OLEH :
KELAS 3
Kokobasil Gram-negatif
• Tidak membentuk spora
• Tidak bergerak
• Kuman ini bersifat fakultatif aerob
• Dapat bertahan lama di tanah, debu, air
• Transmisi silang antar hewan pejamu (Anandani, 2016)
Etiologi
Brucellosis pada babi disebabkan oleh B. suis yang memiliki isolat yang lebih
beragam dibandingkan spesies Brucella lainnya. Ada lima biovar Brucella suis,
namun Biovar 1, 2 dan 3 merupakan Brucella yang sering menginfeksi babi. Spesies
B. melitensis dan B. abortus dapat juga menginfeksi babi, se-baliknya B. suis juga
dapat menginfeksi sapi, anjing, kuda, dan manusia
Epidemiologi
Spesies Rentan
Brusellosid pada babi disebabkan oleh Brucella Suis. Bakteri ini juga
menyerang anjing dan kelinci hutan (Wild heres) dan kelinci hutan diduga
merupaka ‘’carrier’’ bagi brucellosis babi yang bersifat enzootik di
Denmark
Pengaruh Lingkungan
Brucellosis merupakan penyakit beresiko sangat tinggi, oleh karena itu alat-
alat yang telah tercemar bakteri brucella sebaiknya tak bersentuhan
langsung dengan manusia. Sebab penyakit ini dapat menular dari ternak ke
manusia dan sulit diobati, sehingga brucellosis merupakan zoonosis yang
penting. Tetapi manusia dapat mengkonsumsi daging dari ternak-ternak
yang tertular sebab tidak berbahaya apabila tindakan sanitasi minimum
dipatuhi dan dagingnya dimasak. Brucellosis sebagai zoonosis juga menjadi
ancaman penularan penyakit pada manusia baik secara langsung kontak
dengan sapi terinfeksi maupun melalui produk ternak yang terinfeksi (Noor,
2018). Brucellosis memiliki dampak ekonomi sangat tinggi berkaitan
dengan rendahnya produktivitas hewan penderita dan pada manusia
tingginya biaya pengobatan akibat durasi pengobatan yang lama.1
Brucellosis merupakan salah satu penyakit hewan menular strategis karena
penularannya sangat cepat antar batas dan lintas daerah, sehingga
memerlukan pengaturan lalu lintas hewan yang ketat.2-3 (Novita, 2016).
Sifat Penyakit
Brucellosis adalah penyakit ternak menular yang secara primer menyerang
sapi, kambing, babi dan sekunder berbagai jenis ternak lainnya serta
manusia. Pada sapi penyakit ini dikenal sebagai penyakit Kluron atau
pemyakit Bang. Sedangkan pada manusia menyebabkan demam yang
bersifat undulans dan disevut Demam Malta (Sueharsono, 2016).
karenaturunnya populasi ternak secara langsung akibat kluron
(abortus),lahir mati (stillbirth), lahir lemah, infertilitas dan sterilitas.
Brucellosis juga merupakan salah satu zoonosis dengan gejala klinis
bervariasi pada manusia. Angka kejadian brucellosis pada manusia di dunia
mencapai 500.000 setiap tahunnya berdasarkan laporan dari WHO
(Soeroso, 2015).
Transmisi
Cara Penularan
Brucella sp. cukup mudah menular akibat daya tahan hidup cukup baik di
luar tubuh induk semang pada berbagai kondisi lingkungan. Brucella sp.
dapat bertahan pada tanah kering hingga 4 hari, sedangkan pada tanah yang
lembab dapat bertahan hingga 66 hari dan pada tanah yang becek 151–185
hari. Selain itu Brucella sp. juga dapat bertahan pada air minum ternak
selama 5–114 hari dan air limbah selama 30–150 hari. Brucellosis dapat
menular melalui penetrasi selaput lendir mata, membran mukosa saluran
pernapasan, pencernaan, dan kuku. Penularan terutama terjadi secara
vertikal melalui jaringan plasenta, janin, kolostrum, dan susu. Penularan
dapat juga terjadi melalui cairan genital, semen, darah, dan urin. Brucellosis
juga digolongkan sebagai penyakit akibat pekerjaan (occupational disease).
Profesi yang memiliki peluang tertular Brucellosis lebih tinggi adalah
petugas RPH, inseminator, dokter hewan, mantri hewan, dan pemerah susu.
Kasus Npenularan Brucellosis tidak hanya dialami oleh orang dengan
pekerjaan tersebut, namun juga dapat dialami oleh konsumen saat
menangani atau memakan daging mentah atau belum matang sempurna
(Sugyanto, 2015).
Faktor Predisposisi
Faktor predeposisi penularan penyakit ini biasanya karena sanitasi yang
kurang baik dan hewan berdesak-desakan sehingga memudahkan terjadinya
penularan dari hewan yang telah terinfeksi. Brucellosis merupakan penyakit
berisiko sangat tinggi, oleh karena itu alat-alat yang telah tercemar bakteri
brucella sebaiknya didesinfektan agar tidak menjadi sumber penularan dari
hewan kemanusia (Soeharsono, 2017).
Distribusi Penyakit
Brucellosis merupakan salah satu penyakit hewan menular di Indonesia,
dikenal pertama kali pada tahun 1925 sebagai penyakit keluron. Isolasi
bakteri pertama dilakukan oleh Kirschner dari kasus abortus sapi perah
di daerah Bandung, Jawa Barat (Kartini, 2016). Brucellosis pada sapi
di Pulau Jawa telah didiagnosis secara serologis pada tahun 1935 dari
sapi perah di Grati, Pasuruan, Jawa Timur. Pada tahun 2010, brucellosis
telah dilaporkan dari seluruh pulau/propinsi di Indonesia kecuali
Lombok, Bali, Sumbawa, Kalimantan, Sumatera Barat, Riau, Jambi dan
Kepulauan Riau (Soeroso, 2015). Brucellosis di manusia pada umumnya
endemik di negara-negara berkembang seperti India, Pakistan, Cina,
Malaysia, Vietnam, Thailand, Indonesia dan Srilanka. Prevalensi
Brucellosis di Malaysia sebesar 25% dari total jumlah pasien yang berobat
ke rumah sakit dengan keluhan gangguan pada kandungan, 75% diantaranya
menyebabkan abortus pada wanita penderita. Prevalensi Brucellosis di
Vietnam sebesar 14,8% pada tahun 2010 (Novita, 2016)
Pathogenesa
Brucellosis Pada Babi
Brucella suis masuk ke dalam tubuh hewan melalui mulut, saluran
reproduksi, oronasal, mukosa konjungtiva dan luka terbuka. Hewan yang
mengalami keguguran dapat mengeluarkan Brucella sp dalam jumlah
banyak dalam membran fetus, cairan reproduksi, urin dan feses yang dapat
mencemari rumput dan air minum, sehingga menyebabkan penularan antar
hewan (Novita, 2016).
Respons imun untuk menghadapi brucellosis melibatkan antara sistem imun
humoral dan seluler. Brucella abortus memiliki faktor virulensi potensial
yaitu protein VirB. Pada golongan koloni halus (smooth) Brucella dapat
masuk ke dalam sel inang melalui interaksi sel permukaan yang tersusun
dari ikatan lipid. Brucella melakukan penetrasi melalui sel epitel dan
menyebar dalam sel inang menuju limfonodus regional dan kemudian ke
jaringan yang berbeda. Spesies Brucella dapat bertahan hidup dan
bereplikasi dalam sel fagosit. Bakteri patogen yang dapat bertahan hidup
secara intraseluler, harus mengatasi mekanisme bakterisida yang
dikeluarkan oleh sel inang. Bakteri patogen intraseluler telah
mengembangkan berbagai cara untuk menghindari pertahanan inang atau
degradasi bakteri, seperti mengendalikan pematangan sel fagosit dan
mentransformasikannya ke dalam lingkungan yang kaya nutrisi sehingga
bakteri bisa bereplikasi. Pengamatan dalam interaksi seluler beserta
masuknya bakteri Brucella ke dalam makrofag telah menunjukkan bahwa
bakteri tersebut berhubungan dengan sistem keasaman phagosome. Kondisi
asam tersebut penting untuk stimulasi ekspresi virulensi protein virB yang
berhubungan dengan munculnya sistem sekresi tipe IV B. abortus. Type IV
Secretion System (T4SS) merupakan gabungan dari 12 protein yaitu VirB1–
VirB11 dan VirD4. VirB4, VirB11, dan VirD4 saling berinteraksi satu sama
lain sebagai ATPase. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa VirB
merupakan faktor yang menyebabkan Brucella dapat bertahan hidup dengan
memengaruhi ekspresi gen lain dan memodifikasi jalur sinyal sel inang
(Praja, 2017).
Diagnosa
Gambaran klinis dan lesi yang disebabkan Brucellosis tidak dapat dikenali secara
spesifik, oleh karena itu untuk peneguhan diagnosa dilakukan dengan uji
laboratorium. Uji Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dilakukan tetapi
memerlukan evaluasi dan standar yang tinggi untuk mendiagnosa kasus Brucellosis
kronis. Secara serologis dapat digunakan ELISA serta metoda Western Blot untuk
membedakan apakah infeksi Brucellosis telah lama atau baru (Samkhan, 2015).
Treatment dan Pencegahan
Cara menanggulangi brucellosis pada hewan dan manusia, diawali dengan
penerapan sanitasi pada kandang, ternak, lingkungan, produk hewan dan
manusianya sendiri. Manusia yang mempunyai risiko tertular brucellosis perlu
melindungi diri dari kemungkinan kontak langsung atau tidak langsung dari hewan
penderita, cairan uterus, susu segar dan bahan lainnya dengan menggunakan alat
pelindung seperti sarung tangan, sepatu karet dan pakaian khusus. Kemudian, alat
dan pakaian tersebut direndam dan dicuci dengan menggunakan desinfektan,
seperti fenol 3%, lisol 1% atau khloramin 1%. Manusia yang tertular brucellosis
dapat diobati dengan antibiotika, antara lain dengan tetrasiklin dengan dosis 28-30
mg/kg bobot badan per hari, yang diberikan setiap 6 jam selama 3-4 minggu atau
streptomisin dengan dosis 15-30 mg/kg bobot badan per hari yang diberikan setiap
12 jam selama 2-3 minggu (Archarya dkk, 2016)
DAFTAR PUSTAKA