ARTIKEL SEMINAR
Oleh :
Lalu M. Hizam Algifari
J1A 019 051
Oleh
Lalu M. Hizam Algifari
J1A019051
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Kemasan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan
Tanggal Pengesahan :
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan artikel
seminar yang berjudul “Kajian Pengolahan Beberapa Produk Ayam Dalam
Kemasan”.
Dalam proses penyusunan artikel seminar ini, penulis banyak mendapat
saran, bantuan serta masukan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
RINGKASAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kebutuhan gizi masyarakat akan terpenuhi apabila mengkonsumsi daging
ayam karena mengandung gizi dan nutrisi yang lengkap. Menurut Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014) karkas ayam dalam 100 gram
memiliki kandungan protein sebesar 22,00 gram, lemak sebesar 60,00 gram,
kalsium 13,00 miligram serta memiliki kalori sebesar 404,00 Kkal. Menurut
Rosyidi (2009) Komposisi kimia dari daging ayam yaitu kadar air 78,86%,
protein 23,20%, lemak 1,65% mineral 0,98% dan kalori 114 kkal. Kandungan
nutrisi yang tinggi dan komposisi kimia tersebut membuat karkas ayam akan
cepat mengalami kerusakan.
Daging ayam cepat mengalami kerusakan karena mudah terkontaminasi
dengan mikroba. Hal ini disebabkan daging ayam yang mengandung air, kaya
nitrogen serta pH yang baik untuk petumbuhan mikroorganisme (Abustam,
2007). Sebagian besar kerusakan juga diakibatkan oleh penanganannya kurang
baik sehingga memberikan peluang bagi pertumbuhan mikroba pembusuk dan
berdampak pada menurunnya kualitas serta daya simpan karkas (Jaelani dkk,
2014). Penanganan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan
pada daging ayam yaitu dengan mengubahnya menjadi produk olahan (Lawrie,
1995). Daging ayam dapat diolah menjadi berbagai macam produk seperti
ayam goreng kering (fried chicken), ayam bakar/panggang, opor ayam, gulai
ayam dan lain sebagainya. Menurut Sucipta (2017) Produk makanan tersebut
memiliki masa simpan yang relatif rendah karena mengandung zat volatile dari
rempah-rempah dan mengandung kadar air yang cukup tinggi, sehingga
dibutuhkan proses pengemasan.
Kemasan adalah bahan yang digunakan untuk proses pembungkusan,
pewadahan atau pengepakan suatu produk sehingga produk yang ada di
dalamnya bisa tertampung dan terlindungi. Kemasan berfungsi sebagai media
untuk mengawetkan atau memperpanjang umur dari produk-produk pangan
atau makanan yang terdapat didalamnya (Astiti, 2017). Menurut Nugraheni
(2017) kemasan pada daging dan olahannya dapat meningkatkan mutu dan nilai
ekonomis daging tersebut. Walaupun di sisi lain terdapat kekurangannya, yaitu
kesegaran daging tidak sama dengan daging yang baru di ambil dari hewannya.
2
Proses dengan cara dibungkus ini daging akan lebih awet dan mudah untuk
dibawa kemana – kemana. Proses yang menjadi kendala dalam pengolahan
produk ayam dan olahan daging lainnya adalah penyimpanan (Siswanti, 2018).
Produk olahan dari ayam cenderung memiliki daya simpan yang relatif rendah.
Produk olahan ayam yang ada di Indonesia cenderung banyak menggunakan
bahan seperti rempah-rempah, wangi-wangian, sehingga banyak mengandung
zat volatil yang sangat menentukan kualitas produk tersebut. Menurut Sucipta
(2017) perlindungan produk terhadap zat volatile dapat dilakukan dengan
mengemas produk menggunakan bahan kemasan yang kedap gas dan uap air.
Cara penyimpanan yang biasa dilakukan oleh masyarakat untuk membungkus
produk olahan ayam atau daging olahan lain masih dengan cara yang tradisional
(Peggy, 2018). Hal tersebut cenderung tidak efektif untuk menambah masa
simpan produk ayam. Berbagai macam kemasan yang sering digunakan oleh
masyarakat untuk membungkus produk olahan ayam antara lain, kertas, plastik,
kaca, aluminium foil, maupun kaleng (Jaelani, 2014). Berdasarkan uraian
tersebut, maka akan dilakukan kajian tentang pengolahan beberapa produk
ayam dalam kemasan.
3
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Ayam
2.1.1 Produksi Ayam
Ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak
digemari masyarakat Indonesia, karena harganya yang relatif lebih murah
dibandingkan dengan daging sapi, selain itu juga mudah didapat. Ayam
menjadi salah satu sumber protein hewani yang banyak dipilih untuk
dikonsumsi (Wibowo dkk, 2021). Komoditas unggas khususnya ayam
mempunyai prospek pasar yang sangat baik karena didukung oleh
karakteristik produk unggas berupa daging dan telur yang disukai oleh
masyarakat Indonesia (Nuryati dkk, 2015). Komoditas ayam menempati
posisi pasar yang sangat aman dikarenakan daging ayam memiliki kualitas
organoleptik yang bagus, ketersediaan produk beraneka ragam, mudah
dimasak, dan memiliki peran sebagai penyedia protein hewani yang relatif
murah harganya dibandingkan dengan komoditas lainnya (Umiarti, 2020).
Ayam pedaging memberikan sumbangan besar terhadap pemenuhan
kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Menurut Amrullah
(2004), ayam pedaging merupakan ayam yang mempunyai kemampuan
menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang
sangat cepat dalam satuan waktu yang singkat untuk mencapai berat badan
tertentu. Proses produksi ayam pedaging yang relatif cepat, mudah
diperoleh di pasar dan harganya relatif murah dibanding sumber protein
hewani lainnya menjadi penyebab ayam pedaging memiliki tingkat
konsumsi yang cukup tinggi (Ulupi dkk, 2018). Menurut Data BPS (2021)
menunjukan ayam broiler menjadi produksi daging unggas terbesar di
Indonesia. Pada tahun 2019 produksi daging ayam broiler sebesar
3 495 090,53 ton. Produksi daging ayam broiler di Indonesia mencapai
total 3 426 042,00 ton pada 2021. Produksi berhasil meningkat tipis jika
dibandingkan dengan produksi 2020 yang sebesar 3 426 042,00 ton.
4
2.1.2 Bagian Ayam yang bisa dimakan
2.1.2.1 Karkas
Ayam biasa dipasarkan dalam bentuk karkas. Karkas adalah
bagian tubuh ayam setelah dilakukan penyembelihan secara halal,
pengeluaran darah, pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan, tanpa
kepala, leher, dan kaki (SNI 2009). Menurut Mountney (1976)
dalam penelitian Subekti dkk (2012), lemak dan jeroan merupakan
hasil ikutan yang tidak dihitung dalam persentase karkas, jika
lemak tinggi maka persentase karkas akan rendah. Karkas
dipotong menjadi beberapa bagian potongan yaitu sayap, dada,
paha atas, paha bawah, dan punggung untuk ditimbang (Soeparno
2005). Setiap bagian tersebut ditimbang dan selanjutnya dilakukan
pemisahan antara kulit, daging dan tulang. Kulit, daging dan
tulang dari masing-masing bagian potongan karkas tersebut
kemudian ditimbang.
5
pigmentasi warna karkas. Konsumen cenderung lebih menyukai
karkas dengan kulit warna kuning dan perdagingan yang baik
daripada warna karkas yang pucat dan daging bertekstur lembek.
Warna karkas ayam segar dapat dilihat dari warna daging yang
kekuning-kuningan dengan aroma khas daging ayam tidak amis,
tidak berlendir dan tidak menimbulkan bau busuk (Wowor, 2014).
2.1.2.2 Telur
Telur merupakan bahan pangan yang padat gizi dan enak
rasanya, mudah diolah serta harganya relatif murah jika
dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Telur
merupakan makanan ideal dan sangat mudah didapatkan
(Kementerian Pertanian RI, 2010). Telur dapat dimanfaatkan
sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, tepung telur,
obat, dan lain sebagainya. Menurut Widarta (2017) telur
merupakan substansi kimia yang paling lengkap, mendekati
komposisi kimia ternak unggas bersangkutan, karena hanya
melalui proses pemeraman telur akan berubah menjadi hewan
ternak. Komposisi telur sebagian besar terdiri dari air, selain
unsur-unsur penting lainnya. Telur kaya dengan protein yang
sangat mudah dicerna.Telur memiliki komposisi zat gizi yang
lengkap.
6
amino essensial yang dibutuhkan manusia semua jenisnya
terkandung di dalam telur ayam. Telur ayam ras tersusun atas tiga
bagian yaitu kulit telur, putih telur dan kuning telur. Bagian telur
terdiri dari kuning telur sebesar sekitar 30% - 32%, putih telur
sekitar 58% - 60%, dan kulit telur sebesar 12% (Nova, 2014).
Sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna karena
mengandung zat-zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna.
Kandungan protein kuning telur yaitu sebanyak 16,5% dan pada
putih telur sebanyak 10,9%, sedangkan kandungan lemak pada
kuning telur mencapai 32% dan pada putih telur terdapat dalam
jumlah yang sedikit (Djaelani, 2016). Telur juga mengandung
berbagai vitamin dan mineral, termasuk vitamin A, riboflacin,
asam folat, vitamin B6, vitamin B12, choline, besi, kalsium, fosfor
dan potassium (Sudaryani, 2003).
2.2 Mutu Ayam
2.2.1 Kandungan Kimia Karkas
Daging ayam pedaging adalah bahan pangan yang mengandung gizi
yang tinggi, memiliki rasa dan aroma yang enak, tekstur yang lunak dan
harga yang relatif murah, sehingga banyak masyarakat yang
mengkonsumsi. Komposisi kimia daging ayam yaitu kadar air 78,86%,
protein 23,20%, lemak 1,65% mineral 0,98% dan kalori 114 kkal
(Rosyidi, 2009). Menurut Murtidjo (2006), dibandingkan dengan daging
ternak ruminansia, tekstur daging ayam lebih halus dan lebih lunak,
sehingga lebih mudah dicerna. Pada umumnya daging ayam mengandung
air sekitar 75-80%. Selain itu, mengandung pula bahan kering yang
mengandung nutrisi protein, lemak, dan abu.
Kadar air pada daging ayam dipengaruhi oleh umur dan jenis ternak
(Khairi, 2011). Kandungan protein pada daging ayam cukup tinggi,
komposisi protein ini sangat baik karena mengandung semua asam amino
esensial yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh, akan tetapi daging
ayam juga memiliki kadar lemak yang cukup tinggi (Sholaikah, 2015).
7
Protein yang terdapat didalam ayam terdiri atas tiga bagian, yaitu protein
yang terdapat di dalam miofibril, protein yang terdapat di dalam
sarkoplasma dan protein yang terdapat di dalam jaringan ikat(Soeparno,
2011).
Kandungan gizi yang tinggi, lengkap dan seimbang pada daging
ayam dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kandungan gizi daging ayam dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi Daging Ayam Per 100 g
Komposisi Jumlah
Protein (g) 22.00
Fosfor (mg) 190.00
Kalori (kal) 404.00
Kalsium (mg) 13.00
Lemak (g) 25.00
Vitamin A (mg) 243.00
Vitamin B1 (g) 0,8
Vitamin B6 (g) 0,16
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014).
8
Tabel 2. Syarat Mutu Mikrobiologis Karkas Ayam
No Jenis Satuan Persyaratan
1 Total Plate Count cfu/g maksimum 1 x 106
2 Coliform cfu/g maksimum 1 x 107
3 Staphylococcus aureus cfu/g maksimum 1 x 108
4 Salmonella sp per 25 g maksimum 1 x 109
5 Escherichia coli cfu/g maksimum 1 x 110
6 Campylobacter sp per 25 g maksimum 1 x 111
Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2009
Kualitas daging ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada
waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong. Pada waktu hewan
hidup faktor penentu kualitas daging adalah cara pemeliharaan, meliputi
pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan, dan perawatan kesehatan,
sedangkan setelah hewan dipotong kualitas daging dipengaruhi oleh
perdarahan pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi mikroba
(Murtidjo, 2003).
9
mengandung air, kaya nitrogen serta pH yang baik untuk petumbuhan
mikroorganisme (Abustam, 2007). Penanganan daging ayam mulai dari
peternakan hingga meja makan harus diperhatikan, salah satunya pada tahap
pengemasan. Berbagai macam kemasan yang sering digunakan oleh masyarakat
antara lain, kertas, aluminium foil, plastik, kaca, kaleng maupun logam.
Usaha penyediaan daging ayam khususnya daging ayam segar perlu
mendapat perlakuan khusus karena daging ayam segar merupakan salah satu
bahan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme. Menurut Hajrawati
(2016) kondisi penjualan yang kurang higienis terutama pada pasar tradisional
dapat menyebabkan daging ayam terkontaminasi oleh mikroorganisme baik
yang bersifat patogen maupun non patogen. Mikroorganisme ini dapat merusak
atau menyebabkan deteriorasi karkas atau daging sehingga secara langsung
dapat mempengaruhi kualitas fisik dan kimia daging. Menurut BSN (2009),
batas cemaran mikroba pada karkas dan daging ayam maksimum 1 x 106 cfu/g
dan E. coli harus negatif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
pembusuk daging ayam antara lain temperatur, ketersediaan air dan pH (Lawrie,
1995). Tanda-tanda kerusakan daging adalah pembentukan lendir, perubahan
warna, perubahan bau, perubahan rasa dan terjadi ketengikan yang disebabkan
pemecahan atau oksidasi lemak daging (Afrianti dkk., 2013). Pertumbuhan
bakteri akan berkembang dengan subur bakteri tersebut terpenuhi kebutuhan
dasarnya untuk tumbuh antara lain sumber-sumber karbon, vitamin, protein
dalam daging, ketersediaan air, faktor penyimpanan daging dan ketersediaan
oksigen (Lawrie, 1995). Aktivitas bakteri selama penyimpanan mengakibatkan
terjadinya penguraian senyawa kimia daging, khususnya protein menjadi
senyawa yang lebih sederhana (Suradi, 2012).
10
dari bahan utama ayam kampung muda dengan bumbu khas taliwang dan
biasanya disajikan bersama makanan khas lombok, seperti pelecing.
Ayam taliwang dibuat masih dengan cara sederhana dengan bumbu
rempah-rempah khas Lombok yang memiliki cita rasa pedas dan gurih.
Bahan yang diperlukan dalam pembuatan ayam taliwang adalah 1 ekor
ayam kampung muda, minyak goreng, jeruk limau, dan adapun bumbu-
bumbu yang diperlukan untuk membuat bumbu ayam taliwang adalah
sebagai berikut cabai merah keriting, cabai rawit, kencur, bawang merah,
bawang putih, tomat, terasi, dan gula merah. Untuk menjadi destinasi
wisata kuliner unggulan di Kota Mataram, ayam Taliwang juga memiliki
daya tarik dengan cita rasa bumbunya yang pedas serta penggunaan ayam
kampong muda sebagai bahan utamanya. Ayam taliwang sudah dapat
dikatakan menjadi wisata kuliner unggulan di Kota Mataram. Hal ini
dikarenakan penjual ayam taliwang sangat mudah ditemukan di sepanjang
jalan Kota Mataram. Selain itu juga para pengelola ayam taliwang tidak
perlu lagi melakukan promosi secara gencar. Hal ini dikarenakan para
wisatawan baik wisatawan lokal maupun asing sudah mengetahui bahwa
ayam taliwang merupakan salah satu makanan khas Lombok, sehingga
saat berkungjung ke Kota Mataram (Insanaputra, 2020).
11
2.4.2 Ayam Woku
Ayam woku adalah olahan masakan asal Manado, Sulawesi Utara.
Bumbu-bumbu dalam resep ayam woku menggunakan banyak mascam
rampah. Penampilan ayam woku sangat menggugah selera dengan warna
kemerahan. Ditambah taburan daun kemangi menambah tampilannya.
Ayam woku diolah dari ayam kampung yang terlebih dahulu digoreng
atau dimasak langsung. Pengolahan pertama ayam sesuai selera. Bisa juga
terlebih dahulu direbus tanpa bumbu. Woku sendiri merupakan bumbu
masakan ala Manado dengan citarasa khas sangat pedas. Nama "woku"
berasal dari daun woka yang digunakan sebagai pembungkus nasi. Woku
ayam terkenal sangat wangi, berasal dari perpaduan bumbu wnagi daun
pandan, daun kemangi, jahe, serai, dan daun pandan (Suryo, 2018).
12
dan dibersihkan akan direbus terlebih dahulu dengan bumbu halus (Putri,
2021)
13
menunjukkan total pertumbuhan mikroba pada kondisi non vakum lebih tinggi
dibanding dengan yang dikemas vakum pada lama masa simpan. Hal ini sesuai
dengan dengan pendapat Siswanti dkk. (2018) pada penelitiaannya pada
pengemasan vakum pada ayam ungkep. Pengemasan vakum cenderung
menekan jumlah bakteri, perubahan bau, rasa, serta penampakan selama
penyimpanan, karena pada kondisi vakum, bakteri aerob yang tumbuh
jumlahnya relatif lebih kecil dibanding dalam kondisi tidak vakum.
Pengemasan vakum sangat berfungsi dan yang paling diperhatikan dalam
industri kemasan produk makanan karena tanpa adanya proses vakum akan
mempengaruhi rasa, bau dan tekstur dari makanan tersebut.
14
BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS
15
shelf life makanan. Penggunaan kemasan bertujuan untuk mencegah
kontaminasi, menunda kebusukan, berlangsungnya aktivitas enzim untuk
meningkatkan kelembutan tekstur daging (Brody et al., 2008 dalam
Nitiyacassari, 2019). Cara penyimpanan yang biasa dilakukan oleh masyarakat
untuk membungkus produk olahan ayam atau daging olahan lain masih dengan
cara yang tradisional (Peggy, 2018). Hal tersebut cenderung tidak efektif untuk
menambah masa simpan produk ayam, sehingga perlu mencari kemasan
alternatif untuk mengemas produk agar daya simpannya lebih lama dan proses
distribusi bisa dilakukan. Kondisi lingkungan dari pangan selama proses
distribusi dan penyimpanan seperti temperatur sekitar dan kelembaban yang
merupakan 2 faktor lingkungan yang sangat penting, karena faktor ini akan
menentukan sifat penghalang yang diperlukan untuk kemasan (Sucipta, 2017).
Kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam memilih kemasan pangan adalah
stabilitas dari pangan misalnya penguraian secara kimia, biokimia, reaksi
mikrobiologi yang dapat terjadi.
16
biasanya dikombinasikan dengan jenis kemasan plastik karena sifatnya yang
kuat, fleksibel, mudah dibentuk, serta sukar tembus air dan udara. Jenis
kemasan yang memiliki densitas yang tinggi dengan permeabilitas uap air dan
gas rendah adalah plastik polypropylene (PP), polyethylene (PE) dan kemasan
kombinasi Alumunium dengan Polypropylene (Al-PP) (Mulyawan dkk, 2019).
Menurut Yanti dkk (2008) dalam Mulyawan dkk (2019) menyatakan bahwa
pengemasan dengan plastik berupa polyethylene (PE) dan polypropylene (PP)
dapat menurunkan kadar air, mempertahankan kadar protein, menurunkan nilai
pH, menekan total koloni bakteri dan menurunkan persentase susut masak
daging sapi. Jenis kemasan yang dikombinasikan dengan teknik kemasan baik
vakum maupun non vakum berpengaruh terhadap mutu produk pangan.
Kemasan vakum terbukti dapat memperpanjang masa simpan produk pangan.
Penelitian Adawiyah dkk (2016) pada ayam bakar asap yang diberi perlakuan
dengan pengemasan plastik pada kondisi vakum dan non vakum menunjukkan
total pertumbuhan mikroba pada kondisi non vakum lebih tinggi dibanding
dengan yang dikemas vakum pada lama masa simpan.
Produk makanan yang diproses, oksigen yang rendah merupakan suatu
keuntungan, memperlama diskolorasi dari daging. Karbondioksida yang tinggi
dan oksigen yang rendah dapat menjadi masalah untuk pertumbuhan
mikroorganisme aerobik dan pembusukan makanan, sehingga pada daging
karbon dioksida menguntungkan sebagai antimikroba. Pengaruh lain dari
kemasan plastik adalah melindungi produk dari perubahan kadar air karena
bahan kemasan dapat menghambat terjadinya penyerapan uap air dari udara
(Nitiyacassari, 2019).
17
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E. dan Hikma. M. Ali 2007. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Pengolahan
Daging. Makassar : Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Cetakan ke-3. Bogor : Lembaga Satu
Gunung Budi.
Azizah, N. A., Mahfudz L. D., Sunarti D. 2017. Kadar Lemak dan Protein Karkas
Ayam Broiler Akibat Penggunaan Tepung Limbah Wortel (Daucus carota
L.) dalam Ransum. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 12 (4): 389-396.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3924-2009. Mutu Karkas dan Daging
Ayam. Jakarta (ID): BSN.
Badan Pusat Statistik Provinsi NTB, 2021. Produksi Daging Ayam Ras Pedaging
2019-2021. www.bps.go.id. Diakses pada 6 Mei 2022.
Djaelani, M.A. 2016. Kualitas Telur Ayam Ras (Gallus L) setelah Penyimpanan
yang dilakukan Pencelupan pada Air Mendidih dan Air Kapur sebelum
Penyimpanan. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 24 (1): 122-127.
18
Jaelani, A., Dharmawati, S., Wanda. 2014. Berbagai Lama Penyimpanan Daging
Ayam Broiler Segar dalam Kemasan Plastik pada Lemari Es (Suhu 4oc) Dan
Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisik Dan Organoleptik. Zira’ah, 39(3): 119-
128.
Massolo, R., Mujnisa, A., Agustina L. 2016. Persentase Karkas Dan Lemak
Abdominal Broiler yang Diberi Prebiotik Inulin Umbi Bunga Dahlia (Dahlia
Variabillis). Buletin Nutrisi dan makanan Ternak, 12(2): 50- 58
Mulyawan, Imam Budi dkk. 2019. Pengaruh Teknik Pengemasan Dan Jenis
Kemasan Terhadap Mutu Dan Daya Simpan Ikan Pindang Bumbu Kuning.
JPHPI, 22(3): 464-475.
19
Nuryati, Lely, dkk. 2015. Outlook Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Daging Ayam. Jakarta : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian.
Otles S., Cagindi O., 2008, Carotenoids as natural colorants, In: Socaciu C (ed),
Food Colorants Chemical and Functional Properties. Boca Raton: CRC
Press.
Peggy, J., Fakhriyah, A., Hinta E. 2018. Kearifan Lokal Dalam Kuliner Tradisional
Gorontalo. Yogyakarta : Penerbit Amara Books.
Sholaikah, M.I., 2015. Profil Protein Jaringan Otot Daging Ayam Potong Pra-
Penyembelihan Electrical Stunning dan Non Electrical Stunning. Jakarta :
UIN Syarif Hidayatullah.
Siswanti, Anandito, B. K., Affandi D. R. 2018. IbM Industri Rumah Tangga Ayam
Ungkep Di Gembongan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.
Jurnal Prima, 2(1): 15-20.
Suradi K. 2012. Pengaruh lama penyimpanan pada suhu ruang terhadap perubahan
nilai pH, TVB dan total bakteri daging kerbau. Jurnal Ilmu Ternak. 12(2): 9-
12.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): UGM Press
Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Usmiati S. 2010. Pengawetan daging segar dan olahan. Bogor: Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Jurnal Teknol Sains.
9(3):46-51.
20
Wibowo, C. H., Wahjuningsih, S. B., Sari, A. R. 2021. Penyuluhan Kriteria Daging
Ayam Yang Sehat Dan Berkualitas Pada Kelompok Ibu-Ibu Pkk Rt 02 Rw
08 Kelurahan Tlogosari Kulon, Semarang. Jurnal Tematik, 3(1): 91-98.
21