Anda di halaman 1dari 8

Nama Asisten: Rifemi Ihza Nuzulla

Tanggal Praktikum
: 29 November 2016
Tanggal Pengumpulan : 8 Desember 2016

PRAKTIKUM PENGOLAHAN DAGING, IKAN, SUSU, DAN TELUR


Teknologi Pengolahan Tepung Telur
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Rosalina Ilmi Amalia (240210130057)
ABSTRAK
Tepung telur merupakan salah satu produk awetan telur melalui proses
pengeringan dan penepungan. Disamping lebih awet, keuntungan lain dari tepung
telur ialah volume bahan menjadi lebih kecil sehingga menghemat ruang
penyimpanan dan biaya pengangkutan. Adapun tujuan dari praktikum kali ini
yaitu untuk mengetahui cara pembuatan tepung telur untuk meningkatkan daya
simpan dan menjaga kualitas telur sebelum digunakan lebih lanjut. Metode yang
dilakukan dalam pembuatan tepung telur yaitu dengan cara telur yang telah
dibersihkan dilakukan pengocokan dengan perbedaan bahan yang akan dikocok
yaitu kuning telur saja untuk kelompok 1 dan 5; putih telur untuk kelompok 2 dan
6; dan telur utuh untuk kelompok 3,4,7 dan 8. Kemudian dilakukan pasteurisasi
pada suhu 64-65oC selama 3 menit. Kemudian ditambahkan ragi sebanyak 0,3%
dari bahan dan dicampur secara merata kemudian dilakukan fermentasi pada suhu
ruang selama 2-3 jam. Setelah itu dilakukan peloyangan dengan tebal 6 mm dan
pengeringan menggunakan oven dengan suhu 45-50oC selama 6-16 jam
kemudian dihaluskan menggunakan grinder. Hasil dari praktikum tentang
pembuatan tepung telur dapat dikatakan bahwa tepung telur yang dihasilkan
memiliki waran orange gelap hingga orange cerah dan putih, memiliki tekstur
kasar hingga halus berpasir, aroma amis yang tidak menyengat dan sampel dengan
nilai berat terbesar yaitu pada sampel telur bebek utuh dari kelompok 8.
Kata Kunci: Tepung telur; Kualitas; Pengeringan; Pengawetan
ABSTRACT
Egg powder is one product preserved eggs through the drying process
and flouring. While more durable, another advantage of the egg powder is the
volume of material becomes smaller so saving storage space and transport cost.
The purpose of this lab is to determine how to manufacture egg powder to
increase the shelf life and maintain the quality of the eggs before further use. The
method used in the manufacture of egg powder is by way of an egg that had been
cleared to do the shuffle with the difference that the material to be whipped egg
yolks only for groups 1 and 5; egg whites for groups 2 and 6; and whole eggs to a
group 3,4,7 and 8. Then pasteurization at a temperature of 64-65oC for 3
minutes. Yeast is then added as much as 0.3% of the ingredients and mixed
thoroughly and then fermented at room temperature for 2-3 hours. Once that is
done peloyangan with 6 mm thick and use a drying oven with a temperature of

45-50oC for 6-16 hours and then smoothed using grinder. The result of lab work
on the manufacture of egg powder can be said that the egg powder produced had
warrants dark orange to bright orange and white , have a rough texture to the
smooth sandy, fishy smell that does not sting, and the sample with the largest
weight value that is on the whole duck egg samples from a group of 8.
Keywords: Flour Eggs; Quality; Drying; Preservation
PENDAHULUAN
Telur merupakan produk hasil peternakan yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Selain mudah diperoleh, harganya relatif lebih murah dibandingkan
protein hewani asal ternak yang lain. Telur memiliki kandungan gizi yang lengkap
seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Guilmaineau dan
Kulozik (2006) menyatakan kuning telur segar mengandung sekitar 48,5% bahan
kering yang terdiri dari 32% protein dan 64% lemak.
Telur dengan berbagai keunggulannya dibandingkan produk peternakan
lain mempunyai sifat yang mudah rusak, sehingga diperlukan suatu penanganan,
pengawetan dan pengolahan agar telur dapat lebih tahan lama. Salah satu caranya
yaitu dengan dibuat tepung telur. Tepung telur merupakan telur segar yang
dibentuk menjadi kering melalui suatu proses pengolahan, sehingga tepung telur
tetap merupakan telur mentah namun, kandungan airnya rendah yaitu kurang dari
10%. Telur mempunyai sifat fungsional yang berguna dalam pengolahan pangan,
misalnya dalam pembuatan kue dengan memanfaatkan salah satu sifat fungsional
telur yaitu daya buih dan stabilitas buih (Jiwanggoro dkk, 2013).
Pembuatan tepung telur dapat meningkatkan daya simpan (shelf life) tanpa
mengurangi nilai gizi, volume bahan menjadi lebih kecil, sehingga lebih hemat
ruang dan biaya penyimpanan. Tepung telur juga memungkinkan jangkauan
pemasaran yang lebih luas dan penggunaannya lebih beragam dibandingkan telur
segar (Winarno dan Koswara, 2002).
Tepung telur atau disebut juga telur kering merupakan bentuk awetan telur
melalui proses pengeringan dan penepungan. Pengeringan merupakan suatu
metode pengawetan dengan cara menghilangkan kadar air bahan pangan. Tepung
telur ini dapat berupa tepung putih telur, tepung kuning telur, atau tepung telur

utuh (tidak dipisahkan antara putih dan kuning telur). Prinsip yang dipakai adalah
menghilangkan kandungan air dari dalam telur, sehingga pertumbuhan bakteri dan
ragi dapat dihindarkan. Disamping itu tidak diperlukan pendinginan, dan telur
yang berbentuk tepung ini dapat disimpan pada suhu di atas titik beku.
Keuntungan yang lainnya adalah volume yang besar dan berat telur dapat
dikurangi. Ini berarti bahwa penyimpanan dipermudah dan gunanya diperluas.
Tepung telur ini dapat dipergunakan dengan proses rehidrasi (mengembalikan
bentuknya pada keadaan cair dengan menambahkan air) (Umar dan Saleh, 1990).
Metode pengeringan yang dapat digunakan untuk membuat tepung telur
ada 4 macam, yaitu pengeringan semprot (spray drying), pengeringan secara lapis
tipis (pan drying), pengeringan beku (freeze drying) dan pengeringan busa
(foaming drying). Pengeringan semprot merupakan metode yang paling sering
digunakan untuk memproduksi tepung telur. Prinsip metode ini adalah
menyemprotkan cairan telur ke dalam aliran udara panas, sehingga permukaan
cairan telur menjadi sangat luas dan pengeringan berlangsung dengan cepat.
Pengeringan semprot biasanya digunakan untuk membuat tepung telur utuh dan
tepung kuning telur, tetapi tidak digunakan untuk membuat tepung putih telur.
Putih telur dapat menggumpal sehingga menyumbat peralatan pengering semprot.
(Koswara, 2009).
BAHAN DAN METODE
Bahan

yang digunakan dalam praktikum ini adalah telur yang telah

dipecahkan dibagi menjadi 3 yaitu dipisahkan bagian putihnya saja, dipisahkan


bagian kuningnya saja, dan disatukan keduanya, serta ragi untuk fermentasi.
Metode yang digunakan dalam pembuatan tepung telur diawali dengan
pengocokan telur hingga homogen, hingga semua bagian menyatu tidak terpisah
atau menggumpal. Kemudian dilakukan pasteurisasi terhadap telur untuk
mengurangi keberadaan mikroorganisme pathogen, pasteurisasi dilakukan pada
suhu 64-65oC selama 3 menit. Selanjutnya ragi dilarutkan dalam sedikit air dan
dicampurkan kedalam adonan telur hasil pasteurisasi yang telah didinginkan
hingga suhu ruang terlebih dahulu. Tempatkan adonan pada wadah kemudian

tutup bagian atasnya dengan clingwrap dan disimpan pada suhu ruang selama 24
jam untuk proses fermentasi. Selanjutnya adonan akan menjadi lebih kental dan
ditempatkan pada loyang dan dikeringkan dalam oven selama 4-3 jam. Adonan
tepung akan mengeras dan kering selama dioven, lalu dibiarkan dingin dan
digrinder (penghalusan), sehingga dihasilkan tepung telur.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengolahan telur banyak dilakukan di antaranya dengan membuat tepung
telur. Pengeringan telur bertujuan mengurangi dan mencegah aktivitas
mikroorganisme sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Pembuatan telur
menjadi tepung telur dapat pula mengurangi ruang penyimpanan, mempermudah
penanganan dan transportasi (Winarno dan Sutrisno, 2002 dikutip Puspitasari,
2006). Keuntungan pengeringan telur adalah mempermudah dan mengurangi
ruang penyimpanan, menghemat biaya transportasi, memperpanjang daya simpan,
mempermudah dalam penggunaannya.
Tepung telur yang dibuat dalam praktikum adalah tepung putih telur, tepung
kuning telur, dan tepung telur utuh (campuran putih dan kuning telur). Sebanyak 3
butir telur ayam negeri dicuci atau dibersihkan lalu dipecahkan. Untuk tepung
telur yang dibuat dari putih telur atau kuning telur saja, putih telur dan kuning
telur dipisahkan. Telur yang sudah dipecahkan lalu dikocok hingga berbuih.
Pengocokan tersebut akan menyebabkan ikatan-ikatan dalam molekul protein
putih telur terbuka sehingga rantai protein menjadi lebih panjang. Selanjutnya
udara masuk di antara molekul-molekul protein yang terbuka rantainya dan
ditahan serta membentuk gelembung busa sehingga volume bertambah dan sifat
elastisitasnya berkurang (Lahmudin, 2006).
Telur yang sudah dikocok kemudian dipasteurisasi pada suhu 65 C selama
3 menit dengan menggunakan metode double wall. Proses pasteurisasi untuk
mengurangi jumlah bakteri patogen, terutama Salmonella yang umumnya tumbuh
dan berkembang dalam telur dan produk olahan telur lainnya (Amiarti, 2007).
Suhu yang digunakan dalam pasteurisasi merupakan kondisi yang efektif dalam

pengolahan putih telur untuk membunuh bakteri Salmonella yang terdapat dalam
telur (Puspitasari, 2006). Setelah dipasteurisasi, telur didinginkan hingga suhunya
mencapai suhu ruang.
Telur yang sudah dipasteurisasi kemudian ditambahkan fermipan sebanyak
0,4% dari berat telur, lalu ditutup dengan clingwrap dan difermentasi selama 2
jam. Fermentasi dilakukan terlebih dahulu agar tidak terjadi reaksi pencoklatan
non enzimatik yang dikenal dengan reaksi Maillard. Tahap ini disebut juga
desugarisasi. Fermentasi juga sangat membantu mempertahankan daya buih putih
telur serta menurunkan viskositasnya sehingga mempermudah penanganan (Hill
dan Sebring, 1973 dikutip Lahmudin, 2006). Setelah difermentasi, telur
dimasukkan ke dalam wadah plastik yang sudah dialasi dengan alumunium foil
dan diolesi minyak. Pelapisan dengan alumunium foil dan pengolesan minyak
bertujuan agar hasil pengeringan telur tidak menempel pada wadah. Selanjutnya
telur dikeringkan dalam oven pada suhu 45 C selama 16 jam. Setelah
dikeringkan, selanjutnya dihaluskan dengan grinder lalu diamati dan disimpan
dalam kantung plastik. Berikut ini adalah hasil pengamatan yang dilakukan dalam
pembuatan tepung telur yang terdapat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung Telur
Kriteria Pengamatan
Kel
Sampel
Warna
Aroma
Tekstur
Kuning
Orange cerah
Kuning telur
Keras
1
telur ayam
tidak menyengat
Putih telur
Putih
Amis tidak
Keras
2
ayam
kekuningan
menyengat
Telur ayam
Amis telur
3
Orange cerah
Keras
utuh
menyengat
Telur bebek Orange gelap
Berpasir
4
Amis
utuh
+
halus
Kuning
Keras
5
Orange cerah
Amis telur
Telur ayam
berminyak
Putih telur
Putih
Amis
Keras
6
ayam
kekuningan
Telur ayam
Amis telur
7
Orange cerah
Keras
utuh
menyengat
Telur bebek
8
Kuning gelap
Amis
Keras
utuh
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

W telur akhir
W akhir = 25,8
W akhir = 13,9919
W akhir = 45,3509
W akhir = 46,3407
W akhir = 27,3695
W akhir = 13,9919
W akhir = 40,4419
Wakhir = 46,1683

Berdasarkan hasil pengamatan yang terdapat dalam Tabel 1 di atas, tepung


telur ayam utuh 1 yang dihasilkan sebanyak 40,44 gram memiliki orange cerah,
bau amis bertekstur keras.
Pengeringan merupakan

suatu

metode

untuk

mengeluarkan

atau

menghilangkan sebagian air yang terkandung pada suatu bahan dengan cara
menguapkan air dengan energi panas. Proses pengeringan telur dilakukan untuk
mengeluarkan air dari cairan telur dengan cara penguapan hingga kandungan air
menjadi lebih sedikit. Pengeringan telur akan menghasilkan produk berupa tepung
telur atau telur bubuk. Tepung telur atau disebut juga telur kering merupakan
bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan. Menurut
Food and Drug Administration (FDA) Amerika serikat, parameter mutu tepung
telur yang diutamakan ialah kadar air, kadar lemak, kadar protein, warna, aroma,
dan tidak adanya Salmonella. Di samping lebih awet, keuntungan lain dari tepung
telur adalah volume bahan menjadi jauh lebih kecil sehingga menghemat ruang
penyimpanna dan biaya pengangkutan. Tepung telur juga memungkinkan
jangkauan pemasaran yang lebih luas dan penggunaannya yang lebih beragam
dibandingkan telur segar (Stadelman dan Cotterill, 1997).
Tepung telur yang dihasilkan harus memiliki sifat fungional dan sifat
fisikokimia seperti telur segar. Sifat fungsional sangat penting untuk
dipertahankan karena akan menentukan kemampuan tepung telur untuk digunakan
dalam pembuatan makanan olahan. Sifat-sifat yang harus dipertahankan antara
lain daya busa, sifat emulsi, sifat koagulasi (kemampuan menggumpal dan
membentuk gel) dan warna. Tepung telur umumnya memiliki daya busa yang
lebih rendah dibandingkan dengan telur segar. Sedangkan daya emulsi, daya
koagulasi, dan warna tepung telur umumnya tidak banyak berbeda dibandingkan
dengan telur segar. Tetapi jika kandungan gula pereduksi lebih dari 0,1%, warna
telur akan berubah kecoklatan selama penyimpanan. Keadaan ini dapat diatasi
dengan cara mengurangi kandungan glukosa dalam cairan telur sebelum
dikeringkan yaitu dengan fermentasi menggunakan ragi Saccharomyces
cerevisiae (Stadelman dan Cotterill, 1997).
Kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti suhu

cairan, luas permukaan cairan, suhu udara pengering, dan tekanan uap di udara.
Perambatan panas dapat berlangsung secara konduksi, konveksi atau radiasi.
Kecepatan perambatan panas dipengaruhi oleh sifat-sifat tertentu dari cairan telur
yang dikeringkan, seperti panas spesifik, kekentalan, densitas (berat jenis), dan
tegangan permukaan. Metode pengeringan yang digunakan dalam pembuatan
tepung telur terdiri dari empat macam yaitu pengeringan semprot (spray drying),
foaming drying, pengeringan secara lapis (pan drying), dan pengeringan beku
(freeze drying). Pengeringan semprot (spray drying) merupakan metode yang
paling sering digunakan untuk memproduksi tepung telur. Prinsip dari metode ini
adalah untuk menyemprotkan cairan telur ke dalam aliran udara panas, sehingga
permukaan cairan telur menjadi sangat luas dan pengeringan berlangsung dengan
cepat. Pengeringan semprot biasanya digunakan dalam membuat tepung telur utuh
dan tepung kuning telur tetapi tidak dapat digunakan dalam pembuatan tepung
putih

telur,

karena

dapat

menyebabkan

terjadinya

penggumpalan

dan

penyumbatan pada nozzle alat pengering semprot (Stadelman dan Cotterill, 1997).
KESIMPULAN
Tepung telur ayam utuh memiliki berat akhir 40,4419 gram, tepung telur bebek
utuh 46, 1683. Tepung kuning telur 25, 8 gram. Tepung Putih telur ayam 13,919
gram. Semua tepung memiliki bau amis, dengan granula yang rata-rata kasar.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Koordinator mata
kuliah Praktikum TPDI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan
praktikum mengenai pembuatan tepung telur, Rista Nurmalinda dan Rifemi I.
Nuzulla selaku asisten dosen yang telah membimbing kami selama praktikum.
Teman-teman

kelompok

8A

yang

telah

membantu

berperan

dalam

terselenggaranya praktikum kali ini.


DAFTAR PUSTAKA
Lahmudin, A. 2006. Proses Pembuatan Tepung Putih Telur Dengan Pengering

Semprot [Skripsi]. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor


Jiwanggoro, Adhitya, R. Singgih, S. S. dan Kusuma, Widyaka. 2013. Pengaruh
Lama Maserasi Kuning Telur pada Pembuatan Tepung Kuning Telur
Puyuh menggunakan Berbagai Level Etanol terhadap Daya dan Stabilitas
Buih. Jurnal Ilmiah Peternakan Volume 1 No.(3): 1143-1149.
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur. Available at
http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/TEKNOLOGI
PENGOLAHAN-TELUR.pdf (Diakses pada 7 Desember 2016).

Puspitasari, R. 2006. Sifat Fisik dan Fungsional Tepung Putih Telur Ayam Ras
Dengan Waktu Desugarisasi Berbeda [Skripsi]. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor, Bogor
Stadelman, W. J. dan O. J. Cotterill. 1997. Egg Science and Technology 4th
Edition. Haworth Press, Inc., New York
Umar, N dan Saleh, E. 1990. Pengawetan Telur. Diktat Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur, Penanganan dan Pengolahannya. MBRIO Press. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai