
dijalankan tanpa ada yang dirugikan.

1.5. Kerangka Teoritis dan Hipotesis


Kerangka Teoritis
Untuk menunjang penelitian, maka peneliti memasukan beberapa teori untuk
mempermudahkan peneliti dalam melakukan analisis dan pemecahan
permasalahan yang terjadi.
1.5.1. Etika Pembangunan
Pertambangan pasir besi dengan dalih untuk meningkatkan perekonomian
dan dapat mensejahterahkan penduduk dengan menyerap tenaga lokal sebagai
tenaga kerja pada hakekat sebenarnya mengancam hak-hak dasar masyarakat
seperti penggusuran tempat tinggal dan hilangnya mata pencaharian penduduk
yang telah bergantung dari lahan pertanian. Alasan maupun pandangan dengan
dalih mengorbankan hak-hak dasar masyarakat merupakan pandangan sempit
dari pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi,
peningkatan pendapatan, industrialisasi, kemajuan teknologi, dan modernisasi
sosial.7 Pada akhirnya pembangunan yang tidak melibatkan etika kini tidak lagi
dilihat sebagai perluasan kemerdekaan nyata yang seharusnya dinikmati
masyarakat, akan tetapi pada hakekatnya mengancam manusia itu sendiri.8
Etika pembangunan merupakan sebuah paradigma baru dalam
pembangunan. Bagaimana pembangunan tercipta tanpa harus merusak
lingkungan dan menciptakan kesejahteraan bagi umat manusia. Berbagai
persoalan yang membelit negara-negara berkembang dari sejak mereka
memperoleh kemerdekaan lebih dari setengah abad yang lalu tidak kunjung bisa
dituntaskan dalam proses pembangunan. Persoalan-persoalan itu adalah
kelaparan, kemiskinan, pengangguran, kesenjangan, perumahan dan
penggusuran, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Atau singkatnya
kebutuhan primier masih menjadi persoalan besar bagi sebagian negara-negara
berkembang, yang tidak bisa dipecahkan melalui apa yang disebut dengan
pembangunan atau development.
Pengertian pembangunan atau development mempunyai makna changes
atau perubahan-perubahan dalam semua dimensi kehidupan manusia. Sejak The
First and The Second Development yang diprakarsai oleh Bank Dunia pada
dekade 1960-an dan 1970-an sampai saat ini, pemenuhan kebutuhan primer
untuk sebagian terbesar penduduk negara-negara dunia ketiga masih sangat jauh
dari apa yang diharapkan. Bahkan ketika memasuki era globalisasi dan
paradigma pembangunan yang terjadi di dunia ketiga dikendalikan oleh negara
maju (state-led development) dan mengalami pergeseran menuju ke paradigma
pembangunan yang dikontrol oleh pasar (market-driven development).
Dalam konteks ini persoalan etika muncul dan mempertanyakan legitimasi
pembangunan sebagai sebuah bentuk intervensi sosial. Etika pembangunan
(Development Ethics) berusaha merefleksi tujuan pembangunan dan nilai-nilai
dalam wacana pembangunan serta mengkajinya dalam kaitan dengan nilai-nilai
atau norma lain dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.9 Melihat fakta

7
Budi Winarno. 2011.Isu-isu Global Kontemporer.Center For Academic Publishing Services (CAPS).
Yogyakarta. Hal 85
8
Amartya Sen.1999. Development as Freedom. New York. Anchor Books, hal 3.
9
Prof Budi Winarno. Etika Pembangunan. Silabus pengantar mata kuliah Etika Pembangunan semester
dua Program Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada.
yang terjadi di lapangan bahwa pembangunan yang terjadi khususnya di negara-
negara berkembang sering kali menciptakan kesenjangan dan kemiskinan, maka
sangatlah penting kiranya untuk mencari solusi agar pembangunan yang
dilaksanakan benar-benar menciptakan kesejahteraan manusia. Maka etika
pembangunan dianggap sebagai suatu solusi.
Menurut Hans Kung, etika bukanlah sebuah ajaran agama baru di dunia
atau juga bukan sebuah ideologi atau spectrum baru. Namun arti atau makna
dari etika disini adalah sebuah kebutuhan akan nilai, kriteria, dan sikap dasar
manusia yang sama. Atau lebih tepatnya etika disini adalah sebuah konsensus
dasar tentang nilai-nilai pengikat, kriteria yang tak terbatahkan, dan sikap dasar
yang dikokohkan oleh semua agama meskipun terdapat perbedaan dogmatis
yang sesungguhnya juga dapat disumbangkan oleh kaum non beriman. 10 Maka
dengan adanya etika maka sebuah pembangunan seharusnya tidak lagi
memunculkan kesenjangan dan kemiskinan atau lebih-lebih menciptakan
kesengsaraan bagi umat manusia. Pembangunan yang bertujuan untuk
meningkatkan perekonomian sebuah negara jika dalam pembangunan tersebut
tidak ada nilai sebuah etika maka seringkali pembangunan itu hanya
menciptakan kekayaan bagi segelintir orang saja, selain itu juga sudah tentu
pembangunan itu akan merusak lingkungan dan alam dengan menghabiskan
sumber-sumber daya alam yang ada, maka dengan demikian sangatlah penting
sebuah etika untuk dijadikan sebuah paradigma dalam pembangunan. Selain
Hans Kung, Amartya Sen mengatakan bahwa sebuah pembangunan hendaknya
bertujuan untuk membebaskan manusia dari kemiskinan, kebodohan,
kesenjangan, kelaparan dan membebaskan manusia dari rasa yang kurang aman
terhadap ancaman. Sehingga manusia akan menikmati hidup sejahtera, dengan
adanya kebebasan politik, pemenuhan ekonomi, pemenuhan kesehatan, dan
keamanan sosial bagi kehidupannya. Inilah tujuan pembangunan yang
semestinya dicapai oleh manusia dalam hidupnya.
Pandangan yang dikemukan oleh Hans Kung dan Amartya Sen cukup
beralasan mengingat investasi pertambangan pasir besi di Kabupaten Kulon
Progo yang bekedok untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan
daerah sebenarnya hanya dinikmati oleh pemilik modal dan segelintir elit karena
hasil dari investasi tersebut tidak dirasakan langsung oleh masyarakat setempat.
10
Hans Kung.2002. Etika Ekonomi Politik Global. CV Qalam.Yogyakarta. hal. 159.
Hal ini terlihat dalam Kontrak Karya antara Indo Mines Limited yang berlokasi
di Australia mendapatkan bagi hasil sebesar 70 % dan PT. Jogja Magasa Mining
yang berubah nama menjadi PT. Jogja Magasa Iron (PT.JMI) yang hanya
mendapatkan 30%.11 Sedangkan Pemerintah Indonesia hanya dijanjikan
pemasukan pajak 2 triliun rupiah per tahun ditambah dengan royalti. Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo hanya mendapatkan 1 trilyun rupiah per tahun dari
royalti 1,5% dari keuntungan perusahaan.12 Padahal lahan pertanian yang sudah
menjadi penyangga hidup penduduk sekitar 50 ribu jiwa, dapat
menyumbangkan pendapatan rata-rata Rp. 70 juta dalam waktu enam bulan
bagi mereka memiliki lahan garapan seluas 1.200 meter persegi dan seharusnya
dapat menjadi dasar pijakan oleh pemerintah dalam melakukan pembangunan
karena maanfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat hanya dianggap
sebelah mata.13
1.5.2. Konsep Legalitas
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai
dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap
negara hukum. Yang kemudian asas legalitas ini juga dikenal juga dengan nama
kekuasaan Undang-Undang (de heerschappij van de wet).14Konstitusi atau
Undang-Undang Dasar merupakan seperangkat aturan dasarsuatu negara
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu negara.Penyelenggaraan
pemerintahan negara harus didasarkan pada konstitusi. Sebagai aturan dasar dalam
negara, maka Undang-Undang Dasar mempunyaikedudukan tertinggi dalam peraturan
perundang-undangan di setiap negara.

Istilah asas legalitas juga dikenal dalam hukum pidana yaitu: “nullum de
delictum sine praevia lege poenali” (tidak ada hukuman tanpa undang-undang).
Dan asas legalitas ini juga digunakan dalam bidang hukum administrasi negara
dengan makna “da het bestuur aan de wet is onderworpen” (bahwa pemerintah
tunduk pada undang-undang) atau “het legaliteitsbeginsel houdt in dat alle
(algemene) de burgers bin dende bepalingen op de wet moeten berusten” (asas
11
Lihat Kontrak Karya dari Pemerintah Republik Indonesia Oleh PT. JMM dan Indo Mines Limited
12
Terancam Pasir Hitam Kulon Progo, dalam http://www.greenradio.fm/index.php?
option=com_content&view=article&id=4637:terancam-pasir-hitam-kulon-progo-&catid=1:latest-
news&Itemid=336, diakses 11 April 2012
13
Masduki Attamami dan Heru Jarot Cahyono, Op. Cit.
14
Rocky Marciano Ambar.2011 Legalitas Pengangkatan Pejabat Walikota Manado dan Dampaknya
Bagi Penyelenggaraan Fungsi P emerintahan Daerah, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.hal. 49
legalitas menentukan bahwa semua kekuatan yang mengikat warga negara harus
didasarkan pada undang-undang). Asas legalitas ini merupakan prinsip negara
hukum yang sering dirumuskan secara khas dalam ungkapan “het beginsel van
wetmagticheit van bestuur.”15

Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan


negara hukum (het democratish ideal en het rectsstaatsideaal). Di mana setiap
kebiajakan yang ditempuh harus memperhatikan kepentingan rakyat, sesuai
dengan Undang-Undang dan memberikan jaminan perlindungan terhadapa hak-
hak rakyat.16 Berangkat dari penyataan di atas , maka dapat disimpulkan bahwa
legalitas itu bermakna bahwa setiap perbuatan yang dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan sehingga perbuatan tersebut memiliki suatu
kekuatan hukum atau memiliki keabsahan yang juga mempunyai akibat hukum.

Dan di Indonesia sendiri Pancasila merupakan landasan idiil, dan UUD


1945 merupakan landasan konstitusional yang merupakan hukum yang tertinggi
dan selanjutnya diikuti oleh perturan-peraturan lainnya. Berdasarkan UU No. 10
Tahun 2004 (yang menggantikan TAP MPR No. XX Tahun 1966 dan TAP
MPR No. III Tahun 2000), hierarki Tata Peraturan Perundang-Undangan adalah
sebagai berikut:

1. UUD RI 1945
2. UU/Perpu
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah, seperti:
a. Perda Provinsi
b. Perda Kabupaten/Kota
c. Peraturan Desa/ Peraturan yang setingkat dibuat oleh BPD atau nama
lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.

Dalam kasus yang dihadapkan dalam penelitian ini adalah keabsahan/kelegalan


terhadap perijianan pertambangan pasir besi, baik itu mengenai kepemilikan

15
Ibid
16
Ridwan.2006. HukumAdministrasi Negara, PT. RajagrafindoPersada, Jakarta, hal. 94
lahan tanah, kontrak karya serta Perda RTRWD Prov. DIY Tahun 2009-2029,
yang akan dianalisa berdasarkan perundang-undangan Republik Indonesia.

1.6. Hipotesis
Adanya pertambangan pasir besi dipastikan akan menimbulkan dampak negatif,
di mana pertambangan pasir besi ini akan menimbulkan kerusakan lingkungan seperti
abrasi pantai yang makin parah, karena rencana proyek penambangan berkedalaman
14,5 m dengan lebar 1,8 km dan panjang 22 km dari garis pantai sepanjang Kulon
Progo.

Selanjutnya rencana pasir besi juga akan menghilangkan bentuk dan fungsi dari
gumuk-gumuk pasir dikawasan pesisir yang berfungsi sebagai penyangga masyarakat.
Sebagai penyangga alam maupun penyangga ekonomi. Penyangga alam dari ancaman
tsunami dan sebagai filter air laut. Kemudian maksud dari penyangga ekonomi
dikarenakan gumuk pasir yang ada di pesisir selama ini adalah sebagai lahan pertanian
masyarakat yang potensial. Berbeda didaerah lain yang rentan akan banjir dan
kekeringan, kalau dilahan pantai tetap bisa berproduksi sepanjang tahun. Pertambangan
akan merusak ekosistem keseimbangan ekonomi yang ada dan akan berdampak buruk
terhadap lingkungan dan masyarakat secara umum.

Dampak negatif lainnya dari rencana penambangan akan mengakibatkan


penggusuran dan alih fungsi lahan berskala besar yang sangat merugikan masyarakat,
karena kawasan penambangan adalah sepanjang 22 km dan lebar 1,8 km dari garis
pantai terdapat: lahan pertanian semangk milik warga, cabai, melon, lahan perkebunan,
lahan persawahan, peternakan sapi, domba, unggas dan pemukiman penduduk 4
kecamatan 10 desa, infrastruktur yang sudah ada seperti jalan, masjid sekolah dan lain-
lain.

Selanjutnya dari sudut hukum nasional, perijinan pertambangan pasir besi


bermasalah, baik itu dari segi kepemilikan lahan pertambangan, kontrak karya dan
sejumlah perturan daerah. Hal ini dikarenakan perijinan yang diperoleh oleh PT. JMI
banyak bertentangan dengan hukum-hukum nasional baik itu perundang-undangan
ataupun peraturan pemerintah.
1.7. Metode Penelitian dan Tekhnik Pengumpulan Data
1.7.1. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat dekriptif eksplanatif yang menjelaskan bagaimana
dampak pertambangan terhadap pertanian serta kelegaan perijinan
pertambangan. Adapun jenis data yang dipergunakan adalah data primer melalui
wawancara, serta data sekunder yang diperoleh dari data resmi PPLP-KP,
Pemerintahan, Walhi dan data pendukung lainnya.
1.7.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melakukan wawancara
terhadap narasumber yang terkait serta melakukan studi literatur yang
bersumberkan baik dari buku-buku, media massa, media internet dan sumber-
sumber tertulis lainnya.
Tekhnik analisa data yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu
penelitian yang menganalisa sumber-sumber pustaka yang telah diperoleh dari
pernyataan seseorang yang berkompeten, sumber-sumber tertulis dan data yang
terkumpul akan dihubungkan demi mendukung masalah yang diteliti, tentunya
data tersebut saling berhubunganterkait dengan judul yang diambil peneliti,
tanpa menggunakan perhitungan dengan sistem statistik (hanya menjelaskan
dari angka statistik yang tersedia).

1.8. Lokasi dan Waktu Penelitian


1.8.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan kali ini yaitu dengan melakukan penelitian
lapangan secara langsung di kawasan Kec. Temon, Galur, Wates dan Panjatan.
1.8.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah terhitung pada
tanggal 20 Maret- 17 April 2012.
1.9. Sistematika Penulisan
BAB I Merupakan proposal penelitian atau bab pendahuluan.
Bab ini terdiri dari latar belakang, pokok permasalahan, kerangka teori dan konsep,
metodologi penelitian (jenis penelitian, teknik pengumpulan data, jenis dan sumber
data, dan teknik analisa), serta sistematika penulisan.
BAB II Merupakan gambaran umum
Bab ini berisi tentang gambaran umum sejarah pertambangan pasir besi di Pesisir
Kulon Progo.
BAB III Merupakan bab Analisis dan Pembahasan
Bab ini berisi mengenai dampak pertambangan pasir besi terhadap pertanian di Pesisir
Kulon Progo dan kelegalan perijinan pertambangan tersebut. Bab ini juga merupakan
hasil analisis dan pembahasan yang menjawab rumusan masalah.
BAB IV Penutup
Merupakan bagian kesimpulan dan saran dari penelitian yang dilakukan.

BAB II
Gambaran Umum
Bumi, air, tanah dan udara merupakan karunia yang diberikan Tuhan kepada kita
untuk kita nikmati bersama dan merupakan milik bersama yang tidak boleh kita rusak
melainkan harus kita jaga dan lestarikan. Hal ini juga termuat dalam UUD 1945 pasal 33 ayat
1 yang telah tegas mengatur bahwa bumi, air, tanah dan udara dikelola oleh negara dan
hasilnya akan dinikmati oleh seluruh warga negara.
Penambangan pasir besi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
pembangunan namun dalam pelaksanaannya sangat dilematis. Ini tergambar bagaimana
pelaksanaan dalam proyek rencana penambangan pasir besi sangat sulit dilaksanakan karena
satu pihak menginginkan penambangan tersebut ingin dilaksanakan, sedangkan disisi lain
warga/masyarakat sekitar tidak ingin wilayah mereka dijadikan daerah penambangan karena
bagi mereka proyek penambangan justru akan mengakibatkan kerusakan tanah-tanah yang
mereka miliki, lingkungan, dan hanya menguntungkan oknum tertentu dan dapat menggusur
keberadaan mereka.
2.1. Sejarah Pertambangan Pasir Besi di Pesisir Kulon Progo17
Pesisir Kulon Progo memiliki banyak sejarah baik masa kolonialisme mapun paska
kemerdekaan Indonesia. Pada masa kolonialisme, menurut catatan warga setempat yang
disampaikan oleh Bapak Arjo Dimejo warga desa karang sewu, sebelum tahun 1942 sebagian
warga karang sewu mampu bertahan hidup dengan menanam padi, ubi jalar, kentang dan
kacang tanah di tanah pasir pesisir. Namun pada masa penjajahan Jepang, warga dilarang
melakukan kegiatan pertanian di pesisir karena dicurigasi untuk keperluan pembuatan garam.
Paska kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1948 Presiden Soekarno mengijinkan warga
untuk menggarap lahan pesisir untuk pertanian. Dan pada akhirnya mengakibatkan warga
berbondong-bondong menggarap lahan pertanian pesisir tersebut. Namun hasil dari pertanian
tersebut tidak banyak membantu warga dalam meningkatkan perekonomian mereka, sehingga
mereka kerap di sebut oleh warga sekitar sebagai “orang cubung.18”
Lahan pesisir tersebut hingga tahun 1980-an dapat dikatakan sebagai lahan kritis atau
lahan kering berdasarkan RTRWD Kulon Progo Tahun 2003. Hal ini dikarenakan lahan ini
hanya mendapatkan pengairan dari proses alamiah yaitu dari air hujan pada saat musim
penghujan. Dan pada musim penghujan inilah para petani memanfaatkan kondisi ini untuk
bercocok tanam.

17
Afandi, Muhammad. Op.Cit
18
Orang cubung merupakan sterotype bernada ejekan yang ditujukan ke warga yang hidup di pesisir oleh
warga lain. Orang cubung bermakna orang kampung yang tertinggal atau inferior dan kondisinya
penyakitan.Puluhan tahun lalu pasir pantai yang dibarengi panasnya matahari dan kencangnya tiupan angin laut
lebih banyak membuat warga mengalami penyakit kulit, pernafasan, perut dan mata.
Namun kondisi ini berbeda bila kondisi kemarau tiba, di mana tanah menjadi kering
dan tandus sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan cocok tanam. Sehingga untuk
menyambung hidup, para petani beralih mata pencaharian menjadi buruh lepas ke daerah lain
hingga musim penghujan kembali tiba yang biasanya terjadi pada 6-8 bulan kemudian.
Dengan melakukan berbagai musyawarah antar warga dan berbagi pengetahuan serta
pengalaman secara kolektif dalam memecahkan permasalahan lahan kritis tersebut, warga
akhirnya berhasil menemukan metode untuk menyiasati lahan kritis agar dapat bertahan
hidup. Langkah yang mereka lakukan adalah membuat sumur ladang sederhana dengan
menggunakan kerekan bambu secara gotong royong pada tahun 1984. Selanjutnya juga,
warga terus melakukan uji coba penggunaan pupuk kandang, metode pengolahan lahan serta
membuat bendengan. Dan metode ini terus disempurnakan seiring berjalannya waktu dan
kebutuhan warga yang dirasa perlu.
Dan akhirnya jerih payah warga tersebut membuahkan hasil dengan berhasilnya warga
melakukan penanaman berbagai jenis tanaman holtikultura mulai dari cabe, terong, pari,
jarak, kacang panjang, padi, jagung, semangka, dan banyak lagi sayuran yang terdapat di atas
lahan pesisir sepanjang 25 Km tersebut, tidak perduli musim kemarau ataupun musim
penghujan. Dengan kemandiriannya kemudian masyarakat mengelola lingkungan tersebut
menjadi lahan pertanian yang potensial yang berhasil meningkatkan taraf kehidupan
mereka.19
Di lain pihak, pada tahun Tahun 1964 pernah dilakukan penelitian penyelidikan
kandungan pasir dari jurusan Geologi Universitas ITB di pesisir Kulon Progo. Penelitian
yang dipimpin oleh Ir. Junus ini menyelidiki kandungan pasir besi dan air tanah di dalamnya.
Dan alhasil dalam kedalaman sekitar 4-7 meter terbukti bahwa di dalam tanah pasir tersebut
mengandung air dan besi.
Karena terbukti bahwa lahan pesisir tersebut mengandung pasir besi, maka rencana
pertambangan pasir besi di Kabupaten Kulon Progo muncul dari desakan perusahaan
keluarga Kasultanan/Paku Alaman (Akta Notaris PT Jogja Magasa Mining) kepada
pemerintah daerah. Berdasarkan surat Australia Kimberly Diamond (AKD) kepada The
Manager Company Announcements Platform, Australian Stock Exchange Limited, Sydney,
Subject : Ironsands-Pig Iron Project-Yogyakarta, Indonesia, tertanggal 12 Agustus 2005,
menjadi bukti terjalinnya kesepakatan bisnis antara AKD (berubah nama menjadi Indomines
Ltd pada 2006), Krakatau Steel, dan PT. Jogja Magasa Mining/ PT. JMM (perusahaan

19
Hasil Riset yang dilakukan oleh Bapak DR. Jafar Sidiq, Fakultas Pertanian UGM.Dalam data
Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo.
pertambangan milik keluarga Sultan HB X dan Paku Alam IX) untuk menambang pasir besi
di pesisir Kulon Progo seluas 22 x 1,8 km, yang meliputi kecamatanGalur, Panjatan, Temon
dan Wates, yang terdiri dari sepuluh desa yakni Banaran, Karangasem, Garongan, Pleret,
Bugel, Glagah, Palian, Sindutan, Jangkaran, dan Karangwuni, yang akan direncanakan untuk
menjadi kawasan pertambangan tersebut hidup tidak kurang dari 30.000 petani.
Akibat adanya rencana pertambangan tersebut, membuat kondisi sosial-ekonomi
masyarakat terganggu. Hal ini dikarenakan bahwa dari lahan pertanian, warga mampu hidup
dan mampu menghasilkan berbagai bahan pokok seperti cabai sebanyak 17,548 ton/bulan
pada tahun 2008. Dan hasil pertanian ini disuplai ke luar DIY seperti di Jakarta dan
Sumatera. Namun jika lahan yang produktif ini dialih fungsikan menjadi lahan pertambangan
pasir besi maka akan mengganggu stabilitas perekonomian disektor pangan.20
Proyek pertambangan pasir besi juga akan merubah arah kemajuan masyarakat yang telah
dicapai kurang lebih 30 tahunan. Selama itu mereka hidup makmur dan sejahtera dengan cara
bertani tanpa merusak fungsi utama lingkungan dikawasan pesisir pantai tersebut dan
menikmati hasil dari apa yang mereka tanam bahkan mereka telah menciptakan arus
urbanisasi, dan kesejahteraan seperti ini nampaknya tidak bisa tergantikan dengan adanya
proyek pertambangan pasir besi yang mana akan membuka lapangan pekerjaan bagi warga
setempat, karena bagaimanapun jika dintanya, lebih baik mana bertani atau bekerja sebagai
keryawan di perusahaan pertambangan, warga akan tetap memilih untuk bertani sebagai
pekerjaan utama yang bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Dan warga di kawasan tersebut
juga tidak menginginkan lahan yang bertahun-tahun mereka geluti dalam bidang pertanian
dijadikan proyek pertambangan, sehingga sampai kapanpun warga di kawasan tersebut tetap
menolak adanya proyek pertambangan pasir besi.

2.2. Usaha-Usaha Masyarakat Pesisir Dalam Mempertahankan Lahan Pertanian


Adanya rencana pertambangan pasir besi, masyarakat yang tergabung dalam empat
wilayah kecamatan yaitu Galur, Panjatan, Temon dan Wates merapatkan barisan dengan
membentuk Paguyuban Petani Lahan Pantai (PLPP) Kulon Progo. Aksi yang dilakukan oleh
PPLP untuk menolak pertambangan pasir besi dengan melakukan unjuk rasa sebagai bentuk
protes kehadiran akan pertambangan pasir besi.21
20
Hasil peninjauan tim peneliti pada bulan Maret 2012 dan wawancara bersama warga pesisir Kulon
Progo serta data kelompok tani setempat.
21
Aksi Unjuk Rasa Oleh Penambang Pasir, dalam http://www.sipbulletin.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=526:aksi-unjuk-rasa-oleh-penambang-pasir&catid=61:tanah-
air&Itemid=100, diakses 11 April 2012.
Banyak upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat yang tergabung dalam Paguyuban
Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP) untuk mencegah proyek penambangan pasir
besi ini berjalan. Upaya-upaya tersebut antara lain mendesak Bupati (Toyo S. Dipo) dan
DPRD Kabupaten Kulon Progo untuk membatalkan proyek pertambangan pasir besi dan
mengusut skandal pembuatan RTRWD Tahun 2009-2029.22
Selain itu pada 21 Juli 2008 mendesak Fakultas Kehutan UGM untuk membatalkan
rencana kerjasama reklamasi lahan pasca penambangan oleh Fakultas Kehutanan UGM
dengan PT. JMI.23 Selanjutnya, masyarakat yang tergabung dalam PPLP-KP juga
mengirimkan surat kepada Presiden RI SBYdengan No Surat : 079/PPLP-KP/III/2009, dan
Kementerian Dalam Negeri dan DPR-RI untuk memohon pemerintah pusat untuk melakukan
pembatalan kerjasama penambangan di wilayah mereka.24PPLP juga telah menyurati Menteri
Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar untuk membatalkan kontrak karya PT Jogja
Magasa Iron terkait rencana penambangan pasir besi dengan memaparkan bukti-bukti bahwa
usaha yang mereka lakukan jauh lebih ramah lingkungan daripada kegiatan
tambang.25Bahkan warga bersama Lembaga Bantuan Hukum membawa permasalahan ini ke
MA dengan agenda menggugat Perda RTRWD 2009-2029.26

2.3. Hasil Dari Perjuangan Masyarakat Pesisir Dalam Mempertahankan Pertanian


Dari sejumlah usaha yang telah dilakukan oleh warga hanya beberapa saja yang
menuaikan hasil salah satunya pihak UGM yang diwakili oleh Rektor UGM Prof.
Soedjarwadi dan Dekan Fakultas Kehutanan UGM Prof. M.Na’iem sepakat menghentikan
proyek kerjasama reklamasi paska pertambangan dengan penandatangan surat pernyataan
bersama warga.27
Sedangkan upaya warga yang lain gagal dicapai seperti mendesak mendesak Bupati
22
Afandi, Muhammad. Ibid.

PPLP-KP, Rekam Jejak Perjuangan Masyarakat Pesisir Kulon Progo (Versi Sangat Singkat), 10
23

Febuari 2011.Tersedia di http://kulonprogotolaktambangbesi.wordpress.com/2011/02/10/rekam-jejak-


perjuangan-masyarakat-pesisir-kulon-progo-versi-singkat/.diakes30 Maret 2012.
24
Afandi, Muhammad. Ibid.

25
Soal Tambang Pasir Besi, Petani Kulon Progo Surati Menneg LH, dalam
http://regional.kompas.com/read/2009/02/22/14511278/Soal.Tambang.Pasir.Besi..Petani.Kulon.Progo.Surati.Me
nneg.LH, diakses 11 April 2012.
26
LBH Yogyakarta, Gugatan PPLP Soal Perda RTRW Ditolak MA, 4 Agustus 2011. Tersedia di
http://www.lbhyogyakarta.org/lbhyogya/2011/08/gugatan-pplp-soal-perda-rtrw-ditolak-ma/ diakses 2 April
2012
27
Afandi, Muhammad. Ibid.
(Toyo S. Dipo) dan DPRD Kabupaten Kulon Progo untuk membatalkan proyek
pertambangan pasir besi. Walaupun awalnya Bupati (Toyo S. Dipo) dan Ketua DPRD Kulon
Progo (Kasdiyono) menyetujui tuntutan masyarakat secara tertulis, dengan konsekuensi
pengunduran diri. Namun pada akhirnya Bupati dan DPRD Kabupaten Kulon Progo
mengingkari kesepakatan dengan masyarakat yang ditandatangani di depan ribuan warga
Kulon Progopada 27 Agustus 2007 dan akhirnya berwujud pada pemblokiran jalan menuju
kawasan pesisir untuk kepentingan pengangkutan material bahan Pilot Project PT JMI.28
Selanjutnya, warga juga telah menyurati Presiden RI dan Kementerian Dalam Negeri
terkait penolakan rencana pertambangan pasir besi di Kabupaten Kulon Progo pada tanggal
29 Juli 2010, namun tetap tidak membuahkan hasil. Sebelumnya pada 4 Februari 2008,
sejumlah perwakilan warga pesisir melakukan audiensi dengan Komisi VII DPR RI dan
Kedutaan Besar Australia, namun tidak menghasilkan sesuatu yang berarti. 29. Dan langkah
yang terakhir mengajukan surat gugatan yang diajukan oleh warga bersama LBH ke
Mahkamah Agung, namun ditolak karena alasan gugatan tersebut telah melampau batas
pengajuan gugatan dan keputusan MA ini bersifat final dan mengikat.30
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat pesisir yang tidak kenal lelah
walaupun tidak mendapatkan respon oleh pemerintah untuk menghentingkan pertambangan
pasir besi tidak membuat surut perjuangan dari masyarakat pesisir untuk mempertahankan
lahan pertaniaan yang telah mereka garap selama berpuluh tahun.Sampai saat ini warga tetap
melakukan kegiatan bertani untuk membuktikan kepada pemerintah bahwa dengan bertani
mereka tetap dapat sejahtera dan kualitas hidup serta kesejahteraan mereka semakin
meningkat.

28
PPLP-KP, Ibid.

29
PPLP-KP, Ibid.

30
Dimana RTRWD DIY Tahun 2009-2029 resmi diberlakukan pada tanggal 4 Maret 2010, sedangkan
warga mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung pada tanggal 20 September 2010. Dan menurut Pasal 2 Ayat 4
Peraturan MA No. 1 Tahun 2004, batas pengajuan gugatan selambat-lambatnya adalah 180 hari sejak
diberlakukan peruran yang akan digugat. Maka menurut MA gugatan warga ditolak karena melampaui batas
waktu pengajuan gugatan.LBH Yogyakarta, Ibid.
BAB III
Analisis

3.1. Dampak Pertambangan Pasir Besi Di Kabupaten Kulon Progo


Suatu aktivitas pertambangan yang mengambil kekayaan alam yang bersifat raw
material sudah pasti menimbulkan dampak-dampak positif maupun negatif dan dapat
mengubah stuktur maupun kondisi lingkungan sekitar pertambangan.Dampak-dampak
negatif dengan adanya aktivitas pertambangan pasir besi di Pesisir Kabupten Kulon
Progodapat mengubah struktur serta kondisi lingkungan yang pada akhirnya
masyarakat pesisir juga merasakan dampak negatif dengan adanya
pertambangan.Sedangkan dampak positif yang di rasakan yaitu bertambahnya
pendapatan daerah dan negara serta adanya pembangunan infrastruktur.Berikut ini
dampak- dampak yang diakibatkan dengan adanya pertambangan pasir besi dapat di
jelaskan lebih mendalam melalui analisa peneliti.
3.1.1. Dampak Terhadap Lahan Pertanian
Lahan pasir di pesisir Kabupaten Kulon Progo yang dulunya merupakan
lahan kritis dikarenakan sebagian besar lahan tersebut hanya lahan
berpasir.Dahulu, warga pesisir ini bertani dengan caramengharapkan air hujan
yang turun, dan tanaman yang mampu tumbuh di musim penghujan hanya
berupa tanaman gulungan yang hanya tumbuh.Dan bila musim kemarau tiba,
maka lahan pertanian ini akan menjadi tandus sama sekali, sehingga warga
beralih profesi menjadi buruh lepas.Sadar dengan kondisi mereka, warga pesisir
memanfaatkan sistem sosial berupa adat kebiasaan yang masih melekat
dilingkungan mereka yang dikenal dengan “Endong-Endongan”untuk saling
bertukar informasi agar dapat menemukan penyelesaian secara bersama-sama.
Dari berbagai pengalaman mereka menjadi buruh tani dan buruh lepas serta
lahirnya inovasi maupun gagasan seorang pemuda bernama Sukarman, warga
pesisir secara bergotong-royong membuat lubang yang besar berdiameter 5
dengan kedalaman 5-8 meter dan kemudian diberi srumbung yang dibuat dari
bambu. Warga memanfaatkan air dari lubang yang mereka gali untuk mengairi
lahan pertaniaan yang akan mereka garap, karena berkat pasir besi yang ada di
pesisir pantai dapat mengubah air laut menjadi air tawar. Berkat pengalaman
dan pengetahuan yang dilakukan secara kolektif berpuluh-puluh tahun, maka
warga berhasil memanfaatkan lahan tandus tersebut menjadi lahan yang
produktif.Lahan tersebut setelah di ubah oleh warga pesisir dapat menghasilkan
tanaman yang berupa : cabai, semangka, melon, padi, kentang, pepaya, dan lain-
lain dengan sistem tanam secara berkala dan hasilnya dikenal berbagai daerah di
luar Kabupaten Kulon Progo karena kualitasnya yang bagus.Tidak
mengherankan sampai saat inidapat di jumpai aneka tanaman dan buah-buahan
dari hasil pertanian yang diusahakan oleh masyarakat sekitar tanpa adanya
bantuan dari pemerintah.31
31
Afandi, Muhammad. Kaum Tani Pesisir Pantai Selatan Jawa Dibawah Bayang-Bayang Kapitalisme
Terkait dengan rencana penambangan pasir besi tersebut, tentu saja akan
mengancam eksistensi pertanian pesisir yang telah diusahakan oleh warga
selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan rencana penambangan tersebut
mencakup luas wilayah3.000 Ha denganrincian 22 x 1,8 Km dengan kedalaman
14,5 meter yang notabenenya akan meliputi wilayah pertanian warga di
kawasankecamatanGalur, Panjatan, Temon dan Wates.32Walaupun, pihak
perusahaan akan berjanji akan melakukan reklamasi pasca tambang, namun
diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan kondisi pasir menjadi
normal kembali dan membutuhkan perjuangan berpuluh-puluh tahun.
3.1.2. Dampak Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Kulon Progo
Orang-orang pesisir di kenal sebagai orang Cubung yang di anggap sebagai
orang yang tidak berpendidikan, miskin, penyakitan dan terbelakang.33 Sebelum
adanya lahan pertanian mereka bekerja sebagai buruh tani dengan sistem tadah
hujan dengan tanaman yang tidak memiliki nilai ekonomis tinggi dan selain itu
mereka menjadi buruh kasar di kota.34Hasil dari kegiatan mereka menjadi buruh
tani dan buruh kasar kehidupan dan kualitas hidup mereka dikatakan masih di
bawah standar kemiskinan dan jauh dari kesejahteraan.
Inovasi yang dilakukan oleh salah seorang masyarakat pesisir yang bernama
pak Sukarman35 yang mengubah gumuk pasir menjadi ladang yang dapat di
tanami beraneka tanaman seperti : padi, semangka, melon, cabai, terong dan
lain-lainnya, mengubah kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat pesisir
pantai berbuah secara drastis. Contoh : Pak Sukarman mulai menanam cabai
sejak 1985 kini sudah bisa mengubah rumahnya, memiliki sebuah mobil, sepeda
motor dan bahkan mengkuliahkan anaknya ke bangku kuliah dari hasil bertani.
Hasil dari kerja keras yang dibuktikan oleh pak Sukarman dari hasil bertani
dengan meningkatnya kesejahteraan dan kualitas hidup beliau dan keluarganya,
di tiru oleh masyarakat sekitar yang ingin mengubah hidupnya dengan cara
Pertambangan.29 Juni 2011. Tersedia di http://www.persma.com. diakses pada 2 April 2012
32
Ibid.

33
Hasil wawancara dengan salah satu pengurus PPLP (Paguyuban Petani Lahan Pantai).

34
Ibid

35
Tokoh masyarakat pesisir yang mengembangkan pertaniaan lahan pantai, sering di undang untuk
memberikan mata kuliah di Fakultas Pertanian UGM untuk matakuliah konservasi lahan marjinal dan kearifan
lokal, sering mendapatkan penghargaan dari pemerintah dan pernah mendapatkan penghargaan dari
Jepang.Sampai saat ini masih berprofesi menjadi petani.
bertani. Pada akhirnya terdapat berbagai kelompok-kelompok tani yang tersebar
di pesisir pantai Kabupaten Kulon Progo dengan menggarap lahan telantar
dengan status kepemilikan yang terbagi tiga, yakni tanah milik bersertifikat,
tanah desa, dan tanah milik Pakualam (Pakualam Ground).Dengan di tunjang
inovasi dalam bertani dan sistem lelang di dalam pasar lelang Asosiasi Pasar
Tani (Aspartan) di desa masing-masing membuat harga tanam setelah panen
tidak anjlok di tingkat petani dan merugikan petani. Di pasar lelang ini, para
petani tidak perlu repot untuk menjual hasil panennya karena para pedagang dari
berbagai daerah berdatangan seperti: Semarang, Jakarta, Batam, Riau, dan lain
sebagainya untuk membeli hasil panen mereka.36
Dari hasil kerja keras para petani lahan pesisir dalam melakukan inovasi
dalam bertani dan memasarkan hasil panen mereka, sampai saat ini mereka
dapat membuat rumah dan membeli motor sendiri dari uang hasil panen
mereka.37Dari hasil bertani, kini kehidupan mereka berbalik yang dahulunya
sebagai buruh tani dan buruh pabrik kini menjadi petani dengan pesisir yang
memiliki penghasilan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup
dengan jerih payah mereka sendiri tanpa perlu meminta bantuan siapapun dan
membebani negara.Adanya perubahan kesejahteraan dan kulitas hidup
masyarakat pesisir Kabupaten Kulon Progo juga membawa dampak positif bagi
anak-anak mereka. Anak-anak mereka dapat mengenyam pendidikan sampai
bangku kuliah yang jarang sekali dapat di temui di Indonesia, anak-anak yang
berasal dari keluarga petani dapat bersekolah sampai ke perguruan tinggi. Selain
itu, anak-anak mereka juga bisa terjamin untuk pembiayaan kesehatannya
apabila sewaktu-waktu dalam keadaan mendesak membutuhkan pertolongan
rumah sakit yang di dapat dari hasil yang mereka sisihkan dari kegiatan bertani.
Apabila pertambangan pasir besi berjalan maka dipastikan dapat membawa
kehidupan mereka kembali ke jurang kemiskinan yang pada akhirnya
kesejahteraan dan kualitas hidup mereka menurun di karenakan pertambangan
pasir besi yang hanya beroperasi tiga puluh tahun dan setelah itu pertambangan
36
Kiat Menggandakan Untung Bertani Cabai, dalam http://id.shvoong.com/business-
management/business-ideas-and-opportunities/2169777-kiat-menggandakan-untung-bertani-cabai/, diakses 27
Maret 2012.
37
Dari Penemuan Sukarman Anak Muda Desa Bugel Bisa Punya Rumah, dalam
http://jogja.tribunnews.com/2011/01/20/dari-penemuan-sukarman-anak-muda-desa-bugel-bisa-punya-rumah, di
akses 27 Maret 2012.
tersebut tidak ada lagi dan dapat menyebabkan dampak sosial yang
berkepanjangan baik dalam masa berlangsungnya proyek pertambangan dan
sesudah pertambangan. Dampak-dampak sosial tersebut seperti : adanya
perpindahan penduduk dari luar Kabupaten Kulon Progo yang ingin
mendapatkan pekerjaan di lokasi pertambangan yang dapat menyebabkan
konflik sosial seperti : persaingan dalam mencari pekerjaan dan pengupahan
yang mana dapat menambah beban pemerintah Kabupaten Kulon Progo.
Dengan berubahnya mata pencaharian dan hilangnya mata pencaharian pasca
selesainya pertambangan, maka otomatis biaya-biaya pendidikan dan kesehatan
untuk generasi mendatang tidak dapat dijangkau lagi oleh masyarakat
pesisir.Hal ini dikarenakan, warisan yang berupa lahan pertanian yang dapat
menghasilkan keuntungan secara berkala dan berkelanjutan (sustaine) yang
dirasakan langsung oleh masyarakat sudah tidak ada lagi dan membutuhkan
perjuangan berpuluh-puluh tahun untuk mengusahakan lahan pertanian lagi
seperti sedia kalan dan hal itu tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
3.1.3. Dampak Terhadap Lingkungan
Pasir yang berfungsi sebagai filter alam berupa penyaring air laut dan
mencegah abrasi dapat berubah fungsinya atau bahkan sama sekali hilang akibat
adanya pertambangan pasir besi. Di masa kolonial belanda, penambangan pasir
besi di wilayah tersebut tidak dilakukan karena dampaknya dianggap berbahaya
bagi keseimbangan ekologi di wilayah tersebut.38 Hal ini di karenakan, pasir di
Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu tiga gumuk pasir yang bergerak
yang ada di dunia, yang apabila pasir tersebut diambil maka fungsinya sebagai
peredam alami dari gempa akan hilang.39
Pertambangan pasir besi di Kabupaten Kulon Progo merupakan sistem
tambang terbuka dan selanjutnya diolah menjadi besi kasar dengan
menggunakan sistem ekstrasi untuk mengambil konsentrat besi yang terkandung
dalam pasir.40 Dalam proses ini tentu membutuhkan bahan-bahan mentah lain
38
Bambang Yunianto. 2009. Kajian Permasalahan Lingkungan Dan Sosial Ekonomi Rencana
Penambangan Dan Pengolahan Pasir Besi Di Pantai Selatan Kulon Progo, Yogyakarta.Puslitbang Teknologi
Mineral dan Batubara.Bandung, hal 10.
39
Ibid

40
Sesepuh PPLP Sesalkan Kontrak Penambangan Pasir Besi, dalam
http://www1.kompas.com/lipsus082009/rendraread/2008/11/04/15173760/sesepuh.pplp.sesalkan.kontrak.penam
bangan.pasir.besi, diakses 27 Maret 2012.
seperti air, batu kapur, batu bara, mangan, andesit, batu gamping, tanah liat yang
beberapa bahan tersebut berada di Kabupaten Kulon Progo diperoleh dengan
cara digali atau ditambang secara besar-besaran yang tentu saja dapat merusak
lingkungan,mengubah bentang alam dan mengubah aktifitas yang sudah ada di
Kabupaten Kulon Progo. Kegiatan dan proses penambangan biasanya
memerlukan air dalam melakukan kegiatannya. Tentu saja dalam melakukan
kegiatan pertambangan akan mengurangi kualitas air pasir dan kualitas air yang
diambil baik dari laut maupun dari muara yang terdapat di kabupaten Kulon
Progo. Selain itu aktivitas pertambangan pasti membutuhkan alat-alat berat dan
memerlukan perawatan selama kegiatan pertambangan yang biasanya
menghasilkan pelumas bekas selama perawatan. Sisa pelumas bekas ini jika
tidak dikelola dengan baik akan dapat mencemari air laut, karena kondisi seperti
ini sering terjadi dibanyak kawasan pertambangan yang membuang begitu saja
pelumas bekas mereka ke laut atau berceceran di sekitar area
pertambangan.Menurut Walhi Yogyakarta melalui tanggapan KA-ANDAL
PertambanganBiji BesiPT JMI Kulon Progo yang berjudul ”Satu Bumi
MilikBersama Tanpa Batas”, pertambangan besi dapat merubah bentang alam
pesisir dan adanya resiko bencana dimana “kekuatan buffer zone pesisir pasca
biji besi diambil” belum di analisa dan dikaji apakah mengalami perubahan atau
tidak sama sekali hal ini di karenakan wilayah pesisir pantai Kabupaten Kulon
merupakan wilayah yang juga dapat terkena imbas dari gempa yang muncul dari
Laut Selatan (Samudera Hindia).41 Mengacu pada Perda KKP No.1 Tahun 2003
Tentang RTRWD Tahun 2003-2013 dimana wilayah pesisir pantai Galur, Wates
dan Panjatan ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana khususnya banjir dan
tsunami. Hal ini diperkuat dari pernyataan bapak Sukarman yang menyatakan
dikala musim penghujan lahan pesisir sering tergenang oleh air yang berarti
penyerapan air oleh pasir di musim penghujan tidak maksimal karena batas
permukaan pasir dan air laut tidak begitu dalam. 42 Apabila pertambangan pasir
besi dilakukan dengan menggali di kedalaman 14,5 meter atau 6-9 meter, maka
dapat di pastikan kawasan pesisir yang ditambang akan tergenang oleh air,

41
Berkaca dari gempa yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 2006 dimana infrastruktur /bangunan di
wilayah selatan Yogyakarta khususnya propinsi Bantul mengalami kerusakan yang cukup parah. Akan tetapi,
infrastrukutur/ bangunan di pesisir pantai Kabupaten Kulon Progo tidak mengalami kerusakan yang parah.
42
Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Sukarman
permukaan pantai akan sejajar dengan permukaan air laut dan dapat
menurunkan permukaan pasir melebihi hasil analisa yang dikeluarkan oleh PT.
JMI sekitar 60 hingga 90 cm. Apabila di musim kemarau disertai tiupan angin
laut yang kencang, pertambangan di lakukan dan berkurangnya tanaman yang
tumbuh di pesisir pantai maka dapat dipastikan kesahatan warga pesisir akan
terancam dan mengalami penyakit seperti : penyakit kulit dan pernafasan, perut
dan mata.43 Selain itu pertambangan pasir besi juga dapat mengancam Cagar
budaya, Konservasi Penyu, Obyek Wisata Bahari, TPI (Tempat Pelelangan
Ikan), Pemukiman Warga, Fasilitas Umum seperti jalan, sekolah, dan mesjid
yang terkena imbas dari pertambang pasir besi.44
3.1.3. Dampak Terhadap Pendapatan Daerah dan Pembangunan Infrastruktur
Pertambangan pasir besi yang akan di jalankan di kabupaten Kulon Progo
yang dapat memberi tambahan sebesar Rp1 triliun setiap tahun bagi pendapatan
asli daerah dan nantinya merupakan pertambangan terbesar di Asia Tenggara,
pada kenyataannya tidak sesuai dengan harapan.45 Menurut Ketua Panitia
Khusus (Pansus) Raperda RPJMD, Drs. Suharto kontribusi PAD Kulonprogo
sebesar Rp 845 miliar per tahun bagi Kabupten Kulon Progo belum bisa
terpenuhi sebagaimana yang telah di janjikan oleh PT. JMI karena PT. JMI
beralasan produksi belum bisa maksimal sesuai harapan.46Estimasi pada tahun
2013, kontribusi dari PT JMI ke PAD hanya sebesar Rp 1,7 miliardan akan
meningkat menjadi Rp 36,7 miliar pada tahun 2014, sedangkan di tahun 2015
menjadi Rp 211 miliar dan pada 2016 baru bisa mencapai Rp 211,17
miliar.47Padahal sebelumnya PT. JMI menjanjikan Rp 845 miliar per tahun, dan

43
Kondisi tersebut pernah dialami oleh masyarakat pesisir Kabupaten Kulon Progo sebelum mereka
bertani sehingga melekatnya julukan (Streotype) terhadap mereka sebagai orang “Cubung”
44
Tanggapan KA-ANDAL Pertambangan Biji Besi PT JMI Kulon Progo yang berjudul “Satu Bumi
Milik Bersama Tanpa Batas.”
45
Pasir Besi Sumbang PAD Rp1 Triliun per Tahun, dalam
http://www.metrotvnews.com/index.php/metromain/newscat/ekonomi/2010/08/09/25551/Pasir-Besi-Sumbang-
PAD-Rp1-Triliun, diakses 28 Maret 2012.
46
Dewan Kritisi Setoran Tambang Besi Hanya Selisih Rp 11 Miliar dari Hasil Pertanian, dalam
http://www.radarjogja.co.id/kulon-progo-dan-gunung-kidul/24214-dewan-kritisi-setoran-tambang-besi-hanya-
selisih-rp-11-miliar-dari-hasil-pertanian.html, diakses 28 Maret 2011.
47
Kontribusi PAD dari PT JMI Dinilai Minim,
dalamhttp://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/02/24/110534/Kontribusi-PAD-dari-PT-
JMI-Dinilai-Minim, diakses 28 Maret 2012.
apabila di bandingkan dengan hasil pertanianpesisir yang mencapai Rp 200
miliar per tahun, maka hanya terdapat selisih 11 miliar.48 Jika dilihat selisih
yang sangat kecil dari hasil pertambangan dan hasil pertanian pesisir yang
menghasilkan Rp 200 milyar per tahun, sudah selayaknya pertambangan pasir
besi di Kabupten Kulon Progo perlu di kaji ulang dan apabila tidak layak maka
selayaknya pertambangan pasir besi segera dihentikan.
Terkait dengan adanya infrastruktur seperti Pelabuhan Laut yang diduga
oleh kalangan umum merupakan imbas adanya proyek pertambangan pasir besi
perlu dikaji dan diteliti lebih mendalam.Pelabuhan Tanjung Adikarta di
Karangwuni Kulonprogo dijadwalkan tahun 2010 hingga kini tidak
berjalan.49Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X
memastikan pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta tidak akan terhambat
kontrak karya tambang pasir besi dan akan dilanjutkan dengan total luas lahan
sebesar 10 hektar, 7,9 hektar di antaranya berada di dalam areal kontrak karya
penambangan pasir besi PT Jogja Magasa Iron (PT JMI), dan 2,1 hektar berada
di luar daerah kontrak karya.50Menurut pandangan peneliti, pembangunan
fasilitas pelabuhan ini hanya bertujuan untuk mendukung dan memfaslitasi
kegiatan operasional dari pertambangan besi. Pandangan peneliti ini diperkuat
dari tanggapan KA-ANDAL PertambanganBiji BesiPT JMI Kulon Progo yang
berjudul ”Satu Bumi MilikBersama Tanpa Batas” yang dikeluarkan oleh Walhi
bahwa dalam pemrosesan pasir besi sebesar 9-15 juta pasir besi per
tahundengan pig iron 1 juta ton per tahun membutuhkan batu bara 1,2 juta ton
per tahun dan batu kapur 300.000 tonper tahun. Untuk mendukung kelancaran
proses produksi ini tentu saja membutuhkan sarana penunjang seperti laut atau
darat. Dengan kata lain “No free For Lunch”

3.2. Status Penerbitan Ijin Pertambangan Pasir Besi

48
Ibid

49
Investasi - Kawasan Pelabuhan, dalam http://www.kulonprogokab.go.id/v2/index.php?
pilih=hal&id=26, diakses pada tanggal 28 Maret 2012.
50
Sultan: Pelabuhan Kulon Progo Jalan Terus, dalam
http://regional.kompas.com/read/2012/01/09/1143461/Sultan.Pelabuhan.Kulon.Progo.Jalan.Terus, diakses 28
AMret 2012.
Permasalahan di pesisr Kabupaten Kulon Progo bermula dari pemerintah pusat
dan daerah yang memberikan ijin kepada perusahaan asing untuk mengeksplorasi pasir
besi di daerah tersebut.Ijin tersebut diwujudkan dalam sebuah Kontrak Karya yang
telah dilakukan pada tanggal 4 November 2008 antar pemerintah pusat dan PT. Jogja
Magasa Iron (PT. JMI) selaku wakil dan rekanan dari perusahaan Indo Mines Limited
yang berlokasi di Australia.Naskah Kontrak Karya tersebut telah mendapat
rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal dan telah dikonsultasikan
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.51Kontrak Karya (Contract of
Work) telah disetujui antara pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Menteri
ESDM Purnomo Yusgiantoro dengan pihak perusahaan pertambangan Australia
Indomines Ltd pada tanggal 22 Januari 2007 di Jakarta.52Untuk mendukung rencana
penambangan dengan Bupati Kulon Progo mengeluarkan SK Bupati No. 140 tanggal
11 Mei 2010 dan menegaskan bahwa "Investasi merupakan jembatan emas untuk
menuju Kulonprogo yang sejahtera”.53 DPRD Kabupaten Kulon Progo juga mendukung
rencana penambangan dengan mengeluarkan Keputusan DPRD Kabupaten Kulon
Progo Nomor 1/kep/DPRD/2010, tentang Persetujuan Izin Pemanfaatan Kawasan
Pesisir Kulon Progo.54Dikeluarkannya berbagai kebijakan dan peraturan oleh
pemerintah untuk medukung jalannya pertambangan, akhirnya menimbulkan berbagai
permasalahan yang hingga saat ini tidak dapat terselesaikan, antara lain mengenai hak
kepemilikan atas lahan yang menjadi lokasi pertambangan, permasalahan dalam
kontrak karya itu sendiri serta penerbitan ijin pertambangan seperti RTRWD Prov. DIY
Tahun 2009-2029. Berikut ini akan diijelaskan lebih mendalam melalui analisa peneliti.
3.2.1. Hak Kepemilikan Tanah di Lokasi Pertambangan Pasir Besi Kulon Progo
Lokasi Pilot Project yang rencananya terletak pada Pilot Project terletak
pada kordinat 7"58 00.02"S/ 110'11 14,65"E (batas utara-barat), 7'5803"
S/110'11''20,17" E (batas utara-timur), 7'58'07.06" S/110'11'54" E (batas
selatan-barat), dan 7'58'11.01" S/110'11'16.38"E (batas selatan-timur), dengan
luas wilayah sebesar 3.000 Ha dengan rincian 22 Km x 1,2 Km yang meliputi
51
Koran Tempo 27 Mei 2008.

52
Lihat Kontrak Karya Penambangan Pasir Besi PT. JMM / JMI.

53
Toyo Terharu Poyek Pasir Besi Bisa Dimulai, dalam http://jogja.tribunnews.com/2011/08/15/toyo-
terharu-poyek-pasir-besi-bisa-dimulai, diakses28 Maret 2012.
54
Walhi akan Tuntut Bupati dan DPRD Kulon Progo, dalam
http://www.antaranews.com/print/1292407325. diakses pada tanggal 28 MAret 2012.
kawasan kecamatan Galur, Panjatan dan Wates,55 pada akhirnya menimbulkan
permasalahan. Hal ini dikarenakan adanya ijin pertambangan dan hak guna
pakai atas lahan tersebut oleh Paku Alaman. Dikarenakan Paku Alaman
mengklaim bahwa pertambangan tersebut sah dikarenakan beroperasi di tanah
swapraja Paku Alaman (Paku Alaman Ground).
Berbeda dengan sudut pandang warga yang mengklaim bahwa
pertambangan tersebut ilegal dikarenakan beroperasi di permukiman warga, di
mana warga yang bermukim dilokasi tersebut merasa tidak pernah memberikan
ijin pertambangan atas tanah mereka. Dan permasalahan yang muncul adalah
saling klaim tanah antara Paku Alaman dengan para warga yang bermukim di
sana.Sebagai daerah istimewa, di Yogyakarta masih berdiri sebuah kesultanan
dengan status keistimewaannya di dalam negara Republik Indonesia. Salah satu
keistimewaannya adalah terdapatnya kepemilikan tanah swapraja oleh
Kesultanan dan Paku Alaman. Hal ini dengan jelas di sebutkan bahwa DIY
memiliki beberapa tanah swapraja di mana tanah swapraja ini merupakan
produk hukum adat dari Kesultanan Yogyakarta dan hukum Hindia Belanda. 56
Landasan hukumnya antara lain Koninlijk Besluit yang diundang-undangkan
dalam Staatsblad No. 474 Tahun 1915 yang intinya memberikan wewenang
pada penguasa swapraja untuk memberikan tanahnya dengan hak-hak barat serta
Rijksblad Kasultanan No. 16 Tahun 1918 dan Rijksblad Kasultanan No. 23
Tahun 1925 serta Rijksblad Paku Alaman No. 18 Tahun 1918 dan Rijksblad
Paku Alaman No. 25 Tahun 1925 di mana hak ini tidak diberikan kepada warga
negara Indonesia non pribumi.57
Dalam Konsiderans Staatsblad No. 474 Tahun 1915 ditegaskan bahwa di
atas tanah-tanah yang terletak di atas wilayah hukum swapraja, dapat didirikan
hak kebendaan yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW) seperti hak
angganggo, andarbe, eigendom, erfpacth, opstal, serta Sultan Ground dan Paku
Alaman Ground. Yogyakarta yang paska kemerdekaan Republik Indonesia
hingga sekarang masih memiliki beberapa tanah bekas swapraja yang tersebar di
seluruh wilayah DIY. Dengan landasan tersebutlah tanah di Yogyakarta dapat
55
Ibid.

56
Ni’matul Huda.2000. Beberapa Kendala dalam penyelesaian Status Tanah Bekas Swapraja di DIY,
Jurnal Hukum, No.13 Vol 7, Fakultas Hukum UII, Yogyakarta.
57
Umar Kusumoharyono. 2006. Eksistensi Tanah Kasultanan Yogyakarta Setelah Berlakunya
Undang- undang Nomor. 5 Tahun 1960, dalam http//www.pustaka_agraria.org di akses 27 Maret 2012
dikatakan istimewa.58Selanjutnya pasca kemerdekan Republik Indonesia,
landasan itu diperkuat dengan dikeluarkannya UU No. 30 Tahun 1950
sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 1950 dan UU No. 9 Tahun 1955
tentang pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta di mana DIY sendiri
mengalami perubahan dari sebuah daerah swapraja menjadi sebuah daerah yang
bersifat istimewa di wilayah NKRI terutama dalam hal pertanahannya.59
Setelah diterbitkannya UUPA No. 5 Tahun 1960 yang mulai diberlakukan
secara penuh pada DIY sejak tanggal 24 Desember 1983, 60 maka secara
otomatis status pertanahan di DIY tunduk pada hukum nasional baik itu UUD
1945 Pasal 33 Ayat 3 yang menyatakan segala sesuatu di wilayah Indonesia di
miliki oleh negara Indonesia.61 Serta UUPA No. 5 Tahun 1960 yang
menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya di miliki oleh negara62 dan kewenangan atas tanah
swapraja dinyatakan beralih kepada negara sebagai hukum tertinggi.63
Dapat disimpulkan bahwa warga yang memiliki sertifikasi tanah sejumlah
bukti berupa peta desa dan sertifikasi pertanahan berupa sertifikat, letter D, atau
letter C,64 sah secara hukum mengelola tanah di Kecamatan Galur, Wates dan
Panjatan, sedangkan Paku Alaman tidak sah secara hukum dalam melakukan
izin pertambangan dengan klaim atas kepemilikan pertanahan di wilayah
tersebut. Karena sejak berlakunya UUPA No. 5 Tahun 1960 yang mulai berlaku
penuh di atas wilayah DIY sejak tanggal 24 Desember 1983 sebagai bentuk
bagian dari wilayah NKRI.
3.1.2. Kontrak Karya
Penetapan UU No 4 Tahun 2009 mengakhiri pemberlakuan UU No 11
Tahun 1967 beserta peraturan pelaksanaannya (seperti memberikan hak

58
Sugito, Tanah Magersari Menjadi Salah Satu Keistimewaan DIY, dalam http://www.kompas.com
diakses 26 Maret 2012
59
Umar Kusumoharyono,Op.Cit.
60
Ibid.
61
Lihat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3

62
Lihat UUPA No. 5 Tahun 1960, Bab I Dasar-Dasar Ketentuan Pokok, Pasal 1 Ayat 2.Tersedia Online.

63
Lihat UUPA No. 5 Tahun 1960, Bab IV, A dan B. Tersedia Online.

64
Afandi, Muhammad. Ibid.
perijinan pertambangan kepada daerah)65, salah satunya adalah penghapusan
mekanisme kontrak karya pertambangan, yang diganti dengan IUP (izin usaha
pertambangan) yang mensyaratkan adanya perselisihan dan Amdal66 dan
penyelesaian masalah pertanahan (seperti kalim tanah anara Paku Alaman
dengan warga pesisir).67 Dengan demikian, kontrak karya tidak dapat menjadi
dasar bagi pelaksanaan Amdal. Karena menurut pendapat Walhi, Amdal
tersebut tidak memperhatikan aspek kebencanaan, ekonomi lingkungan dan peta
detail rencana pertambangan. Bahkan sejumlah UU penting tidak dimasukkan
ke dalam isi Amdal seperti UU No 24 tahun 2007tentang
PenanggulanganBencana, UU HAM No 39 Tahun 1999, UU Ekosob No 11
Tahun2005 dan UU Keterbukaan InformasiPublik No 14 Tahun 2008.68
Kontrak karya Pertambangan Pasir Besi yang disetujui presiden melalui
Menteri ESDM (Purnomo Yusgiantoro) pada 4 November 2008, menurut Walhi
Kontrak karya Pertambangan Pasir Besi tersebut juga memiliki beberapa
permasalahan seperti pencantuman nama Presiden Direktur PhilWelten berbeda
dengan namayang ada di akta pendirian PT.JMI, Philip John Welten danberbeda
dengan dokumen AndalDonald J.E.Hunter69dan didasarkan pada UU No 11
tahun 1967 menjadi batal demi hukum70 karena keberadaannya tidak dilindungi
oleh perundang-undangan, baik UU No 4 tahun 200971maupun UU No 27
Tahun 200772 dan Perda Kabupaten Kulon progo No 1 Tahun 2003 sebagai
peraturan pelaksanaan UU Penataan Ruang yang berlaku pada saat kontrak

65
UU No 4 Tahun 2009

66
Pasal 39 (1) huruf 1 dan n UU No. 4 Tahun 2009

67
Pasal 39 (2) huruf I dan q UU No. 4 Tahun 2009

68
Suparlan, Tanggapan KA-ANDAL dan ANDAL Pertambangan Pasir Besi PT. JMI, Walhi Yogyakarta

69
Suparlan, Ibid.

70
Pasal 169 huruf a UU No 4 Tahun 2009Tentang Pertambanga Mineral dan Batubara

71
Pasal 134 UU No 4 Tahun 2009

Pasal 22, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 35 huruf I UU no 27 Tahun 2009, beserta penjelasan bagian c.
72

Pengawasan dan Pengendalian nomor 4 huruf d, e, h, dan i.


karya dibuat.73 Artinya, meskipun secara De Facto kontrak karya ada (eksis),
namun secara De Jure kontrak karya tidak dapat dilaksanakan.
3.1.3. Penerbitan RTRWD Prov. DIY Tahun 2009-2029
Dalam pembuatan RTRWD Prov. DIY Tahun 2009-2029, peneliti melihat
banyak kejanggalan dalam peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya.
Sebagai contoh, pada Perda RTRWD Prov. DIY Tahun 2009-2029, menyatakan
bahwa pertambangan Pasir Besi di Kulon Progo akan dilakukan di wilayah
meliputi kec. Wates, Panjatan dan Galur.74 Namun sebagaimana kita ketahui
bahwa Kulon Progo merupakan masuk dalam kategori kawasan rawan bencana
seperti longsor, erosi dan tsunami (khususnya di Galur, Wates, dan Panjatan). 75
Walaupun pertambangan dapat diperijinkan di kawasan rawan bencana76, namun
pertambangan harus bersifat mensejahterakan masyarakat dan tidak boleh
merusak lingkungan.77
Seperti yang di bahas sebelumnya, di kawasan perencanaan pertambangan
Pasir Besi di wilayah Galur, Wates dan Panjatan hidup 30.000 jiwa petani lahan
pantai. Di mana mereka menggantungkan mata pencaharian dengan bercocok
tanam di wilayah ini. Dengan terjadinya tambang dengan luas wilayah 22 x 1,8
Km dengan kedalaman 14 meter, maka secara otomatis akan menghilangkan
mata pencaharian mereka dan merusak ekosistem pantai dengan terjadinya
penurunan ketinggian volume tanah paska penambangan. Dan tentu saja hal ini
akan mengganggu cadangan air tawar yang terdapat di kawasan tersebut dan
wilayah tersebut beresiko akan terkena dampaktsunami karena penurunan
volume tanah tersebut. Selain itu hal ini juga akan merugikan pemerintahan
Indonesia, di mana dengan terjadinya penambangan in, maka akan mengurangi
wilayah Indonesia yang di ukur dari garis pantai.
Selain itu, isi dari Perda RTRWD DIY 2009-2029, memiliki banyak
perbedaan dengan RTRWD Tahun 2003. Di mana dalam RTRWD 2003
73
Di mana pada saat penandatangan kontrak karya tersebut, RTRWD Prov. DIY Tahun 2009-2029 belum
berlaku.
74
Lihat Perda Prov. DIY Tentang RTRW Prov. DIY Tahun 2009-2029, Bagian Ketiga Pola Ruang
Kawasan Budidaya, Kawasan Pertambangan , Pasal 60 Ayat 2. Tersedia Online.
75
Lihat Perda Prov. DIY Tentang RTRW Prov. DIY Tahun 2009-2029, Bagian Kedua Pola Ruang
Kawasan Lindung, Kawasan Rawan Bencana Alam, Pasal 51. Tersedia Online.
76
Lihat Perda Prov. DIY Tentang RTRW Prov. DIY Tahun 2009-2029, Bagian Ketiga Pola Ruang
Kawasan Budidaya, Kawasan Pertambangan, Pasal 60 Ayat 1. Tersedia Online.
77
Lihat Perda Prov. DIY Tentang RTRW Prov. DIY Tahun 2009-2029, Bagian Ketiga Pola Ruang
Kawasan Budidaya, Kawasan Pertambangan, Pasal 58.Tersedia Online.
menyebutkan bahwa segala aktifitas yang akan merusak kawasan pantai dengan
jarak 150 meter dari air laut pasang tertinggi dilarang. 78 Dan berdasarkan UU
No 27 Tahun 2007, jarak minimum untuk kawasan sempadan pantai adalah 100
meter dari titik pasang tertinggi ke arah daratan, dengan artian kawasan tersebut
harus dilindungi.79Bahkan wilayah pesisir pantai Galur, Wates dan Panjatan juga
ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana khususnya banjir dan tsunami. 80
Bahkan dalam RTRWD 2003, Pemerintah Daerah menetapkan bahwa kawasan
Galur, Wates, dan Panjatan masuk dalam kategori perlindungan pertanian lahan
kering81 dan kawasan agro-wisata.82
Bahkan pendapat yang dikeluarkan oleh Wahana Lingkungan Hidup
(Walhi) DIY menyatakan bahwa Walhi secara konsisten menolak rencana
penambangan Pasir Besi di Kulon Progo.83 Menurut Walhi kawasan pesisir
Kulon Progo telah ditetapkan menjadi kawasan pertanian lahan kering
berdasarkan RTRWD 2003-2013 dan hal ini diperkuat oleh surat Paku Alaman
IX No.X/PA/2003 Point 1A yang menyatakan bahwa Paku Alaman Ground
ditetapkan sebagai pertanian lahan pasir dan wisata. Bahkan pertambangan Pasir
Besi menyalahi aturan dari UU No. 26 Tahun 2007, UU Penanggulangan
Bencana No. 24 Tahun 2007, UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Perda Tata Ruang DIY No. 5 Tahun
1992, Perda RTRWD Kulon Progo No. 1 Tahun 2003, dan Rencana Tata Ruang
Nasional PP No. 26 Tahun 2008. Bahkan saat penyusunan RTRWD Tahun
2009-2029, tidak adanya partisipasi aktif masyarakat yang terkena dampak
langsung.84 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyusunan RTRWD
2009-2029 bermasalah, sehingga acuan terhadap perijinan pertambangan PT.

78
Lihat Perda KKP No.1 Tahun 2003 Tentang RTRWD Tahun 2003-2013,Bagian Kedua Kawasan
Lindung, Pasal 16. Tersedia Online.
79
UU No. 27 Tahun 2007Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pasal 1 Ayat 18,
19, 20, 21, dan 22. Tersedia Online.
80
Lihat Perda KKP No.1 Tahun 2003 Tentang RTRWD Tahun 2003-2013, Bagian Kedua Kawasan
Lindung, Pasal 21. Tersedia Online.
81
Lihat Perda KKP No.1 Tahun 2003 Tentang RTRWD Tahun 2003-2013, Bagian Ketiga Kawasan
Budidaya, Pasal 25. Tersedia Online.
82
Lihat Perda KKP No.1 Tahun 2003 Tentang RTRWD Tahun 2003-2013, Bagian Ketiga Kawasan
Budidaya, Pasal 30. Tersedia Online.
83
Walhi, Walhi Konsisten Tolak Pasir Besi, 11 November 2011. Tersedia di
http://www.walhi.or.id/id/ruang-media/walhi-di-media/berita-tambang-a-energi/1629-walhi-konsisten-tolak-
pasir-besi.html, diakses 27 Maret 2012.
84
Suparlan, Ibid.
JMI di pesisir Kulon Progo dinyatakan dapat dibatalkan secara hukum karena
banyak melanggar ketentuan nasional baik itu pertanahan nasional dan peraturan
Perundang-Undangan Nasional Republik Indonesia.

BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pembangunan yang diidentikkan dengan peningkatan ekonomi dan untuk
kesejahteraan masyarakat, sering menimbulkan persepsi yang berbeda dan disalah
artikan oleh berbagai pihak maupun pemerintah.Rakyat yang merupakan salah satu
elemen dari terbentuknya suatu negara, sangat penting untuk dilibatkan dan didengar
aspirasinya dalam menjalakan pembangunan dan dalam mengeluarkan suatu
kebijakan.Hal ini sangat penting, mengingat inti dari tujuan pembangunan terletak
bagaimana pembangunan itu dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sehingga kualitas
hidup dan tingkat kesejahteraan mereka meningkat dan tidak kembali menjadi
masyarakat terbelakang serta tidak lagi tergantung dengan pemerintah.Inti dari tujuan
dari pembangunan sebenarnya telah selaras dan telah terwujud dari harapan dan
keinginan masyarakat pesisir Kulon Progo yang hanya ingin bertani dan tidak merasa
terancam keberadaanya supaya mereka tidak lagi kembali kekehidupan mereka seperti
dulu sebagai orang Cubung dan mereka tetap bisa tinggal di tempat kelahiran mereka.
Sedangkan dari segi kajian ilmu kerangka legal kerjasama internasional, maka
perijinan pertambangan pasir besi yang dilakukan oleh PT. JMI di kawasan pesisir Kulon
Progo bermasalah, baik mengenai kepemilikan lahan pertambangan, perijinan
pertambangan serta berbagai Peraturan Daerah yang bertentangan dengan Undang-
Undang Republik Indonesia. Sehingga disimpulkan bahwa perijinan PT. JMI dikatakan
tidak layak dan sudah sewajarnya perijinan PT. JMI dapat dicabut secara sepihak oleh
pemerintah.
4.2. Solusi
4.2.1. Dari Etika Pembangunan
Sebagaimana yang telah dipaparkan melalui analisa dan kesimpulan
mengenai pertambangan pasir besi, peneliti mencoba untuk memberikan saran
dan solusi yang terbaik untuk masyarakat khususnya masyarakat pesisir
Kabupaten Kulon Progo dan kepada pemerintah.Sebagai peneliti dan akademisi
kami memberikan saran kepada pemerintah daerah Kulon Progo untuk
mengambil kebijakan secara otonomi (khusus) mengenai permasalahan
pertambangan besi. Apabila pemerintah Kabupaten Kulon Progo selaku
penyelenggara pemerintahan dan kegiatan penyelenggaraan pemerintah
Kabupaten Kulon Progo di danai dari hasil kerja keras masyarakat Kabupaten
Kulon Progo termasuk masyarakat pesisir, selayaknya lebih memihak kepada
rakyat dan hendaknya mengambil kebijakan yang lebih mementingkan rakyat dan
harus benar-benar dirasakan langsung oleh masyarakat. Respon ataupun tindakan
dari pemerintah hendaknya kooperatif didalam segala forum yang membahas
permasalahan pertambangan pasir besi. Karena sejauh pengamatan peneliti, baik
dari hasil wawancara dari salah satu nara sumber dan data sekunder, pemerintah
tidak pernah menghadiri forum-forum baik yang bersifat formal maupun informal
yang membahas permasalahan pasir besi. Padahal, aspirasi atau suara dari rakyat
yang menolak pertambangan pasir besi sangat murni dan jauh dari kepentingan
politik manapun.
Masyarakat pesisir Kabupaten Kulon Progo hendaknya membangun dan
memperkuat jaringan baik lokal, maupun internasional. Jaringan lokal yang
dimaksud adalah menguatkan hubungan dengan kelompok cendekiawan, lembaga
swadaya masyarakat, pers nasional dan sebagainya. Jaringan internasional yang
dimaksud adalah menguatkan hubungan dengan kelompok-kelompok IGOs. Hal
ini penting dilakukandengan mengangkat isu HAM dan lingkungan, sehingga
mampu membuat pergerakan yang lebih besar, baik didalam maupun diluar
negeri. Sehingga pada akhirnya akan menarik perhatian elit penguasa dan
pengambil kebijakan. Kampanye-kampanye juga tetap harus dilakukan melalui
media massa dan media elektronik seperti internet dan jaringan sosial, agar tidak
terjadi kesimpang siuran atau kesalahpahaman akan inti dari permasalahan
pertambangan pasir besi. Kampanye-kampanye ini juga penting bagi masyarakat
pesisir, masyarakat diluar Kabupaten Kulon Progo, bahkan pemerintah agar
segera tersadar akan permasalahan dan dampak-dampak yang akan terjadi apabila
pertambangan tetap dilakukan.
Selain itu masyarakat pesisir tetap bertani dan melakukan usaha-usaha
konservasi maupun penghijauan di lahan pesisir dengan berbagai kelompok
swadaya masyarakat, pers bahkan pemerintah seperti badan lingkungan hidup
provinsi maupun daerah, agar dapat menjadi pembuktian bahwa petani juga
peduli mengenai lingkungan dimana mereka tinggal dan tidak dapat lagi
dikatakan sebagai masyarakat yang terbelakang. Apabila memungkinkan,
masyarakat pesisir sebaiknya membuat kelompok-kelompok seperti : usaha
pembibitan, usaha home industry dengan mengolah makanan maupun minuman
dari hasil pertanian agar tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir semakin
meningkat dan sebagai pembuktian juga bahwa kawasan pesisir Kabupaten Kulon
Progo dapat dijadikan sebagai kawasan ekonomi dan percontohan untuk home
industry yang berbasiskan pertanian. Jika ini terjadi, maka dapat di pastikan akan
mengakibatkan nilai tambah (added value) dari hasil pertanian masyarakat pesisir
serta mengakibatkan efek bola salju di kawasan pesisir selatan Pulau Jawa agar
masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir selatan Pulau Jawa mengubah lahan
pesisir yang masih ada menjadi lahan yang subur bagi pertanian.
4.2.2. Dari Kerangka Legal Kerjasama Internasional
Melalui aspek kerangka legal Kerjasama Internasional, peneliti
menyarankan agar mencoba membawa permasalahan perijinan pertambangan ini
ke Mahkamah Konstitusi. Pemerintah hendaknya mengkaji ulang kontrak karya
yang telah disepakati dengan PT. JMI dan Australia Indomines Ltd dan sebaiknya
pemerintah memiliki kebesaran hati dan memihak rakyat untuk membatalkan
kontrak karya antara PT. JMI dan Australia Indomines Ltd karena telah
melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Amartya Sen.1999. Development as Freedom. New York. Anchor Books


Bambang Yunianto. 2009. Kajian Permasalahan Lingkungan Dan Sosial Ekonomi Rencana
Penambangan Dan Pengolahan Pasir Besi Di Pantai Selatan Kulon Progo,
Yogyakarta.Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara. Bandung
Budi Winarno. Etika Pembangunan. Silabus pengantar mata kuliah Etika Pembangunan
semester dua Program Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada.
.2011.Isu-isu Global Kontemporer. Center For Academic Publishing Services
(CAPS). Yogyakarta
Hans Kung.2002. Etika Ekonomi Politik Global. CV Qalam.Yogyakarta
Kontrak Karya Penambangan Pasir Besi PT. JMM / JMI.
Ni’matul Huda.2000. Beberapa Kendala dalam penyelesaian Status Tanah Bekas Swapraja
di DIY, Jurnal Hukum, No.13 Vol 7, Fakultas Hukum UII, Yogyakarta
Rocky Marciano Ambar.2011 Legalitas Pengangkatan Pejabat Walikota Manado dan
Dampaknya Bagi Penyelenggaraan Fungsi P emerintahan Daerah, Fakultas Hukum
UGM, Yogyakarta.
Suparlan, Tanggapan KA-ANDAL dan ANDAL Pertambangan Pasir Besi PT. JMI, Walhi
Yogyakarta

Internet

Afandi, Muhammad. Kaum Tani Pesisir Pantai Selatan Jawa Dibawah Bayang-Bayang
Kapitalisme Pertambangan. dalamhttp://www.persma.com.
Aksi Unjuk Rasa Oleh Penambang Pasir, dalam http://www.sipbulletin.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=526:aksi-unjuk-rasa-oleh-penambang-
pasir&catid=61:tanah-air&Itemid=100
Dari Penemuan Sukarman Anak Muda Desa Bugel Bisa Punya Rumah, dalam
http://jogja.tribunnews.com/2011/01/20/dari-penemuan-sukarman-anak-muda-desa-
bugel-bisa-punya-rumah
Dewan Kritisi Setoran Tambang Besi Hanya Selisih Rp 11 Miliar dari Hasil Pertanian,
dalam http://www.radarjogja.co.id/kulon-progo-dan-gunung-kidul/24214-dewan-kritisi-
setoran-tambang-besi-hanya-selisih-rp-11-miliar-dari-hasil-pertanian.html
Investasi - Kawasan Pelabuhan, dalam http://www.kulonprogokab.go.id/v2/index.php?
pilih=hal&id=26
Kiat Menggandakan Untung Bertani Cabai, dalam http://id.shvoong.com/business-
management/business-ideas-and-opportunities/2169777-kiat-menggandakan-untung-
bertani-cabai/
Kontribusi PAD dari PT JMI Dinilai Minim, dalam
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/02/24/110534/Kontribusi-
PAD-dari-PT-JMI-Dinilai-Minim
LBH Yogyakarta, Gugatan PPLP Soal Perda RTRW Ditolak MA, 4 Agustus 2011. Tersedia
di http://www.lbhyogyakarta.org/lbhyogya/2011/08/gugatan-pplp-soal-perda-rtrw-
ditolak-ma/
Pasir Besi Sumbang PAD Rp1 Triliun per Tahun, dalam
http://www.metrotvnews.com/index.php/metromain/newscat/ekonomi/2010/08/09/2555
1/Pasir-Besi-Sumbang-PAD-Rp1-Triliun
Pertambangan Ditutup Ratusan Pekerja Demo. Dalam
http://www.suaramerdeka.com/harian/0309/09/dar33.htm.
PPLP-KP, Rekam Jejak Perjuangan Masyarakat Pesisir Kulon Progo (Versi Sangat Singkat),
10 Febuari 2011. Tersedia di
http://kulonprogotolaktambangbesi.wordpress.com/2011/02/10/rekam-jejak-
perjuangan-masyarakat-pesisir-kulon-progo-versi-singkat/.
Sesepuh PPLP Sesalkan Kontrak Penambangan Pasir Besi, dalam
http://www1.kompas.com/lipsus082009/rendraread/2008/11/04/15173760/sesepuh.pplp
.sesalkan.kontrak.penambangan.pasir.besi
Soal Tambang Pasir Besi, Petani Kulon Progo Surati Menneg LH, dalam
http://regional.kompas.com/read/2009/02/22/14511278/Soal.Tambang.Pasir.Besi..Petan
i.Kulon.Progo.Surati.Menneg.LH
Sugito, Tanah Magersari Menjadi Salah Satu Keistimewaan DIY, dalam
http://www.kompas.com
Sultan: Pelabuhan Kulon Progo Jalan Terus, dalam
http://regional.kompas.com/read/2012/01/09/1143461/Sultan.Pelabuhan.Kulon.Progo.J
alan.Terus
Taufiequrrohman.Aneka Tambang Pamit dariCilacap, dalam
http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=13&newsnr=3366.
Terancam Pasir Hitam Kulon Progo, dalam http://www.greenradio.fm/index.php?
option=com_content&view=article&id=4637:terancam-pasir-hitam-kulon-progo-
&catid=1:latest-news&Itemid=336
Toyo Terharu Poyek Pasir Besi Bisa Dimulai, dalam
http://jogja.tribunnews.com/2011/08/15/toyo-terharu-poyek-pasir-besi-bisa-dimulai
Umar Kusumoharyono. 2006. Eksistensi Tanah Kasultanan Yogyakarta Setelah Berlakunya
Undang- undang Nomor. 5 Tahun 1960, dalam http//www.pustaka_agraria.org
Walhi akan Tuntut Bupati dan DPRD Kulon Progo, dalam
http://www.antaranews.com/print/1292407325
Walhi, Walhi Konsisten Tolak Pasir Besi, 11 November 2011. Tersedia di
http://www.walhi.or.id/id/ruang-media/walhi-di-media/berita-tambang-a-energi/1629-
walhi-konsisten-tolak-pasir-besi.html

Dokumen Lainnya

UUD 1945
UUPokok Agraria No. 5 Tahun 1960
UU No. 27 Tahun 2007Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
UU No 4 Tahun 2009Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara
Perda Kab. Kulon Progo No.1 Tahun 2003 Tentang RTRWD Tahun 2003-2013
Perda Prov. DIY Tentang RTRW Prov. DIY Tahun 2009-2029

Anda mungkin juga menyukai