PENDAHULUAH
1
BAB II
PEMBAHASAN
Aborsi adalah adalah gejala utama brucellosis pada sapi betina. Infeksi
juga dapat menyebabkan kelahiran pedet yang lemah (stillbirth), retensi
plasenta, dan penurunan produksi susu. Setelah aborsi pertama, kebuntingan
berikutnya umumnya normal, namun organisme akan muncul pada susu dan
rahim discharge uterus. Pada sapi jantan, infeksi dapat terjadi pada vesikula,
ampula, testis dan epididimis. Testis juga dapat mengalami abses. Infeksi
yang menahun dapat mengakibatkan terjadinya arthritis. Hygromas, terutama
pada sendi kaki, adalah gejala umum di beberapa negara tropis.
Abortus mikotik umumnya ditandai oleh perubahan-perubahan nyata
padaselaputfoetus. Chorion tebal, oedematous, seperti kulit dan nekrotik. Lesi
2
utama terdapat pada placentoma, karunkel dan kotiledon sangat membesar,
membengkak, oedematus dan nekrotik.
2.3. Patologi Anatomi Brucellosis
3
sinar matahari, organisme ini dapat tetap bertahan selama beberapa bulan di
dalam air, fetus yang abortus, manure, wol, jerami, peralatan dan pakaian.
Brucella dapat bertahan dalam pengeringan, dan dapat bertahan hidup dalam
debu dan tanah. Kelangsungan hidup lebih panjang saat suhu rendah,
terutama ketika di bawah titik beku.
2.5. Diagnosa Brucellosis
Pengambilan sampel
Bakteri dapat diisolasi dari fetus aborsi (isi lambung, limpa, dan paru-
paru), membran fetus, cairan uterus, cairan vagina, semen, susu, cairan
hygroma atau sampel jaringan plasenta, limfonodus, organ reproduksi jantan
maupun betina, dan kelenjar mammae. Sementara antibodi dapat dideteksi
dari susu, whey, semen, dan serum darah. Sampel susu harus diambil dari
keempat puting dengan terlebih dahulu membuang perahan pertama.
Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis pada kasus Brucellosis dapat dilakukan dengan
cara mengambil sampel berupa swab dari vagina, plasenta, dan jaringan. Pada
kejadian aborsi, janin yang telah mati dapat dibuat preparat ulas kemudian
diwarnai dengan pewarnaan Stamp modifikasi Ziehl Neelsen (ZN), Koster
dan Macchiavello dan selanjutnya diamati morfologinya di bawah mikroskop
dengan pemberasaran objektif 100x. Brucella sp. tidak akan terwarnai oleh
pewarna asam lemah ataupun basa, pada pemeriksaan bakteri Brucella sp.
dengan pewarnaan akan muncul dengan warna merah atau jingga, akan tetapi
warna ini sering dikelirukan dengan bakteri Chlamydia dan Coxiella
burnettii. Secara morfologi bentuk bakteri Brucella bersifat gram negatif,
berbentuk batang pendek (kokobasil) dengan panjang 0,6 μm – 1,5 μm, sel
bakteri soliter, bakteri fakultatif intraseluler, nonmotil, tidak membentuk
spora dan bakteri merupakan aerob (Hirsh 2001).
Isolasi dan identifikasi bakteri
4
kultur dari hewan yang telah mati dapat dilakukan dengan mengambil bagian
dari sistem retikulo-endotel
Media agar padat selektif yang dapat digunakan untuk mengisolasi dan
menumbuhkan bakteri Brucella yaitu Tryptone Soya Broth (TSB) selanjutnya
bakteri ini dibiakan secara duplo ke dalam Tryptone Soya Agar (TSA),
pertumbuhan kultur di media TSA ini akan terlihat setelah 3 sampai 4 hari.
Sifat dari masing masing isolat yang berhasil diisolasi kemudian dipelajari
patogenitas serta sifat-sifat lain dengan uji biokimia. Bakteri Brucella sp.
tumbuh dengan persyaratan khusus seperti perlunya penambahan supplemen
dan membutuhkan gas CO2.
Bakteri brucella setelah tumbuh dapat diketahui dengan ciri yaitu menurut
Sulaiman (2006) strain virulen Brucella abortus pada media agar Brucella
akan memiliki karakteristik berwarna putih madu, translucent, bertepi halus,
bersifat lembab dan berdiameter 1-2 mm dengan pewarnaan gram terlihat
batang lembut coccoid atau antara batang dan coccus. Kebanyakan spesies
Brucella adalah urease positif kecuali B. ovis. Glukosa dan laktosa tidak
difermentasi oleh semua spesies Brucella. Koloni Brucella yang tumbuh pada
media TSA dapat di lakukan uji selanjutnya yaitu uji agglutinasi dengan
serum monospesifik A (Abortus) dan serum monospesific M (Melitensis)
serta dengan uji lanjutan PCR.
Uji serologis
Deteksi antibodi spesifik dalam serum atau susu merupakan cara yang
paling praktis dalam mendiagnosa Brucellosis. Kendala pada uji serologi ini
adalah munculnya reaksi positif palsu, reaksi silang dengan antibodi yang
ditimbulkan oleh bakteri lain seperti Yersinia enterocolitica, E. coli, Vibrio
cholerae. Pemeriksaan ini prinsipnya menentukan adanya antibodi terhadap
bakteri Brucella di dalam serum atau cairan tubuh. Uji serologis yang dapat
dilakukan pada Brucellosis adalah Rose Bengal Test (RBT), Serum
Agglutination Test (SAT), Complement Fixation Test (CFT) dan Enzyme-
linked Immunosorbent assay (ELISA) (Siregar 2000). Sebelum dilakukan uji
serologis, pada kasus Brucellosis biasanya dilakukan uji screening terlebih
dahulu yaitu Milk Ring Test (MRT).
5
2.6. Pengendalian Penyakit
Brucellosis dapat dicegah dengan vaksinasi. Pada sapi, terdapat dua jenis
vaksin yang tersedia yaitu vaksin Brucella abortus strain RB51 dan strain 19.
Deteksi penyakit dan pencegahan sangat penting karena tidak ada pengobatan
efektif yang tersedia saat ini. Eradikasi sangat tergantung pada pengujian dan
pemusnahan reaktor (test and slaughter). Ternak harus diuji secara rutin
hingga diperoleh hasil negatif 2 atau 3 kali berturut-turut.
Kelompok yang bebas penyakit harus dilindungi. Risiko terbesar berasal dari
hewan baru. Hewan baru sebaiknya pedet yang sudah divaksinasi atau sapi
dara. Jika ada penambahan sapi bunting atau yang lainnya maka sapi-sapi
tersebut harus berasal dari daerah yang bebas brucellosis dan harus
seronegatif. Sapi baru sebaiknya diisolasi minimal 30 hari dan diuji sebelum
digabungkan ke ternak yang lain (Kahn 2003a).
6
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
7
DAFTAR PUSTAKA
[CFSPH] The Center for Food Security and Public Health. 2009. Brucellosis.
United State (US): Iowa State University.
Hirsh DC, Maclachlan NJ, Walker RL. 2001. Veterinary Microbiology. 2nd Ed.
Australia: Blackwell publishing.
Kahn CM, Line S. 2003. The Merck veterinary manual: Brucellosis in cattle.
Whitehouse Station, NJ: Merck and Co.