Anda di halaman 1dari 15

Makalah zoonosis

PENYAKIT RE-EMERGING DISEASE


Brucellosis Disease

Disusun Oleh Kelompok 4 :


Rency Amrilani

1402101010113

Luthfi Phonna

1402101010126

Atikah Husna

1402101010004

Bella Vera

1402101010179

Mulkan

1402101010175

Maurina Rizki

1402101010037

Liza Setia Joni

1402101010050

Kamiliyatul Fadilah 1402101010187


Selvy Yunizar

1402101010042

Regi Putra

1402101010084

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2016/2017

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berbagai penyakit yang muncul di masyarakat saat ini banyak berasal dari
hewan.Hal ini menjadi menjadi sangat penting karena penyakit dari hewan tersebut
sewaktu waktu dapat mewabah hingga jangkauannya luas.Sehingga diperlukanlah
langkah langkah terpadu untuk mencegah dan menanggulanginya.Mewabahnya
penyakit asal hewan terkait dengan populasi manusia, lingkungan, dan agen penyakit itu
sendiri yang dapat berimplikasi pada kemunculan suatu penyakit zoonosis.Penyakit
zoonosis

adalah

penyakit

yang

ditularkan

dari

hewan

ke

manusia

atau

sebaliknya.Umumnya penyakit zoonosis bersifat fatal baik pada hewan maupun


manusia.Penyakit zoonosis menurut agen penyebabnya yaitu zoonosis akibat virus,
bakteri, protozoa dan arthropoda, parasit, serta jamur.
Salah satu penyakit zoonosis karena bakteri adalah Brucellosis atau biasa dikenal
dengan penyakit keluron.Umumnya penyakit ini banyak menyerang sapi dan
menyebabkan abortus (keguguran) sedangkan pada manusia sering menyebabkan gejala
gejala saraf.Sehingga diperlukan langkah-langkah strategis untuk mencegah dan
menanggulangi penyebaran penyakit ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Zoonosis dan Brucellosis?
2. Bagaimana saja epidemiologi penyakit Brucellosis?
3. Bagaimana mekanisme transmisi Penyakit Brucellosis pada manusia?
4. Bagaimana diagnosis pada penyakit Brucellosis?
5. Bagaimana pencegahan penyakit Brucellosis?
6. Apa saja yang bisa dilakukan untuk mengontrol atau mengendalikan penyakit
Brucellosis?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Zoonosis dan Brucellosis
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari penyakit Brucellosis
3. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme transmisi penyakit Brucellosis pada
manusia
4. Untuk mengetahui diagnosis penyakit Brucellosis
5. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit Brucellosis

6. Untuk mengetahui bagaimana cara pengontrolan dan pengendalian penyakit


Brucellosis.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
1. ZOONOSIS
Penyakit zoonosis adalah penyakit yang ditularkan oleh hewan ke manusia dan
sebaliknya dari manusia ke hewan.Penyakit zoonosis umumnya bersifat fatal dan

dapat menimbulkan kematian.Kemunculan tak terduga dari penyakit zoonosis juga


memunculkan istilah emerging zoonosis. Istilah ini dapat didefinisikan secara luas
sebagai kejadian penyakit zoonosis dengan : 1) agen penyakit yang dikenal dan
muncul pada area geografik yang berbeda, 2) agen penyakit telah dikenal atau kerabat
dekatnya dan menyerang hewan yang sebelumnya tidak rentan, 3) agen penyakit yang
belum dikenal sebelumnya dan terdeteksi untuk pertama kalinya. Sedangkan reemerging zoonosis adalah penyakit zoonosis yang pernah mewabah dan sudah
mengalamai penurunan intensitas kejadian namun mulai menunjukkan peningkatan
kembali (Maruf, 2014)
Penyakit zoonosis diklasifikasikan dalam beberapa kategori :
a.

Berdasarkan reservoir utama


- Anthropozoonosis
- Zooanthroponosis
- Amphixenosis
b. Berdasarkan agen penyebab
- Virus
- Chlamydia dan Ricketsia
- Bakteri
- Parasit
- Jamur
c. Berdasarkan cara penularannya
- Zoonosis langsung
- Siklo zoonosis
- Meta zoonosis
- Saprozoonosis
2. BRUCELLOSIS
Brucellosis disebabkan oleh bakteri brucella abortus, dikategorikan sebagai
penyakit zoonosis, yaitu penyakit dari hewan yang dapat menular ke manusia serta
memerlukan penanganan di dalam laboratorium Biosecurity Level 3 (BSL 3).Brucella
Abortus merupakan bakteri Gram negatif, memiliki morfologi yang khas seperti
berbentuk cocobacil dan bersifat fakultatif intrasellular sehingga sulit difagosit oleh
sel-sel makrofag, berkoloni tunggal atau berpasangan.Memiliki hospes spesifik yaitu
ternak ruminansia besar.B. abortus memiliki ukuran 0,5 1,5 m. Bersifat biologik,
bila terdapat di luar tubuh inang tidak tahan terhadap pemanasan dan desinfektan.

brucellosis adalah penyakit zoonosis karena penyebab utamanya ada pada


hewan dan dapat menyerang manusia. Keganasan penyakit tergantung dari spesies
brucella yang menyerang dan induk semang utama yang menjadi penyebabnya.
Brucella melitensis adalah spesies yang sering menyebabkan penyakit pada manusia
dan sering terisolasi dari setiap kasus brucellosis di sapi.Tipe ini termasuk yang
paling ganas dan sering menyebabkan penyakit yang akut.Sering ditemukan pada
kasus endemik di beberapa negara, terutama di daerah Mediterania, Asia Barat dan
sebagian Afrika serta Amerika Latin.
Kasus B. mellitensis ini merupakan masalah yang penting karena penularannya
yang sangat mudah terjadi melalui susu sapi yang terinfeksi oleh B. mellitensis akibat
pasteurisasi yang belum sempurna serta penularan melalui kontaminasi lingkungan
akibat adanya kasus aborsi sapi yang disebabkan oleh B. Mellitensis. Spesies brucella
lainnya adalah brucella abortus dan brucella suis, namun kedua spesies ini jarang
menyebabkan bruce-llosis di manusia dan bersifat sub klinis. Keganasan masingmasing tipe ini tergantung dari biovarnya, yaitu sub tipe yang didefinisikan dari hasil
uji laboratorium. Biovar 1, 2 dan 3 berasal dari babi. Biovar 2 dari kelinci. Biovar 2
kurang patogen untuk manusia, tetapi Biovar 1 dan 3 sangat ganas dan dapat
menyebabkan penyakit yang parah.
Brucellosis ditularkan dari sapi, domba, kambing, babi dan unta melalui
kontak langsung dengan darah, plasenta, fetus atau sekresi rahim serta melalui
konsumsi susu yang tidak terpasteurisasi. Di daerah endemik, brucellosis pada
manusia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius.brucellosis, juga
dikenal sebagai "demam undulant", "demam Mediterania" atau "demam Malta".
Penyakit ini bersifat zoonosis dan infeksi hampir selalu ditularkan melalui kontak
langsung atau tidak langsung dengan hewan yang terinfeksi atau produk asal hewan
(Sulaiman, 2005)
B. EPIDEMIOLOGI BRUCELLOSIS
Brucellosis dapat menyerang semua kelompok usia dan semua jenis kelamin.
Meskipun sudah banyak kemajuan dalam mengendalikan penyakit ini di berbagai negara,
masih ada daerah di mana infeksi terus berlanjut pada hewan domestik, akibatnya
transmisi ke populasi manusia sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang manusia di
berbagai belahan dunia terutama di Mediterania negara-negara Eropa, Afrika Utara dan

Timur, Timur Tengah, Asia Selatan dan Tengah, Amerika Tengah dan Selatan namun
sering tidak diakui dan sering tidak dilaporkan. Hanya ada sedikit negara di dunia yang
secara resmi bebas dari penyakit ini meskipun kasus masih terjadi pada orang yang
kembali dari negara-negara endemik (Corbel, 2006)
Jumlah Kejadian brucellosis pada manusia berdasarkan laporan kejadian penyakit
di daerah endemis bervariasi yaitu yaitu kurang dari 0,01-200 kasus per 100.000
orang.Kejadian Brucellosis di negara-negara Mediteranean dan Semenanjung Arab, India,
Meksiko dan Amerika Tengah dan Selatan dilaporkan mencapai 1,270 kasus per
100.000 manusia. Di Indonesia kasus brucellosis belum terdeteksi, dikarenakan
kurangnya publikasi brucellosis sebagai penyakit zoonosis yang menyebabkan
masyarakat belum banyak mengetahui jika brucellosis dapat menular ke manusia.
Kejadian brucellosis pada laki-laki lebih sering terjadi dari pada perempuan
dengan rasio mencapai 5 : 2 sampai 5 : 3 di daerah endemis. Selain itu, kejadian
brucellosis juga banyak terjadi pada usia 30-50 tahun. Hal ini kemungkinan dise-babkan
sebagian besar yang berkecimpung di peternakan kebanyakan laki-laki dan pada usia
produktif. Pada anak-anak, kejadian brucellosis di dunia mencapai 3-10% di daerah
endemis brucellosis dan pada orang tua, biasanya bersifat kronis.
Perluasan industri hewan, urbanisasi, dan kurangnya langkah-langkah higienis
pada peternakan dan penanganan makanan dapat menimbulkan bahaya brucellosis dan
membahayakan kesehatan masyarakat. Importasi produk-produk susu seperti keju segar,
dan impor makanan yang mungkin terkontaminasi brucella, juga berkontribusi terhadap
semakin meningkatnya kejadian brucellosis pada manusia.
Brucellosis pada sapi di Indonesia merupakan salah satu penyakit hewan menular
strategis (PHMS) yang harus dikendalikan karena mengakibatkan abortus, gangguan
reproduksi dan turunnya produksi susu yang berakibat dengan kerugian ekonomi Saat ini,
brucellosis sudah menyebar di seluruh Indonesia kecuali di Bali dan Lombok. Brucellosis
bersifak endemik dan kadang-kadang dapat bersifat epidemik di daerah yang memiliki
populasi sapi perah yang cukup banyak seperti di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh penyakit brucellosis di hewan mencapai
315 milyar/tahun bila tidak dilakukan serangkaian upaya pencegahan dan pengobatan
yang

optimal,

mengingat

kasus

brucellosis

di

hewan

terus

terjadi

setiap

tahunnya.Indonesia belum bebas brucellosis, terutama di daerah sentra peternakan sapi

perah dibandingkan dengan sapi potong dikarenakan pada sapi potong, jika positif
terkena brucellosis langsung dipotong oleh pemiliknya. Pada kenyataannya, pemilik sapi
perah tidak mau memotong sapi perah miliknya yang positif menderita brucellosis
dikarenakan masih menghasilkan susu. Hal inilah yang menjadi masalah utama
Pemerintah untuk menjalankan program pembebasan brucellosis.Oleh karena itu
brucellosis merupakan salah satu prioritas nasional untuk dilakukan pencegahan dan
pengendalian.
Mengingat banyaknya kasus brucellosis yang terjadi pada hewan setiap tahunnya
sehingga sangat berpengaruh pada angka kejadian brucellosis di manusia, sehingga
diperlukan suatu surveilans terhadap penyakit brucellosis agar dapat dilakukan
serangkaian tindakan pengendalian dan pencegahan yang efektif.Surveilans epidemiologi
adalah kegiatan pengamatan terhadap penyakit yang dilakukan terus menerus, tepat dan
menyeluruh bertujuan untuk mengetahui seberapa besar masalah penyakit itu di
masyarakat sehingga dapat dibuat perencanaan dalam hal pencegahan, pe-nanggulangan,
maupun pemberantasannya, juga untuk mengetahui informasi yang terkini mengenai
penyakit tersebut di masyarakat.
Surveilans penyakit menular diharapkan dapat melakukan pemantauan penyakit
tepat waktu, terpenuhinya data dan informasi yang lengkap sehingga setiap orang dapat
memanfaatkan data yang dihasilkan. Surveilans epidemiologi bertujuan untuk: (1)
menyediakan informasi bagi perencanaan, pelaksanaan pemantauan dan penilaian
program kese-hatan, baik bersifat promotif, kuratif, preventif dan rehabilitatif, (2)
mengetahui gambaran epidemiologi penyakit menurut gambaran orang, tempat dan
waktu, (3) mengetahui jangkauan pelayanan kesehatan.

C. MEKANISME TRANSMISI PADA MANUSIA


Manusia merupakan hospes aksidental dan tidak menularkan pada manusia
lainnya. Prevalensi infeksi pada hewan hewan reservoir merupakan kunci terjadinya
infeksi pada manusia. Manusia dapat tertular oleh B. melitensis, B. suis, B. abortus, dan
B. canis. Penularan B. abortus dan B. suis biasanya mempengaruhi kelompok pekerja di
peternakan sapi namun berbeda halnya dengan B. melitensis lebih sering terjadi pada
populasi yang lebih luas terutama pada kambing, domba, atau kedua duanya. Sumber
penularan berupa keluron/lendir, air susu, kemih, dan tinja. Penularan terjadi melalui oral
(makanan/ minuman yang terkontaminasi), lendir mata, inhalasi, dan kulit yang terluka.
Bakteri umumnya memperbanyak diri pada kelenjar limfe di kepala dan usus.

Kasus terbesar yang pernah dilaporkan di negara Argentina, Meksiko, dan Peru.
Dari keempat strain Brucella yang dapat menginfeksi manusia, B. melitensis lah yang
paling bersifat patogen dan paling cepat menulari manusia. Pada umumnya masa inkubasi
penyakit antara 1 3 minggu.Penyakit ini bersifat septikemik dengan kematian yang tiba
tiba atau gejala awalnya tidak diketahui secara pasti yang disertai oleh demam. Gejala
brucellosis bersifat akut yang gejalanya meliputi demam undulan merupakan gejala khas
karena suhu tubuh naik turun dan bervariasi hingga 40C) , berkeringat, dan badan bau
busuk di malam hari. Gejala umum lainnya seperti susah tidur, impotent, sakit kepala,
anoreksia, sembelit, dan arthralgia. Brucellosis juga berpengaruh pada sistem

saraf.Banyak pasien juga mengalami pembesaran getah bening (splenomegali) dan


hepatomegali.Komplikasi brucellosis dapat menimbulkan masalah serius seperti
encephalitis, meningen peripheral neuritis, spondilitis, supuratif arthritis, dan
endokarditis.Bentuk

kronis

brucellosis

dapat

muncul

dan

disertai

reaksi

hipersensitivitas.Pada daerah enzootik, kasus brucellosis dapat bersifat asimptomatik.

Gambar 1. Penularan brucellosis dari hewan ke manusia

Brucelosis ditularkan melalui :


1. Kontak langsung dengan kotoran atau sekret lainnya yang terinfeksi.
2. Minum susu sapi atau domba yang tidak dipasteurisasi.
3. Mengkonsumsi hasil olahan susu ( misalnya mentega dan keju) yang mengandung bakteri
hidup.
4. Jarang ditularkan dari orang ke orang.

5. Paling sering ditemukan di daerah pedesaan dan merupakan penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan pada pekerja pembungkus daging, dokter hewan, petani dan peternak.

Tanda atau Gejala :


Penyakit ini dapat dimulai secara tiba-tiba dengan demam dan menggigil, sakit kepala
hebat nyeri, rasa tidak enak badan dan kadang diare. Pada malam hari terjadi demam sampai 4041 celcius; suhu tubuh menurun secara bertahap, kembali normal atau mendekati normal pada
setiap pagi hari disertai keringat banyak. Demam yang hilang timbul ini berlangsung selama 1-5
hari dan diikuti periode selama 2-14 hari bebas gejala. Kemudian demam kembali timbul. Pola
tersebut bisa terjadi hanya sekali, tetapi sebagian penderita mengalami bruselosis menahun dan
demam berulang serta penyembuhan selama beberapa bulan atau beberapa tahun.
Setelah fase awal, gejala selanjutnya adalah :

Sembelit yang berat


Hilang nafsu makan
Nyeri sendi
Penurunan berat badan
Nyeri perut
Sakit kepala
Sakit punggung
Lemah
Mudah tersinggung
Sukar tidur
Depresi
Ketidakstabilan emosional
PADA HEWAN
Brucellosis pada hewan hampir ditemukan diseluruh dunia namun infeksinya
telah dibasmi hampir dibanyak negara Finlandia, Norwegia, Swedia, Denmark, Belanda,
Belgia, Swiss, Jerman, Austria, dll. Prevalensi brucellosis cukup tinggi pada sapi perah
sekitar 1 40%.Brucellosis pada babi jarang terjadi dan muncul secara sporadis. Di
negara Eropa memperlihatkan adanya hubungan epidemiologi penyakit dengan
brucellosis oleh B. suis biotipe 2 pada kelinci hutan (hare). Di negara negara Amerika

Latin penyakit ini pada babi bersifat enzootik. Brucellosis pada kambing dan domba
merupakan masalah penting terutama pada daerah yang memiliki populasi kambing
domba yang cukup besar seperti negara negara Amerika Latin.Domba yang terserang
brucellosis memperlihatkan epididimitis dan spondilitis yang pernah dikonfirmasi di New
Zeeland, Australia, dan Eropa.
Penularan yang terjadi pada hewan umumnya sama dengan manusia yaitu melalui
per oral, lendir mata, inhalasi, dan kulit yang terluka. Setelah berhasil memasuki tubuh
inang, infeksi dapat bersifat terlokalisir seperti di hati, limpa, dan sumsum tulang
belakang.Dan dapat bersifat menyebar sehingga menyebabkan mastitis.Namun gejala
yang ditimbulkan umumnya terjadi pada hewan yang telah dewasa kelamin.
D. DIAGNOSIS
Brucellosis dapat berbahaya dan dapat hadir dalam berbagai bentuk atipikal,
sehingga penderita dengan gejala ringan sulit untuk didiagnosis brucellosis. Penerapan
prosedur laboratorium dan interpretasi yang cermat akan sangat membantu proses ini.
Informasi ilmiah dasar dan metode yang diperlukan untuk pengendalian brucellosis pada
ruminansia dapat dilakukan.Pada manusia, gambaran klinis dan lesi yang disebabkan
brucellosis tidak dapat dikenali secara spesifik, oleh karena itu untuk peneguhan
diagnosis harus dilakukan dengan uji laboratorium.Uji PCR juga dapat dilakukan tetapi
memerlukan evaluasi dan standar yang tinggi untuk mendiagnosa kasus brucellosis
kronis.Secara serologis dapat menggunakan uji ELISA serta metoda Western Blot untuk
membedakan apakah infeksi brucellosis telah lama atau baru.
Diagnosis brucellosis tidak dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis saja karena
gejala klinis brucellosis sangat umum dan tidak bersifat patognomonis, sehingga
diagnosis juga harus didasarkan melalui hasil pemeriksaan laboratorium.Namun jika ada
penderita yang mengalami demam di daerah endemik brucellosis atau setelah bepergian
dari negara endemik, maka harus dicurigai adanya infeksi brucellosis.Bukti tunggal
adanya infeksi brucellosis adalah pemulihan bakteri dari pasien, meskipun brucella dapat
diisolasi dari tulang sumsum, darah, cairan serebrospinal, luka dan nanah. Darah adalah
bahan yang paling sering digunakan untuk kultur bakteriologi.

E. PENCEGAHAN
Pencegahan brucellosis pada manusia dapat dilakukan dengan penanggulangan
dan kontrol penyakit pada hewan sebagai hospes, mengurangi kontak dengan hewan,
memakai alat pelindung diri jika kontak dengan hewan dan memasak secara benar susu
segar yang akan diminum.
Apabila tidak efektifnya tindakan pengobatan, maka sangat disarankan tindakan
pencegahan yang meliputi :
a. Melakukan kontrol dan eradikasi terhadap hewan reservoir.
Ternak yang didiagnosis brucellosis harus segera dipisahkan dipisahkan dan jika ada
kejadian abortus, fetus, dan membran fetus harus segera dikirim ke laboratorium
untuk diuji.Kemudain tempat didesinfeksi dan semua material terkontaminasi harus
dibakar.
b. Mengkonsumsi produk asal hewan yang higienis dan terjamin mutu seperti susu yang
dipasteurisasi
c. Menggunakan perlengkapan kerja sesuai standar keamanan dan bekerja dibawah
pengawasan dokter hewan pada kelompok rawan infeksi seperti peternak sapi,
pekerja RPH, dan dokter hewan itu sendiri.
d. Vaksinasi kepada kelompok rawan tertular seperti dokter hewan, pekerja kandang,
pemerah susu, dan pekerja di RPH.
e. Vaksinasi pada daerah endemis (prevalensi <2%) serta melakukan pengujian dan
pemotongan (test and slaughter) pada daerah dengan prevalensi > 2%. Vaksin
menggunakan strain 19 atau strain 45/20. Vaksinasi tidak berlaku untuk sapi betina
bunting. Vaksinasi pada sapi betina diatas umur 4 bulan sedangkan vaksinasi tidak
dilakukan pada sapi jantan karena dapat menurunkan fertilitas
f. Pada daerah yang bebas brucellosis (seperti Bali dan Lombok) melakukan lalu lintas
pada ternak secara ketat.
F. PENGOBATAN DAN PENGAWASAN
Secara umum pengobatan untuk penyakit brucellosis pada ternak tidak disarankan
karena penyakit bersifat persisten dimana bakteri adalah bakteri intraseluler, metabolisme
hewan tertular akan lambat, dan penyakit menghasilkan granuloma sehingga
menghambat masuknya obat. Kalaupun dilakukan pengobatan maka dapat diberikan
antibiotik streptomisin, doksisiklin, dan rifampisin.Namun dengan syarat diberikan dalam
jangka waktu lama dan tidak boleh terputus rata rata selama 6 minggu.Namun dalam

beberapa kasus, penyakit brucellosis dapat sembuh sendiri setelah 1 2 kali mengalami
abortus.
Pada orang dewasa dan anak diatas umur 8 tahun, antibiotika yang dapat
diberikan adalah doksisiklin dan rifampisin selama 6 8 minggu, sedangkan untuk anak
dibawah 8 tahun sebaiknya diberikan rifampisin dan trimethroprim-sulfamethoxazole
selama 6 minggu. Penderita brucellosis dengan spondilitis direkomendasikan
aminoglikosida selama 2 3 minggu lalu diikuti dengan doksisiklin dan rifampisin
selama 6 minggu.Pengobatan brucellosis pada manusia dapat diberikan antibiotika seperti
tetrasiklin, doksisiklin, streptomisin dan rifampisin minimal selama enam minggu.
Pada anak di bawah 8 tahun dan ibu hamil sebaiknya diberikan rifampisin dan
kombinasi trimethrophrim dengan sulfamethoxazole selama enam minggu. Masa
inkubasi brucellosis pada manusia bervariasi mulai dari lima hari hingga beberapa bulan,
rata-rata adalah dua minggu. Gejala yang timbul mula-mula adalah demam, kedinginan
dan berkeringat pada malam hari.Kelemahan dan kelelahan tubuh adalah gejala
umum.Kadang ditemukan batuk non produktif dan pneumonitis.Kesembuhan dapat
terjadi dalam 3-6 bulan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Brucellosis disebabkan oleh bakteri brucella abortus, dikategorikan sebagai
penyakit zoonosis, yaitu penyakit dari hewan yang dapat menular ke manusia serta
memerlukan penanganan di dalam laboratorium Biosecurity Level 3 (BSL 3).
Brucellosis pada sapi di Indonesia merupakan salah satu penyakit hewan menular
strategis (PHMS) yang harus dikendalikan karena mengakibatkan abortus, gangguan
reproduksi dan turunnya produksi susu yang berakibat dengan kerugian ekonomi Saat ini,
brucellosis sudah menyebar di seluruh Indonesia kecuali di Bali dan Lombok.
Brucellosis dapat berbahaya dan dapat hadir dalam berbagai bentuk atipikal,
sehingga penderita dengan gejala ringan sulit untuk didiagnosis brucellosis.Penularan

terjadi melalui oral (makanan/minuman yang terkontaminasi), lendir mata, inhalasi, dan
kulit yang terluka.Bakteri umumnya memperbanyak diri pada kelenjar limfe di kepala
dan usus.
Untuk mengurangi angka penyebaran penyakit Brucellosis dapat dilakukan
beberapa pencegahan dan pengawasan terhadap timbulnya penyakit Brucellosis.

DAFTAR PUSTAKA
Maruf,Adrin.2014.Penyakit Zoonosis (Brucellosis). (online)
http://mydokterhewan.blogspot.com/2014/06/penyakit-zoonosis-brucellosis.html (diakses
tanggal 23 September 2016)
Novita,Riska.2014. Perencanaan Surveilans Brucellosis pada Manusia di Jawa Barat dengan
Menggunakan Metode Geographical Information System (GIS).Kajian Pusat Biomedis
dan Teknologi Dasar Kesehatan Balitbangkes, Kemenkes RI vol.3.No.1.

Noor, Susan Maphilindawati. 2006. Brucellosis: Penyakit Zoonosis Yang Belum Banyak Dikenal
Di Indonesia. Balai Penelitian Veteriner Bogor : Bogor
Seleem,Mohamed N. 2010. Brucellosis: A re-emerging zoonosis. The Institute for Critical
Technology and Applied Science, Virginia Polytechnic Institute and State University,
Blacksburg.
Setiawan, Endhi D. 1991.Brucellosis pada sapi. Balai Penelitian Veteriner Bogor : Bogor

Xavier, Mariana N. 2010. Pathogenesis Of Brucella Spp. Departamento de Clnica e Cirurgia


Veterinria, Escola de Veterinria, Universidade Federal de Minas Gerais, 31270-901
Belo Horizonte, MG, Brazil

Anda mungkin juga menyukai