PENDAHULUAN
3.2. Materi
Pada praktikum teknologi hasil ternak ini materi yang digunakan yaitu,
kompor, piring, telur ayam, minyak goreng, penggorengan, telur itik, garam halus,
amplas, serbuk batu bata, ember plastik, daging, plastik poli etilen, pisau,
refrigator, sealer, susu pasteurisasi, gelas atau botol, panci, kompor, refrigerat,
daging sapi, garam, gula pasir, air, sodium nitrat, pisau, timbangan, toples, susu
pateurisasi, bakteri stater casei atau yakut, susu bubuk, panci, kompor, alat
pengaduk, freezer, refrigator, telenan, thermometer, plastik, pisau, timbangan,
daging ayam, bawan putih,ketumbar, gula merh, garam, asam jawa, food
processor, pisau, telenan, baskom, plastik, daun pisang, dan oven.
3.3. Metoda
4.1.1 Bau
Dari hasil yang peroleh dimana telur yang dibiarkan secara utuh atau T-1
tetap normal pada 5 hari percobaan dal ini dikarenkan telur yang di letakkan
secara utuh pada suhu ruang akan bertahan hingga 2 minggu, hal ini sesuai dengan
pendapat coenelia dkk, (2014) dimana jika dibiarkan dalam suhu ruang telur
hanya tahan 10-14 hari, setelah waktu tersebut telur mengalami perubahan-
perubahan kearah kerusakan. Sedangkan pada telur yang di perlakuan T-2 pada 4
hari percobaan tidak terjadi perubahan bau, dan pada perlakuan T-3 telur
mengalami perubahan bau pada hari ke 3, hal ini dapat disebabkan oleh
terkontaminasinya telur oleh organisme sehinga menyebabkan terjadinya
pembusukan yang mengakibatkan adanya bau. Pada perlakuan t-4 telur menjadi
bau pada hari ke 4 dimana bau yang di timbulkan berbau busuk.
4.1.2. Warna
Pada telur t-1 tidak terjadi perubahan apapun dikarenakan telur tersebut
masih dalam keadaan utuh, sedangkan pada telur yang perlakuan t-2 kunin telur
berjamur pada hari ke 4 dan ke 5 dan pada telur t-3 terdapat jamur pada hari ke 3
dan t-4 juga terjad penjamuran pada hari ke 3 hal ini dikarenakan telur yang di
ujikan terjadi serangan organisme hal ini sesuai dengan pendapat koswara (2009).
Dimana telur memiliki kelemahan mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiwi,
fisik, maupun kerusakan yng disebabkan oleh serangan mikroorganisme.
4.1.3. Viskositas
Dari hasil yang di peroleh pada telur t-1 tidak terjadi perubahan namun
pada telur telur t-2 putih telur mengering pada hari ke 4 dan ke 5 dikarenakan
terjadinya penguapan air yang ada pada telur sehingga mengakibatkan telur
mengering hal ini sesuai dengan pendapat muctadi dkk, (2010). Dimana telur
mudah mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh kerusakan secara
sulfida dari dalam telur. Alasan ini juga memperkuat penyebab terjadinya
kerusakan pada t-3 yang terjadi penjamuran dan terdapat lendir pada telur serta
pad t-4 yang mengalami kuninggg telur berlendir pada hari ke 4.
Pengawetan telur yang banyak dan sampai sekarang paling di kenal serta
paling digemari oleh masyarakat indoneisa adalah telur asin. Tujuan utama dari
proses pengasinan telur ini selain membuang rasa amis dan menciptakan rasa
yang khas adalah untuk memperpanjang masa simpan telur. Hal ini disebabkan
adanya ganguan atau perubahan pada struktur sekunder dan tresier akibat
terjadinya interaksi dengangaram ( safrulah amir et al. 2014).
Hasil yan diperoleh dari penggaraman basah penyusutan yang terjadi
cukup bisa diihat jaraknya sedangkan perlakuan pada penggaraman kering
penyusutan yang terjadi tidak terlalu signifikan, hal ini bisa terjadi dikarenakan
lama penyimpanan dan media yang digunakan pada saat penyimpanan dimana
Finata, dkk (2012) menyatakan bahwa lama penyimpanan mempengaruhi susut
bobot telur dan bisa menjadi salah satu faktor pendukung menurunnya kualitas
teur. Hal ini pun di dukung oleh jazil (2012) yang menyatakan semakin lama
penyimpanan telur akan semakin meninkat penyusutan bobot.
4.2.1. Pengamatan Citra Rasa
Dari hasil yang diperoleh bau yang ditimbulkan pada penggearman pada
telur masih dapat di toleran dan juga bagian tertentu baunya bisa disukai.
Pengujian bau ini adalah salah satu pengujian yang penting karena dapat
membrikan hasil penilaian terhadap daya terima produk (setyaningsih et al 2001).
Bau dapat digunakan sebagai indikator terjadinya kerusakan pada produk pangan.
Pada penilaian warna pada uji penggaraman basah dan kering dapat
disimpulkan bahwa yolk pada penggaraman basa lebih bagus dan lebih disukai
sedangkan pada tekstur pada bagian albumen penggaraman basah, lebih baik di
bandingkan penggaraman basa ini dapat dilihat dari tinggkat kesukaan dan pada
bagian yolk penggaraman basa lebih unggul dibandingkan penggaraman kering.
Pada rasa sendiri tingkat kkesukaan pada telur yangg diperakuan kering
lebih disukai dari pada telur perlakuan basa karena telur pada penggaraman basa
rasa yang di timbulkan lebih asin dibandinkan teur yang di perakukan dengan
penggaraman kering.
4.3. Pengawetan Dengan Pendinginan
Tabel.3. pengawetan denan pendinginan
pengamatan daging Pengamatan hari ke
1 2 3 4 5
Warna I Normal Menggelap Mengelap Menggelap M.tua
Ii Normal Menggelap Menggelap menggelap M. tua
Tekstur I Normal Normal Normal Mengeras Lembek
Ii Normal Normal Mengeras Liat Lembek
konsintensi I Padat Kasar Liat Liat Liat
Ii Padat Liat Liat Liat Liat
Penyusutan I Normal Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit
Ii Normal Sedikit Banyak Banyak Banyak
Bobot awal I 38 gr
Ii 46 gr
Bobot akhir I 39,42gr
ii 47,24gr
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa setiap harinya daging yang di
kemas dengan plastik etilen akan mengalami perubahan. Tapi, terdapat perbedaan
pada setiap perlakuan, pada daging yang plastiknya ditutup rapat tidak mengalami
perubahan yang signifikan karena daging mengalami perubahan warna yang
lambat. Pada tekstur mengalami perubahan menjadi lembek, konsistensi menjadi
liat, penyusutan sedikit dan mengalami peningkatan bobot akhir. Sedangkan pada
daging yang di biakkan plastiknya terbuka bobotnya juga mengalami perubahan
pada daging yang di dalam plastik dengan ditutup rapat.
Secara umum tujuan dan pengamatan adalah mempertahankan kuaitas,
yakni melindungi kontaminasi dari mikroorganisme, kotoran dan serangga,
melindungi kandungan air bahan pangan tetap konstan, mencegah masuknya bau
dan gas sehinga bau atau aroma produk dapat dipertahankan, melindungi dari
tekanan dan benturan (Hari 2002)
Daging di simpan pada suhu dengan suhu 1-12 0C ini sesuai dengan
pendinginan atau refrigator adalah penyimpana pada suhu di atas titik beku yaitu
diatas 2 0C dan 16 0C suhu lemari es umumnya berkisar antara 40C-70C (tjahjadi
2011).
Pengawetan atau penyimpana pada suhu rendah lebih tahan lama dari pada
di suhu kamar karena pada suhu rendah pertumbuhan mikroba akan terhambat
(bambang 2007).
4.4. pengemasan produk ternak
Tabel.4. Pengemasan Produk Ternak
Hari ke
pengamatan Waktu(jam) Benyak penyimpanan
1 2
Terbuka Normal
8 pagi
Tertutup Normal
Terbuka Menguning
Warna 4 sore
Tertutup normal
Terbuka Menguning
8 pagi
Tertutup Menguning
Terbuka Normal
8 pagi
Tertutup Normal
Terbuka Bau masam
Bau 4 sore
Tertutup Bau masam
Terbuka Bau masam
8 pagi
Tertutup Bau masam
Terbuka Cair
8 pagi
Tertutup Cair
Terbuka Mengental
Tekstur 4 sore
Tertutup Mengental
Terbuka Kental
8 pagi
Tertutup kental
Terbuka Normal
8 pagi
Tertutup Normal
Terbuka Mengental
Konsistensi 4 sore
Tertutup Mengental
Terbuka menggumpal
8 pagi
Tertutup
Dari data di atas diperolehlah hasil dimmana pada pengmatan pada kondisi
suhu run pda penujian susu dimna warna pada waktu jam pertma untuk
penyimpnan terbuka tidak terjadi perubahan begitu jug penyimpn tertutup, dan
pada 16 jam pertamma terjadi perubahan warna pada susu dengan penyimpanan
terbuka dan 24 jam semua susu mengalami perubahan warna menjasi kekuningan.
Sedangkan pada bau saat 8 jam pertama susu mengalami perubahan bau
dari bau normal menjadi bau aam pada kemasan yang terbuka dan pada 16 jam
berikutnya susu dengan kemasan tertutup juga menjadi sedikit bau asam dari
sebelumnya dan pada 24 jam selanjutnya pada kemasan terbuka bau asa busuk
juga dapat di cium dari kemasan yang tertutup, hal ini dapat terjadi karena di
sebabkan oleh reaksi ksidari pada bahan komponen makanan selama proses
pengolahan mampu penyimpanan, ini sesuai pendapat Rahardjo ( 2004), dimana
flavor adalah kombinasi antara aroma dan rasa yang menjadiidentitas suatu
produk pangan, yangg membedakannya antara jenis satu dengan yang lain.
Komponen flavor pada produk pangan di sebabkan oleh reaksi oksidasi pada
kompone bahan makanan selama proses pengolaan maupun penyimpanan.
Pada tekstur susu yang dilakukan pengujian pada suhu ruan pada 8 jam
pertama susu sama-sama cair. Lalu pada 16 jamsetelah itu sus pada pengemasan
terbuka engalami sedikit pengentalan di bandingkan pada pengemasan tertutup,
lalu pada 24 jam berikutnya pada sus yang di kemas secara di tutup juga terjadi
pengetalan. Pengentalan ini dapt terjadi dikarenakan pada suhu ruang itu sendiri
adah suhu optimum bagi Subramaniam (2000), dimana pertumbuhan mikroba
selama penyimpanan susu berantung pada beberapa faktor, antara lain jumlah
mikroba pada awal penyimpanan, sifat fisikokimia pangan ( kadar air, ph, dan
bahan pengawet) cra pengolahan, dan lingkungan eksternal (komposisi gas dan
suhu penyimpanan).
Konsistensi pada pengujian pengemasan pada suhu ruang di dapat hasil
dimana pad 8 jam pertam tidak terjadi pengentln pd setip pengujian sedangkan
pda 16 jam berikutnya susu pada pengemasan terbuka menjadi kental dan pada
pengemasan tertutup menjadi sedikit mengental kemudian pada 24 jam setelah itu
semua susu menjadi menggumpal, ini di sebabkan karena organisme pembusk
berkembang setelah proses pasturisasi akibat pengemasan yang kurang tepat, hal
ini sesuai dengan pendapat Simon dan Hansen (2001), bakteri psikotropik gram
negatif merupkan organisme pembusuk utm yng terdapat pada susu. Bakteri
psikotropik ini berkemban etelh proses psteurisasi akibat pengesan yang tepat,
bkteri psikotropik mampu tumbuh pada suuhu pengemasan yang kurang tepat,
bakteri ini mampu tumbuh pada suhu 0 0C dan tumbuh optimum pada suh di ats
20 0C.
Pada pengamatn sushu rendah ( refrigator) di peroleh hasil dimana pada 8
jam pertama tidak terjadi perubahan sedangkan pada 16 jam setelah itu terjadi
perubahan warna pada kemasan yang terbuka menjadi sedikit kuning dan pada 24
jam berikutnya terjadi perubahan warna pada kedua percobaan dimana pada
kemasan terbuka warna menjadi kuning dan pada kemasan tertutup warna sediki
menguning. Hal ini sesuai dengan Vassila et al. (2002) dimana pengemasan yang
baik dapat melindungi produk dari kontaminasi, serta mencegah proses oksidari
karena pengaruh cahaya dan oksigen.
Bau yan di peroleh dari 8 jma pertama dalah normalsedangkan 16 jam
berikutnya bau menjadi asam dan pasa 24 ja setelah itu juga berbau asam hal ini
bisa dkarenakan bahan kemasan, kondisi penyimpana atau pun terjadinya
kontaminasi sehingga terjadi perubahan pada bau, hal ini didukung oleh pendapat
zygouraet al (2004) dimana faktor yang mempengaruhi kualitas susu pasteurisasi
adalah bahan baku susu, perlakuan panas atau kondisi pengolahan, kontaminasi
setelh pasteurisasri bhn kemasan yang digunakan, dan kondisi penyimpanan.
Tekstur yang terjadi pada pebujian 8 jam pertama tidak mengalami
perubahan namun pada saat 16 jam setelah itu terjadi sedikit kental pada susu dan
pada 24 jam berikutnya tekstur susu pun menjadi kental hal ini bisa terjadi
dikarenakan terkontaminasi pada saat melakukan pengemasan.
Konsistensi pada pengujian suhu rendah ini baik pada kemasan tertutup
maupun terbuka pada 8 jam pertama tidak terjadi perubahan namun pad 16 jam
berikutnya menjadi sedikit mengental dan pada 24 jam terakhir terdapat sedikit
pengumpaaln yang dapat di sebabkan oleh adanya pengembangbiakan bakteri
yang tidak diinginkan.
4.5. Curing
Air yang ada pada makana pangan dapat menyebabkan mikroba tumbuk,
bila kadar air berkurang maka aktivitas mikroba dihambat dan di matikan, juga
bia menghemat ruang penyimpanan. Umunya bahan pangan mengandung air
dalam jumlah tinggi, maka hilangnya air sangan berpengaruh terhadap ukuran
volume tersebut, hal ini sesuai dengan Lasman (2010). Peneringan adalah
menghambat pertumbuhan mikroba dengan mengurangi kadar air, juga
menurunkan aw.
Daging yang dibuat dendeng, bisa dipeoleh aroma lain dan dendeng yang
biak dapat disimpan sampai 60 hari ( rasyaf 2000)
Proses pengeringan dalam pembuatan dendeng ada 2 cara, pengeringan
dengan oven yayng dapat di jamin hygyeni, mutu, dan kekeringannya (lawrie,
2001)
Salah satu metode pengawetan dendeng yaitu dengan cara menambahkan
garam ke berbagai macam makanan. Pengasapan pengertian juga telah di lakukan
secara luar dalam kombinasinya dengan garam, terutama untuk produk daging dan
ikan (martidjo, 2007)
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
pengawet alami pada telur yang mempunyai daya simpan lebih lama yaitu T-1 (telur
yang masih mentah dan utuh) dan telur yang cepat mengalami kerusakan yaitu telur
yang sudah tidak mempunyai kerabang, penyebabnya yaitu adanya suhu,
temperature, pada saat penyimpanan dan mikroba sangat mudah berkembang pada
telur khususnya putih telur.
Pada pengawetan dengan penggaraman dapat disimpulkan bahwa pembuatan
telur asin dengan cara basah banyak disukai dari pada penggaraman dengan cara
kering karena pengawetan akan terasa berbeda jika bahan dan pengolahannya
berbeda.
Kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum pengemasan dengan
pendinginan, pada daging semakin hari semakin mengalami penurunan kualitas.
Seperti pada warna daging semakin hari semakin coklat kehitaman begitu juga yang
terjadi pada tekstur, dan konsistensi semakin hari, semakin menurun kualitasnya.
Sedangkan pada pengemasan produk ternak dapat disimpulkan susu yang disimpan
pada suhu kamar akan mudah basi dan terkontaminasi dan pada suhu refrigerator
dapat memperlambat kerusakan meskipun kecil dan menggumpal atau pengentalan
merupakan sifat susu yang khas.
Adapun kesimpulan yang didapat pada curing (pengawetan dengan bahan
kimia) yaitu daging pada hari ke-6 atau daging tanpa nitrit berwarna merah pucat,
sedangkan daging yang diberi nitrit berwarna merah gelap. Padahal telah diketahui
bahwa daging yang dicuring (dengan nitrit) warnanya tetap merah dan akan tetap
bertahan. Hasilnya tidak sesuai dengan pendapat Winarto.
Kesimpulan pada fermentasi yaitu susu YK-III merupakan hasil fermentasi
yang baik dibandingkan dengan susu YK-! Dan YK-II, hal tersebut dikarenakan susu
YK-III ditambahkan 3 sendok the yakult, sehingga bakteri lactocacillus casei yang
ditambah kedalam susu lebih banyak dibandingkan dengan yakult yang ditambahkan
kedalam susu pada susu YK- dan YK-II.
Pada pengawetan dengan pembekuan dapat disimpulkan pada setiap karkas
atau bagian karkas berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Begitu pula antara
suhu kamar dan suhu refrigerator juga berbeda-beda. Pada suhu refrigerator berat
drippnya lebih banyak dari pada suhu kamar, dikarenakan pada suhu refrigerator
akan terjadi pembekuan yang dapat menampung air.
Adapun kesimpulan yang didapat pada pengwetan dengan pengeringan
adalah hilangnya air dalam dendeng atau bahan makanan lain yang di keringkan akan
menyebabkan bahan makanan tersebut mempunyai daya simpan yang lebih lama,
sehingga dapat di gunakan pada waktu yang akan datang. Semakin diperkecil AW
atau di hilangkan maka bahan makanan tersebut akan lebih awet dan mempunyai
daya simpan yang lebih lama, AW dapat di perkecil dengan cara pemanasan atau
pengeringan.