Anda di halaman 1dari 8

PROYEK DUA

“PEMBUATAN TELUR ASIN MENGGUNAKAN


MIKROORGANISME”

OLEH :
ABETO
19031121

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Heffi Alberida, M.Si.

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
Pembuatan Telur Asin Menggunakan Mikroorganisme

A. Latar Belakang
Mikroba dapat hidup dan berkembang biak di dalam berbagai jenis makanan, karena
dalam makanan terdapat bahan-bahan organik dan anorganik yang dibutuhkan untuk
kehidupan mikroba. Bahan-bahan organik tersebut tersedianya di dalam makanan, mengenai
jenis dan banyaknya sangat bervariasi untuk tiap makanan. Pada makanan tertentu jenis dan
banyaknya bahan-bahan organik dan anorganik tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga
mikroba dapat tumbuh secara optimal (Trihendrokesowo et all, 1989).

Untuk mempertahankan mutu telur biasanya dilakukan dengan cara pengawetan.


Pengawetan telur menurut koswara (1991) pada prinsipnya adalah mencegah penguapan air
dan terlepasnya gas-gas dari dalam isi telur serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroba
dalam telur selama mungkin. Sebelum melakukan pengawetan yang perlu diperhatikan adalah
kebersihan kulit telur. Pembersihan kulit telur dapat dilakukan dengan cara merendam telur
dalam air bersih, dapat diberi sedikit detergen kemudian dicuci hingga kotoran yang
menempel hilang, atau dengan mencuci telur dengan air hangat-hangat kuku yang mengalir.
Setelah kulit telur bersih dapat dilakukan pengawetan telur. Salah satu cara pengawetan telur
yaitu membuat telur asin.

Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat. Hampir semua zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat ada didalam telur
(Hidayah dan Mardiyono, 2009), selain kandungan proteinnya yang tinggi yaitu 12,8%-13,1%,
telur juga mengandung air 70,8%-74%; lemak 11,5%-14,3%; komponen lain yaitu
karbohidrat, kalori, kalsium, dan fosfor (Dirjen Gizi Departemen Kesehatan RI., 1989).

Telur asin adalah telur yang diolah dalam keadaan utuh, dimana kandungan garam dapat
menghambat perkembangan mikroorganisme dan sekaligus memberikan aroma khas, sehingga
telur dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama (Wasito dan Rohaeni, 1994). Menurut
Widjaja (2003) bahwa telur asin merupakan telur segar yang diawetkan dengan menggunakan
garam. Selain baunya yang amis, telur itik juga mempunyai pori-pori yang besar, sehingga
sangat baik untuk diolah menjadi telur asin (Astawan, 2006). Murtidjo (1988) mengemukakan
bahwa telur itik yang diasinkan mengandung keuntungan seperti: a) nilai gizi telur dapat
dipertahankan dalam waktu yang relatif lama, b) nilai ekonomis telur dapat ditingkatkan, c)
memenuhi selera konsumen telur itik dan, d) merupakan alternatif pamasaran disamping telur
segar.

Metode pengasinan yang dilakukan sampai sekarang adalah perendaman didalam larutan
garam atau pembalutan dengan adonan garam dan bubuk batu bata atau adonan garam dan abu
gosok. Waktu yang dibutuhkan untuk perendaman ataupun pembalutan kurang lebih 14 hari.
Hasil yang didapat dari metode tersebut dipengaruhi oleh kadar NaCl di dalam larutan ataupun
adonan. Rasa asin yang terlalu tinggi pada putih telur kurang disukai oleh konsumen.
B. Kajian teori

1. Telur asin
Telur asin adalah hasil olahan dari telur itik yang mentah dengan menggunakan
campuran adonan batu bata merah, garam dan abu gosok yang diperam selama beberapa hari,
kemudian menghasilkan telur asin matang (Astawan, 1989). Telur itik yang diolah menjadi
telur asin, dapat meningkatkan kandungan kalsium pada telur itik serta dapat meningkatkan
daya simpan telur itik (Damayanti et al., 2015). Telur asin dikonsumsi sebagai bahan makanan
yang sudah diawetkan dan mempunyai daya tahan yang lebih lama terhadap kerusakan
diandingkan dengan telur itik mentah (Sarwono, 1994)

Telur asin merupakan produk makanan yang popular di Indonesia terutama di daerah
Brebes, Tegal dan Cirebon yang merupakan sebagai sentra pembuatan telur asin (Supriyadi,
2010). Ciri khas dari telur asin Brebes adalah terletak pada kuning telurnya yaitu kuning telur
dengan tekstur yang masir dan berminyak serta tidak berbau amis (Suharno dan Setiawan,
2012).

2. Teknologi Pemeraman Telur Asin


Pengawetan telur secara tradisional adalah dengan cara pengasinan menggunakan
adonan garam, yaitu garam yang dicampur dengan bahan - bahan lainnya seperti abu gosok,
batu bata merah, tanah liat dan sebagainya (Astawan, 2005). Proses pengasinan dapat
dibedakan menjadi dua cara yaitu merendam telur dengan larutan garam jenuh dan membalut
telur dengan adonan garam yang biasanya terdiri dari beberapa bahan tambahan yaitu bubuk
batu bata merah, abu gosok dan garam atau disebut dengan pemeraman (Suprapti, 2002).
Proses pengasinan dengan adonan meliputi beberapa hal seperti sortasi telur itik mentah,
pencucian, membuat adonan pemeraman telur asin, pemberian garam, melumuri telur dengan
adonan pemeraman, telur diperam selama beberapa hari, pengupasan adonan, mencuci telur
kembali, merebus telur, penirisan, memberikan cap pada telur kemudian dilakukan
pengemasan.

Partikel abu gosok yang lebih halus kemungkinan akan menutupi pori telur itik
sehinggga difusi garam kedalam telur akan lebih sedikit dan akan membutuhkan waktu yang
lebih lama, namun harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan bubuk batu bata merah.
Partikel serbuk batu bata merah yang lebih besar akan membuat garam dan air terdifusi
kedalam telur lebih banyak serta membutuhkan waktu yang lebih singkat selain itu
pertumbuhan fungi akan terhambat karena tidak tahan dalam keadaan basah (Yuniati, 2011).
Pemeraman dengan menggunakan adonan dari abu akan menghasilkan telur asin dengan
kuning telur yang pucat serta bagian tepi kuning telur tersebut akan berwarna kehitaman (abu-
abu). Pemeraman dengan menggunakan adonan dari batu bata akan menghasilkan telur asin
dengan warna kuning telur yang kemerahmerahan dan rasanya terkesan berpasir (masir)
(Suprapti, 2002).

Pengasinan menggunakan bahan adonan dari campuran tanah liat dan garam adalah
dengan perbandingan 1:1, dengan cara ini telur akan mampu bertahan selama 30 hari (Agus,
2002). Kolesterol total darah lebih rendah setelah 8 pemberian telur asin dibandingkan dengan
pemberian telur rebus, hal ini diduga karena jenis tanah yang digunakan dalam proses
pembuatan telur asin memiliki tekstur liat sampai lempung sehingga memungkinkan proses
pembalutan serta efek biofarmaka terjadi secara sempurna pada proses pengasinan telur yang
mampu menurunkan kolesterolnya (Magistri et al., 2016). Telur merupakan salah satu bahan
pangan yang mudah terkontaminasi mikroba baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tanah merupakan salah satu media mikroba untuk berkembang biak sehingga penggunaan
tanah dapat mengkontaminasi telur (Finata et al., 2015). Adonan lumpur atau tanah liat yang
semakin tebal pada telur akan membuat aroma lumpur atau tanah liat akan semakin kuat
terutama pada bagian putih telurnya, hal ini disebabkan karena sifat dari telur yang dapat
menyerap bau atau aroma dari bahan-bahan disekelilingnya. (Indriastuti et al., 2013)
C. Alat dan Bahan

1. Alat :

a. Kompor
b. Baskom
c. Panci
d. Ulekan
e. Ember
f. Sendok

2. Bahan :
a. 150 butir telur itik
b. 3 kg garam
c. 3 kg abu gosok

D. Cara Kerja
1. Mempersiapkan semua bahan serta alat yang akan dipergunakan
2. Siapkan telur yang telah di cuci bersih
3. Lalu amplas sampai halus hati-hati supaya telur tidak pecah
4. Siapkan garam dan tumbuk halus lalu campur dengan abu gosok
5. Kemudian tambahkan air sedikit demi seedikit sambil diaduk menjadi adonan yang
kental agar dapat melekat pada kulit telur.
6. Peram telur asin selama kurang lebih 7-10 hari, Setelah pemeraman cukup waktunya
(+/- 7-10 hari ). segera bongkar adonan pembalut pada telur. Agar tidak merusak telur
pada saat pengbongkaran adonan pembalut, sebaiknya tambahkan sedikit air hingga
adonan yang kering menjadi sedikit basah dan gembur. Dengan demikian, adonan
dapat dibongkar dengan lebih mudah dan aman.
7. Cuci dahulu telur asin yang hendak direbus hingga bersih. Untuk mencegah retak atau
pecahnya telur dalam proses perebusan ini, sebaiknya dilakukan cara perebusan
seperti masukkan telur dalam panci perebus yang telah diisi dengan air secukupnya.
Panaskan dengan api kecil, usahakan agar air perebus menjadi panas namun tidak
mendidih (+/- 30 menit). Selanjutnya, api dapat dibesarkan hingga air mendidih. Telur
asin siap dipasarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani dan Tepat Guna. Jakarta: Akamedia
Presindo.

Astawan, M. 2006. Telur Asin, Aman dan Penuh Gizi. http://www. Departemen Kesehatan
Indonesia htm. Diakses tanggal 26 November 2020.

Agus, G. T. K. 2002. Intensifikasi Beternak Itik. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Damayanti, Y., Suandi, dan E. Kernalis. Pelatihan dan penyuluhan pembuatan telur itik asin
dalam upaya pengembangan kewirausahaan baru di Desa Tanjung Harapan Cupak
Kecamatan Danau Kerinci Kabupaten Kerinci. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat 30 (4): 36-
42

Finata, R.P., D. Rudyanto, I G. K. Suarjana. 2015. Pengaruh lama penyimpanan pada suhu
kamar telur itik segar dan telur yang mengalami pengasinan ditinjau dari jumlah Eschericia
coli. Buletin Veteriner Udayana. 7 (1): 41- 47

Indriastuti, A.T.D., Y. Buyang, dan D. Muchlis. 2013. Pembuatan telur asin ayam ras dengan
pemeraman lumpur pantai dan uji citarasa putih telur asinnya. Jurnal Agricola, 3 (1):19-25

Magistri, P.M., R. Yaswir, dan Y. Alioes. 2016. Pengaruh pemberian berbagai olahan telur
terhadap kadar kolesterol total darah mencit. Jurnal kesehatan Andalas 5(3):534-539

Sarwono, 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Supriyadi. 2010. Beternak Itik Hibrida Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suharno, B. dan T. Setiawan. 2012. Beternak Itik Petelur di Kandang Baterai. Bogor: Penebar
Swadaya.

Suprapti, Lies. 2002. Pengawetan Telur. Yogyakarta: Kanisius.

Trihendrokesowo. 1989. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta: UGM.

Koswara, S. 1991. Perbaikan Proses Pengasinan Telur Ayam dan Itik.


Yuniati, H. 2011. Efek Penggunaan Abu Gosok dan Serbuk Bata Merah Pada Pembuatan Telur
Asin Terhadap Kandungan Mikroba dalam Telur. 34(2), pp. 131–137. Available at:
https://media.neliti.com/media/publications/223485-none.pdf. Diakses tanggal 24 November
2020.

Wasito dan E. S. Rohaeni. 1994. Beternak Itik Alabio. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai