Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BIOPROSES

PEMBUATAN BAKSO BERBAHAN DASAR KEPITING


RAJUNGAN (Portunus Pelagicus)

Dosen Pengampuh : Muhammad Alamsyah, S.T., M.T.


Disusun Oleh
Nama : Nurmala Sari
NIM : 4022022045

PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI REKAYASA KIMIA INDUSTRI
POLITEKNIK BOMBANA
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Nurmala Sari
Nim : 4022022045
Program Studi : Teknologi Rekayasa Kimia Industri

Menyatakan dengan sebenar - benarnya bahwa laporan yang saya tulis ini
sepanjang sepengetahuan saya, didalam naskah ini tidak terdapat karya ilmiah yang
pernah diajukan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip didalam naskah
ini dan disebut dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Bombana, Agustus 2023


Penyusun, Mengetahui,

Nurmala Sari Muhammad Alamsyah, S.T., M.T.


NIM 4022022045 NIDN 0907029303

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yan telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan
yang berjudul “Pembuatan Gantungan Kunci Dari Kain Tenun Dalam Peningkatan
Nilai Ekonomi Masyarakat”.
Penulisan laporan ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata
kuliah Teknologi Bioproses. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang kain tenun yang dapat di jadikan sebagai gantungan kunci bagi para
pembaca dan juga penulis.
Dalam penulisan laporan ini saya merasa banyak kekurangan baik pada teknik
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu,
kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan
pembuatan laporan ini.
Dalam penulisan laporan ini saya menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan laporan
ini, khususnya kepada Dosen kami Bapak Muhammad Alamsyah, S.T., M.T. yang
telah memberikan tugas laporan dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas laporan ini.

Bombana,09 Agustus 2023

Nurmala Sari

9
ABSTRAK

Bakso merupakan makanan jajanan dari produk olahan daging yang telah
dikenal dan disukai masyarakat banyak. Bakso merupakan produk olahan daging
yang banyak ditemui di pasaran dan digemari masyarakat mulai dari anak-anak
hingga dewasa. Bakso merupakan olahan makanan yang terbuat dari protein hewani
seperti daging ikan, ayam, sapi yang dibumbui dan digiling halus. Kepiting
merupakan hewan Krustasea dari anggota Artropoda. Kepiting memiliki eksoskeleton
yang terbuat dari lapisan kutikula yang merupakan polisakarida dari kitin, protein,
lemak dan mineral seperti kalsium karbonat. Kepiting bakau merupakan salah satu
komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi yang memiliki kandungan gizi: protein
65,72%, lemak 0,83% dan kadar air 9,9%. Kepiting juga merupakan sumberdaya
perikanan dengan nilai ekonomis penting yang dapat ditemukan di sepanjang pantai
Indonesia terutama di kawasan hutan bakau atau perairan payau.

Kata kunci : Bakso, Kepiting Rajungan, Inovasi.

iii
ABSTRACK

Woven fabric is a traditional Indonesian cloth that is one of the cultural


artistic heritage that reflects the identity of the nation. Weaving has a high meaning,
historical and technical value so that it must be preserved and re-socialized. The
development of woven fabrics over the past few years has been very rapid, judging
from the many competitions and also fashion shows that carry the theme of
traditional fabrics, then woven fabrics are also the most displayed. This makes us
realize that Indonesian woven fabrics are very attached to traditional fabrics that are
very old but still exist today. . Keychain is one of the most unique trinkets. Apart
from being a key decoration, keychains can also be used as souvenirs.

Keywords : Woven Fabric, Keychain, Inovation.

9
DAFTAR ISI
JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................ii
ABSTRAK..................................................................................................iii
ABSTRACK...............................................................................................iv
DAFTAR ISI...............................................................................................v
DAFTAR TABEL......................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................2
1.4 Manfaat.........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................3
2.1 Dasar Teori....................................................................................3
2.2 Pengertian Bakso...........................................................................3
2.3 Kepiting Rajungan (Portunus Pelagicus) .....................................4
2.4 Karakteristik Morfometrik Kepiting Rajungan ............................
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM................................................6
3.1 Waktu Dan Tempat.......................................................................6
3.2 Alat Dan Bahan.............................................................................6
3.3 Prosedur Kerja...............................................................................6
3.4 Diagram Alir.................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Syarat Mutu Bakso Daging.....................................................................


Table 2. Karakteristik Morfometrik P. Pelagicus (Jantan)....................................
Table 3. Karakterisktik Morfometrik P. Pelagicus (Betina)..................................

9
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bakso...............................................................................................3
Gambar 2. Kepiting Rajungan .........................................................................4

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan bakso dari masa ke masa sudah banyak mengalami
perkembangan, dari bakso yang original, ditambahkan sayuran sampai yang diisi.
Selain wortel dan rumput laut yang ditambahkan dalam pembuatan bakso ada
alternatif lain yang bisa ditambahkan dalam pembuatan bakso yakni daun kelor. Daun
kelor mangandung banyak protein, vitamin dan mineral. Selain menambah nilai gizi
dari bakso juga meningkatkan potensi dari bahan pangan tersebut. Penelitian ini
diharapkan dapat menghasilkan produk bakso yang bernilai gizi tinggi tetapi
ekonomis karena daun kelor murah, mudah ditemui dan mudah didapatkan.
Bakso merupakan makanan jajanan dari produk olahan daging yang telah
dikenal dan disukai masyarakat banyak. Bahan pangan ini umumnya menggunakan
daging sapi sebagai bahan bakunya, sehingga hampir 40% daging sapi di Indonesia
digunakan sebagai bahan baku bakso. Salah satu produk pangan yang diatur oleh SNI
adalah bakso daging. Dalam SNI, banyak sekali produk bakso dengan kualitas yang
berbeda-beda. Salah satu parameter yang digunakan oleh masyarakat untuk
menentukan bagus atau tidaknya suatu produk bakso adalah kekenyalannya.
Masyarakat cenderung menyukai bakso yang teksturnya kenyak dan tidak menyukai
bakso yang terlalu empuk dan terlalu keras (Pramuditya dan Yuwono, 2014).
Bakso merupakan produk olahan daging yang banyak ditemui di pasaran dan
digemari masyarakat mulai dari anak-anak hingga dewasa. Menurut Nurlaela, dkk
(2013) bakso merupakan olahan makanan yang terbuat dari protein hewani seperti
daging ikan, ayam, sapi yang dibumbui dan digiling halus. Penyelelesaian bakso yaitu
dibentuk bulat dan direbus hingga matang. Kandungan terbanyak dari bakso adalah
protein dan karbohidrat.
Penelitian tentang bakso sudah banyak dilakukan dengan berbagai variasi.
Beberapa penelitian sebelumnya mengenai bakso dilakukan oleh Purukan (2013)
penambahan bubur wortel 10 g dan tepung tapioka 5 g dalam 100 g daging ikan

1
gabus didapatkan hasil bakso dengan kandungan gizi sebagai berikut: kadar air
77,36%, kadar abu 1,54%, kadar protein 13,38%, kadar lemak 1,19%, serat kasar
0,57%, total karbohidrat 5,96%, kandungan vitamin A.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari laporan ini sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembuatan bakso dari bahan dasar kepiting bakau?
2. Apa kandungan kepiting bakau bagi kesehatan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini sebagai berikut:
1. Memahami proses pembuatan bakso dari bahan dasar kepiting bakau
2. Memahami kandungan yang terdapat pada kepiting bakau bagi kesehatan

1.4 Manfaat
Dapat menambah wawasan masyarakat terhadap kepiting bakau yang dapat
dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan bakso yang bermanfaat bagi kesehatan.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


Bakso merupakan produk pangan yang terbuat dari olahan daging sebagai
bahan baku utama yang digiling halus, serta dilakukan pencampuran dengan tepung
dan bumbu-bumbu, pembentukan adonan menjadi bulatan-bulatan, dan selanjutnya
dilakukan perebusan. Bakso adalah salah satu makanan beku (frozen food) dan
cepat saji (ready to cook) sehingga banyak dipilih masyarakat karena lebih praktis.
Bakso yang terbuat dari daging memiliki rasa yang lezat, bergizi tinggi telstur
kenyal dan empuk, dapat disantap pada berbagai waktu dan kondisi serta mudah
diterima oleh berbagai kalangan baik usia anak-anak, remaja maupun dewasa,
(Pramudya, et.al, 2014).

2.2 Pengertian Bakso


Bakso menurut SNI 01-3818:2014 merupakan produk olahan daging yang
dibuat dari daging hewan ternak yang dicampur pati dan bumbu-bumbu dengan atau
tanpa bahan penambah pangan lainnya, dan atau bahan tambahan pangan yang
diizinkan, yang berbentuk bulat atau bentuk lainnya dan dimatangkan (Standar
Nasional Indonesia, 2014).

Gambar 2.1 Bakso

3
Salah satu syarat mutu bakso berdasarkan Standar Nasional Indonesia adalah
mempunyai kadar protein minimal 9%. Umumnya bakso yang beredar di pasaran
merupakan bakso yang berasal dari daging sapi. Walaupun demikian bakso juga
dapat dibuat dari daging lainnya seperti daging ayam, karena bakso yang terbuat dari
daging ayam memiliki tekstur yang lebih halus dibandingkan dengan daging sapi
serta harga yang relatif murah dibandingkan dengan daging sapi. Pada proses
pembuatan bakso, bahan yang digunakan salah satunya yaitu pati. Pati yang
digunakan adalah tepung tapioka yang berperan sebagai binder dan filler.
Penambahan tepung tapioka berguna dalam meningkatkan stabilitas emulsi,
meningkatkan flavor dan meningkatkan daya ikat bumbu (Astriani dkk., 2013).
Adapun syarat mutu bakso daging sesuai pada tabel 2.1 dibawah ini:

Tabel 2.1 Syarat Mutu Bakso daging


persyaratan
No Kriteria uji Satuan Bakso daging
Bakso daging
kombinasi
1 Keadaan
1.2 Bau - Normal, khas daging Normal, khas daging
1.3 Rasa - Normal, khas daging Normal, khas daging
1.4 Warna - Normal Normal
1.5 Tekstur - Kenyal Kenyal
2 Kadar Air % (b/b) Maks. 70,0 Maks. 70,0
3 Kadar Abu % (b/b) Maks. 3,0 Maks. 3,0
4 Kadar Protein (N % (b/b) Min. 11,0 Min. 8,0
x 6,25)
5 Kadar lemak % (b/b) Maks. 10 Maks. 10
(Sumber; BSN, 2014)

2.3 Kepiting Rajungan (Portunus Pelagicus)

9
Portunus Pelagicus salah satu jenis kelompok kepiting renang yang mempunyai
morfologi berbagai warna. Rahman et al., (2019) mendeksripsikan morfologi
cangkang P. pelagicus diantaranya memiliki sembilan lekuk duri pada bagian mata
kanan-kiri. Pada duri yang terakhir berukuran lebih panjang dari duri-duri lainnya dan
merupakan titik ukuran lebar cangkang. Perut atau biasa disebut abdomen terlipat ke
depan di bawah cangkang. Pada jantan, abdomen sempit dan lancip kedepan.
morfologi abdomen betina membulat pada area penyimpanan telur.
Menurut Radifa et al., (2020) rajungan (P. pelagicus) merupakan jenis kepiting
yang memiliki habitat alami hanya di perairan dengan salinitas tinggi. spesies ini
biasanya berdistribusi di wilayah pasang surut dari Samudera Hindia dan Samudra
Pasifik dan Timur Tengah sampai pantai Laut Mediterania. Habitat P. pelagicus di
daerah tepi pantai dan bagian pesisir serta hidup pada substrat yang berpasir dan
berlumpur, sehingga menyebabkan rajungan banyak dimanfaatkan secara langsung
oleh nelayan karena dekat dengan tepi pantai dan mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi. Keberadaan rajungan dipengaruhi oleh kondisi musiman.

Gambar 2.2 Kepiting


Rajungan
Menurut Maylandia et al., (2021) menginformasikan bahwa proses siklus
reproduksi dimulai dengan jantan yang matang gonad melepaskan cangkangnya
(moulting) beberapa minggu sebelum periode moulting betina. Selanjutnya Rajungan

5
jantan membawa seekor betina yang dijepit di bawahnya selama 4-10 hari sebelum
betina moulting. Proses fertilisasi terjadi setelah betina moulting dan ketika
cangkangnya masih lunak. Sperma disimpan secara internal dalam spermatheca tetapi
pembuahan terjadi secara eksternal. Telur-telur yang telah dibuahi diletakkan dalam
bagian abdomennya dan memiliki bentuk seperti busa atau spons.
Kamelia & Muhsoni (2020) menambahkan lanjutan siklus hidup P. pelagicus
dimana betina menggendong telur-telurnya yang telah dibuahi (sponge crab) pada
ovigerous female yang masih muda berwarna oranye dan secara bertahap akan
berubah menjadi coklat dan hitam. Telur-telur yang bersifat planktonis menetas
antara tengah malam sampai pagi setelah sekitar 15 hari pada suhu 24°C. Selama fase
larva rajungan dapat terhanyut ke laut sebelum kembali menetap pada perairan
dangkal di dekat pantai. Zoea memiliki dimensi mikroskopis dan bergerak di dalam
air sesuai dengan pergerakan arus. Setelah berganti bulu enam atau tujuh kali, zoea
berubah menjadi bentuk pasca-larva yang disebut raksasa, yang memiliki bentuk
serupa kepiting dewasa. Kebanyakan pola hidup megafauna adalah plankton dan
dipengaruhi oleh sirkulasi arus di dasar air sampai akhirnya mengendap pada lebar
karapas sekitar 15 mm dan berubah menjadi remaja dan pindah ke perairan yang lebih
dalam untuk tumbuh dan dewasa. Jantan dan betina umumnya mencapai kematangan
seksual pada lebar karapas 70-90 mm, ketika berusia berkisar satu tahun.
P. pelagicus menjadi spesies kepiting dengan nilai permintaan pasar dunia
yang sedang berkembang. Menurut Priyambada et al., (2020) P. pelagicus merupakan
salah satu komoditas ekspor yang mempunyai nilai jual tinggi. Salah satu negara yang
memproduksi hasil perikanan tangkap rajungan adalah Indonesia. Peran Indonesia
dalam ekspor rajungan ke negara-negara di dunia sangat besar. Gumilar et al., (2020)
negara tujuan ekspor adalah negara maju, seperti Amerika Serikat ini adalah tujuan
utama, diikuti oleh Cina dan Eropa. Penangkapan rajungan biasanya dilakukan di
perairan pesisir hingga kedalaman 30 m (Safira et al., 2019). Perairan Sei Berombang
merupakan daerah penangkapan P. pelagicus. Rata-rata penduduk daerah Sei
Berombang bermatapencarian sebagai nelayan, hasil tangkapan nelayan dijual ke

9
pengumpul/kolektor. Siklus penjualan oleh kolektor ini berlanjut hingga ke pengedar
besar/perusahaan besar (eksportir) P. pelagicus.
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditas perikanan
yang sangat potensial dan bernilai ekonomis penting. Selain memiliki rasa daging
yang lezat, nilai gizinya pun cukup tinggi sehingga permintaan akan komoditas ini
baik dari pasar lokal maupun pasar ekspor semakin meningkat. Rajungan di
Indonesia merupakan komoditas perikanan yang diekspor terutama ke Negara
Amerika Serikat, yaitu mencapai 60% dari total hasil tangkapan rajungan
(Setiyowati, 2016). Berdasarkan data ekspor tahun 2020, kelompok komoditas
kepiting/crab (kepiting dan rajungan) menduduki peringkat 5 pada volume ekspor
produk perikanan tangkap sebesar 27.616 ton, dan nilai ekspor menduduki peringkat
4. Namun, tren volume ekspor tahun 2016 hingga 2020 menunjukkan
kecenderungan penurunan volume ekspor dengan pertumbuhan -1,08 %
(DitjenPDSPKP, 2021). Hal ini mengindikasikan adanya penurunan hasil tangkapan
rajungan di alam yang mengarah pada overfishing.
Rajungan sebagai salah satu sumber daya perikanan telah mengalami tekanan
terhadap kelangsungan hidup akibat semakin meningkatnya upaya penangkapan di
alam. Upaya untuk menjaga kelestarian sumber daya rajungan di alam salah satu
upaya yang dapat dilakukan melalui pengelolaan, dan pengaturan jumlah serta
ukuran rajungan yang boleh dimanfaatkan. Informasi kondisi stok rajungan di alam
sangat diperlukan dalam upaya pengelolaan agar dapat dilakukan penetapan kuota
penangkapan. Disamping itu juga diperlukan informasi tentang kondisi biologi
rajungan untuk penetapan ukuran, jenis kelamin, dan jumlah yang boleh ditangkap
(Tirtadanu & Suman, 2017).
Menurut Prasetyo et al. (2014), pada kedalaman kurang dari 5,5 meter, berat
dan ukuran tubuh rajungan lebih kecil, dan didominasi rajungan berjenis kelamin
jantan. Sebaliknya pada kedalaman 5,5 –10 meter, berat dan ukuran tubuh rajungan
semakin besar dan didominasi rajungan berjenis kelamin betina. Perbedaan ukuran

7
rajungan berdasarkan kedalaman perairan erat kaitannya dengan migrasi dari
rajungan betina dalam siklus reproduksi (Hamid et al., 2016; Fitrian, 2018)

2.4 Karakteristik Morfometrik Kepiting Rajungan


Kajian analisis morfometrik dilakukan untuk mengetahui perubahan bentuk
morfologi suatu organisme Safira et al., (2019) Ciri morfologi digunakan untuk
menentukan informasi terkait jenis kelamin, klasifikasi dan pola kekerabatan,
keanekaragaman morfologi intraspesifik. Menurut Mughni et al., (2022) karakter
morfometrik juga dapat memberikan informasi mengenai perbedaan kelompok
populasi dalam suatu perairan. Secara keseluruhan, perbedaan populasi intraspesies
digambarkan dengan jelas pada bentuk morfologi. Pengukuran morfometrik yang
umum dilakukan adalah lebar karapas, panjang karapas, dan bobot rajungan.
Tabel 2.2 Karakteristik Morfometrik P. pelagicus (Jantan)
Jantan (cm)
Karakter Morfometrik
Min Max Rerata
CW (lebar karapas) 9,50 16,00 13,28
CL (tinggi karapas) 3,70 7,00 5,09
FRMW (lebar duri frontal) 2,00 3,50 2,60
RACL (lebar (lebar anterolateral karapas kanan) 1,20 6,10 4,91
LACL (lebar anterolateral karapas kiri) 1,30 6,00 4,84
PBW (lebar posterior karapas) 2,30 5,00 3,44
ICW (lebar karapas internal) 6,30 13,10 9,91
RPCL (panjang posterolateral karapas kanan) 2,18 6,20 5,21
LPCL (panjang posterolateral karapas kiri) 2,20 6,00 5,25

RPCL (panjang posterolateral karapas kanan) 2,18 6,20 5,21

ROW (jarak/lebar orbit (rongga mata) kanan) 1,10 2,00 1,47

LOW (jarak/lebar orbit (rongga mata) kiri) 1,15 2,10 1,51

9
Tabel 2.3 Karakteristik Morfometrik P. pelagicus (Betina)
Betina (cm)
Karakter Morfometrik
Min Max Rerata
CW (lebar karapas) 10,70 17,40 14,05
CL (tinggi karapas) 4,00 7,00 5,02
FRMW (lebar duri frontal) 1,50 3,70 2,51
RACL (lebar (lebar anterolateral karapas kanan) 2,40 7,00 4,97
LACL (lebar anterolateral karapas kiri) 2,70 6,50 4,93
PBW (lebar posterior karapas) 2,30 13,20 3,69
ICW (lebar karapas internal) 6,50 14,10 10,02
RPCL (panjang posterolateral karapas kanan) 3,05 6,50 5,28
LPCL (panjang posterolateral karapas kiri) 3,00 6,70 5,33
RPCL (panjang posterolateral karapas kanan) 3,05 6,50 5,28
ROW (jarak/lebar orbit (rongga mata) kanan) 1,06 1,80 1,24
LOW (jarak/lebar orbit (rongga mata) kiri) 1,12 1,90 1,28
(Sumber: Umi Kalsum, 2023)

9
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Telah dilaksanakan penelitian Pembuatan Bakso Berbahan Dasar Kepting
Bakau ( Scylla Serrata) pada hari Agustus 2023 bertempat di Laboratorium industri,
Program Studi Teknologi Rekayasa Kimia Industri, kampus Politeknik Bombana,
kelurahan poea, kecamatan rumbia tengah, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi
Tenggara.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
 Pisau 1 pcs
 Baskom 2 pcs
 Blender 1 pcs
 Sendok 1 pcs
 Panci 1 pcs
 Kompor 1 pcs

3.2.2 Bahan
 Kepiting bakau 400 gram
 Tepung Tapioka 300 gram
 Tepung Terigu 150 gram
1
 Ketumbar sdt
2
1
 Merica Bubuk sdt
2
1
 Garam sdm
2

9
 Bawang Putih 3 siung
 Daun Bawang Secukupnya

3.3 Prosedur Kerja


1. Siapkan alat dan bahan.
2. Pisahkan kepiting dari cangkang dan dagingnya.
3. Lalu cuci bersih kepiting yang telah dipisahkan dari cangkang dan
dagingnya.
4. Blender daging kepiting yang telah dibersihkan
5. Campur dengan bahan lainnya, seperti tepung terigu, tepung tapioka,
ketumbar, merica bubuk, garam, bawang putih dan daun bawang
secukupnya.
6. Setelah itu siapkan air dingin
7. Bentuk adonan menjadi bulat lalu masukkan kedalam air dingin
8. Setelah semuanya sudah terbentuk, masukkan kedalam panic yang berisi
air yang telah dipanaskan
9. Lalu rebus bakso selama ± 10-15 menit
10. Setelah itu tiriskan, bakso siap disajikan.

11
3.4 Diagram Alir

\
Panci Siapkan Sendok
Kompor peralatan Baskom
Pisau Blender
Siapkan Bahan

Kepiting,
Ketumbar, Pemisahan Tepung
Merica Terigu,
Bubuk, Tepung
Garam, Tapioka
Pembersihan
Bawang
Putih,
Penyedap
Rasa Pencampuran Bahan

Pemasakan

Bakso
Kepiting

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bakso Berbahan Dasar Kepiting Rajungan

9
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil dari praktikum yang telah dilakukan dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

Gambar 4.1 Bakso Kepiting Rajungan


4.2 Pembahasan
Bakso yang dihasilkan pada percobaan ini memiliki tekstur kenyal dan lembut.
Kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk kembali ke bentuk asal
sebelum produk pecah. Bakso yang kenyal akan terasa elastis jika dikunyah. Hal ini
disebabkan karena penambahan tepung tapioka yang mengandung karbohidrat dan
protein, tepung tapioka digunakan sebagao bahan pengental dan pengikat adonan,
sehingga akan terbentuk tekstur bakso yang baik. Sesuai dengan pernyataan (Utomo
et,al 2013) tepung tapioka merupakan bahan baku utama atupun campuran pada
berbagai macam produk. Selain itu, tepung tapioka mempunyai manfaat sebagai
pengental, penegenyal dan mempunyai kemampuan mengembang yang tinggi
disbanding dengan jenis tepung lainnya. Karena tepung tapioka mengandung amilosa
17% dan amilopektin 83% dengan ukuran granula 3-3,5µ sehinggga proses
penyerapan air selama pemasakan juga meningkat.

1
4.3 Cara Pembuatan Bakso Kepiting Rajungan
Bakso merupakan makanan olahan secara umum dibuat dari daging sapi
ataupun daging lainnya termasuk daging kepiting. Dalam pembuatan adonan bakso
dilakukan beberapa kali penggilingan dengan penambahan bahan tambahan pangan
tiap penggilingannya. Adonan bakso dibuat dengan cara memisahkan daging dan
cangkang kepiting lalu di cuci bersih. Lalu dilakukan penggilingan untuk
menghaluskan daging kepiting. Dilakukan penggilingan kedua yaitu dengan
menggiling bawang merah dan putiih untuk dijadikan tambahan bumbu dari adonan
bakso. Setelah itu di uleni sampai bahan semua tercampur merata, bahan campuran
yang digunakan yaitu tepung terigu, tepung tapioka, penyedap rasa, merica,telur dan
air secukupnya.
Adonan bakso yang telah jadi atau yang telah diuleni tadi selanjutnya dilakukan
pembentukan menjadi bulat-bulat kecil dan dimasukkan kedalam panic yang berisi air
yang telah dipanaskan untuk proses pematangannya. Pertanda bakso telah matang
adalah ketika bakso mengapung ke permukaan. Apabila terjadi tanda tersebut, bakso
ditiriskan dan didinginkan sebentar.

9
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, R., Liswahyuni, A., Permatasari, A. 2017. Dinamika Populasi Kepiting


Bakau (Scylla Sp.) Di Perairan Kabupaten Sinjai. Biogenesis. 5 (2):
pp.111-116.
Hidayat, T., Yusuf, N. H., Nurulludin., Pane, A. R. P. 2017. Parameter Populasi
Kepiting Bakau (Scylla Serrata) di Perairan Pasaman Barat. Bawal.
Vol.9 (3) : pp. 207-213.
Wijaya, N. I., Kurniawati, F., Trisyani, N. 2018. Biologi Populasi Kepiting Bakau
(Scylla Serrata F.) Di Ekosistem Mangrove Pamurbaya. Implementasi
Hasil Riset Sumber Daya Laut Dan Pesisir Dalam Rangka Mencapai
Kemanndirian Ekonomi Nasional. Seminar Nasional Kelautan XIII. 12
Juli 2018. Fakultas Kelautan Dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah,
Surabaya.
WWF, 2015. Kepiting Bakau (Scylla sp.) Panduan Penangkapan Dan Penanganan.
Perikanan Wwf Indonesia.
Majidah, Lailiyah. 2018. Analisis Morfometrik Dan Kelimpahan Kepiting Bakau
(Scylla sp) di Sekitar Hutan Ekosistem Mangrove di Desa Banyuurip
Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik Jawa Timur. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Montolalu. Et el, 2013. Bakso Dari Olahan Daging, Universitas Katolik
Soegijapranata
Pramuditya dan Yuwono. 2014. Penentuan Atribut Mutu Tekstur Bakso Sebagai
Syarat Tambahan Dalam SNI Dan Pengaruh Lama Pemanasan Terhadap
Tekstur Bakso. Jurnal Pangan Dan Agroindustry Vol 2 No 4p 200-209
Oktober 2014.

Anda mungkin juga menyukai