Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Telur merupakan bahan makanan yan bernutrisi tinggi. Telur


memilikimkandungan gizi yang terdiri atas 12% lemak, 13% protein, viamin dan
mineral. Bagian kuning telur mengandung protein, asam amino esensial, mineral
yang di butuhkan oleh tubuh seperti besi, fosfor, sedikit kalsium, vitamin B
komplek dan sebagian besar lemak. Sedangkan putih telur mengandung protein
lainnya termasuk jenis-jenis asam amino.
Secara alami telur mempunyai daya simpan yang relatif lama (2-3) minggu,
selain karena struktur fisik, telur juga mempunyai pengawetan alami yang cukup
potensial untuk melindungi dari kerusakan mikrobial. Pengawetan telur yang
banyak dan sampai sekarang paling di kenal serta paling di gemari oleh
masyarakat indonesia adalah telur asin. Tujuan utama dari proses pengasinan telur
ini selain membuang rasa amis dan menciptakan rasa yang khas adalah untuk
memperpanjang masa simpan telur.
Pengawetan dengan pengemasan dapt dibagi menjadi dua, yaitu pengemasan
dengan pendinginan dan pengawetan dengan produk ternak. Selain pengawetan
dengan pengemasan dan dilakukan juga pengawetan dengan pembekun.
Cruing merupakan suatu sistem pengawetan ternak yang mengandalkan
kekuatan garam sebagai pengawet dengan bantuan kontrol mikroba atau
fermentasi secara selektif. Kontrol mikroba dapat dilakukan antara lain dengan
penambahan bahan kimia seperti nitrat , asam, dan sebagainya. Sedangkan
fermentasi adalah fermentasi asam laktat.
Fermentasi merupakan peoses perubahan karbohidrat menjadi alkoho, zat-zat
yang bekerja pada proses ini adalah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi. Lamanya
proses peragian tergantung dari bahan yang akan diragikan. Fermentasi terbagi
menjadi dua tipe, tipe berdasarkan kebutuhan oksigen yaitu tie aerobik
membutuhkan oksigen dan tipe anaerobik tidak membutuhkan oksigen.
Upaya yang dapat diakukan untuk memperpanjang masa sipan dan
mempertahankan kualitas bahan pangan dapat dilakukan dalam waktu kurang dari
30 menit dn suhu mencapai -240C – (-40 0C) yang akan membentuk kristal,
sedangkan pada pembekuan lambat akan membentuk kristal es besar dan kasar.
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air terkandung,
melalui penggunaan energi panas. Biasany, kandungan air pada bahan tersebut
dikurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di
dalamnya.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pengawetan alami telur yaitu untuk mengetahui
kemampuan pengawetan alami yang ada pada telur, untuk mengetahui penyebab
kerusakan pada telur, dan untuk mengetahui daya simpan telur pada keadaan
mentah dan setelah diolah.
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui peran garam dalam
pengwetan telur, cara pengawetan dengan penggaraman badas dan penggaraman
kering dan untuk mengetahui perbedaan kualitas telur dengan penggaraman basah
dan penggaraman kering.
Adapun tujuan dari pengemasan dengan pendinginan adalah untuk mengetahui
peran dan fungsi kemasan dalam mempertahankan kualitas bahan pangan dan
untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada daging yang di dinginkan dengan
menggunakan kemasan dan tanpa kemasan.
Adapun tujuan dari pengawetan dengan pengemasan produk ternak adalah
untuk mengetahui peran dan fungsi kemasan dalam mempertahankan kualitas
bahan pangan dan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada produk yang
disimpan dalam kemasan dengan produk tanpa kemasan.
Adapun tujuan dari praktikum curing yaitu untuk melihat dan mengetahui
perubahan yang terjadi pada proses pengawetan dengan bahan kimia terhadap
perubahan warna pada produk yang di awetkan
Adapun tujuandari fermentasi yaitu perubahan yang terjadi pada susu yang di
fermentasikan selama 12-14 jam pada suhu kamar.
Adapun tujuan dari pengawetan dengan pembekuan yaitu mengetahui dripp
daging setelah pembekuan, mengetahui dripp daging berbgai irisan atau bagian
karkas ayam, dan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah
dripp yang di keluarkan dari daging setelah pembekuan.
Adapun tujuan dari pengawetan dengan pengeringam yaitu mengetahui
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan prose pengeringan.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum teknologi hasil ternak ini yaitu mahasiswa
dibekali dengan pengalaman dan keterampilan yang praktis tepat guna, efisien
dan aplikatif sehingga pada akhirnya mahasiswa dapat mempraktekkan dan
menerapkannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengawetan alami pada telur

Telur merupakan bahan makanan yang bernutrisi tinggi. Telur memiliki


kandungan gizi yang terdiri atas 12% lemal, 13% protein, vitamin dan mineral.
Bagian kuning telur mengandung protein, asam amino esensial, mineral yang di
butuhkan oleh tubuh seerti besi, fosfor, sedikit kalsium, vitamin kompleks dan
sebagian besar lemak, sedangkan putih telur mengandung protein lainnya
termasuk jenisjenis asam amino (respati, hasanah, wahyuningsih, sehusma,
manurung, supriati, dan rinawati, 2013).
jika dibiarkan dalam suhu ruang telur hanya tahan 10-14 hari, setelah waktu
tersebut telur mengalami perubahan- perubahan kearah kerusakan.( coenelia dkk,
2014)
telur memiliki kelemahan mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiwi, fisik,
maupun kerusakan yng disebabkan oleh serangan mikroorganisme. (koswara
2009).
telur mudah mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh kerusakan
secara sulfida dari dalam telur. (muctadi dkk, 2010).
Total mikroorganisme dala suatu pangan pada proses penyimpanan akan
mengalai peningkatan. Meningkatnya total mikroorganisme di karenakan adany
kanduungan air, nitrogen, vitamin dan mineral dalam bahan pangan (
yudabuntara, 2004)
2.2. pengawetan dengan penggaraman
Pengawetan telur yang banyak dan sampai sekarang paling di kenal serta
paling digemari oleh masyarakat indoneisa adalah telur asin. Tujuan utama dari
proses pengasinan telur ini selain membuang rasa amis dan menciptakan rasa
yang khas adalah untuk memperpanjang masa simpan telur. Hal ini disebabkan
adanya ganguan atau perubahan pada struktur sekunder dan tresier akibat
terjadinya interaksi dengangaram ( safrulah amir et al. 2014).
Bahwa lama penyimpanan mempengaruhi susut bobot telur dan bisa menjadi
salah satu faktor pendukung menurunnya kualitas teur. (Finata, dkk 2012)
jazil (2012) yang menyatakan semakin lama penyimpanan telur akan semakin
meninkat penyusutan bobot.
Pengujian bau ini adalah salah satu pengujian yang penting karena dapat
membrikan hasil penilaian terhadap daya terima produk (setyaningsih et al 2001).
Semakin tinggi kadar garam pada telur asin maka akan semakin lama daya
simpannya tetapi penambahan garam yangg berlebihan akan menyebabkan
denaturasi protein karena aanya perubahan atau modifikasi pada struktur sekunder
dan tresier. ( winarno, 2004).
2.3. pengawetan dengan pendinginan
Secara umum tujuan dan pengamatan adalah mempertahankan kuaitas, yakni
melindungi kontaminasi dari mikroorganisme, kotoran dan serangga, melindungi
kandungan air bahan pangan tetap konstan, mencegah masuknya bau dan gas
sehinga bau atau aroma produk dapat dipertahankan, melindungi dari tekanan dan
benturan (Hari 2002)
Daging di simpan pada suhu dengan suhu 1-12 0C ini sesuai dengan
pendinginan atau refrigator adalah penyimpana pada suhu di atas titik beku yaitu
diatas 2 0C dan 16 0C suhu lemari es umumnya berkisar antara 40C-70C (tjahjadi
2011).
Pengawetan atau penyimpana pada suhu rendah lebih tahan lama dari pada di
suhu kamar karena pada suhu rendah pertumbuhan mikroba akan terhambat
(bambang 2007).
Pendapat Repandi (2003) yang menyatakan bahwa proses HTST (High
Temperature Short Time) pada susu, dipanaskan pada 71,7°C (161°F) untuk
paling sedikit 15 detik dan didingikan dengan segera sampai suhu 10°C (50°F)
lebih disukai. Oleh karenanya lebih sering digunakan karena mempunyai
pengaruh yang lebih kecil terhadap gizi dan flavour susu.
Pendapat Robert (2009), yang menyatakan bahwa penyimpanan daging pada
suhu dingin dapat menyebabkan kerusakan apabila terlalu lama disimpan.
2.4.
Rahardjo ( 2004), dimana flavor adalah kombinasi antara aroma dan rasa
yang menjadiidentitas suatu produk pangan, yangg membedakannya antara jenis
satu dengan yang lain. Komponen flavor pada produk pangan di sebabkan oleh
reaksi oksidasi pada kompone bahan makanan selama proses pengolaan maupun
penyimpanan.
Subramaniam (2000), dimana pertumbuhan mikroba selama penyimpanan
susu berantung pada beberapa faktor, antara lain jumlah mikroba pada awal
penyimpanan, sifat fisikokimia pangan ( kadar air, ph, dan bahan pengawet) cra
pengolahan, dan lingkungan eksternal (komposisi gas dan suhu penyimpanan).
Vassila et al. (2002) dimana pengemasan yang baik dapat melindungi produk
dari kontaminasi, serta mencegah proses oksidari karena pengaruh cahaya dan
oksigen.
Zygouraet al (2004) dimana faktor yang mempengaruhi kualitas susu
pasteurisasi adalah bahan baku susu, perlakuan panas atau kondisi pengolahan,
kontaminasi setelh pasteurisasri bhn kemasan yang digunakan, dan kondisi
penyimpanan.
Pendapat Piliang (2005), yang menyatakan bahwa cara mempertahankan
klualitas susu dari serangan mikroba yaitu dengan cara dipanaskan atau
pasteurisasi pada suhu 72 derjat celcius selama 15 detik atau 65 derajat celcius
selam 30 menit.
BAB III
MATERI DAN METODA

3.1. Tempat Dan Waktu

Praktikum teknologi hasil ternak ini dilaksanakan di laboratorium, gedung C


fakultas peternakan, universitas jambi pada hari senin tanggal 14 Oktober – 4
November 2019, pada pukul 13.30 WIB sampai dengan selesai.

3.2. Materi
Pada praktikum teknologi hasil ternak ini materi yang digunakan yaitu,
kompor, piring, telur ayam, minyak goreng, penggorengan, telur itik, garam halus,
amplas, serbuk batu bata, ember plastik, daging, plastik poli etilen, pisau,
refrigator, sealer, susu pasteurisasi, gelas atau botol, panci, kompor, refrigerat,
daging sapi, garam, gula pasir, air, sodium nitrat, pisau, timbangan, toples, susu
pateurisasi, bakteri stater casei atau yakut, susu bubuk, panci, kompor, alat
pengaduk, freezer, refrigator, telenan, thermometer, plastik, pisau, timbangan,
daging ayam, bawan putih,ketumbar, gula merh, garam, asam jawa, food
processor, pisau, telenan, baskom, plastik, daun pisang, dan oven.

3.3. Metoda

3.3.1. pengawetan alami pada telur


Pada praktikum pengawetan alami pada telur yaitu pertama- tama siapkan
3 (tiga) butir telur dan bersihkan kotoran yang ada pada permukaan kerabang,
kemudian masing-masing telur beri tanda sesuai perlakuan, yaitu pada t-1
dibiarkan dalam keadaan mentah dan utuh, lalu pada t-2 telur di pecakan dan
diletakkan dalam piring, dan t-3 dikupas secara masak ( 10 menit) kemudia di
kupas dan di letakkan di dalam piring, dan kemudia pada t-4 telur digoreng
menjadi telur mata api dan diletakkan di dalam piring. Letakkan semua perlakuan
telur diatas dalam ruagan dalam kondisi suhu dan kelembaban kamar dan diamati
semua perlakuan tersebut sehari 2 kali selam 5 hari.
3.3.2. pengwetan dengan pengaraman
Pada praktikum pengawetan dengan penggaraman ini terbagi menjadi 2
cara yaitu car abasah dan cara kering. Pada cara basah itu sendiri pertama- tama
telur dicuci dan digosok dengan sabut. Amplas kerabang telur agar penetrasi
garam lebih mudah dan lap dengan kain. Rendam dalam larutan garam (air :
garam = 3 :1), dan di tambah sedikit air kapur selama 8-10 hari dalam wadah
ember. Lalu rebus sampai masak.
Adapun cara kerja pada pengawetan dengan penggaraman yang
mengenai pembuatan telur asin dengan cara kering bersihkan telur yang akan di
asinkan, buat larutan the dan campur antara garam halus, serbuk batu bata dan abu
gosok, buat adonan tersebut seperti pasta lalu tambah dengan larutan teh, bungkus
telur dengan adonan pasta dan simpan 8-10 hari, lalu rebus sampai masak,
bandingkan hasilnya.
3.3.3.Pengawetan dengan pengemasan
Adapun cara kerja pada pengawetan dengan pengemasan pertama kali
yang dilakukan adalah Pengemasan dengan pendinginan yaitu, menyiapkan
daging sapi dua potong dengan ukuran 5 x 7 cm, daging disimpan dalam
refrigerator pada suhu rendah ( 1 – 100C ) dengan ketentuan daging I daging
dimasukkan dalam plastik poli etilen dan rekatkan, daging II daging dibiarkan
terbuka dalam refrigerator,amati perubahan yang terjadi pada daging setiap hari
selama lima hari, daging diukur dan ditentukan kadar air masing – masing
daging. Sedangkan pengemasan produk ternak yang dilakukan, yaitu
menyiapkan susu segar sebanyak 0,5 liter, pasteurisasi susu tersebut pada suhu
72 c selama 15 detik, susu dimasukkan kedalam empat botol, dua botol disimpan
pada suhu kamar, dua botol disimpan suhu rendah, salah satu dari botol tutupnya
dibuka dalam masing – masing penyimpanan, amati perubahan yang terjadi pada
susu setiap 8 jam selama 2 hari.
3.3.4.Curing (pengawetan dengan bahan kimia)
Adapun cara kerja pada curing yaitu siapkan 2 potong daging
dengan ukuran sekitar 5x7 cm dengan tebal 1-2 cm dan timbang, buat 2 larutan
dengan bahan:
Larutan Garam NaCL Gula (gr) Na.nitrit (gr) Air(gr)
I 7,3 2,7 0,23 45
II 7,3 2,7 - 45
Kemudian masukkan dalam toples/botol, selanjutnya masukkan masing-
masing daging dalam toples/botol (larutan I dan II) lalu simpan toples dalam
refrigerator selama 7 hari, setelah 7 hari, keluarkan toples/botol dari refrigerator
dan keluarkan daging, selanjutnya rebus daging dari masing-masing toples/botol
selama 5 menit, dan amati perubahan dan perbedaan daging masing-masing
toples/botol antara sebelum perebusan dan setelah serta antara larutan I dan
larutan II.

3.3.5.Pengawetan dengan fermentasi


Adapun cara kerja pada pengawetan dengan fermentasi yaitu panaskan 1
liter susu sampai mendidih sambil diaduk sampai 2/3 bagian dari volume awal
kemudian tambahkan susu bubuk sebanyak 5% dari berat susu dan dinginkan
sampai suhu 45°C lalu letakan susu dalam tiga perlakuan yaitu yang pertama
ditambah 2 sendok teh yakult, yang kedua ditambah 3 sendok teh yakult dan yang
ketiga ditambah 4 sendok teh yakut sebagai starter selanjutnya masukan ke dalam
botol kecil yang tertutup rapat dan letakan pada suhu 25-27°C selama 12-14 jam
serta amati perubahan yang terjadi selama proses fermentasi, dan lakukan uji
organoleptic.
3.3.6.Pengawetan dengan pembekuan
Adapun cara kerja pada pengawetan dengan pembekuan yaitu siapkan
karkas ayam dan belah menjadi 2 bagian, masing-masing pisahkan berdasarkan
irisan yang meliputi irisan punggung, sayap dada, paha atas dan paha bawah,
timbang masing-masing irisan karkas lalu masukkan dalam kemasan plastik,
setelah di beri tanda masukkan semua kemasan karkas dalam freezer selama 48
jam, setelah 48 jam cairkan kemasan karkas yang membeku sebagai beriku: a).
irisan bagian kiri, thawing pada suhu kamar sampai irisan karkas lunak, b). irisan
bagian kanan, thawing pada refrigerator selama 24 jam dan selanjutnya thawing
pada suhu kamar sampai irisan lunak. Timbang masing-masing irisan sesaat
sebelum dithawing dan setelah dithawing selanjutnya keluarkan irisan karkas dari
kemasan plastic dan timbang (pisahkan irisan karkas dengan cairan yang keluar)
dan hitung drippnya.
3.3.7.Pengawetan dengan pengeringan
Adapun cara kerja pada pengawetan dengan pengeringan yaitu daging
ayam di pisahkan dari tulang, kulit dan lemak, di cacah di haluskan dengan
blender, haluskan semua bumbu, di campur dengan daging ayam dalamfood
processor, buat lapisan sekitar 3-5 mm, adonan dendeng yang sudah siap letakkan
di atas daun pisang, keringan dalam oven dengan 2 perlakuan, I : Dengan di
keringkan dalam oven selama 36 jam pada suhu 600, II : dendeng di keringkan
dalam oven selama 27 jm pada suhu 400 C.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengawetan Alami Pada Telur

Tabel.1. pengawetan alami pada telur


Pengawetan Hari Ke :
Perubahan Perlakuan
1 2 3 4 5
T-1 Normal Normal Normal Normal Normal
T-2 Normal Normal Normal Normal Hanyir
Normal Normal Bau - -
Bau B
T-3
us
uk
T-4 Normal Normal Normal Bau Busuk -
T-1 Normal Normal Normal Normal Normal
Warna T-2 Normal Normal Normal Berjamur Berjamur
T-3 Normal Normal Berjamur - -
T-4 Normal Normal Berjamur - -
T-1 Normal Normal Normal Normal Normal
Viskositas T-2 Normal Normal Normal Mengering Mengering
T-3 Normal Normal Berjamur - -
T-4 Normal Normal Normal Berlendir -

4.1.1 Bau

Dari hasil yang peroleh dimana telur yang dibiarkan secara utuh atau T-1
tetap normal pada 5 hari percobaan dal ini dikarenkan telur yang di letakkan
secara utuh pada suhu ruang akan bertahan hingga 2 minggu, hal ini sesuai dengan
pendapat coenelia dkk, (2014) dimana jika dibiarkan dalam suhu ruang telur
hanya tahan 10-14 hari, setelah waktu tersebut telur mengalami perubahan-
perubahan kearah kerusakan. Sedangkan pada telur yang di perlakuan T-2 pada 4
hari percobaan tidak terjadi perubahan bau, dan pada perlakuan T-3 telur
mengalami perubahan bau pada hari ke 3, hal ini dapat disebabkan oleh
terkontaminasinya telur oleh organisme sehinga menyebabkan terjadinya
pembusukan yang mengakibatkan adanya bau. Pada perlakuan t-4 telur menjadi
bau pada hari ke 4 dimana bau yang di timbulkan berbau busuk.
4.1.2. Warna
Pada telur t-1 tidak terjadi perubahan apapun dikarenakan telur tersebut
masih dalam keadaan utuh, sedangkan pada telur yang perlakuan t-2 kunin telur
berjamur pada hari ke 4 dan ke 5 dan pada telur t-3 terdapat jamur pada hari ke 3
dan t-4 juga terjad penjamuran pada hari ke 3 hal ini dikarenakan telur yang di
ujikan terjadi serangan organisme hal ini sesuai dengan pendapat koswara (2009).
Dimana telur memiliki kelemahan mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiwi,
fisik, maupun kerusakan yng disebabkan oleh serangan mikroorganisme.
4.1.3. Viskositas
Dari hasil yang di peroleh pada telur t-1 tidak terjadi perubahan namun
pada telur telur t-2 putih telur mengering pada hari ke 4 dan ke 5 dikarenakan
terjadinya penguapan air yang ada pada telur sehingga mengakibatkan telur
mengering hal ini sesuai dengan pendapat muctadi dkk, (2010). Dimana telur
mudah mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh kerusakan secara
sulfida dari dalam telur. Alasan ini juga memperkuat penyebab terjadinya
kerusakan pada t-3 yang terjadi penjamuran dan terdapat lendir pada telur serta
pad t-4 yang mengalami kuninggg telur berlendir pada hari ke 4.

4.2. Pengawetan Dengan Penggaraman


Tabel.2. pengawetan dengan penggaraman
pengaraman Unit telur Bobot awal penyusutan volume Berat jenis
B1 72 1 56 1.28
basah B2 71 0 56 1.26
B3 66 -2 56 1.17
K1 66 1 56 1.17
kering K2 67 0 56 1.19
K3 68 1 56 1.21

Pengawetan telur yang banyak dan sampai sekarang paling di kenal serta
paling digemari oleh masyarakat indoneisa adalah telur asin. Tujuan utama dari
proses pengasinan telur ini selain membuang rasa amis dan menciptakan rasa
yang khas adalah untuk memperpanjang masa simpan telur. Hal ini disebabkan
adanya ganguan atau perubahan pada struktur sekunder dan tresier akibat
terjadinya interaksi dengangaram ( safrulah amir et al. 2014).
Hasil yan diperoleh dari penggaraman basah penyusutan yang terjadi
cukup bisa diihat jaraknya sedangkan perlakuan pada penggaraman kering
penyusutan yang terjadi tidak terlalu signifikan, hal ini bisa terjadi dikarenakan
lama penyimpanan dan media yang digunakan pada saat penyimpanan dimana
Finata, dkk (2012) menyatakan bahwa lama penyimpanan mempengaruhi susut
bobot telur dan bisa menjadi salah satu faktor pendukung menurunnya kualitas
teur. Hal ini pun di dukung oleh jazil (2012) yang menyatakan semakin lama
penyimpanan telur akan semakin meninkat penyusutan bobot.
4.2.1. Pengamatan Citra Rasa

pengaraman Nilai hedonik Bau warna tekstur rasa


alb yolk alb yolk alb yolk alb yolk
Sangat suka √ √ √
Suka √ √ √
basah Biasa √ √
Tidak suka
Sangat tidak S.
Sangat suka √ √ √
Suka √ √ √ √ √
kering Biasa
Tidak suka
Sangat tidak S.

Dari hasil yang diperoleh bau yang ditimbulkan pada penggearman pada
telur masih dapat di toleran dan juga bagian tertentu baunya bisa disukai.
Pengujian bau ini adalah salah satu pengujian yang penting karena dapat
membrikan hasil penilaian terhadap daya terima produk (setyaningsih et al 2001).
Bau dapat digunakan sebagai indikator terjadinya kerusakan pada produk pangan.
Pada penilaian warna pada uji penggaraman basah dan kering dapat
disimpulkan bahwa yolk pada penggaraman basa lebih bagus dan lebih disukai
sedangkan pada tekstur pada bagian albumen penggaraman basah, lebih baik di
bandingkan penggaraman basa ini dapat dilihat dari tinggkat kesukaan dan pada
bagian yolk penggaraman basa lebih unggul dibandingkan penggaraman kering.
Pada rasa sendiri tingkat kkesukaan pada telur yangg diperakuan kering
lebih disukai dari pada telur perlakuan basa karena telur pada penggaraman basa
rasa yang di timbulkan lebih asin dibandinkan teur yang di perakukan dengan
penggaraman kering.
4.3. Pengawetan Dengan Pendinginan
Tabel.3. pengawetan denan pendinginan
pengamatan daging Pengamatan hari ke
1 2 3 4 5
Warna I Normal Menggelap Mengelap Menggelap M.tua
Ii Normal Menggelap Menggelap menggelap M. tua
Tekstur I Normal Normal Normal Mengeras Lembek
Ii Normal Normal Mengeras Liat Lembek
konsintensi I Padat Kasar Liat Liat Liat
Ii Padat Liat Liat Liat Liat
Penyusutan I Normal Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit
Ii Normal Sedikit Banyak Banyak Banyak
Bobot awal I 38 gr
Ii 46 gr
Bobot akhir I 39,42gr
ii 47,24gr

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa setiap harinya daging yang di
kemas dengan plastik etilen akan mengalami perubahan. Tapi, terdapat perbedaan
pada setiap perlakuan, pada daging yang plastiknya ditutup rapat tidak mengalami
perubahan yang signifikan karena daging mengalami perubahan warna yang
lambat. Pada tekstur mengalami perubahan menjadi lembek, konsistensi menjadi
liat, penyusutan sedikit dan mengalami peningkatan bobot akhir. Sedangkan pada
daging yang di biakkan plastiknya terbuka bobotnya juga mengalami perubahan
pada daging yang di dalam plastik dengan ditutup rapat.
Secara umum tujuan dan pengamatan adalah mempertahankan kuaitas,
yakni melindungi kontaminasi dari mikroorganisme, kotoran dan serangga,
melindungi kandungan air bahan pangan tetap konstan, mencegah masuknya bau
dan gas sehinga bau atau aroma produk dapat dipertahankan, melindungi dari
tekanan dan benturan (Hari 2002)
Daging di simpan pada suhu dengan suhu 1-12 0C ini sesuai dengan
pendinginan atau refrigator adalah penyimpana pada suhu di atas titik beku yaitu
diatas 2 0C dan 16 0C suhu lemari es umumnya berkisar antara 40C-70C (tjahjadi
2011).
Pengawetan atau penyimpana pada suhu rendah lebih tahan lama dari pada
di suhu kamar karena pada suhu rendah pertumbuhan mikroba akan terhambat
(bambang 2007).
4.4. pengemasan produk ternak
Tabel.4. Pengemasan Produk Ternak
Hari ke
pengamatan Waktu(jam) Benyak penyimpanan
1 2
Terbuka Normal
8 pagi
Tertutup Normal
Terbuka Menguning
Warna 4 sore
Tertutup normal
Terbuka Menguning
8 pagi
Tertutup Menguning
Terbuka Normal
8 pagi
Tertutup Normal
Terbuka Bau masam
Bau 4 sore
Tertutup Bau masam
Terbuka Bau masam
8 pagi
Tertutup Bau masam
Terbuka Cair
8 pagi
Tertutup Cair
Terbuka Mengental
Tekstur 4 sore
Tertutup Mengental
Terbuka Kental
8 pagi
Tertutup kental
Terbuka Normal
8 pagi
Tertutup Normal
Terbuka Mengental
Konsistensi 4 sore
Tertutup Mengental
Terbuka menggumpal
8 pagi
Tertutup

Dari data di atas diperolehlah hasil dimmana pada pengmatan pada kondisi
suhu run pda penujian susu dimna warna pada waktu jam pertma untuk
penyimpnan terbuka tidak terjadi perubahan begitu jug penyimpn tertutup, dan
pada 16 jam pertamma terjadi perubahan warna pada susu dengan penyimpanan
terbuka dan 24 jam semua susu mengalami perubahan warna menjasi kekuningan.
Sedangkan pada bau saat 8 jam pertama susu mengalami perubahan bau
dari bau normal menjadi bau aam pada kemasan yang terbuka dan pada 16 jam
berikutnya susu dengan kemasan tertutup juga menjadi sedikit bau asam dari
sebelumnya dan pada 24 jam selanjutnya pada kemasan terbuka bau asa busuk
juga dapat di cium dari kemasan yang tertutup, hal ini dapat terjadi karena di
sebabkan oleh reaksi ksidari pada bahan komponen makanan selama proses
pengolahan mampu penyimpanan, ini sesuai pendapat Rahardjo ( 2004), dimana
flavor adalah kombinasi antara aroma dan rasa yang menjadiidentitas suatu
produk pangan, yangg membedakannya antara jenis satu dengan yang lain.
Komponen flavor pada produk pangan di sebabkan oleh reaksi oksidasi pada
kompone bahan makanan selama proses pengolaan maupun penyimpanan.
Pada tekstur susu yang dilakukan pengujian pada suhu ruan pada 8 jam
pertama susu sama-sama cair. Lalu pada 16 jamsetelah itu sus pada pengemasan
terbuka engalami sedikit pengentalan di bandingkan pada pengemasan tertutup,
lalu pada 24 jam berikutnya pada sus yang di kemas secara di tutup juga terjadi
pengetalan. Pengentalan ini dapt terjadi dikarenakan pada suhu ruang itu sendiri
adah suhu optimum bagi Subramaniam (2000), dimana pertumbuhan mikroba
selama penyimpanan susu berantung pada beberapa faktor, antara lain jumlah
mikroba pada awal penyimpanan, sifat fisikokimia pangan ( kadar air, ph, dan
bahan pengawet) cra pengolahan, dan lingkungan eksternal (komposisi gas dan
suhu penyimpanan).
Konsistensi pada pengujian pengemasan pada suhu ruang di dapat hasil
dimana pad 8 jam pertam tidak terjadi pengentln pd setip pengujian sedangkan
pda 16 jam berikutnya susu pada pengemasan terbuka menjadi kental dan pada
pengemasan tertutup menjadi sedikit mengental kemudian pada 24 jam setelah itu
semua susu menjadi menggumpal, ini di sebabkan karena organisme pembusk
berkembang setelah proses pasturisasi akibat pengemasan yang kurang tepat, hal
ini sesuai dengan pendapat Simon dan Hansen (2001), bakteri psikotropik gram
negatif merupkan organisme pembusuk utm yng terdapat pada susu. Bakteri
psikotropik ini berkemban etelh proses psteurisasi akibat pengesan yang tepat,
bkteri psikotropik mampu tumbuh pada suuhu pengemasan yang kurang tepat,
bakteri ini mampu tumbuh pada suhu 0 0C dan tumbuh optimum pada suh di ats
20 0C.
Pada pengamatn sushu rendah ( refrigator) di peroleh hasil dimana pada 8
jam pertama tidak terjadi perubahan sedangkan pada 16 jam setelah itu terjadi
perubahan warna pada kemasan yang terbuka menjadi sedikit kuning dan pada 24
jam berikutnya terjadi perubahan warna pada kedua percobaan dimana pada
kemasan terbuka warna menjadi kuning dan pada kemasan tertutup warna sediki
menguning. Hal ini sesuai dengan Vassila et al. (2002) dimana pengemasan yang
baik dapat melindungi produk dari kontaminasi, serta mencegah proses oksidari
karena pengaruh cahaya dan oksigen.
Bau yan di peroleh dari 8 jma pertama dalah normalsedangkan 16 jam
berikutnya bau menjadi asam dan pasa 24 ja setelah itu juga berbau asam hal ini
bisa dkarenakan bahan kemasan, kondisi penyimpana atau pun terjadinya
kontaminasi sehingga terjadi perubahan pada bau, hal ini didukung oleh pendapat
zygouraet al (2004) dimana faktor yang mempengaruhi kualitas susu pasteurisasi
adalah bahan baku susu, perlakuan panas atau kondisi pengolahan, kontaminasi
setelh pasteurisasri bhn kemasan yang digunakan, dan kondisi penyimpanan.
Tekstur yang terjadi pada pebujian 8 jam pertama tidak mengalami
perubahan namun pada saat 16 jam setelah itu terjadi sedikit kental pada susu dan
pada 24 jam berikutnya tekstur susu pun menjadi kental hal ini bisa terjadi
dikarenakan terkontaminasi pada saat melakukan pengemasan.
Konsistensi pada pengujian suhu rendah ini baik pada kemasan tertutup
maupun terbuka pada 8 jam pertama tidak terjadi perubahan namun pad 16 jam
berikutnya menjadi sedikit mengental dan pada 24 jam terakhir terdapat sedikit
pengumpaaln yang dapat di sebabkan oleh adanya pengembangbiakan bakteri
yang tidak diinginkan.
4.5. Curing

Tabel .5. curing


Perlakuan daging Perubahan warna pada pengamatan hari ke
1 2 3 4 5 6
Di beri S.nitrat Normal Normal Agak pucat Pucat pucat Pucat
Tanpa nitrat Normal Normal pucat pucat pucat Pucat
Sebelum rebus Kemerahan
Setelah rebus Kemerahan

Adapun hasil yang di peroleh adalah adimana pada pengamatan selama 6


hari dengan 2 perlakuan dapat dilihat dimana perubahan warna ataupun kerusakan
pada daging yang di curing dengan menggunakan na nitrit atau pun tidak
mempunyai perbedaan dimana perubahan pada daging yan di beri nitrit warnanya
pada beberapa hari sebelumnya lebih baik di bandingkan dengan danging tanpa
nitrit bukan hanya itu, kerusakan pada daging pun juga sangat minim terjadi pada
proses pengawetan dengan bahn kimia ini, ini dapt disebabkan karena adanya
garam dan gula yang mengawetkan daging tersebut hal ini sesuai denan pendapat
Sebranet (2009) yang menyatakan bahwa curng dagingg dapat di definisikan
sebagai penggunaan garam dapur (NaCl) dan nitrit ( bentuk tereduksi dari nitrt)
untuk menubh secara kimiawi sifat fisik, kimia dan mikrobiologis produk daging.
Sejak curing daging berkembang definisi itu dipahami sebagai pemahaman garam,
gula, rempah-rempah nitrit dan nitrit untuk membantu dalam cita rasa dan properti
pengawetan ( pegg dan shadidi, 2008)
Sedangkan untuk kerusakan pada daging itu senidiri dapat di dieprlambat
waktunya di karenakan bahan kimia yang di berikan dapat menghentikan kerja
mikroorganisme sehingga menjadi lebih tahan. Hal ni sesuai dengan pendapat
Syarif (2003) yang menyatakan bahwa pada dasarnya prinsip dari engawetan
bahan pangan dengan bahan kimia yaitu menecagah prinsip dari pengawtan bahn
pangan dengan bahan kimi yaitu mencegah pertumbuhan mikroba, menghentikan
dengan bahan kimia yaitu mencegah pertumbuhan mikroba, menghentikan prose-
proses pembusukan oleh mikroba pada bahan pangan.
Sekarangg ini curing daging digunakan untuk memenuhi tuntutan
konsumen pada produk yang memiliki karakteristik atribut sensoris yang unik dan
atribut kamanan yang berhubungn dengan daging curing-curing dengan secr
trdisionl dikaitkan dengan daging olahan untuk tujuan mengubah karakteristik,
warna tekstur, citra rasa, keamanan dan umur simpan yang membuat produk ini
unik dan pproduk daging lainnya. (Sebranek, 2001)
4.6. pengawetan dengan fermentasi

Tabel.7. Pengawetan Dengan Fermentasi


Perlakuan
Pengamatan
Yk i Yk ii Yk iii
Warna normal normal Normal
Bau / aroma Aroma rempah rempah Bau susu basi Bau yakult
kekentalan Sedikit kental sedikit kental Normal
Rasa Asam tape manis Sedikit asam

Dari hasil yang di peroleh dapat disimpulkan tidak terjadi perubahan


warna pada susu yangg di fermentasi, sedangkan bau pada tiap stater berbeda
diana pada yk i mengalami bau seperti rempah kayu manis dan pada yk ii berbau
seperti susu basi sedankan pada yk iii berbau seperti yakult, untuk kekentalan
setiap stater terjadi penggumpalan stater yk i dan yk ii namun pada yk iii tidak
terjadi perubahan, dan untuk rasa dari pengujian fermentasi ini sendiri diperoleh
hasil dimana pada stater yki terjadi pengasaman pada rasa susu, pada yk ii susu
menjadi manis dan pada yk iii rasa sediit asam, hal ini bia terjadi di karenakan
fermentasi itu sendiri dapat merubah pangan menjadi menguntungkan atau pun
merugikan, dari bakteri yang kita berikan, ini sesuai dengan pendapat Suprihatin
(2010) dimana fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa
jeni mikroorganisme yang memfermentasi menghasilkan perubahan yang
menguntungkan ( produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan
yang merugikan ( kerusakan bahn pangan).
4.7. Pengawetan Dengan Pembekuan

Tabel.7. pengawetna dengan pembekuan


Bobot irisan karkas (gr) % dripp
Bagian karkas Temperatur
awal akhir
Suhu kamar 162.0 154.2 4.8
Sayap
refrigator 148.0 136.0 8.1
Suhu kamar 259.0 249.6 3.6
dada
Refrigator 221.0 199.0 9.9
Suhu kamar 285.0 277.5 2.6
paha
refrigator 258.0 247.0 4.2

Hasil yang diperoleh pada pengawetan dengan pembekuan adalah


persentasi dripp pada temperatur thawinh lebih tinggi di bandingkan pada
temperatur pada suhu kamar. Refrigator sendiri adalah tempat penyimpanan yang
menyatakan bahwa refrigator adalaj tempat penyimpanan makanan dalam waktu
beberapa hari saja dengan rage temperaturya dari suhu 20C sampai dengan 100C.
Pengawetan dengan pembekuan itu sendiri merupakan penawetan yang
baik pada daging hal ini di karenakan pada suhu yang dingin bahakan beku
kerusakan pangan akan begitu minim terjadi, hal ini sesuai dengan pendapat
Lawri (2003) yang menyatakan bahwa daging merupakan media yang ideal bagi
mikroorganisme. Oleh kerena itu, upaya mencegah terjadinya kerusakan daging
tersebut dilakukan dengan pengawetan dan salah satunya pengawetan suhu rendah
atau pembekuan.
Thawing atau pelayuan suhu beku dpat memperoleh hasil daging yang
berbeda dikrenkan perlakuan pada proses thwing cukup penting untuk
diperhatikan karena dapat merubah kualitas daging tersebut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Diana dkk ( 2011) menyatakan bahwa thawing dapat menyebabkan
perubahan fisik dan kimia pada kualitas daging.
4.8.Pengawetan Dengan Pengeringan

Tabel.8. pengawetann dengan pengeringan


Berat
Perlakuan Kode sampel Kadar air %
W W1 W2
50 0C , 36 jam B2 30 34 35 - 20
dan B4 31 35 34 33,3
0
50 C ,48 jam B6 30 35 34 25
rataan 12,76

Air yang ada pada makana pangan dapat menyebabkan mikroba tumbuk,
bila kadar air berkurang maka aktivitas mikroba dihambat dan di matikan, juga
bia menghemat ruang penyimpanan. Umunya bahan pangan mengandung air
dalam jumlah tinggi, maka hilangnya air sangan berpengaruh terhadap ukuran
volume tersebut, hal ini sesuai dengan Lasman (2010). Peneringan adalah
menghambat pertumbuhan mikroba dengan mengurangi kadar air, juga
menurunkan aw.
Daging yang dibuat dendeng, bisa dipeoleh aroma lain dan dendeng yang
biak dapat disimpan sampai 60 hari ( rasyaf 2000)
Proses pengeringan dalam pembuatan dendeng ada 2 cara, pengeringan
dengan oven yayng dapat di jamin hygyeni, mutu, dan kekeringannya (lawrie,
2001)
Salah satu metode pengawetan dendeng yaitu dengan cara menambahkan
garam ke berbagai macam makanan. Pengasapan pengertian juga telah di lakukan
secara luar dalam kombinasinya dengan garam, terutama untuk produk daging dan
ikan (martidjo, 2007)
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
pengawet alami pada telur yang mempunyai daya simpan lebih lama yaitu T-1 (telur
yang masih mentah dan utuh) dan telur yang cepat mengalami kerusakan yaitu telur
yang sudah tidak mempunyai kerabang, penyebabnya yaitu adanya suhu,
temperature, pada saat penyimpanan dan mikroba sangat mudah berkembang pada
telur khususnya putih telur.
Pada pengawetan dengan penggaraman dapat disimpulkan bahwa pembuatan
telur asin dengan cara basah banyak disukai dari pada penggaraman dengan cara
kering karena pengawetan akan terasa berbeda jika bahan dan pengolahannya
berbeda.
Kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum pengemasan dengan
pendinginan, pada daging semakin hari semakin mengalami penurunan kualitas.
Seperti pada warna daging semakin hari semakin coklat kehitaman begitu juga yang
terjadi pada tekstur, dan konsistensi semakin hari, semakin menurun kualitasnya.
Sedangkan pada pengemasan produk ternak dapat disimpulkan susu yang disimpan
pada suhu kamar akan mudah basi dan terkontaminasi dan pada suhu refrigerator
dapat memperlambat kerusakan meskipun kecil dan menggumpal atau pengentalan
merupakan sifat susu yang khas.
Adapun kesimpulan yang didapat pada curing (pengawetan dengan bahan
kimia) yaitu daging pada hari ke-6 atau daging tanpa nitrit berwarna merah pucat,
sedangkan daging yang diberi nitrit berwarna merah gelap. Padahal telah diketahui
bahwa daging yang dicuring (dengan nitrit) warnanya tetap merah dan akan tetap
bertahan. Hasilnya tidak sesuai dengan pendapat Winarto.
Kesimpulan pada fermentasi yaitu susu YK-III merupakan hasil fermentasi
yang baik dibandingkan dengan susu YK-! Dan YK-II, hal tersebut dikarenakan susu
YK-III ditambahkan 3 sendok the yakult, sehingga bakteri lactocacillus casei yang
ditambah kedalam susu lebih banyak dibandingkan dengan yakult yang ditambahkan
kedalam susu pada susu YK- dan YK-II.
Pada pengawetan dengan pembekuan dapat disimpulkan pada setiap karkas
atau bagian karkas berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Begitu pula antara
suhu kamar dan suhu refrigerator juga berbeda-beda. Pada suhu refrigerator berat
drippnya lebih banyak dari pada suhu kamar, dikarenakan pada suhu refrigerator
akan terjadi pembekuan yang dapat menampung air.
Adapun kesimpulan yang didapat pada pengwetan dengan pengeringan
adalah hilangnya air dalam dendeng atau bahan makanan lain yang di keringkan akan
menyebabkan bahan makanan tersebut mempunyai daya simpan yang lebih lama,
sehingga dapat di gunakan pada waktu yang akan datang. Semakin diperkecil AW
atau di hilangkan maka bahan makanan tersebut akan lebih awet dan mempunyai
daya simpan yang lebih lama, AW dapat di perkecil dengan cara pemanasan atau
pengeringan.

Anda mungkin juga menyukai