Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KEGIATAN LABORATORIUM EPIDEMIOLOGI

PROGRAM PENGENDALIAN TRICHINELLOSIS PADA BABI DI KOTA


SORONG, PROVINSI PAPUA BARAT

Oleh:
Kelompok C1
PPDH Angkatan I Tahun 2015/2016
Purnama Sinta, S.KH B94154137

Pembimbing:
Drh Abdul Zahid Ilyas, MSi

LABORATORIUM EPIDEMIOLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trichinellosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh cacing
Trichinella spp. (Agustina et al. 2013). Penyakit ini dapat menginfeksi manusia
jika mengkonsumsi daging mentah atau dimasak kurang sempurna yang
mengandung larva cacing tersebut (Murell 2006). Menurut WHO (2015) sekitar
75% manusia yang terinfeksi parasit ini. Hampir di seluruh dunia pernah
dilaporkan adanya penyakit yang disebabkan oleh Trichinella spiralis. Trichinella
spiralis merupakan spesies penting yang dikaitkan dengan babi, karena
keberadaannya termasuk dalam siklus domestik (Sapkota et al. 2006). Penyakit ini
merupakan penyakit zoonosis yang bersumber dari makanan (food born disease)
(Dewi dan Sumarwanta 2012). Trichinella spp. menginfeksi berbagai macam host
dengan distribusi geografis yang luas. Kehadiran Trichinella spp. pada peternakan
babi, akibat kurang bersih serta rendahnya biosekuriti dalam sistem manajemen
peternakan. Babi dapat terinfeksi ketika memakan sampah dapur yang
mengandung daging terkontaminasi Trichinella spp., limbah tempat pemotongan
babi yang terinfeksi Trichinella spp., terinfeksi oleh satwa liar, ataupun ketika
ternak babi mengais bangkai babi yang terinfeksi atau satwa liar lainnya (Kapel
dan Gamble 2000). Selain menginfeksi manusia, Trichinella spp. juga dapat
menginfeksi mamalia lain seperti tikus, kucing, babi, anjing, beruang, dan lainnya
(Astuti dan Widiastuti 2009). Produk daging babi merupakan sumber potensial
penularan trichinellosis ke manusia. Akan tetapi, herbivora juga dapat menjadi
sumber penularan penyakit ke manusia (Dewi dan Sumarwanta 2012).
Parasit Trichinella spp. pertama kali ditemukan dalam jaringan manusia
sewaktu otopsi tahun 1800-an (Sandjaja dan Bernadus 2007). Kejadian ini
menurun secara drastis pada satu abad terakhir menyusul adanya undang-undang
yang melarang pemberian makanan sampah daging mentah untuk babi,
meningkatnya pembekuan daging komersial, dan kesadaran masyarakat akan
bahaya mengkonsumsi produk daging babi mentah maupun setengah matang
(Dewi dan Sumarwanta 2012). Kejadian outbreak infeksi trichinellosis pada
manusia di Cina pertama kali terjadi pada tahun 1964, tepatnya di daerah Tibet.
Sejak saat itu, tercatat sebanyak 500 kali outbreak terjadi dengan jumlah kasus
mencapai 25.161 kasus, dengan angka kematian hingga 240 orang (Liu dan
Boireau 2002).
Indonesia merupakan negara dengan sebagian besar masyarakatnya
beragama Islam sehingga tidak mengkonsumsi babi. Rendahnya tingkat konsumsi
babi di Indonesia berdampak pada rendahnya prevalensi trichinellosis di
Indonesia. Beberapa daerah dengan mayoritas masyarakat non muslim seperti
Bali, Kupang dan Sorong memilikki tingkat prevalensi trichinellosis cukup tinggi.
Ternak babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang
memilikki potensi besar untuk dikembangkan, karena mempunyai sifat-sifat
menguntungkan, diantaranya: pertumbuhan cepat, jumlah anak perkelahiran
banyak, efisien dalam mengubah pakan menjadi daging dan memilikki daya
adaptasi yang tinggi terhadap makanan dan lingkungan (Silalahi dan Sinaga
2010). Sistem peternakan babi di Provinsi Papua Barat masih bersifat tradisional,
dimana babi dipelihara dengan melepaskan disekitar rumah atau pekarangan
rumah, lantai tidak pernah dibersihkan, sehingga tampak kotor dan becek. Selain
itu, penduduk yang memelihara babi belum mengetahui sistem perkandangan
yang baik, gizi makanan tidak diperhitungkan atau pengetahuan mengenai
beternak babi sangat kurang (Indra et al. 2012). Menurut Chomel et al.(1993)
dalam Pozio (2001) menyebutkan bahwa trichinellosis terdeteksi secara serologis
sebesar 19.5% pada masyarakat Bali. Trichinellosis terdeteksi secara serologis
(ELISA) sekitar 18% pada masyarakat Kupang, dan yang tertinggi pada
masyarakat Sorong yakni 60% (BPS 2015). Agen etiologi penyebab trichinellosis
di Bali, Kupang dan Sorong Trichinella spiralis.
Metode serologi sering digunakan baik untuk pemeriksaan antemortem
atau postmortem terhadap sampel serum dengan antibodi spesifik Trichinella spp.
(OIE 2004). Metode pemeriksaan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
menghasilkan sensitivitas hampir 100% dan spesifisitas lebih dari 97% (Frey et al.
2009). Infeksi trichinellosis pada babi dapat menyebabkan dampak ekonomi yang
besar. Kerugian ekonomi peternakan dan biaya pengujian serologis yang mahal.
Menurut Gottstein et al. (2009), biaya untuk mendeteksi adanya infeksi
Trichinella sp pada babi di negara-negara uni Eropa sebesar 3 USD/ ekor. Jumlah
populasi babi yang terdapat di negara-negara Uni Eropa sebesar 190 juta ekor.
Hal ini berarti biaya untuk mencegah adanya infeksi trichnellosis sebesar 570 juta
USD.
Salah satu cara yang dapat dilakukan guna menanggulangi infeksi
trichinellosis baik pada manusia maupun hewan adalah dengan menggunakan
anthelmentik. Menurut Liu dan Boireau (2002), pengendalian trichinellosis pada
babi dapat dilakukan dengan cara memberikan anthelmentik seperti albendazole
maupun mebendazole pada pakan hewan yang diberikan. Hasil percobaan yang
dilakukan di Cina menunjukkan adanya penurunan prevalensi infeksi pada daerah
yang terinfeksi trichinellosis dari 32.2% menjadi 0.12%. Menurut Gottstein et al.
(2009), penggunaan albendazole pada manusia dapat dilakukan dengan dosis 400
mg, diberikan dua kali sehari selama 8-14 hari. Penggunaan mebendazole dapat
dilakukan dengan dosis 200 mg – 400 mg, diberikan tiga kali sehari selama 10
hari. Kedua jenis pengobatan tersebut sesuai dengan dosis orang dewasa. Akan
tetapi, penggunaan tidak diindikasikan selama kehamilan dan anak-anak di bawah
2 tahun.
Proses pengendalian Trihinellosis pada babi juga dapat dilakukan dengan
memperbaiki manajemen peternakan, terutama kandang dan higiene pakan ternak.
Beberapa hal yang dapat dilakukan terkait manajemen perkandangan adalah
adanya pemisahan antara kandang dengan lingkungan sekitar, manajemen
perbaikan pakan dan tempat penyimpanan pakan, pengontrolan rodensia, dan
menjaga kebersihan kandang. Pencegahan infeksi trichinellosis pada manusia
dapat dilakukan dengan pemeriksaan karkas babi yang disembelih, serta
pencegahan melalui pemasakan dan pembekuan daging (OIE 2012).
1.2 Tujuan
Tujuan program pengendalian trichinellosis adalah untuk menurunkan
angka prevalensi infeksi trichinellosis pada manusia dan hewan di Kota Sorong,
Provinsi Papua Barat.

II. PENYUSUNAN SIFAT ALAMIAH PENYAKIT

2.1 Riwayat Alamiah Penyakit


2.1.1 Tingkat penyakit subklinis
Masa inkubasi trichinellosis diperkirakan antara 10-14 hari setelah
memakan daging yang mengandung larva Trichinella sp. Masa inkubasi ini dapat
bervariasi antara 5-45 hari. Adanya variasi masa inkubasi berhubungan dengan
banyaknya larva yang dikonsumsi, sebab gejala dan tanda-tanda penyakit baru
nampak jelas bila terjadi infeksi dengan 10 larva per gram daging (Astuti dan
Widiastuti 2009).
2.1.3 Tingkat penyakit klinis
Tingkat keparahan dan gejala klinis yang muncul akibat infeksi
trichinellosis bergantung pada jumlah larva yang teringesti dan menginfeksi
tubuh. Gejala klinis dapat berupa asimptomatis dalam tahap infeksi ringan dan
menjadi fatal dalam tahap infeksi berat. Tahap akut infeksi trichinellosis ditandai
dengan gejala klinis yang non spesifik seperti gelisah, sakit perut, mual, muntah,
sakit kepala, demam, demam disertai dingin, dan terkadang disertai gangguan
gastrointestinal. Periode demam dapat berlangsung 1-3 minggu bergantung pada
tingkat keparahan infeksi. Gejala klinis yang spesifik dari infeksi trichinellosis
dapat berupa kebengkakan kelopak mata, pembesaran kelenjar limfe, edema pada
wajah, edema pada hidung dan tangan, kelemahan otot, terkadang terjadi
miokarditis, trombo-emboli, dan encephalitis. Beberapa kejadian dapat disertai
dengan gejala urtikaria dan pendarahan di bawah lidah. Hal ini dikarenakan
adanya vaskulitis yang merupakan akibat dari infeksi trichinellosis. Tahap kronis
infeksi trichinellosis dapat berupa radang otak (ensefalitis), radang selaput otak
(meningitis), bronchopneumonia, sepsis dan gangguan neurotoksik, seperti
halusinasi, neuritis, delirium, gangguan otot dan konjungtivitis (Gottstein et al
2009).
2.1.2 Tingkat pemulihan
Individu yang terinfeksi trichinellosis pada umumnya dapat bertahan hidup,
namun dalam ototnya mengandung kista larva Trichinella sp. (Astuti dan
Widiastuti 2009).
2.2 Mata Rantai Infeksi
2.2.1 Agen etiologis
Trichinellosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh nematoda (cacing
gilik) Trichinella spp.. Cacing ini dapat menyerang lebih dari 100 spesies hewan
pada berbagai macam geografi dan karakteristik ekologi. Tingkat prevalensi
penyakit ini secara menyeluruh sulit untuk dievaluasi, akan tetapi sebanyak lebih
dari 11 juta orang telah terinfeksi parasit ini, dan lebih dari 10.000 kasus
trichinellosis pada manusia telah diberitakan oleh International Commission of
Trihinellosis dari tahun 1995 hingga 1997. Sebanyak 10 spesies telah digolongkan
dalam genus Trichinella spp. berdasarkan distribusi geografi, biologi, morfologi,
dan karakteristik biokimiawi. Menurut Indra et al. (2012) beberapa spesies
tersebut adalah Trichinella spiralis, Trichinella nativa, Trichinella britovi,
Trichinella pseudospiralis, Trichinella murelli, Trichinella nelsoni, dan
Trissschinella papuae.
Morfologi cacing jantan dewasa berukuran 1.4-1.6 mm x 0.06 mm.
Sedangkan cacing betina berukuran lebih panjang, dapat mencapai 4 mm. Ujung
posterior cacing jantan mempunyai dua buah papil yang membedakan bentuknya
dengan cacing betina. Cacing betina tidak bertelur melainkan melahirkan larva
(vivipar). Larva cacing berukuran 100 I dalam otot hospes yang berbentuk kista
(Astuti dan Widiastuti 2009).
2.2.2 Sumber/reservoir
Trichinella spp. pada hewan umumnya terdapat pada usus dan jaringan
otot babi, tikus, anjing, kucing, hewan liar, dan mamalia. Sapi, domba, kuda, dan
burung mempunyai kekebalan alami tertentu terhadap infeksi (Dewi dan
Sumarwanta 2012).
2.2.3 Cara masuk
Hewan dapat terinfeksi Trichinella spp. akibat memakan daging hewan
lain yang mengandung kista Trichinella spp. dalam ototnya. Manusia yang
memakan daging babi yang tidak dimasak dengan matang dapat terinfeksi oleh
Trichinella sp.
2.2.4 Cara transmisi
Menurut Roberts dan Janovy (2000), kista Trichinella spp. dalam otot
yang teringesti akan masuk ke dalam lambung host yang terinfeksi. Enzim pepsin
dan asam klorida pada lambung akan menghancurkan kapsul selubung kista larva,
sehingga larva akan keluar menuju usus halus dan menginvasi ke dalam sel epitel
kolumnar. Larva akan berganti kulit sebanyak empat kali dalam waktu 10-28 jam
setelah teringesti. Larva akan berubah menjadi cacing dewasa dan melakukan
perkawinan (mounting) dalam waktu 34 jam setelah teringesti. Lima hari setelah
perkawinan, cacing dewasa akan menghasilkan larva muda kembali. Jumlah larva
muda yang dihasilkan bergantung pada status imun host yang terinfeksi dan jenis
spesies parasit tersebut. Selanjutnya, larva muda akan menembus jaringan usus,
masuk ke jaringan limfatik, dan kemudian memasuki sirkulasi darah. Larva
tersebut akan tersebar ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah dan kemudian akan
tinggal di dalam otot. Larva di dalam otot akan membentuk kista dalam waktu 15
hari. Tahap ini merupakan tahap infektf yang mampu bertahan hingga bertahun-
tahun.
2.2.5 Cara keluar
Kista larva dalam otot hewan yang terinfeksi dapat menjadi agen infektif
saat hewan tersebut dimakan oleh hewan lain (Agustina et al. 2013).
2.2.6 Inang rentan
Babi merupakan inang rentan yang dapat terinfeksi oleh Trichinella spp.
dengan tingkat prevalensi yang tinggi (Liu dan Boireau 2002).
2.3 Determinan
Determinan penyakit trichinellosis terdiri atas determinan intrinsik dan
determinan ekstrinsik. Determinan intrinsik penyakit trichinellosis, meliputi umur
babi dan faktor imunitas babi. Determinan ekstrinsik dibedakan menjadi unsur
hidup dan unsur tak hidup. Determinan ekstrinsik unsur hidup dapat dilihat dari
tingkat patogenitas Trichinella spp., sedangkan determinan ekstrinsik unsur tak
hidup meliputi hiegene-sanitasi kandang, biosekuriti, dan manajemen pakan.
Secara rinci determinan penyakit trichinellosis terdapat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Determinan penyakit trichinellosis pada babi
Determinan
Ekstrinsik
Intrinsik
Unsur hidup Unsur tidak hidup
 Hiegene-sanitasi
 Umur babi  Tingkat patogenitas kandang
 Imunitas babi Trichinella spp.  Biosekuriti
 Manajemen pakan

III. PENYUSUNAN RENCANA SURVEI

3.1 Tujuan

Tujuan dari penyusunan rencana survei ini adalah untuk memperoleh


informasi tentang status prevalensi trichinellosis pada babi di Kota Sorong,
Provinsi Papua Barat, serta untuk mengidentifkasi faktor-faktor resiko yang dapat
menyebabkan kejadian trichinellosis.
3.2 Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan pada program ini adalah data prevalensi
trichinellosis pada babi yang terjadi di Kota Sorong berdasarkan Badan Pusat
Statistik Provinsi Papua Barat tahun 2015. Selain itu, juga dikumpulkan data
faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit ini, di antaranya adalah
manajemen pemeliharaan dan perkandangan ternak, tingkat pengetahuan peternak
terhadap trichinellosis, serta aspek biosekuriti kandang.
3.3 Populasi Target

Populasi Target yang digunakan adalah seluruh populasi babi di Kota


Sorong. Total babi di Kota Sorong pada tahun 2015 adalah 97.630 ekor. Jumlah
populasi babi yang berada di Kota Sorong terdapat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Data populasi babi berdasarkan kecamatan di Kota Sorong, Papua Barat
(BPS 2015)

No Kecamatan Populasi (ekor)


1 Sorong 19.220
2 Sorong Barat 8.332
3 Sorong Kepulauan 26.216
4 Sorong Timur 32.320
5 Sorong Utara 11.542
Total 97.630

3.4 Pemilihan Sampel dan Besar Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode


penarikan contoh acak bergerombol. Ukuran sampel yang digunakan dihitung
dengan menggunakan rumus : n=4pq/L2 .
Keterangan : n  ukuran contoh
P  prevalensi dugaan
Q  1-p
L  tingkat kesalahan
Asumsi yang digunakan :
Prevalensi dugaan 50%
Tingkat kesalahan 5%.
Perhitungan ukuran sampel keseluruhan yang digunakan:
n = 4pq/L2
= 4 x 0,5 x (1-0,5) / (0,05)2

= 1 / 0,0025

= 400 sampel
Teknik penarikan sampel dalam tiap kecamatan dilakukan dengan
menggunakan rumus :
= Jumlah populasi dalam satu kecamatan (ekor) x 400
Jumlah populasi dalam kota (ekor)
Misal: Kecamatan Sorong.
= (19220 x 400) / 97630
= 78,75  79 ekor
Ukuran sampel yang diambil tiap kecamatan tersaji dalam Tabel 3.
Tabel 3 Ukuran sampel dalam tiap kecamatan

No Kecamatan Populasi Ukuran sampel


1 Sorong 19.220 79
2 Sorong Barat 8.332 34
3 Sorong Kepulauan 26.216 107
4 Sorong Timur 32.320 132
5 Sorong Utara 11.542 48

3.5 Pengamatan dan Pengukuran

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan survei di lapang dan uji


laboratorium. Pelaksanaan survei dilakukan dengan metode wawancara dan
pengisian kuesioner oleh peternak yang terpilih pada semua kecamatan yang ada.
Pelaksanaan survei dilakukan untuk memperoleh data tingkat pengetahuan
peternak terhadap faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan infeksi
trichinellosis.
Uji diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi
trichnellosis adalah uji ELISA (Enzyme Linked Immunoabsorbent Assay). Uji
ELISA digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap Trichinella spp. di
dalam serum darah babi. Uji ELISA dilakukan dengan mengambil sampel darah
babi sebanyak 5 ml/ekor menggunakan syringe 5 ml dan jarum 18 G. Sampel
darah yang diambil dimasukkan dalam tabung vakum (vacutainer) tanpa koagulan
untuk kemudian dianalisis di laboratorium.
3.6 Pengolahan Data

Data berupa hasil kuesioner dan hasil laboratorium dari sampel darah yang
diperiksa diolah dan dianalisis secara statistik menggunakan program Excel di
komputer.
3.7 Analisis Statistik
Hasil pengolahan data dari kuesioner dianalisis secara statistik dengan
menghitung Odds Ratio (OR) dan Relative Risk (RR), yang digunakan untuk
menentukan faktor resiko. Hasil pengolahan data dari pemeriksaan sampel darah
digunakan untuk menentukan prevalensi penyakit trichinellosis di Kota Sorong.

3.8 Aspek Keorganisasian

Personil yang dibutuhkan dalam pengambilan dan penanganan sampel


terdiri atas supervisor, dokter hewan, paramedis, enumerator, dan petugas
pengolah data dengan rincian terdapat pada tabel 4.
Tabel 4 Rincian kebutuhan petugas pengambilan dan pengolahan sampel

Kecamatan Soro Sor Soron Sorong Sorong Total


ng ong g Timur Utara
Bar Kepul
at auan

Jumlah 79 34 107 132 48 400


sampel sampel
Supervisor 1 2 3 orang
Dokter 2 3 3 2 10 orang
hewan
Paramedis 2 3 3 2 10 orang
Enumerator 2 3 3 2 10 orang
Petugas
2 1 1 3 orang
pengolah data

Pelatihan yang dilakukan guna persiapan pelaksanaan survei diantaranya


adalah :

 Pelatihan pengambilan dan penanganan sampel oleh dokter hewan dan


paramedis
 Pelatihan pengisian lembar kuesioner untuk enumerator
 Pelatihan pengolahan data kuesioner untuk petugas pengolah data

3.9 Aspek Logistik


a. Sarana pengambilan sampel di lapangan
Sarana yang diperlukan dalam pengambilan sampel di lapangan
meliputi syrige 5 ml, jarum suntik 18 G, tabung darah non koagulan, kapas,
alkohol 70%, kertas label, plastik, alat tulis, sarung tangan, dan masker.
b. Sarana pengambilan data
Sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan survei wawancara
berupa form kuesioner dan alat tulis.
c. Sarana pengolahan data
Sarana yang diperlukan dalam pengolahan data meliputi komputer
berisi perangkat lunak untuk mengolah data, alat tulis, kertas HVS, printer,
dan tinta printer.

3.10 Waktu Pelaksanaan


Pelaksanaan kegiatan survei akan berlangsung selama 12 hari, yaitu
tanggal 1-12 Februari 2016. Kegiatan survei yang dilakukan meliputi persiapan
kuesioner dan pelatihan petugas survei selama 3 hari, pengambilan sampel darah
dan data kuesioner selama 2 hari dengan asumsi sampel yang diperoleh oleh
setiap dokter hewan maupun enumerator sebesar 20-25 perhari, pengujian
laboratorium selama 4 hari dengan asumsi jumlah sampel yang diuji 100 sampel
perhari, dan analisis data selama 3 hari. Rincian jadwal kegiatan survei dapat
dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jadwal kegiatan survei prevalensi tricinellosis di Kota Kupang

Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Persiapan kuesioner
Pelatihan petugas survei
Pengambilan sampel darah
Pengambilan data kuesioner
Uji laboratorium
Analisis data

3.11 Biaya Survei

Total anggaran yang dibutuhkan dalam survei program pengendalian


penyakit trichinellosis di Kota Sorong adalah Rp. 80.030.000,- Rincian anggaran
dana yang diperlukan tercantum dalam Tabel 6.
Tabel 6 Rincian anggaran dana prgram survei trichinellosis di Kota Sorong

Pengeluaran Harga Jumlah Satuan Hari Total (Rp)


Komisi
Supervisor 150.000 3 orang 12 5.400.000
Dokter hewan 500.000 10 orang 2 10.000.000
Paramedis 200.000 10 orang 2 4.000.000
Enumerator 100.000 10 orang 2 2.000.000
Petugas pengolah data 150.000 3 orang 3 1.350.000
Subtotal komisi 22.750.000
Operasional
Bensin kendaraan
petugas 10.000 100 liter 2 2.000.000
Subtotal Operasional 2.000.000
Logistik
Kertas 40.000 20 Rim 800.000
Pulpen 2.000 50 buah 100.000
Tinta 30.000 20 botol 600.000
Tabung darah
2.000 450 buah 900.000
nonkoagulan
Syringe 5 ml 2.500 450 buah 1.125.000
Jarum 18 G 1.500 450 buah 675.000
Kapas 10.000 10 bungkus 100.000
Alkohol 70% 25.000 10 botol 250.000
Cooling box 300.000 10 buah 3.000.000
Ice Pack 50.000 20 buah 1.000.000
Kertas label 8.000 10 bungkus 80.000
Masker 50.000 10 kotak 500.000
Sarung tangan 60.000 10 kotak 600.000
Plastik 7.000 10 bungkus 70.000
Konsumsi petugas 20.000 74 buah 1.480.000
Subtotal Logistik 11.280.000
Biaya pemeriksaan
100.000 400 40.000.000
sampel (ELISA)
Biaya pelatihan
petugas 4.000.000
Total biaya survei yang diperlukan 80.030.000
IV. PENYUSUNAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT

4.1 Program pengendalian yang dilakukan

Program pengendalian penyakit yang akan dilakukan disusun berdasarkan


hasil survei dan hasil uji laboratorium. Hasil survei yang telah diperoleh
selanjutnya akan diolah dan dianalisis serta diinterpretasikan, kemudian
dihubungkan dengan hasil uji laboratorium yang telah dilakukan untuk
memperoleh jenis faktor resiko infeksi trichinellosis. Program pengendalian
trichinellosis yang akan dilakukan di Kota Sorong terdapat dalam Tabel 7.

Tabel 7 Rencana program pengendalian trichinellosis di Kota Sorong

No Tindakan pengendalian Tujuan Aktifitas


1 Program pemberian obat Menekan angka Melakukan pemberian
anthelmentik prevalensi anthelmentik pada seluruh populasi
trichinellosis babi yang terdapat di Kota Sorong
dengan interval waktu 6 bulan
sekali dalam jangka waktu 5 tahun

2 Program pemberian Memberikan Memberikan penyuluhan kepada


penyuluhan edukasi kepada peternak babi tentang manajemen
peternak terkait peternakan babi yang baik.
manajemen Kegiatan dilakukan pada kelompok
peternakan babi ternak yang ada di setiap
yang baik kecamatan Kota Sorong dengan
frekuensi setahun sekali dan
dilakukan secara bergantian antar
kelompok peternak.

3 Program pembuatan Memberikan Pembuatan leaflet yang dilakukan


leaflet edukasi kepada sekali setahun dengan sasaran
masyarakat seluruh masyarakat di Kota
Sorong.

4.2 Model analisis yang dilakukan

Analisis program pengendalian infeksi trichinellosis dapat dilakukan


dengan menggunakan metode analisis parsial. Hasil disajikan dalam tiga
parameter, yaitu Net Present Value (NPV), Benefit-Cost Ratio B/C R, dan Interval
Rate of Return (IRR). NPV atau keuntungan yang diperoleh dari program yang
dilakukan selama lima tahun sebesar Rp 2.242.625.000,- dengan nilai BCR
sebesar 5,41. IRR yang diperoleh saat Disc Risk (DR) antara 12%-13% sebesar
15,08% yang berarti proyek tersebut menguntungkan karena setiap Rp 1,- yang
dikeluarkan untuk mendanai proyek tersebut akan menghasilkan Rp 1,15,-. Di
samping itu, proyek dapat berjalan dan layak secara ekonomi karena IRR yang
dihasilkan berada di atas tingkat suku bunga.
4.3 Efek program pengendalian penyakit (Benefitial Aspect)

Asumsi prevalensi dugaan infeksi trichinellosis tanpa program


pengendalian sebesar 5%. Dengan adanya progam pengendalian yang dilakukan
diharapkan akan terjadi penurunan prevalensi infeksi trichinellosis menjadi 5%
pada tahun pertama, 4% pada tahun kedua, 3% pada tahun ketiga, 2% pada tahun
keempat, dan 1% pada tahun kelima.

4.4 Biaya program pengendalian

Biaya program pengendalian trichinellosis di Kota Sorong selama lima


tahun sebesar Rp 2.242.625.000,-.
KESIMPULAN
Berdasarkan nilai NPV, BCR dan IRR yang diperoleh, dapat dikatakan
bahwa program ini dapat diterima dan dapat dilakukan secara ekonomi karena
mempunyai nilai NPV yang bersifat positif, nilai BCR lebih dari satu, dan IRR
berada di atas tingkat suku bunga, serta memberikan pengembalian yang
menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina A, Made IB dan Bagus I. 2013. Kualitas daging babi ditinjau dari uji
obyektif dan pemeriksaan larva cacing Trichinella spp..J.Indo.Med.Vet.
2(1): 12-21.
Murell KD. 2006. Clinical trichinellosis. J. Clin. Parasitol. 4: 117-150.
Astuti TN dan Widiastuti D. 2009. Trichinella spiralis yang menginfeksi otot.
J.Balaba. 1(5): 24-25.
Dewi AP dan Sumarwanta E. 2012. Trichinosis, tinjauan umum penyakit, bahaya
dan penanggulangannya. [buletin]. Balai Besar Veteriner Wates. 2:3.
Bruschi F. 2012. Trihinellosis in developing countries. J. Infect. Dev. Ctries. 6(3):
216-222.
Sandjaja dan Bernadus. Helmintologi. Jakarta (ID): Prestasi pustaka.
Sapkopta BS, Horchner F, Srikitjakarn L, Kuyle MN, Baumann MPO dan Nockler
K. 2006. Seroprevalence of Trichinella in slaughter pigs in Kathmandu
Valley, Nepal. Southeast Asian J. Trop. Med. Public Health. 37(6): 1078-
1082.
Kapel CMO dan Gamble HR. 2000. Infectivity, persistence, and antibody
response to domestic and silvatik Trichinella spp. in experimentally
infected pigs. Int. J. Parasitol. 30: 215-221.
[BPS] Biro Pusat Statistik Provinsi Papua Barat. 2015. Populasi ternak kecil
menurut jenis ternak kabupaten/kota 2015. [Internet]. [diunduh pada 2016
Februari 27]. Tersedia pada http://www.papuabarat.bps.go.id atau
http://www.statistik-daerah-provinsi-papua-barat-2015.pdf.
Liu M, Boireau P. 2002. Trihinellosis in China: epidemiology and control. Trends
in Parasitology. 18: 12.
Pozio E. 2001. Taxonomy of Trichinella and the epidemiology of infection in the
Southeast Asia and Australian regions. Southeast asian J. Trop. Med.
Public Health. 32: 2.
Frey CF, Patrik B, Relja B, Albert M, Alex J, Bruno G, Manon E dan Schupper.
2009. Evaluation of a new commercial enzyme-linked immunosorbent
assay for the detection of porcine antibodies againts Trichinella spp.. J.
Vet. Diag Invest. 21: 692-697.
Indra MI, Damriyasa MI dan Suratma NA. 2012. Prevalensi cacing nematoda
pada babi. J. Indo. Med. Vet. 1(15): 596-606.\
Roberts L dan Janovy J. 2000. Geral D. Scmidt and Larry S. Robert’s Foundation
of Parasitology. Edition 6th. Boston: McGraw-Hill Higher Education.
[WHO] World Health Organization. 2015. The World Health Report. Diakses
tanggal 27 Februari 2016.
[OIE] Office International des Epizooties. Terrestrial Manual 2012. Chapter
2.1.16. Trichinellosis. Rome (IT): OIE.
Gottstein B, Pozio E, Nockler K. 2009. Epidemiology, Diagnosis, Treatment, and
Control of Trihinellosis. American Society for Microbiology. [22]: 127-
145
Lampiran 1. Kuesioner Data Pemilik dan Manajemen Peternakan Babi di Kota
Sorong

KUESIONER SURVEI PREVALENSI TRICHINELLOSIS DI KOTA


SORONG, PROVINSI PAPUA BARAT

Tanggal wawancara :
No. HP Peternak :
Kecamatan :
Nama enumerator :

A. DATA PEMILIK PETERNAKAN


1. Nama pemilik :
2. Jenis Kelamin :
3. Usia : tahun
4. Alamat lengkap :

5. Nomor telepon :
6. Pendidikan formal
 SD :
 SMP :
 SMA :
 Perguruan tinggi :
 Lain-lain, sebutkan :
7. Pekerjaan :
8. Jumlah babi : ekor

B. ASPEK MANAJEMEN PETERNAKAN

Kandang
1. Bagaimana cara pemeliharaan ternak babi yang Anda lakukan?
a. Selalu ditempatkan di dalam kandang
b. Babi dilepaskan bebas
c. Lain-lain, sebutkan….

2. Bagaimana tipe kandang yang Anda gunakan?


a. Kandang tunggal/kandang individu
b. Kandang kelompok
c. Lain-lain, sebutkan...

3. Apakah babi dikandangkan sesuai kelompok umur?


a. Ya
b. Tidak
c. Lain-lain, sebutkan ………

4. Apabila babi dikandangkan berkelompok, bagaimana kepadatan ternak


dalam satu kandang?
a. Sangat padat
b. Padat
c. Tidak padat

5. Berapa jarak antar kandang babi?


a. < 50 m
b. 50 - 99 m
c. 100 - 149 m
d. ≥ 150 m

Higiene sanitasi kandang dan peralatan

6. Apakah kondisi kandang selalu dijaga kebersihannya (tidak terdapat


makanan berceceran, kotoran) dan lantai dalam kondisi kering?
a. Ya
b. Tidak
c. Lain-lain, sebutkan ………

7. Apakah dilakukan kegiatan disinfeksi kandang setelah masa panen atau


sebelum pemasukan ternak baru?
a. Ya
b. Tidak
c. Lain-lain, sebutkan ………

8. Apakah peralatan kandang selalu dibersihkan setelah digunakan?


a. Ya
b. Tidak
c. Lain-lain, sebutkan ………

Biosekuriti

9. Apakah di sekitar kandang terdapat banyak tikus?


a. Ya
b. Tidak

10. Jika terdapat banyak tikus, apakah anda sering menggunakan rodentisida
untuk membasmi tikus yang ada ?
a. Ya
b. Tidak

11. Bagaimana perlakuan anda terhadap babi yang menunjukkan gejala sakit?
a. Segera memisahkan ternak yang sakit dari kelompoknya
b. Tidak dipisahkan dari kelompoknya
c. Lain-lain, sebutkan.........

12. Apakah pernah ada ternak babi yang mati karena sakit?
a. Ya
b. Tidak
13. Apakah Anda melaporkan kepada Instansi atau Dinas yang berwenang
jika terdapat kasus penyakit atau ternak yang mati?
a. Ya
b. Tidak

Manajemen pakan

14. Apakah pakan utama babi yang ada pada peternakan anda ?
a. Limbah atau sisa makanan
b. Konsentrat
c. Lain-lain, sebutkan......

15. Apakah pakan babi yang diberikan dimasak terlebih dahulu ?


a. Ya
b. Tidak

16. Apakah pernah memberikan daging mentah sebagai pakan babi?


a. Ya
b. Tidak
c.
17. Apakah babi diberi pakan sisa yang kotor dan bercampur sampah?
a. Ya
b. Tidak

Kesehatan

18. Apakah ada program pemeriksaan kesehatan ternak oleh dokter hewan
atau paramedis di peternakan Anda?
a. Ya
b. Tidak

19. Apakah ada program pemberian obat cacing di peternakan Anda?


a. Ya
b. Tidak

20. Jika ya, berapa lama interval pemberian obat cacing yang anda lakukan
a. 3 bulan sekali
b. 6 bulan sekali
c. 1 tahun sekali
d. lain-lain, sebutkan...............

C. PENGETAHUAN MENGENAI TRICHINELLOSIS


21. Apakah penyebab trichinellosis pada babi?
a. Cacing
b. Lalat
c. Bakteri
d. Virus

22. Bagaimana penyebaran trichinellosis pada babi?


a. Melalui gigitan
b. Melalui pakan
c. Melalui kotoran
d. Melalui udara

23. Apakah trichinellosis dapat menular ke manusia?


a. Ya
b. Tidak

24. Apakah anda selalu memasak daging babi hingga matang?


a. Ya
b. Tidak
Lampiran 2. Proyeksi Biaya (Cost) Pengendalian trichinellosis di Kota Kupang dalam Kurun Waktu 5 Tahun

Tahun 1
Jumlah dalam
Jenis Biaya Jumlah Satuan Harga Total
setahun
Fixed Cost
Gaji supervisor 3 Orang 12 100.000 3.600.000
Gaji dokter hewan 10 Orang 12 300.000 36.000.000
Gaji paramedis 10 Orang 12 200.000 24.000.000
Gaji pegawai administrasi 3 Orang 12 450.000 16.200.000
Biaya operasional kantor 1 12 100.000 1.200.000
Biaya transportasi 7 Unit 12 700.000 58.800.000
SubTotal 139.800.000
Variable Cost
Anthelmentik (albendazole) 40.000 Tablet 2 5.000 400.000.000
Peralatan medis (sarung tangan, masker,
100.000
desinfektan) 7 2 1.400.000
Biaya penyuluhan 1 15.000.000 15.000.000
Biaya pembuatan leaflet 15 rim 1 500.000 7.500.000
Biaya survei (laboratorium dan kuesioner) 1 30.000.000 30.000.000
SubTotal 453.900.000
Total biaya pengendalian yang dibutuhkan tahun pertama 593.700.000
Tahun 2
Jumlah dalam
Jenis Biaya Jumlah Satuan Harga Total
setahun
Fixed Cost
Gaji supervisor 3 Orang 12 100.000 3.600.000
Gaji dokter hewan 10 Orang 12 300.000 36.000.000
Gaji paramedis 10 Orang 12 200.000 24.000.000
Gaji pegawai administrasi 3 Orang 12 450.000 16.200.000
Biaya operasional kantor 1 12 100.000 1.200.000
Biaya transportasi 7 Unit 12 700.000 58.400.000
SubTotal 139.800.000
Variable Cost
Anthelmentik (albendazole) 40.000 Tablet 2 4.000 320.000.000
Peralatan medis (sarung tangan, masker,
100.000
desinfektan) 6 2 1.200.000
Biaya penyuluhan 1 10.000.000 10.000.000
Biaya pembuatan leaflet 7 rim 1 400.000 2.800.000
Biaya survei (laboratorium dan kuesioner) 1 40.000.000 40.000.000
SubTotal 374.000.000
Total biaya pengendalian yang dibutuhkan tahun kedua 513.800.000
Tahun 3
Jumlah dalam
Jenis Biaya Jumlah Satuan Harga Total
setahun
Fixed Cost
Gaji supervisor 3 Orang 12 100.000 3.600.000
Gaji dokter hewan 10 Orang 12 300.000 36.000.000
Gaji paramedis 10 Orang 12 200.000 24.000.000
Gaji pegawai administrasi 3 Orang 12 450.000 16.200.000
Biaya operasional kantor 1 12 100.000 1.200.000
Biaya transportasi 7 Unit 12 700.000 58.800.000
SubTotal 139.800.000
Variable Cost
Anthelmentik (albendazole) 30.000 Tablet 2 3.000 180.000.000
Peralatan medis (sarung tangan, masker,
150.000
desinfektan) 5 2 1.500.000
Biaya penyuluhan 1 10.000.000 10.000.000
Biaya pembuatan leaflet 8 rim 1 600.000 4.800.000
Biaya survei (laboratorium dan kuesioner) 1 40.000.000 40.000.000
SubTotal 236.300.000
Total biaya pengendalian yang dibutuhkan tahun ketiga 376.100.000
Tahun 4
Jumlah dalam
Jenis Biaya Jumlah Satuan Harga Total
setahun
Fixed Cost
Gaji supervisor 3 Orang 12 100.000 3.600.000
Gaji dokter hewan 10 Orang 12 300.000 36.000.000
Gaji paramedis 10 Orang 12 200.000 24.000.000
Gaji pegawai administrasi 3 Orang 12 450.000 16.200.000
Biaya operasional kantor 1 12 100.000 1.200.000
Biaya transportasi 7 Unit 12 700.000 58.800.000
SubTotal 139.800.000
Variable Cost
Anthelmentik (albendazole) 25.000 Tablet 2 3.000 150.000.000
Peralatan medis (sarung tangan, masker,
175.000
desinfektan) 5 2 1.750.000
Biaya penyuluhan 1 11.000.000 11.000.000
Biaya pembuatan leaflet 7 rim 1 525.000 3.675.000
Biaya survei (laboratorium dan kuesioner) 1 50.000.000 50.000.000
SubTotal 216.425.000
Total biaya pengendalian yang dibutuhkan tahun keempat 356.225.000
Tahun 5
Jumlah dalam
Jenis Biaya Jumlah Satuan Harga Total
setahun
Fixed Cost
Gaji supervisor 3 Orang 12 100.000 3.600.000
Gaji dokter hewan 10 Orang 12 300.000 36.000.000
Gaji paramedis 10 Orang 12 200.000 24.000.000
Gaji pegawai administrasi 3 Orang 12 450.000 16.200.000
Biaya operasional kantor 1 12 100.000 1.200.000
Biaya transportasi 7 Unit 12 700.000 58.800.000
SubTotal 138.800.000
Variable Cost
Anthelmentik (albendazole) 28.000 Tablet 2 3.500 196.000.000
Peralatan medis (sarung tangan, masker,
200.000
desinfektan) 5 2 2.000.000
Biaya penyuluhan 1 12.000.000 12.000.000
Biaya pembuatan leaflet 6 rim 1 500.000 3.000.000
Biaya survei (laboratorium dan kuesioner) 1 50.000.000 50.000.000
SubTotal 263.000.000
Total biaya pengendalian yang dibutuhkan tahun kelima 402.800.000
Total biaya pengendalian selama lima tahun 2.242.625.000
Lampiran 3. Proyeksi Keuntungan (Benefit) Beserta Asumsi-Asumsi yang
Digunakan dalam Penghitungan Cost Benefit Analysis (CBA)

Aspek Nilai Jumlah


Komposisi Ternak
Jumlah total populasi babi 97630
Persentase peningkatan populasi babi 0 0
Populasi total 97630
Dampak penyakit
Prevalensi (%) 5 4882
Jumlah babi yang mati/karkas diafkir
(CFR) 5 244
Sisa populasi 97386
pengendalian tahun ke-1
Jumlah total populasi babi 97386
Prevalensi (%) 5 4869
Jumlah babi yang mati/karkas diafkir
(CFR) 5 244
Peningkatan populasi babi (%) 3 2922
pengendalian tahun ke-2
Jumlah total populasi babi 100064
Prevalensi (%) 4 4003
Jumlah babi yang mati/karkas diafkir
(CFR) 5 200
Peningkatan populasi babi (%) 4 4003
pengendalian tahun ke-3
Jumlah total populasi babi 103867
Prevalensi (%) 3 3116
Jumlah babi yang mati/karkas diafkir
(CFR) 5 156
Peningkatan populasi babi (%) 5 5193
pengendalian tahun ke-4
Jumlah total populasi babi 108904
Prevalensi (%) 2 2178
Jumlah babi yang mati/karkas diafkir
(CFR) 5 109
Peningkatan populasi babi (%) 6 6534
pengendalian tahun ke-5
Jumlah total populasi babi 115329
Prevalensi (%) 1 1153
Jumlah babi yang mati/karkas diafkir
(CFR) 5 58
Peningkatan populasi babi (%) 7 8073
Total populasi di akhir tahun ke-5 123345
Lampiran 4. Proyeksi Keuntungan (benefit)

Peningkatan bobot badan dari babi Jumlah babi yang terhindar dari
Tahun jumlah kelahiran
yang sembuh kematian(CFR) Total (Rp)
ke-
Jumlah (ekor) Nilai (Rp) Jumlah (ekor) Nilai (Rp) Jumlah (ekor) Nilai (Rp)
1 2922 1.168.800.000 12 2.400.000 0 0 1.171.200.000
2 4003 1.601.200.000 10 2.000.000 44 77.000.000 1.680.200.000
3 5193 2.077.200.000 8 1.600.000 88 154.000.000 2.232.800.000
4 6534 2.613.600.000 6 1.200.000 135 236.250.000 2.851.050.000
5 8073 3.229.200.000 3 600.000 186 325.500.000 3.555.300.000
Total keuntungan dalam 5 tahun 11.490.550.000

Asumsi yang digunakan


 Harga anak babi : 400.000/ekor
 Peningkatan bobot badan : 200.000/ekor
 Harga babi dewasa : 1.750.000/ekor
Penghitungan:
Peningkatan bobot badan dari babi yang sembuh adalah prevalensi dikali jumlah ternak karkas
Misal: untuk tahun ke-1 : 5% x 244 ekor = 12 ekor
Jumlah ekor babi yang terhindar dari kematian tahun ke-x = CFR dampak penyakit - CFR tahun ke-x
Misal: untuk tahun ke-1 : 244 - 244 = 0
untuk tahun ke-2 : 244 -200 = 44 ekor
untuk tahun ke-3 : 244 – 156 = 88 ekor
untuk tahun ke-4 : 244 – 109 = 135 ekor
untuk tahun ke-5 : 244 – 58 = 186 ekor

Lampiran 5. Perhitungan NPV dengan DR 12%

COST BENEFIT
Tahun Disc. Total Disc.
Fixed Cost Variable Cost Total Biaya Factor PVC pendapatan Factor PVB PVB-PVC
(12%) (12%)
1 Rp 78.600.000 453.900.000 Rp532.500.000 0,893 Rp475.446.429 Rp1.171.200.000 0,893 Rp1.045.714.286 570.267.857
2 Rp 78.600.000 374.000.000 Rp452.600.000 0,797 Rp360.809.949 Rp1.680.200.000 0,797 Rp1.339.445.153 978.635.204
3 Rp 78.600.000 236.300.000 Rp314.900.000 0,712 Rp224.139.600 Rp2.232.800.000 0,712 Rp1.589.262.937 1.365.123.337
4 Rp 78.600.000 216.425.000 Rp295.025.000 0,636 Rp187.493.721 Rp2.851.050.000 0,636 Rp1.811.893.817 1.624.400.096
5 Rp 78.600.000 263.000.000 Rp341.600.000 0,567 Rp193.833.014 Rp3.555.300.000 0,567 Rp2.017.372.700 1.823.539.686
Total Rp393.000.000 Rp1.543.625.000 Rp1.936.625.000 Rp1.441.772.713 Rp11.490.550.000 Rp7.803.688.894 Rp6.361.966.181

Discount Rate (DR) = 1/ (1 + i)n , misal untuk DR tahun ke-1 = 1/ (1 + 0,12)1 = 0,893
Nilai PVC = Total biaya x DR, misal untuk PVC tahun ke-1 = Rp. 532500000 x 0,893 = Rp. 475.446.429
Nilai PVB = Total benefit x DR, misal untuk PVB tahun ke-1 = Rp. 1.045.714.286 x 0,893 = Rp. 1.171.200.000
Nila NPV = PVB – PVC = Rp. 1.045.714.286 – Rp. 475.446.429 = Rp. 570.267.857
Rasio B/C = PVB/PVC = 7.803.688.894 / 1.441.772.713 = 5,41
IRR yang diperoleh = DR terendah + (DR tertinggi – DR terendah) x NPV dari DR terendah
NPV dari DR Tertinggi + NPV dari DR terendah
= 12 + (13-12) x 6361966181 = 15,08%
-878.159.561 + 6.361.966.181

Anda mungkin juga menyukai