Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAH

1.1 Latar Belakang

Sapi dapat dengan mudah terinfeksi penyakit apabila peternak tidak


menerapkan manajeman kesehatan yang baik. Infeksi penyakit pada sapi
tentunya dapat memberikan kerugian besar bagi peternak. Kerugian tersebut
tidak hanya akibat dari banyaknya sapi yang mati tetapi juga banyaknya biaya
yang dikeluarkan untuk perawatan serta pengobatan terhadap sapi yang sakit.
Terdapat beragam agen penyebab penyakit pada sapi salah satunya yaitu
bakteri.
Brucellosis merupakan penyakit reproduksi yang menular dan disebabkan
oleh mikroorganisme Brucella sp yang dapat menyebabkan abortus pada usia
kebuntingan 5-8 bulan. "Mikroorganisme Brucella sp juga dapat
menyebabkan kemajiran total, terutama pada Brucelossis yang diikuti dengan
retensiosekundinae," katanya.
Abortus pada sapi adalah ketidakmampuan fetus sapi untuk bertahan hidup
sebelum waktunya dilahirkan, namun proses pembentukan organ pada fetus
tersebut telah selesai. Jika kebuntingan berakhir sebelum
terjadinya organogenesis, prosesnya dinamakan kematian embrio dini. Jika
fetus mati sesaat setelah dilahirkan, prosesnya dinamakan kelahiran
mati. Kebuntingan pada sapi terjadi selama 9 bulan. Abortus yang terjadi
sebelum bulan kelima masa kebuntingan tidak disertai dengan retensi
plasenta, tetapi abortus yang terjadi sesudah bulan kelima sering disertai
dengan retensi plasenta.
1.2 Rumusan Masalah
a. Penyebab terjadinya Brucellosis
b. Gejala utama Brucellosis
c. Patologi Anatomi Brucellosis
d. Penulara Penyakit Brucellosis
e. Diagnosa Brucellosis
h. Pengendalian Penyakit

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Penyebab terjadinya Brucellosis

Brucellosis disebabkan oleh bakteri famili Brucellaceae genus Brucella.


Brucella merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang dengan panjang
0,5 – 2,0 mikron dan lebar 0,4 – 0,8 mikron. Bakteri ini nonmotil, tidak
berspora, dan bersifat aerob. Brucella merupakan parasit intraseluler
fakultatif. Pada lingkungan yang hangat dan lembab, seperti di Indonesia,
bakteri Brucella dapat bertahan hingga berbulan-bulan di lingkungan. Enam
spesies terjadi pada hewan: B. abortus (sapi, bison, kerbau), B. melitensis
(domba dan kambing), B. ovis (domba), B. suis (babi), B. canis (anjing) dan
B. neotomae (rodent). Beberapa spesies Brucella mengandung biovars. Lima
biovars telah dilaporkan untuk B. suis, tiga untuk B. melitensis, dan sembilan
untuk B. abortus.
Brucella memiliki 2 jenis antigen, yaitu antigen M dan antigen A. Brucella
melitensis memiliki lebih banyak antigen M dibandingkan antigen A,
sedangkan B. abortus dan B. suis sebaliknya. Brucella mempunya antigen
bersama (common antigen) dengan beberapa bakteri lainnya seperti
Campylobacter fetus dan Yersinia enterocolobacter.
2.2. Gejala utama Brucellosis

Aborsi adalah adalah gejala utama brucellosis pada sapi betina. Infeksi
juga dapat menyebabkan kelahiran pedet yang lemah (stillbirth), retensi
plasenta, dan penurunan produksi susu. Setelah aborsi pertama, kebuntingan
berikutnya umumnya normal, namun organisme akan muncul pada susu dan
rahim discharge uterus. Pada sapi jantan, infeksi dapat terjadi pada vesikula,
ampula, testis dan epididimis. Testis juga dapat mengalami abses. Infeksi
yang menahun dapat mengakibatkan terjadinya arthritis. Hygromas, terutama
pada sendi kaki, adalah gejala umum di beberapa negara tropis.
Abortus mikotik umumnya ditandai oleh perubahan-perubahan nyata
padaselaputfoetus. Chorion tebal, oedematous, seperti kulit dan nekrotik. Lesi

2
utama terdapat pada placentoma, karunkel dan kotiledon sangat membesar,
membengkak, oedematus dan nekrotik.
2.3. Patologi Anatomi Brucellosis

Fetus aborsi dapat tampak normal, mengalami autolisis, atau oedema


subkutan dan cairan serosanguineus dalam rongga tubuh . Limpa dan/atau
hati dapat mengalami pembesaran dan pada paru-paru dapat ditemukan
pneumonia dan pleuritis fibrous. Kejadian aborsi fetus pada betina terinfeksi
umumnya disertai dengan plasentitis, dimana kotiledon dapat tampak merah,
kuning, normal, atau nekrotik. Daerah interkotiledon dapat tampak basah
dengan penebalan fokal. Dapat juga ditemukan eksudat pada permukaannya.
Lesio purulen hingga granulomatosa dapat ditemukan pada saluran
reproduksi jantan maupun betina, kelenjar mamae, limfonodus supramamari,
jaringan limfoid lainnya, tulang, sendi, serta jaringan dan organ lain (CFSPH
2009). Endometritis ringan hingga berat dapat ditemukan setelah kejadian
aborsi dan pada hewan jantan dapat ditemukan epididimitis dan/atau orchitis
unilateral atau bilateral. Higroma juga dapat ditemukan pada sendi karpalis,
lutut, tarsalis, serta antara ligamentum nuchae dan os vertebrae thoracic
pertama.
2.4. Penulara Penyakit Brucellosis

Brucellosis ditularkan melalui ingesti bakteri yang terdapat dalam susu,


fetus yang abortus, membran fetus, cairan uterus dan inseminasi buatan.
Meskipun ruminansia biasanya tanpa gejala setelah aborsi pertama,
selanjutnya dapat menjadi carriers kronis, dan Brucella akan ada pada susu
dan discharges uterus selama kebuntingan berikutnya.
Sebagian besar atau semua spesies Brucella juga ditemukan dalam semen.
Jantan dapat mendeposisikan untuk waktu yang lama atau seumur hidup. Hal
ini merupakan rute utama penularan untuk B. Ovis. Selain itu, B. abortus dan
B. melitensis dapat ditemukan dalam semen, namun transmisi kelamin
organisme ini jarang terjadi. Beberapa spesies Brucella juga telah terdeteksi
pada sekresi lain dan ekskresi termasuk urine, feses, cairan Higroma, air liur,
dan hidung dan sekresi mata. Brucella dapat menyebar pada fomites termasuk
pakan dan air. Dalam kondisi kelembaban tinggi, suhu rendah, dan tidak ada

3
sinar matahari, organisme ini dapat tetap bertahan selama beberapa bulan di
dalam air, fetus yang abortus, manure, wol, jerami, peralatan dan pakaian.
Brucella dapat bertahan dalam pengeringan, dan dapat bertahan hidup dalam
debu dan tanah. Kelangsungan hidup lebih panjang saat suhu rendah,
terutama ketika di bawah titik beku.
2.5. Diagnosa Brucellosis

Pengambilan sampel

Bakteri dapat diisolasi dari fetus aborsi (isi lambung, limpa, dan paru-
paru), membran fetus, cairan uterus, cairan vagina, semen, susu, cairan
hygroma atau sampel jaringan plasenta, limfonodus, organ reproduksi jantan
maupun betina, dan kelenjar mammae. Sementara antibodi dapat dideteksi
dari susu, whey, semen, dan serum darah. Sampel susu harus diambil dari
keempat puting dengan terlebih dahulu membuang perahan pertama.
Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis pada kasus Brucellosis dapat dilakukan dengan
cara mengambil sampel berupa swab dari vagina, plasenta, dan jaringan. Pada
kejadian aborsi, janin yang telah mati dapat dibuat preparat ulas kemudian
diwarnai dengan pewarnaan Stamp modifikasi Ziehl Neelsen (ZN), Koster
dan Macchiavello dan selanjutnya diamati morfologinya di bawah mikroskop
dengan pemberasaran objektif 100x. Brucella sp. tidak akan terwarnai oleh
pewarna asam lemah ataupun basa, pada pemeriksaan bakteri Brucella sp.
dengan pewarnaan akan muncul dengan warna merah atau jingga, akan tetapi
warna ini sering dikelirukan dengan bakteri Chlamydia dan Coxiella
burnettii. Secara morfologi bentuk bakteri Brucella bersifat gram negatif,
berbentuk batang pendek (kokobasil) dengan panjang 0,6 μm – 1,5 μm, sel
bakteri soliter, bakteri fakultatif intraseluler, nonmotil, tidak membentuk
spora dan bakteri merupakan aerob (Hirsh 2001).
Isolasi dan identifikasi bakteri

Isolasi dan identifikasi bakteri Brucellosis maupun serum dapat dilakukan


dengan pemeriksaan secara kultur. Koleksi dari swab vagina merupakan
sumber yang sangat baik dan sangat aman untuk dikulturkan, sedangkan

4
kultur dari hewan yang telah mati dapat dilakukan dengan mengambil bagian
dari sistem retikulo-endotel
Media agar padat selektif yang dapat digunakan untuk mengisolasi dan
menumbuhkan bakteri Brucella yaitu Tryptone Soya Broth (TSB) selanjutnya
bakteri ini dibiakan secara duplo ke dalam Tryptone Soya Agar (TSA),
pertumbuhan kultur di media TSA ini akan terlihat setelah 3 sampai 4 hari.
Sifat dari masing masing isolat yang berhasil diisolasi kemudian dipelajari
patogenitas serta sifat-sifat lain dengan uji biokimia. Bakteri Brucella sp.
tumbuh dengan persyaratan khusus seperti perlunya penambahan supplemen
dan membutuhkan gas CO2.
Bakteri brucella setelah tumbuh dapat diketahui dengan ciri yaitu menurut
Sulaiman (2006) strain virulen Brucella abortus pada media agar Brucella
akan memiliki karakteristik berwarna putih madu, translucent, bertepi halus,
bersifat lembab dan berdiameter 1-2 mm dengan pewarnaan gram terlihat
batang lembut coccoid atau antara batang dan coccus. Kebanyakan spesies
Brucella adalah urease positif kecuali B. ovis. Glukosa dan laktosa tidak
difermentasi oleh semua spesies Brucella. Koloni Brucella yang tumbuh pada
media TSA dapat di lakukan uji selanjutnya yaitu uji agglutinasi dengan
serum monospesifik A (Abortus) dan serum monospesific M (Melitensis)
serta dengan uji lanjutan PCR.
Uji serologis

Deteksi antibodi spesifik dalam serum atau susu merupakan cara yang
paling praktis dalam mendiagnosa Brucellosis. Kendala pada uji serologi ini
adalah munculnya reaksi positif palsu, reaksi silang dengan antibodi yang
ditimbulkan oleh bakteri lain seperti Yersinia enterocolitica, E. coli, Vibrio
cholerae. Pemeriksaan ini prinsipnya menentukan adanya antibodi terhadap
bakteri Brucella di dalam serum atau cairan tubuh. Uji serologis yang dapat
dilakukan pada Brucellosis adalah Rose Bengal Test (RBT), Serum
Agglutination Test (SAT), Complement Fixation Test (CFT) dan Enzyme-
linked Immunosorbent assay (ELISA) (Siregar 2000). Sebelum dilakukan uji
serologis, pada kasus Brucellosis biasanya dilakukan uji screening terlebih
dahulu yaitu Milk Ring Test (MRT).

5
2.6. Pengendalian Penyakit

Brucellosis dapat dicegah dengan vaksinasi. Pada sapi, terdapat dua jenis
vaksin yang tersedia yaitu vaksin Brucella abortus strain RB51 dan strain 19.
Deteksi penyakit dan pencegahan sangat penting karena tidak ada pengobatan
efektif yang tersedia saat ini. Eradikasi sangat tergantung pada pengujian dan
pemusnahan reaktor (test and slaughter). Ternak harus diuji secara rutin
hingga diperoleh hasil negatif 2 atau 3 kali berturut-turut.
Kelompok yang bebas penyakit harus dilindungi. Risiko terbesar berasal dari
hewan baru. Hewan baru sebaiknya pedet yang sudah divaksinasi atau sapi
dara. Jika ada penambahan sapi bunting atau yang lainnya maka sapi-sapi
tersebut harus berasal dari daerah yang bebas brucellosis dan harus
seronegatif. Sapi baru sebaiknya diisolasi minimal 30 hari dan diuji sebelum
digabungkan ke ternak yang lain (Kahn 2003a).

6
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Brucellosis merupakan penyakit reproduksi yang menular dan


disebabkan oleh mikroorganisme Brucella sp yang dapat menyebabkan
abortus pada sapi, dengan gejala utama yaitu terjadinya aborsi pada sapi
betina dan pada sapi jantan testis dapat mengalami abses. Kejadia aborsi
fetus pada betina terinfeksi umumnya disertai dengan plasestitis, dimana
kotiledon dapat tampak merah, kuning, normal atau nekrotik.
Brucellosis ditularkan melalui bakteri yang terdapat pada susu, fetus yan
abortus, membran fetuss, cairan uterus dan insiminasi buatan. Diagnosa
brucellosis dapat dilakukan dengan cara pengambilan sampel, pemeriksaan
mikroskopis,isolasi dan identifikasi bakteri, serta uji serologis, brucellosis
dapat di cegah dengan vaksinasi, terdapat dua jenis vaksin yang di gunakan
pada sapi yaitu vaksin brucellosis abortus strain RB15 dan strain 19.

7
DAFTAR PUSTAKA

[CFSPH] The Center for Food Security and Public Health. 2009. Brucellosis.
United State (US): Iowa State University.

Hirsh DC, Maclachlan NJ, Walker RL. 2001. Veterinary Microbiology. 2nd Ed.
Australia: Blackwell publishing.

Kahn CM, Line S. 2003. The Merck veterinary manual: Brucellosis in cattle.
Whitehouse Station, NJ: Merck and Co.

Sulaiman I. 2006. Bovine Brucellosis (Bakteriologi-Isolasi dan Identifikasi).


Dalam Pedoman Diagnosa Laboratorium Brucellosis Sapi. Wates (ID):
Balai Besar Veteriner.

Anda mungkin juga menyukai