Anda di halaman 1dari 46

ANALISIS FISIKA (Dasar)

Sains Analitik, Dasar Analisis Fisika, Analisis


Fisika Klasik, Analisis Fisika Semi-Modern,
Dasar Analisis Fisika Instrumental

ANALISIS THERMAL
Oleh:
Noviar Dja’var,
Moh. Hayat,
Politeknik AKA Bogor
7. Analisis Thermal:
 Penetapan, pengukuran, pengujian sifat/karakteristik
bahan yang berhubungan dengan panas.
 Satuan ukuran yang berhubungan dengan panas:
Temperatur (derajat/tingkatan panas) dan Kalor (jumlah
panas).
 Sifat thermal yang berhubungan dengan temperatur
terutama: transisi gelas, titik leleh, titik didih, titik nyala,
titik bakar, titik bakar spontan/auto ignition point, titik
ledak, titik las, titik seizure, muai panjang, muai ruang,
muai bidang/permukaan.
 Sifat thermal yang berhubungan dengan kalor: panas
jenis (kapasitas panas spesifik), panas pembakaran,
panas peleburan, panas penguapan,
 Alat ukur temperatur: thermometer
 Alat ukur kalor: kalorimeter
Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 2
7. Penetapan Sifat Thermal: transisi gelas
 Transisi gelas: Rentang temperatur perubahan kekerasan
padatan menjadi kekentalan cairan, seperti lilin yang
melunak sebelum mencair.
 Terjadi pada benda-benda amorf dengan ukuran molekul
yang tidak seragam, seperti lilin, gelas, dan plastik.
 Prinsip pengukuran: benda uji dipanaskan sambil ditekan
dari atas (menggunakan piston) di dalam wadah tertutup
yang memiliki lobang di bagian bawah.
 Awal transisi gelas: Ketika bahan uji mulai keluar dari
lobang. Akhir: ketika bahan mengalir tanpa perlu ditekan.
 Perubahan waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan
panjang tertentu bahan (misal: 1 cm) terhadap perubahan
temperatur, dicatat atau dibuatkan menjadi grafik. Kuat
tekan dan diameter lobang dicatat sebagai perlakuan
percobaan.
Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 3
7. Penetapan Sifat Thermal: titik leleh/beku
 Titik leleh: Temperatur ketika padatan berubah menjadi
cairan (mencair). Titik beku: temperatur ketika cairan
berubah menjadi padatan (membeku). Tekanan 1,0 atm.
 Bentuk benda padat, tidak berubah; bentuk benda cair
berubah mengikuti wadah.
 Padatan diletakkan dalam wadah yang temperturnya
bisa dinaikkan secara lambat dan konstan, sambil
diamati (secara langsung atau menggunakan suryakanta
bahkan mikroskop).
 Titik leleh dicapai jika benda mulai mengalami
perubahan bentuk mengikuti bentuk wadah.
 Titik beku lebih sukar diamati; pada dasarnya titik leleh
sama dengan titik beku dan dipengaruhi oleh tekanan.
Karena itu tekanan ketika penetapan dilakukan, harus
diukur dan dicatat.
Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 4
7. Penetapan Sifat Thermal: titik didih/kondensasi
 Titik didih: temperatur ketika tekanan uap
cairan mencapai 1,0 atm bukan ’temperatur
ketika cairan menguap’.
 Bisa diukur dengan memanaskan cairan
sampai mendidih pada tekanan 1,0 atm. Uap
cairan disarankan diembunkan kembali.
 Perhatikan: benda cair (dan beberapa jenis
benda padat) bisa menguap di bawah
temperatur didih; uapnya bisa mengembun
(kondensasi) jika tekanan uap pada
tempeatur bersangkutan terlampaui.
 Titik didih berubah jika tekanan berubah,
sesuai dengan perubahan tekanan uap jenuh
pf berbagai temperatur.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 5


7. Penetapan Sifat Thermal:
Titik Nyala dan Titik Bakar
 Terutama untuk cairan yang bisa terbakar (seperti
bahan bakar minyak dan bahan organik).
 Titik Nyala (Flash Point): temperatur ketika uap
cairan terbakar untuk pertama kalinya, jika dikenakan
oksigen dan api tetapi nyala akan kembali mati
(hilang).
 Diukur dengan memanaskan benda uji di dalam
wadah tertutup secara perlahan-lahan; dan
mengenakan api secara berkala ke permukaan
wadah serempak dengan membuka tutup wadah.
Titik nyala tercapai jika terlihat adanya jilatan api
yang kembali hilang.
 Temperatur terendah ketika nyala yang dihasilkan
terus terjadi (tidak mati kembali) adalah Titik Bakar
(Flame Point).
Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 6
7. Penetapan Sifat Thermal: titik bakar spontan
 Titik Bakar Spontan (Auto Ignition Point) adalah
temperatur ketika bahan terbakar dengan
sendirinya (tanpa dikenakan api) jika terkena
udara.
 Secara kurang tepat sering disamakan (padahal
berbeda!) dengan Titik Ledak (Explosive Point).
 Titik ledak diukur tanpa memaparkan benda uji
ke udara.
 Prinsip pengukuran: benda dipanaskan dengan
dipaparkan ke udara terbuka. Temperatur ketika
benda mulai menyala dengan sendirinya (tanpa
dikenakan api) adalah Titik Bakar Spontan.
 Sifat thermal ini adalah informasi penting untuk
menangani bahan-bahan yang bisa terbakar.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 7


7. Penetapan Sifat Thermal: Pemuaian
 Pemuaian: berubahnya ukuran/dimensi fisik
karena perubahan temperatur. Pemuaian:
jika berubah menjadi lebih besar.
Penyusutan, jika berubah menjadi lebih kecil.
 Dibedakan menjadi: Muai Panjang (a), Muai
Ruang (b), dan Muai Bidang (g).
 Muai Panjang, a = dL/(L.dT).
 Untuk benda-benda non-kristal, umumnya: b
= 3a dan g = 2a
 Muai panjang biasa digunakan untuk benda-
benda padat non-kristal.
 Muai ruang terutama untuk benda-benda
cair.
 Muai bidang terutama untuk benda-benda
kristal.
Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 8
7. Penetapan Sifat Thermal: muai panjang
 Secara relatif, muai panjang, a, diukur dengan
membandingkan bahan standar dengan bahan uji
yang dipanaskan secara bersama-sama.
 Pada cara ini, benda uji dibuatkan menjadi berbentuk
batang yang sama dengan bahan standar, kemudian
dipanaskan bersama-sama. Perbandingan pemuaian
yang terjadi, diukur dan dihitung menggunakan
rumus:
abu = (sbu/sst). ast.
Pada rumus ini, bu adalah benda uji, st adalah
standar, dan s adalah skala alat ukur.
 Cara ini tidak memerlukan peralatan yang
terkalibrasi, tetapi penyebaran temperatur antara
benda uji dan standar harus sama.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 9


7. Penetapan Sifat Thermal: muai panjang
 Secara absolut, muai panjang ditetapkan dengan
mengukur panjang bahan mula-mula (L), kenaikan
temperatur (DT), dan pertambahan panjang bahan
(DL) setelah dipanaskan.
 Semua alat ukur yang digunakan harus terkalibrasi.
 Temperatur logam harus merata.
 Muai panjang dihitung menggunakan rumus:
a = DL/(L.DT).
 Biasanya pengukuran muai panjang secara absolut ini
dipadukan dengan pembuatan grafik hubungan
antara kenaikan temperatur dengan pertambahan
panjang yang terjadi.

 MUAI RUANG CAIRAN


 PENGUKURAN KALOR
Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 10
8. Analisis Fisika Modern
 Analisis Fisika Modern, analisis fisik
menggunakan instrument (fisika) analitik, yang
dicirikan oleh adanya proses otomatisasi
pengukuran dan komputerisasi pengolahan data
hasil ukur.
 Yang berhubungan dengan Analisis Kimia,
terutama: Dilatometri, Thermo Gravimetri
Analysis, Differential Thermal
Analysis/Differential Scanning Calorimetry, dan
Thermal Analyzer
 Selain Dilatometri, analisis fisik di atas, juga
memberikan informasi jenis senyawaan, jumlah
senyawaan, dan komposisi kimiawi.
 Analisis Thermal adalah gabungan TGA,
DTA/DSC, dan transisi glas.
Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 11
8. Analisis Fisika Modern: Dilatometri

Teknik pengukuran pemuaian benda, terutama muai


panjang dan muai ruang.
Sampel umumnya berbentuk padatan massif (Muai
Panjang).
Dilatometer modern bisa digunakan untuk sampel butiran,
serbuk, atau cairan (Muai Ruang).
Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 12
8. Analisis Fisika Modern: Dilatometri
Pada alat ini, muai
panjang diplot
terhadap
temperatur.
Ketidakmurnian
benda uji,
mengubah
kemiringan kurva,
sedangkan
perubahan struktur
kristal
membengkokkan
kurva pada
temperatur tertentu.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 13


8. Analisis Fisika Modern:
Thermo Gravimetri Analysis
Analisis Kimia Fisik berdasarkan perubahan (umumnya
turun, mungkin naik) bobot sampel jika temperatur
dinaikkan secara linier.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 14


8. Analisis Fisika Modern:
Thermo Gravimetri Analysis
Sampel ditimbang sambil dipanaskan; perubahan bobot
sampel terhadap kenaikan temperatur dialurkan
membentuk kurva thermogram.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 15


8. Analisis Fisika Modern:
Thermo Gravimetri Analysis

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 16


8. Analisis Fisika Modern:
Differential Thermal Analysis

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 17


8. Analisis Fisika Modern:
Differential Thermal Analysis

Sampel dan bahan acuan


(referensi) dipanaskan bersama-
sama. Perbedaan temperatur
sampel terhadap temperatur
bahan acuan diplot (dibuatkan
grafik) terhadap temperatur.
Jika sampel mengalami reaksi
eksoterm, temperaturnya akan
lebih tinggi; jika mengalami
reaksi endoterm, temperaturnya
akan lebih rendah.
Perbedaan temperatur
menunjukkan jenis dan
intensitas reaksi.
Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 18
8. Analisis Fisika Modern:
Differential Thermal Analysis

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 19


8. Analisis Fisika Modern:
Thermogram DTA Ca-Oksalat

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 20


8. Analisis Fisika Modern:

Thermogram
TGA (atas)
dan
Thermogram
DTA (bawah)
Ca-oksalat

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 21


8. Analisis Fisika Modern:
Differential Scanning Calorimetry

Prinsip DSC sama dengan DTA. Perbedaan terletak pada sistem


pengukuran: DSC berdasarkan aliran kalor (ketika temperatur turun
atau naik), DTA berdasarkan kenaikan temperatur.(ketika
temperatur lingkungan naik secara linier).

Paling banyak digunakan,


terutama untuk analisis
polimer dan bahan keramik.
Dikenal dua prinsip
pengukuran:
1. DSC Kompensasi Daya
2. DSC Fluks Panas

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 22


8. Analisis Fisika Modern:
Differential Scanning Calorimetry

Skema dasar DSC Tipe Kompensasi Daya.


Sampel dan acuan, dipanaskan dengan kenaikan temperatur yang
sama. Perbedaan daya yang diberikan (mW) diplot terhadap
temperatyr (T).

Sensor Pt memantau
perubahan temperatur
Sampel dan Referens. Jika
terjadi selisih, pemanas
terpisah mengatur daya
yang digunakan agar
temperatur tetap sama.
Selisih daya diplot
terhadap T.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 23


8. Analisis Fisika Modern: Differential Scanning Calorimetry

Skema Dasar DSC tipe Fluks Panas. Panas diberikan melalui


cakram konstantan yang dipanaskan dengan aliran listrik.

Termokopel sampel
dan acuan, memantau
aliran kalor ke sampel
dan acuan.
Perbedaan skala
termokopel
menyatakan
perbedaan aliran kalor
diplot terhadap
perubahan temperatur

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 24


8. Analisis Fisika Modern: Differential Scanning Calorimetry

Beberapa contoh bentuk wadah sampel dan bahan acuan (gambar


diperbesar). Wadah ini berukuran sangat kecil, dengan bobot
hanya beberapa gram.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 25


8. Analisis Fisika Modern:
Differential Scanning Calorimetry
Thermogram DSC Poli-etilena Terftalat

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 26


8. Analisis Fisika Modern:
Differential Scanning Calorimetry
Thermogram DSC Fenacetin (96, 99, 100%)

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 27


8. Analisis Fisika Modern: Thermal Analyzer

Gabungan
DMA, TGA,
dan DSC
dalam satu
bentuk.
Kerapkali
digabungkan
juga dengan
alat ukur
transisi gelas.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 28


8. Analisis Fisika Modern: Thermal Analyzer

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 29


ANALISIS SEMEN
PORTLAND
Definisi Semen

• Secara umum, semen dapat didefinisikan sebagai


campuran bahan yang mengeras dan menjadi
melekat kuat setelah diaplikasikan dalam bentuk
plastis.
• Istilah semen sering digunakan untuk
menggantikan istilah lem dan perekat.
• Di lingkungan teknik dan konstruksi bangunan,
istilah semen mengacu ke suatu senyawa
manufaktur berbentuk serbuk halus, yang
mengandung plaster gipsum atau semen Portland
yang mengeras dan melekat setelah dicampurkan
dengan air.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 31


Definisi Semen

• Komposisi semen sangat beragam untuk


keperluan yang sangat beragam pula.
• Semen-semen ini dapat diberi nama berdasarkan
komposisi utamanya, seperti semen epoksi yang
mengandung resin epoksi.
• Nama semen juga dapat berdasarkan material
yang bisa dilekatkannya seperti semen vinil atau
semen gelas. Bisa juga berdasarkan objek
penggunaannya seperti semen boiler; atau
berdasarkan karakteristik sifatnya seperti semen
hidrolik yang mengeras dibawah air, atau semen
tahan asam, atau semen cepat-keras.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 32


Definisi Semen

• Semen yang digunakan pada konstruksi,


kadang-kadang dinamakan berdasarkan
tempat asalnya seperti semen Roman.
• Atau berdasarkan kesamaan sifatnya
seperti semen Portland yang
menghasilkan beton yang memiliki
kesamaan sifat dengan batu Portland
yang digunakan untuk bangunan di
Inggris.
• Semen yang tahan temperatur tinggi
disebut semen refraktori.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 33


Pengerasan Semen

Semen mengeras berdasarkan:


• evaporasi cairan pemlastisir seperti air,
alkohol, atau minyak;
• perubahan kimiawi seperti hidrasi;
• atau berdasarkan pertumbuhan kristal-
kristal yang saling tumpang tindih
(interlacing).
• Ada juga jenis semen yang mengeras
karena bereaksi dengan oksigen atau
karbon dioksida dari udara.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 34


Semen Portland

Semen Portland adalah campuran:


• trikalsium silikat (3CaO·SiO2),
• trikalsium aluminat (3CaO·Al2O3), dan
• dikalsium silikat (2CaO·SiO2),
dalam berbagai perbandingan, bersama-
sama dengan sejumlah kecil senyawaan
besi dan magnesium.
• Gipsum sering ditambahkan untuk
memperlambat proses pengerasan.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 35


Pengerasan Semen Portland

• Pengerasan awal semen Portland: hidrasi


trikalsium silikat, yang membentuk hidrat silika dan
kalsium hidroksida, yang mengkristal dan
menggabungkan partikel-partikel pasir dan batu,
menjadi massa yang keras.
• Trikalsium aluminat bereaksi dengan cara yang
sama menghasilkan pengerasan awal, tetapi tidak
menentukan pengerasan akhir campuran.
• Dikalsium silikat mengalami proses hidrasi yang
sama, tetapi jauh lebih lambat, mengeras secara
bertahap dalam waktu beberapa tahun.
• Proses hidrasi dan pengerasan semen dikenal
dengan istilah ‘curing’. Selama proses ini akan
dihasilkan panas.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 36


Kondisi Analisis

Kondisi Umum untuk Analisis Fisika


• Analisis fisika selalu dipengaruhi oleh berbagai
besaran fisik lingkungan.
• Jika besaran-besaran fisik lingkungan ini tidak
dikendalikan, maka hasil analisis perlu
ditambah atau dikurangi dengan suatu faktor
koreksi.
• Jika analisis perlu dinyatakan berdasarkan
suatu protokol analisis (prosedur analisis yang
sudah dibakukan) seperti SNI atau ASTM,
maka semua kondisi yang dipersyaratkan harus
dihadirkan.
• Jika tidak maka analisis itu hanya bisa
dinyatakan sebagai diadopsi dari SNI atau
ASTM
Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 37
Kondisi Analisis Semen Portland

• Suhu Lab Uji-fisik: (23 + 1,7)oC dengan kelembapan


>50%. (menggunakan AC).
• Ruang lembab: kelembaban >95%; jika di ruangan itu
terdapat genangan air dan tanpa ventilasi udara.
• Dalam setiap pengujian digunakan air suling (daya
hantar listrik < 5 uS).
• Air dingin: air dengan temperatur ruangan
• Skala terkecil AU Volume: 1 mL (gelas ukur).
• Pasta atau acian: campuran semen dengan air,
• Mortar atau adukan adalah campuran semen, pasir,
dan air.
• Pasir yang digunakan adalah pasir standar yaitu pasir
Ottawa.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 38


Peralatan Analisis Semen Portland

1. Neraca analitik: skala terkecil 0,0001 g


dan kapasitas maksimum 200 g. Bias
pengukuran ulang maksimum 0,0002 g.
(Ruang timbang harus dikondisikan).
2. Neraca kasar dengan skala terkecil 0,01
g dan kapasitas 500 g.
3. Neraca besar dengan skala terkecil 10 g
dan kapasitas 500 kg
4. Alat Blaine dengan kelengkapannya.
5. Alat Vicat dengan diameter jarum 10 mm
dan 1,0 mm
6. Komparator Panjang
7. Mesin pengukur kuat tekan dan kuat
tekuk

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 39


Peralatan Analisis Semen Portland

8. Kalorimeter: + termometer differensial


(pembanding), corong kaca atau
plastik (tangkai 75 mm dan ID>6mm),
dan mesin pengaduk
9. Oven pengering (temperatur 100 –
110 oC)
10. Tanur (temperatur 900 – 950oC
11. Autoclave dengan daya tahan ledak
2,4 M.Pa.
12. Termometer
13. Higrometer
14. Ayakan standar 150 um (No.100) dan
850 um (No.20),
15. Set anak timbangan dengan bobot 10
mg s.d. 50 g.
Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 40
Peralatan Analisis Semen Portland

16. Mesin pengaduk, lengkap dengan


pengaduk dan mangkok aduk
(spesifikasi pada lampiran)
17. Meja alir dan cetakan alir
18. Botol timbang
19. Stop watch
20. Cawan porselin kapasitas 30 ml.
21. Gelas ukur berkapasitas 250 dan 500
mL
22. Pisau aduk segitiga 100 – 150 mm.
23. Lumpang berdiameter sekitar 200 mm
dan penumbuk.
24. Botol plastik

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 41


Peralatan Analisis Semen Portland

25. Cetakan-cetakan bahan uji (untuk sampel acian/pasta


dan adukan/mortar) a.l. kubus dengan sisi 50 mm, dan
prisma bujur sangkar (25 x 25 x 285) mm3 . Semua
cetakan harus terbuat dari logam keras dan tidak
bereaksi dengan mortar semen serta bisa terpasang
secara sempurna. Persyaratan cetakan dapat dilihat
pada SNI.15-2049-1994.
26. Alat penumbuk
• Pasir standar (pasir ottawa), dengan persyaratan
tertentu
• Pereaksi dan bahan uji: HF, asam nitrat, lilin/parafin,
ZnO
Semua alat ukur harus dalam keadaan terkalibrasi dan
harus dikalibrasi ulang secara berkala (minimal satu
kali dalam satu tahun).
Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 42
Peralatan Analisis Semen Portland
Alat Blaine, Vicat, dan Komparator Panjang

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 43


Peralatan Analisis Semen Portland
Mesin Pengukur Kuat Tekan dan Kuat Tekuk

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 44


Metode Uji Fisik Semen: SNI 15-2049-1994

1. Uji Kehalusan menggunakan alat


Blaine
2. Pengujian Waktu Pengikatan (Jarum
Vicat 1,0 mm)
3. Pengujian Pemuaian Otoklaf
4. Pengujian Kuat Tekan
5. Pengujian Cepat Kaku
6. Uji Konsistensi Normal (Alat Vicat)

BACA LANGSUNG DARI


HANDOUT

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 45


9. PENUTUP

Masih cukup banyak metode dan peralatan analisis fisika yang


sering digunakan di industri. Beberapa di antaranya
berhubungan langsung dengan analisis kimia, di antaranya
adalah:
Sonometri: alat pencitraan yang menduga kondisi cairan di
dalam tangki atau sistem perpipaan.
Spektrometri kapasitansi dan resistansi: digunakan terutama
untuk bahan yang berhubungan dengan peralatan elektronik.
Spektrometri Refraksi Sinar-X: digunakan untuk analisis
struktur kristalografi. Peralatan ini bahkan sering dianggap
sebagai instrumen kimia analitik.
Perkembangan analisis fisika akhir-akhir ini, bahkan lebih
cepat dari perkembangan analisis kimia.

Noviar D.: Fisika Analitik.2006. 46

Anda mungkin juga menyukai