Anda di halaman 1dari 15

PRAKTIKUM

TEKNIK PENGOLAHAN PANGAN

LAPORAN RESMI

NAMA : LISA YULISTRIANA

NPM : 18033010047

JUDUL : PENGOLAHAN DENGAN GARAM

(PEMBUATAN TELUR ASIN)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN”
JAWA TIMUR
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat,
mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya
relatif murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai
makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Kelemahan telur yaitu memiliki
sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan akibat
serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur.
Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2
minggu di ruang terbuka. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang tampak dari
luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan
pertama berupa kerusakan alami (pecah, retak). Kerusakan lain adalah akibat
udara dalam isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik. Sebab lain adalah
karena keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta
putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot. Kerusakan telur dapat pula
disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur, yang terjadi ketika telur masih
berada dalam tubuh induknya. Kerusakan telur terutama disebabkan oleh kotoran
yang menempel pada kulit telur.
Dari berbagai bermacam-macam yang menyebabkan kerusakan telur maka
banyak sekali alternatif yang digunakan untuk pengawetan telur agar telur lebih
tahan lama, enak dikonsumsi dan kandungan gizinya tidak berkurang, salah
satunya adalah penggaraman. Oleh sebab itu, praktikum kali ini dilakukan untuk
mengetahui pengolahan dengan garam pada pembuatan telur asin.
1.2 TUJUAN
1) Mengetahui cara pengolahan dengan garam pada pembuatan telur asin.
2) Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pada telur asin.
1.3 MANFAAT
1) Dapat mengetahui cara pengolahan dengan garam pada pembuatan telur
asin.
2) Dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pada telur
asin.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TELUR BEBEK


Telur unggas yang paling banyak di komsumsi salah satunya adalah telur
bebek. Telur bebek sebagai bahan pangan yang cukup sempurna mengandung zat
gizi tinggi yang mudah di cerna, kaya protein lemak dan zat- zat gizi lain yang
dibutuhkan tubuh. Kandungan protein dalam telur bebek sangat tinggi. Yakni 13,1
gram per 100 garam dibandingkan dengan telur ayam 12,8 gram. Telur bebek
memiliki sifat yang mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi, maupun akibat
serangan mikroorganisme melalui pori-pori cangkang telur (Warisno, 2005).
Telur bebek rata-rata lebih berat dibandingkan dengan telur ayam (telur ayam
antara 55-60 gram sedangkan telur bebek antara 65-70 gram). Kulit telur bebek
lebih tebal dibandingkan dengan telur ayam, jumlah porinya juga lebih sedikit
dengan membran dalam yang lebih tebal pula. Hal ini memungkinkan lebih lambat
berlangsungnya proses dehidrasi sehingga telur bebek dapat bertahan lebih lama
dalam penyimpanan. Daya simpan telur bebek kira-kira 20% lebih lama
dibandingkan dengan daya simpan telur ayam dalam kondisi lingkungan yang
sama (Suprapti, 2002).
2.2 GARAM
Garam disebut juga Natrium klorida yang sangat berguna bagi tubuh. Garam
terdiri dari 40% natrium (Na) dan klorida (Cl). Garam disukai karena rasanya yang
khas sebagai penyedap rasa garam juga dapat digunakan sebagai bahan
pengawet alami makanan dan minuman karena manfaatnya yang baik untuk tubuh
kita. Didalam garam terkandung natrium yang dapat digunakan sebagai bahan
pengawet alami makanan karena manfaatnya yang baik untuk keseimbangan
cairan tubuh kita. Selain itu natrium dapat meningkatkan dan membantu otak kita
dalam menyembuhkan penyakit gondok.
2.3 TELUR ASIN
Telur asin merupakan produk pengawetan telur bentuk olahan yang mengalami
proses penggaraman, umumnya dijual dalam bentuk matang. Keuntungan
pengasinan telur ini adalah mempunyai usia simpan lebih dari satu bulan, rasanya
enak, siap dimakan nilai gizinya tetap terjamin. Garam yang digunakan dalam
pengasinan telur asin adalah NaCl. Mekanisme yang terjadi adalah sebagai
berikut: garam NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na+ dan Cl-. Kedua ion
tersebut berdifusi kedalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang, lapisan
mamilari, membrane kulit telur, putih telur, membran vitelin dan selanjutnya
kedalam kuning telur (Sukendra, 1976). Membran vitellin adalah salah satu bagian
dari bagian kuning telur yang amat penting selama proses pengasinan karena
mendorong air keluar dari kuning telur dan mencegah air masuk, mendorong NaCl
masuk kedalam kuning telur dan mencegah NaCl keluar. Pada pembuatan telur
asin beriodium, salah satu pengolahannya yaitu dengan perebusan yang
memungkinkan KIO3 menguap dan larut dalam air.
Untuk menjaga kesegaran dan mutu isi telur, diperlukan teknik penanganan
yang tepat agar nilai gizi telur tetap baik serta tidak berubah rasa, bau, warna dan
isinya. Telur asin dapat dibuat melalui beberapa teknik penggaraman yang secara
umum dibagi menjadi tiga macam proses; cara penyuntikan dengan menyuntikan
larutan garam kedalam telur, cara 9 perendaman yaitu telur direndam dalam
larutan garam atau adonan lumpur garam, dan dengan cara pemeraman yaitu
dengan cara pembungkusan atau penyalutan telur yang dilumuri dengan adonan
pengasin (garam dan tanah liat) (Warsidi, 2008).
Telur asin dapat dibuat dengan dua metode yaitu metode basah dan metode
kering. Metode basah dilakukan dengan merendamnya dalam larutan garam jenuh.
Metode ini memiliki kemampuan penetrasi garam ke dalam telur berlangsung lebih
cepat akan tetapi albumin telur relatif lebih basah. Metode kering dengan
membungkus telur dengan adonan garam, pecahan batu bata, dan abu gosok.
Metode kering membuat penetrasi garam lebih lambat dan albumin telur lebih
padat (Lukito dkk, 2008).
2.4 PENGAWETAN
Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut dengan pengawetan.
Pengawetan merupakan cara untuk mempertahankan kualitas telur, menjaga telur
bebek supaya tidak rusak dan memperpanjang masa simpan telur bebek.
Pengawetan telur bebek yang paling sederhana yaitu dengan cara pengasinan
atau diolah menjadi telur asin (Lukito dkk, 2012)
Pengasinan merupakan salah untuk upaya mengawetkan telur bebek,
mengurangi bau amis dan menciptakan bau khas. Proses pengasinan telur yang
umum dilakukan masyarakat dengan menggunakan garam dapur sebagai bahan
pengawetnya. Garam merupakan factor utama dalam proses pengasinan telur
yang berfungsi sebagai bahan pangawet untuk mencegah pembusukan telur,
sehingga meningkatkan daya simpannya (Prihantari, 2010).
Telur asin adalah telur segar yang diolah dalam keadaan utuh, diawetkan
sekaligus diasinkan dengan menggunakan garam, dimana garam kandungan dapat
menghambat perkembangan mikrorganisme sehingga telur dapat disimpan lebih
lama. Syarat telur yang diasinkan adalah telur yang masih segar dan baru, sudah
dibersihkan, kulit telur masih utuh tidak retak, dan sebelum pengasinan telur harus
diamplas untuk memudahkan proses pengasinan (Warisno, 2005).
Berdasarkan metode pengolahannya, ada dua metode yang digunakan yaitu
perendaman dengan menggunakan larutan garam jenuh dan pembalutan dengan
mencampur garam, serbuk bata merah atau abu gosok. Pembuatan telur asin
dengan menggunakan metode perendaman dalam larutan garam jenuh sangat
mudah dan praktis. Keunggulan pembuatan telur asin dengan perendaman adalah
prosesnya singkat, sedangkan dengan cara pembalutan prosesnya rumit. Garam
dapur mengandung 91.62% NaCl, dan sisanya adalah Ca, Mg, dan Fe dalarn
bentuk garam klorida (Warisno, 2005).
Garam mempunyai sifat higroskopis sehingga dapat menyebabkan plasmolisis
dan dehidrasi pada sel bakteri, menghambat kerja enzim proteolitik, mengurangi
daya larut oksigen serta menurunkan daya aktivitas air (Frazier dan Westhoff,
1983). Garam yang digunakan dalam proses pengawetan telur membutuhkan
konsentrasi lebih besar dari 15% (Sukendra, 1976).
Pengasinan telur adalah salah satu cara pengawetan yang banyak dilakukan
oleh masyarakat. Tujuan dari proses pengasinan ini adalah untuk mencegah
kerusakan dan kebusukan telur serta memberi citarasa khas dari telur (Sirait,
1986). Selain itu juga pengasinan banyak menghasilkan keuntungan antara lain
mudah untuk dilakukan, biayanya mudah murah, praktis, serta dapat meningkatkan
kesukaan konsumen (Sarwono, 1994).
2.5 PERUBAHAN YANG TERJADI SELAMA PROSES PENGASINAN
a. Denaturasi protein
Denaturasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi
struktur sekunder, tersier, dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya
pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Denaturasi protein dapat dilakukan dengan
berbagai cara yaitu panas, pH, bahan kimia, gelombang suara, tekanan yang
tinggi dan mekanik. Senyawa kimia seperti urea dan garam dapat memecah
10 ikatan hidrogen yang akhirnya menyebabkan denaturasi protein (Winarno,
1997).
b. Koagulasi
Konsentrasi terbesar dalam lapisan putih telur adalah ovomucin Mucin
berperan dalam proses koagulasi. Kalaza mempunyai kandungan mucin yang
tinggi dan mempunyai daya tahan terhadap penggumpalan. Sebaliknya,
kuning telur mengandung komponen non protein yang merupakan subyek
penggumpalan. Bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya
larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai
endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut sebagai salting out. Bila
garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan
mengendap (Winarno, 1997).
c. Pembentukan Gel
Gel adalah fase antara padat dan cair, sebagai sistem larutan yang
kehilangan sifat mengalir. Gelasi terjadi pada saat terbentuk ikatan
nonkovalen dari gugus fungsional yang sudah stabil. Mekanisme dari gelasi
iniadalah pemerangkapan air, immobilisasi dan pembentukan struktur gel
yang stabil (Winarno, 1997).
Pembentukan gel ada empat tahapan diantaranya adalah denaturasi,
agregasi, koagulasi dan flokulasi. Garam merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan denaturasi dan mempengaruhi pembentukan gel pada kuning
telur. Hal tersebut terjadi karena adanya aktivitas kation dan anion dari garam
yaitu Na+ dan C1- yang meningkat (Romanoff, 1963).
d. Proses kemasiran telur
Kemasiran merupakan salah satu hal yang paling penting pada telur
asin. Kemasiran merupakan salah satu karakteristik kuning telur asin. Tekstur
masir pada kuning telur akan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen.
Kemasiran kuning telur dipengaruhi oleh adanya garam yang masuk kedalam
kuning telur. Suatu emulsi dapat dipecahkan dengan pemanasan dan
penambahan NaCl yaitu dengan merusak keseimbangan fase polar (protein)
dan fase non polar (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) Tekstur masir yang
ditimbulkan dari kuning telur berhubungan erat dengan granula yang terdapat
di dalam kuning telur (Wulandari, 2002).
Rasa asin telur asin yang dihasilkan sangat bergantung pada lama
penyimpanan. Bagi yang menyukai telur asin sebagai teman dari nasi, maka
penyimpanan selama 15 hari cukup maksimal. Selain asinnya kental, kuning
telurnya pun kuning tua dan berminyak, dan untuk sekedar sebagai camilan
maka disimpan maksimal 10 hari sudah cukup (Sudaryani, 1996).
Tekstur masir disebabkan oleh membesarnya granula yang ada dalam
kuning telur. Membesarnya granula pada kuning telur dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu kadar garam dan kadar air. Garam akan masuk ke dalam kuning
telur dan akan merusak ikatan-ikatan yang terdapat dalam granula sehingga
dapat memperbesar diameter granula. Masuknya air juga akan memperbesar
diameter granula. Semakin banyak air dan garam yang masuk menyebabkan
semakin banyak granula yang membesar, sehingga persentase kemasiran
semakin besar. Ukuran granul diakibatkan oleh adanya air garam 12 yang
masuk ke dalam granul dan reaksi garam dengan low density lipoprotein
(LDL). Menambahkan garam yang masuk ke dalam kuning telur akan bereaksi
dengan lipoprotein (yang sebagian besar dalam bentuk fraksi low density). Hal
diatas akan membentuk tekstur masir pada kuning telur (Romanoff, 1963).
Kuning telur merupakan suatu emulsi lemak dalam air dengan
kandungan bahan kering sekitar 50% yang terdiri dari 213 lemak dan 1/3
protein. Suatu emulsi dapat dipecahkan dengan pemanasan dan penambahan
NaCl yaitu dengan merusak keseimbangan fase polar (protein) dan fase non
polar (lipid) (Muchtadi, 1992).
BAB III
METODOLOGI
3.1 ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
1) Pisau 3) Panci
2) Baskom 4) Kompor
B. BAHAN
1) Telur bebek 3) Batu bata
2) Garam kasar 4) Air
3.2 CARA KERJA
Telur bebek
Air mengalir

Pencucian dan
penirisan

Garam krosok : batu Perendaman dalam


bata : sedikit air media (200 gr)

Penyimpanan 12 hari
pada suhu ruang

Pemanenan dan
pembersihan

Perebusan

Warna
Rasa
Hasil Tekstur
Aroma
HASIL PENGAMATAN

Bahan Konsentrasin PARAMETER


Warna Rasa Aroma Tekstur
Garam
Telur Bebek 35% Kuning telur (yolk) Asin (++) Khas telur Padat dan lembut
bewarna kuning khas telur, Kuning
pucat telur bermasir.
45% Kuning telur (yolk) Lebih Asin (+++) Khas telur Padat dan lembut
bewarna jingga khas telur, Kuning
muda telur bermasir.
55% Kuning telur (yolk) Sangat Asin (++++) Khas telur Padat dan lembut
bewarna jingga khas telur, Kuning
gelap telur bermasir.
BAB IV
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan percobaan yaitu pengolahan dengan garam pada
pembuatan telur asin. Bahan yang digunakan adalah telur bebek, masing-masing telur
bebek tersebut direndam dalam media 200 gram dengan konsentrasi garam yang
berbeda yaitu 35 %, 45%, dan 55%. Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui cara
pembuatan telur asin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Pengasinan dengan cara dioleskan adonan abu gosok dan dicampur dengan
garam ini adalah metode dehidrasi osmosis, dimana menurut Kastaman dkk (2005)
terjadi proses pengeluaran air dari bahan (telur) dengan cara membenamkan bahan
dalam suatu larutan yang berkonsentrasi tinggi, larutan tersebut mempunyai tekanan
osmosis tinggi. Perpindahan massa osmosis dinyatakan dengan kehilangan air dari
dalam telur bersamaan dengan masuknya larutan garam kedalam telur. Garam (NaCl)
berfungsi sebagai pencipta rasa yang khas dan sebagai bahan pengawet. Hal ini
karena garam dapat mengurangi kelarutan oksigen yang digunakan bakteri untuk
hidup. Garam juga mengahambat atau mencegah enzim pengurai protein (proteolitik)
agar protein dalam telur asin tetap utuh dan terjaga, juga menyerap air sehingga
membuat telur menjadi awet. Astawan (2003) juga menjelaskan bahwa garam
berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet karena dapat
mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja
enzim proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur.
Menurut Prihantari (2010) pengasinan merupakan salah untuk upaya
mengawetkan telur bebek, mengurangi bau amis dan menciptakan bau khas. Proses
pengasinan telur yang umum dilakukan masyarakat dengan menggunakan garam
dapur sebagai bahan pengawetnya. Garam merupakan faktor utama dalam proses
pengasinan telur yang berfungsi sebagai bahan pangawet untuk mencegah
pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pada telur bebek yang
direndam dalam media dengan konsentrasi garam 35% memiliki kuning telur (yolk)
yang berwarna kuning pucat, rasa asin, aroma amis khas telur, dan tekstur yang padat,
lembut khas telur dan kuning telur bermasir.
Telur bebek yang direndam dalam media dengan konsentrasi garam 45%
memiliki kuning telur (yolk) yang berwarna jingga muda, rasa lebih asin, aroma amis
khas telur, dan tekstur yang padat, lembut khas telur dan kuning telur bermasir.
Sedangkan telur bebek yang direndam dalam media dengan konsentrasi garam
55% memiliki kuning telur (yolk) yang berwarna jingga gelap, rasa sangat asin, aroma
amis khas telur, dan tekstur yang padat, lembut khas telur dan kuning telur bermasir.
4.1 WARNA

Dari hasil tersebut diketahui bahwa semakin tinggi konsenstrasi garam semakin
jingga dan gelap warna kuning telur (yolk) pada telur asin. Menurut Nuruazzakiah
dkk (2016), terbentuknya warna kuning tua tersebut dihasilkan karena kuning telur
kehilangan air selama proses perendaman dalam larutan garam. Pengasinan
menyebabkan kadar air telur menurun sehingga warna kuning pada kuning telur
semakin pekat.

4.2 RASA
Semakin tinggi konsentrasi garam semakin asin rasa yang dihasilkan.
Konsentrasi garam yang semakin tinggi dengan campuran abu gosok yang
teptap akan menyebabkan penurunan kadar protein yang semakin besar, akan
tetapi daya simpannya semakin meningkat. Tingginya kadar garam yang
digunakan akan menyebabkan banyaknya jumlah garam yang masuk ke dalam
isi telur sehingga rasanya semakin asin. Menurut Amir dkk (2014), partikel abu
gosok berbentuk kecil dan halus sehingga jika abu gosok, garam, dan air
dicampurkan menjadi satu adonan, maka garam yang telah mengion akan terikat
oleh partikel abu gosok. Ukuran partikel abu gosok yang relatif kecil ini akan
memungkinkan kontak dengan permukaan kulit telur. Hal ini menyebabkan
campuran garam dan abu gosok akan terdifusi ke dalam telur melalui pori-pori kulit
telur.
Selain itu, lama waktu penggaraman juga dapat meningkatkan rasa asin.
Menurut Sukendra (1976), untuk menghasilkan telur asin yang memiliki
karakteristik disukai diperlukan waktu 12 hari pengasinan. Hal tersebut sesuai
dengan praktikum pada kali ini. Sudaryani (1996) juga menjelaskan bahwa rasa
asin telur asin yang dihasilkan sangat bergantung pada lama penyimpanan. Bagi
yang menyukai telur asin sebagai teman dari nasi, maka penyimpanan selama 15
hari cukup maksimal. Selain asinnya kental, kuning telurnya pun kuning tua dan
berminyak, dan untuk sekedar sebagai camilan maka disimpan maksimal 10 hari
sudah cukup
4.3 AROMA
Aroma pada telur bebek yang sudah diasinkan yaitu amis seperti aroma khas
telur. Bau amis yang dihasilkan pada masing-masing telur asin tidak berbeda
secara signifikan karena selisih konsentrasi garam yang digunakan tidak berbeda
jauh. Menurut Ristanto (2013) penggunaan garam dengan konsentrasi yang
semakin tinggi akan lebih banyak membunuh mikroorganisme yang ada di dalam
telur sehingga menghasilkan telur dengan keamisan yang lebih rendah. Telur
bebek mempunyai pori-pori yang besar sehingga mempermudah penetrasi garam
ke dalam bagian telur. Telur bebek yang diasinkan menjadi tidak amis dan masa
simpan telur menjadi lebih lama. Waktu pengasinan yang semakin lama akan
semakin mempertahankan masa simpan telur tersebut.
4.4 TEKSTUR
Tekstur pada telur bebek yang sudah diasinkan yaitu padat, lembut khas telur,
dan kuning telur bermasir. Menurut Chi (1998) menyatakan bahwa terjadinya
proses kuning telur memiliki tekstur yang masir yang dipengaruhi oleh adanya
proses garam yang masuk bersama air (larutan garam) ke dalam granul-granul
yang berada dalam kuning telur karena kemampuan Nacl yang dapat mengikat air
pada protein kuning telur, sehingga kandungan air tersebut akan keluar dan
mengalami dehidrasi pada kuning telur serta muncul tekstur berpasir.
Romanoff (1963) juga menyatakan bahwa tekstur masir disebabkan oleh
membesarnya granula yang ada dalam kuning telur. Membesarnya granula pada
kuning telur dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kadar garam dan kadar air. Garam
akan masuk ke dalam kuning telur dan akan merusak ikatan-ikatan yang terdapat
dalam granula sehingga dapat memperbesar diameter granula. Masuknya air juga
akan memperbesar diameter granula. Semakin banyak air dan garam yang masuk
menyebabkan semakin banyak granula yang membesar, sehingga persentase
kemasiran semakin besar. Ukuran granul diakibatkan oleh adanya air garam 12
yang masuk ke dalam granul dan reaksi garam dengan low density lipoprotein
(LDL). Menambahkan garam yang masuk ke dalam kuning telur akan bereaksi
dengan lipoprotein (yang sebagian besar dalam bentuk fraksi low density). Hal
diatas akan membentuk tekstur masir pada kuning telur.

Menurut Underwood (2001) dan Suprapti (2002) pada proses


pembuatan telur aisn juga terjadi pertukaran ion yang bersifat stokiometri, yakni
H+ diganti oleh suatu Na+. pertukaran ion adalah suatu proses kesetimbangan
yang jarang berlangsung lengkap. Ion Na+ didapatkan dari garam sedangkan
ion H+ berasal dari air. Maka dari itu, ion Na + masuk kedalam telur dan kadar air
berkurang, sehingga telur menjadi asin. Perlu diketahui bahwa telur asin yang
berkualitas baik memiliki rasa asin yang cukup, kuning telur berwarna
kemerahan dan terkesan berpasir (masir).

BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1) Penggaraman adalah salah satu metode pengawetan agar telur dapat
disimpan dalam waktu yang lama dengan prinsip untuk mencegah
tumbuhnya bakteri pembusuk kedalam telur dan mencegah keluarnya air
dari dalam telur.
2) Garam (NaCl) berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan
pengawet karena dapat mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan
oleh bakteri), menghambat kerja enzim proteolitik (enzim perusak protein),
dan menyerap air dari dalam telur.
3) Pada pembuatan telur asin terjadi pertukaran ion Na+ dari luar kedalam
telur dan ion H+ dari dalam keluar telur yang menyebabkan telur menjadi
asin.
4) Konsentrasi garam dan lama waktu pengasinan atau penggaraman dapat
mempengaruhi tingkat keasinan, kegelapan (kepekatan) kuning telur, bau
amis, dan daya simpan. Semakin tinggi konsentrasi garam yang digunakan
dan semakin lama waktu pengasinan, maka semakin asin rasa yang
dihasilkan, semakin pekat warna kuning telur, semakin sedikit bau amis
dan semakin meningkat pula daya simpannya.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, S., S. Sirajuddin, dan N. Jafar.2014. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama
Penyimpanan Terhadap Kandungan Proteindan Kadar Garam Telur Asin.
Available at: http://repository.unahs.ac.id. (Diakses 24 April2017)
Astawan, M.W dan Astawan, M. 1998, Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat
Guna. CV. Akamedia Presindo, Jakarta
Kastaman, Roni; Susdaryanto dan Nopianto, Budi H. 2005. Kajian Proses Pengasinan
Telur Metode Reverse Osmosis Pada Berbagai Lama Perendaman. Jurnal
Teknik Industri Pertanian 19 (1) :30-39
Lukito, G.A., A. Suwarastuti dan A. Hintono. 2008. Pengaruh Berbagai Metode
Pengasinan Terhadap Kadar NaCl, Kekenyalan dan Tingkat Kesukaan
Konsumen pada Telur Puyuh Asin. Jurnal Animal Agriculture, 1(1): 829-838.
Mucthadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pedidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nuruazzakiah, H. Rahmatan, dan D. Syafrianti. 2016. Pengaruh Konsentrasi Garam
Terhadap Kadar Protein dan Kualitas Organoleptik Telur Bebek. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Pendidikan Biologi, Vol 1(1):1-15.
Prihantari, Dkk. 2010.Pengaruh Lama Perendaman Abu Pelapah Kelapa terhadap Sifat
Fisik, Organoleptik, Daya Simpan dan Kadar Kalsium Telur Asin. Yogyakarta:
Poltekes Yogyakarta Press.
Romanoff, A. L & AJ. Romanoff. 1963. The Avian Egg. New York John Willey and Sons
Inc.
Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur.  PT. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Sirait, C.H. 1986. Telur dan Pengolahannya, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Cetakan ke-4. Jakarta
Sukendra L. 1976. Pengaruh cara pengasinan telur bebek (Muscovy sp) dengan
Menggunakan Adonan Campuran Garam dan Bata Terhadap Mutu Telur Asin
Selama Penyimpanan. [Skripsi]. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil
Pertanian-IPB, Bogor. 
Suprapti, L. M. 2002. Pengawetan Telur. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Underwood, A.L., dan Day R. A. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.


Erlangga. Jakarta.
Warisno 2005. Membuat Telur Asin Aneka Rasa. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai