Anda di halaman 1dari 42

PERSENTASE KARKAS DAN GIBLET BURUNG PUYUH

YANG DIBERI EKSTRAK DAUN SINGKONG


SEBAGAI FEED ADDITIVE

HASIL PENELITIAN

Oleh :

ANNISA ANGRAENI
L1A1 17098

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Persentase Karkas dan Giblet Burung Puyuh yang Diberi Ekstrak
Daun Singkong Sebagai Feed Additive
Nama : AnnisaAnggraeni
NIM : L1A1 17 098
Jurusan : Peternakan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

AstrianaNapirah, S.Pt., M.Sc. Amiluddin Indi, S.Pt., M.Si.


NIP. 19880424 201404 2 001 NIP. 19761231200212 1 025

Mengetahui,
Ketua Jurusan Peternakan

Dr. Ir. La Ode ArsadSani, S.Pt.,M.Sc.IPM


NIP. 19731231 199903 1 005

ii
DAFTAR ISI

Judul Halaman

HALAMAN SAMPUL...................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................v
DAFTAR TABEL...........................................................................................vi
I. PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang......................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3. Tujuan dan Manfaat..............................................................................2
1.4 Kerangka Pikir.......................................................................................3
1.5. Hipotesis Penelitian...............................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
2.1. Burung Puyuh.......................................................................................5
2.2. Keburtuhan Nutrien Burung Puyuh......................................................7
2.3. Presentase Karkas dan Non Karkas Burung Puyuh..............................7
2.4. Tanaman Singkong (Manihot esculenta Crantz)..................................9
2.5. Kandungan Zat Aktif Daun Singkong..................................................10
2.6. Penelitian Terdahulu.............................................................................11
III. MATODE PENELITIAN........................................................................13
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................13
3.2. Bahan dan Alat Penelitian.....................................................................13
3.3. Prosedur Penelitian...............................................................................13
3.4. Rancangan Penelitian............................................................................16
3.5. Variabel penelitian................................................................................17
3.6. Analisis Data ........................................................................................18

iii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................19
4.1. Persentase Karkas Burung Puyuh.........................................................19
4.2. Persentase Hati Burung Puyuh..............................................................20
4.3. Persentase Gizzard Burung Puyuh........................................................22
4.4. Persentase Jantung................................................................................23
V. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................26
5.1. Kesimpulan...........................................................................................26
5.2. Saran......................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................27
LAMPIRAN....................................................................................................

iv
.DAFTAR GAMBAR

GambarTeks Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian.............................................................................3


2. Burung puyuh...............................................................................................5
3. Daun Singkong.............................................................................................9
4. Tahapan Pembuatan Ekstrak Daun Singkong...............................................14

v
DAFTAR TABEL

TabelTeks Halaman

1.Kebutuhan Nutrien Burung Puyuh................................................................7


2. Kandungan Zat Makanan Bahan Penyusun Ransum Perlakuan...................15
3. Kandungan Zat Makanan Ransum Perlakuan...............................................16
4. Persentase Karkas Burung Puyuh (Coturnix Japonica) yang Diberi Pakan
Menggunakan Ekstrak Daun Singkong........................................................19
5. Persentase Hati Burung Puyuh (Coturnix Japonica)yangDiberi Pakan
Menggunakan Ekstrak Daun Singkong........................................................21
6. Persentase Gizzard Burung Puyuh (Coturnix Japonica)yangDiberi Pakan
Menggunakan Ekstrak Daun Singkong........................................................22
7. Persentase Jantung Burung Puyuh (Coturnix Japonica)yangDiberi Pakan
Menggunakan Ekstrak Daun Singkong........................................................24

vi
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu komoditas ternak unggas yang digemari

adalah burung puyuh (Coturnix coturnix japonica). Burung puyuh

merupakan salah satu sumber diversifikasi produk daging dan telur.

Burung puyuh memiliki kelebihan antara lain, pertumbuhan yang

cepat, dewasa kelamin lebih awal, produksi telur yang relatif

tinggi, interval generasi dalam waktu singkat, dan periode inkubasi

relatif cepat (Vali 2008; Khalil 2015). Populasi burung puyuh di

Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan

data Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2021), populasi

burung puyuh di Indonesia pada tahun 2019 sebesar 14.844.104

ekor, tahun 2020 meningkat menjadi 15.222.580 ekor, dan pada

tahun 2021sedikit meningkat menjadi 15.227.131 ekor.

Salah satu permasalahan pada usaha ternak unggas adalah

belum optimalnya produktivitas utama burung puyuh sebagai

penghasil telur maupun daging. Salah satu penyebabnya yaitu

manajemen pemberian pakan yang kurang efisien (Primacitra et al.

2014), sehingga diperlukan modifikasi penambahan bahan pakan

atau aditif pakan dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas

burung puyuh
2

Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk

mengoptimalkan produtivitas burung puyuh adalah melalui

pemberian ekstrak daun singkong sebagai feed additive. Ekstrak

daun singkong memiliki berbagai zat aktif yang berperan

meningkatkan penyerapan nutrisi pakan sehingga produktivitas

ternak lebih optimal. Jumadin (2016) melaporkan bahwa ekstrak

daun singkong memiliki zat aktif berupa saponin, flavonoid, dan

tanin. Golongan senyawa flavonoid, tanin dan saponin

bersifatsebagaizatantimikroba (Mangunwardoyoet al. 2009).

Hasim et al. (2016) melaporkan bahwa flavonoid

berfungsisebagaisenyawaantioksidan yang berperanmenghambat

aktivitas radikal bebas dalam tubuh. HasilpenelitianJumadin

(2016),melaporkanbahwakandunganzataktifdalamekstrakdaunsingk

ongdapat memberikan kecernaanpakan, jumlahtelur, dan bobot

telur lebih tinggi pada ternak puyuh.

Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian dengan pemberian

ekstrak daun singkong sebagai feed additive terhadap persentase karkas dan

giblet burung puyuh.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana persentase

karkas dan giblet burung puyuh yang diberi ekstrak daun singkong sebagai feed

additive
3

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui

persentase karkas dan giblet burung puyuh yang diberi ekstrak daun singkong

sebagai feed additive

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber

informasi bagi masyarakat dan dapat dijadikan rujukan bagi para peneliti

selanjutnya.

1.4. Kerangka Pikir

Burung puyuh merupakan salah satu sumber diversifikasi produk daging

dan telur. Burung puyuh memiliki kelebihan antara lain,pertumbuhan yang cepat,

dewasa kelamin lebih awal, produksi telur yang relatif tinggi, interval generasi

dalam waktu singkat, dan periode inkubasi relatif cepat. Salah satu permasalahan

pada usaha ternak puyuhadalahbelumoptimalnyaproduktivitasutamaburung puyuh

sebagai penghasil telur maupun daging. Salah satu penyebabnya yaitu manajemen

pemberian pakan yang kurang efisien. Salah satualternatif yang dapat digunakan

untuk mengoptimalkan produktivas burung puyuh adalah melalui pemberian

ekstrak daun singkong. Ekstrak daun singkong memiliki berbagai zat aktif yang

berperan meningkatkan penyerapan nutrisi pakan sehingga produktivitas ternak

lebih optimal. Ekstrak daun singkong memiliki zat aktif berupa saponin,

flavonoid, dan tanin.

Kerangka pikir penelitian ini sebagai berikut:


4

Ekstrak daun singkong Burung


Produksi
PakanPuyuhdan
Karkas
Non Karkas

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

1.5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga persentase karkas dan giblet

burung puyuh dipengaruhi oleh pemberian ekstrak daun singkong sebagai feed

additive.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Burung Puyuh

Puyuhmerupakanunggas yang memiliki siklus hidup relatif pendek

dengan laju metabolisme tinggi, dan pertumbuhan serta perkembangannya yang

sangatcepat (Radhitya,2015). Burung puyuh merupakan salah satu komoditi

unggas dari genus Coturnix yang dapat dimanfaatkan sebagai penghasil telur

dandaging (Setyawanet al. 2012). Puyuh mulai dijinakkan di Jepang pada tahun

1890-an (NugrohodanMayun, 1986). Sedangkan, di Indonesia puyuh mulai

dikenal dan diternakkan pada tahun 1979 (Progressio, 2000). Jenis puyuh yang

banyak dibudidayakan di Indonesia adalah puyuhJepang (Coturnixcoturnix

japonica) (Suryani, 2015).

Gambar 2. Burung Puyuh


Sumber: Dokumentasi Pribadi (2021)

Karakteristik yang mencirikanpuyuhJepangmenurut (Wheindrata, 2014)

adalah : (1) paruh pendek dan kuat, badan lebih besar dibandingpuyuhjenislain,

panjangbadan 18-19 cm, berbentuk bulat dengan ekor pendek, (2) jari kaki empat

buah, tiga jari ke arah depan satu jari ke arah belakang, warna kaki kekuning-

kuningan, (3) pada kepala puyuh jantan dewasa, diatas mata dan bagian alis mata
6

belakang terdapat bulu putih berbentuk garis melengkung yang tebal, bulu dada

merah sawo matang polos tanpa ada bercak-bercak cokelat kehitaman, suara

puyuh jantan lebih keras dibanding yang betina, (4) warna bulu puyuh betina

dewasa hampir sama dengan warna bulu puyuh jantan berbeda hanya pada dada

yang warna dasarnya agak pucat, bergaris-garis, atau berbecak kehitam-hitaman,

(5) puyuh mencapai dewasa kelamin sekitar umur 40-42 hari, (6) berat badan

puyuh betina dewasa 142-144 gram/ekor, sedangkan puyuh jantan 115-117

gram/ekor, (7) puyuh betina dapat bertelur 200-300 butir/tahun dengan berat telur

9-10 gram/butir.

Puyuh mempunyai saluran pencernaan yang dapat menyesuaikan diri

terhadap kondisi lingkungan. Gizzard dan usus halus pada puyuh memberikan

respon yang fleksibel terhadap ransum dengan kandungan serat kasar yang tinggi

(StarckdanRahman,2003). Kemiripan puyuh dengan beberapa unggas lain untuk

beberapa parameter genetik membuat puyuh

seringdigunakanuntukhewanpercobaandalampenelitianseleksi unggas khususnya

untuk seleksi jangka panjang (Maeda et al. 1997). Menurut Tumbilung et al

(2014) klasifikasi puyuh secara ilmiah yaitu sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Fillum : Chordata

Class : Aves

Ordo : Galliformes

Sub-ordo : Phasianoidea

Family : Phasianidae
7

Genus : Coturnix

Spesies : Coturnix coturnix japonica

2.2. Kebutuhan Nutrien Burung Puyuh

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) kebutuhan nutrisi ternak

puyuh dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kebutuhan Nutrien Burung Puyuh.


Kebutuhan Nutrisi Starter Grower Layer
Kadar air maksimal (%) 14,0 14,0 14,0
Protein kasar minimal (%) 19,0 17,0 17,0
Lemak kasar maksimal (%) 7,0 7,0 7,0
Serat kasar maksimal (%) 6,5 7,0 7,0
Abu maksimal (%) 8,0 8,0 14,0
Kalsium (Ca) (%) 0,90-1,2 0,9-1,2 2,5-3,5
Fosfor total (P) (%) 0,60-1,0 0,6-1,0 0,6-1,0
Fosfor tersedia (P) minimal (%) 0,40 0,40 0,40
Energi metabolisme (EM) (Kkal/kg) 2800 2600 2700
Lisin minimal (%) 1,10 0,80 0,90
Metionin minimal (%) 0,40 0,35 0,40
Metionin + sistin minimal (%) 0,60 0,50 0,60
Sumber : SNI (2006)

2.3. Presentase Karkas dan Non Karkas Burung Puyuh

Karkas adalah bagian tubuh unggas tanpa bulu, jeroan, kepala, leher,

kaki, ginjal dan paru-paru. Proses pemotongan ternak hidup dilakukan secara

halal. Karkas pada umumnya dapat disajikan dalam bentuk karkas beku, karkas

segar, dan karkas dingin (BSN, 2009).

Karkas adalah bagian tubuh ternak yang telah disembelih kemudian

dipisahkan dari bulu, shank, dan jeroan. Produksi karkas berhubungan

dengan bobot hidup sedangkan bobot hidup berhubungan dengan umur

ternak sehingga hasil pemotongan ternak juga dipengaruhi oleh umur saat

pemotongan. Menurut Soeparno (2011), dengan bertambahnya umur ternak


8

akan terjadi peningkatan pertumbuhan pada organ-organ tubuh terutama

perlemakan dan peningkatan persentase lainnya. Menurut Amri dan Iskandar

(2014), karkas akan relatif konstan apabila dewasa tubuh telah tercapai,

pakan yang dikonsumsi akan dialihkan untuk reproduksi dan bukan untuk

pembentukan daging sehingga bobot hidup dan persentase karkasnya tidak

berbeda. Berarti bertambanya umur, besarnya laju pertumbuhan jaringan

karkas akan tetap sejalan dengan pertumbuhan jaringan tubuh secara umum.

Menurut pendapatKartikayudha et al (2014), puyuh dapat menghasilkan

daging sekitar 70-74 % dari bobot hidup puyuh, dengan persentase bobot daging

paling berat dibagian dada (41%). Burung puyuh dapat menghasilkan bobot

hidup berkisar antara 100-140 gram/ekor sedangkan untuk persentase karkas

sekitar 73,33 % (Nugraheni, 2012)

2.4. Tanaman Singkong (Manihot esculenta Crantz)

Menurut herbarium medanense (2016), menyakan bahwa kedudukan

tanaman singkong (Manihot esculenta Crantz) dalam taksomoni adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledoneae

Sub classis : Apetalae (Monoclamydeae)

Ordo : Euphorbiales

Familia : Euphorbiaceae
9

Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculenta Crantzsin. Manihot utilisima Pohl.

Gambar 3. Daun Singkong


Sumber: Dokumentasi Pribadi (2021)

Singkong mengandung banyak manfaat untuk kebutuhan tubuh. Selain

mengandung karbohidrat, singkong juga mengandung protein, vitamin, zat besi,

kalsium, dan fosfor. Kandungan zat besi yang tinggi terdapat pada kulit umbi

dibandingkan dalam umbi. Zat besi juga terdapat di dalam daun singkong. Daun

singkong juga mengandung vitamin A dan asam sianida (HCN). Asam sianida

dikelompokkan sebagai senyawa racun dan merupakan faktor pembatas dalam

pemanfaatan tanaman singkong (Akinfala et al 2002).

Tanaman singkong merupakan salah satu tanaman pangan alternatif

pengganti beras sebagai makanan pokok. Keunggulan tanaman singkong

dibandingkan tanaman pertanian lain seperti beras adalah mudah untuk

dibudidayakan, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, mampu bertahan

pada kondisi kekurangan air atau curah hujan yang rendah, dapat berproduksi

dengan baik di tanah yang miskin hara. Selain itu umbinya dapat diolah menjadi
10

berbagai produk, seperti gaplek, tepung tapioka, tapai, dan keripik (Elida dan

Hamidi 2009).

Daun Singkong mengandung banyak protein, beberapa mineral, vitamin

B1, vitamin B2, vitamin C dan karoten. Pada penelitian yang pernah dilakukan,

vitamin C dapat mempercepat proses penyembuhan luka daun singkong juga

mengandung banyak karbohidrat, lemak, zat besi, fosfor, kalsium dan air,

flavonoid, saponin dan triterpenoid Flavonoid dan saponin diketahui memiliki

aktivitas antimikroba dan antivirus. Demikian juga triterpenoid yang diketahui

memiliki aktivitas antivirus dan antibakteri, serta dapat mengobati kerusakan pada

kulit (Nisa 2013).

Menurut Lakitan (1995) kandungan dalam 100 g daun singkong adalah

kalori 90 kal, air 77 g, protein 6,8 g, lemak 1,2 g, karbohidrat 13 g, kalsium 165

mg, fosfor 54 mg, besi 2 g, retinol 3300 mcg, thiamin 0,12 mcg, dan asam

askorbat 275 mg.

2.5. Kandungan Zat Aktif Daun Singkong

Menurut Ebuhi et al (2005) bahwa daun singkong mengandung flavonoid,

alkaloid, tanin, antrakuinon, saponin, gula produksi, dan antro sianida, tetapi tidak

mengandung gllikosida jantung.

Kandungan senyawa dalam daun singkong adalah flavonoid, triterpenoid,

saponin, tannin dan vitamin C (Nurdiana 2013). Menurut hasil penelitian, daun

singkong termasuk jenis sayuran yang banyak mengandung flavonoid. Kandungan


11

utama flavonoid daun singkong adalah rutin yang merupakan glikosida kuersetin

dengan disakarida yang terdiri dari glukosa dan shamnosa (Sukrasno et al 2007).

2.6. Penelitian Terdahulu

Santoso et al (2019) meneliti tentang respon imun puyuh (Coturnix

coturnix japonica) dewasa yang mendapat ekstrak daun singkong dalam

mengatasi dampak cekaman panas.Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak

daun singkong berpotensi sebagai penurun tingkat stres namun pemberian hingga

dosis 21,168 mg/168 g BB belum mampu menurunkan kadar MDA pada puyuh

yang diberi cekaman panas. Dosis 21,168 mg ekstrak daun singkong berpotensi

sebagai penurun tingkat stres, namun tidak mampu memicu respons imun

terbentuknya titer antibodi ND.

Jumadil et al (2018), melakukan penelitian tentang ekstrak daun

singkong sebagai antioksidan pada burung puyuh yang mendapat cekaman panas

singkat. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak klorofil daun singkong

memiliki potensi sebagai antioksidan pada burung puyuh dewasa yang diberikan

cekaman panas singkat. Pemberian ekstrak klorofil daun singkong memberikan

pengaruh terhadap jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit

dan indeks eritrosit pada burung puyuh dewasa yang diberikan cekaman panas

singkat dengan level ekstrak klorofil daun singkong sebanyak 5,29 mg/168 gram.

BasridanSulastri (2020) melakukanpenelitian tentang pemberian ramuan

herbal sebagai feed additive terhadap bobot karkas dan organ dalam burung puyuh
12

jepang (Coturnix coturnix japonica). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 3,6,

dan 9 ml ramuan herbal yang di encerkan denga 1 liter air minum sebagai feed

additive tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot karkas, bobot hati,

bobot jantung dan bobot gizzard pada burung puyuh jepang (coturnix coturnix

japonica)

Lestari et al. (2021), melaporkan bahwa pengaruh subtitusi tepung daun

singkong (manihot utilissima) dalam ransum dengan persentase 0%, 2%, 4%, dan

6% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot hidup, persentase

karkas dan lemak abdominal ayam broiler.

Jumadin et al. (2018) melakukan penelitian tentang Ekstrak Daun Singkong

Sebagai Antioksidan Burung Puyuh yang Mendapat Cekaman Panas Singkat,

dengan perlakuan kelompok P+KL1, P+KL2, dan P+KL3 masing-masing dipapar

suhu 40°C selama delapan jam tiap hari, kemudian diberi ekstrak klorofil daun

singkong 5,29, 10,58, dan 21,16 mg/168 g bobot badan per oral selama 28 hari

setelah diadaptasikan satu minggu. Hasil penelitian menunjukkan konsumsi

pakan, kecernaan pakan, bobot badan, jumlah dan bobot telur, tinggi yolk dan

albumen, dan tebal kerabang telur menunujukkan perbedaan nyata (P<0,05) antar

perlakuan, sedangkan bobot uterus pada semua kelompok perlakuan tidak

menunjukkan perbedaan nyata (P>0,05). Ekstrak daun singkong memiliki potensi

sebagai antioksidan pada burung puyuh dewasa yang diberikan paparan panas

singkat.
13

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November - Desember 2021

diLaboratoriumUnit Ternak Potong, Kerja dan Satwa Harapan Fakultas

Peternakan Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 ekor DOQ puyuh

yang tidak dibedakan jenis kelaminnya, jagung, dedak, CAB, dan ekstrak daun

singkong.

Alatyang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang puyuh sebayak

20 unit dengan ukuran panjang 40 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm, tempat

pakan, tempat minum, timbangan, alat tulis, blender, pisau serta lampu sebagai

penerangan

3.3. Prosedur Penelitian

Penelitian ini meliputi beberapa tahapan yaitu persiapan kandang,

pembuatan ekstrak daun singkong, persiapan ransum, pemberian pakan,

pengambilan sampel dan pengukuran parameter.

3.3.1. Persiapan Kandang

Sebelum penelitian dimulai kandang dibersihkan dan disterilkan

menggunakan densifektan. Kandang dilengkapi tempat pakan dan tempat minum

dengan lampu sebagai penerang.


14

3.3.2. Pembuatan Ekstrak Daun Singkong

Daun singkong yang digunakan adalah daun singkong dengan tangkai

daun berwarna merah. Sampel daun singkong yang digunakan yaitu daun yang

terletak pada posisi ke 4-7 dari pucuk tanaman daun singkong.  Pembuatan

ekstrak daun singkong  megacu pada metode Alsu hendra(2004). Daun singkong

yang digunakan terlebih dahulu dipisahkan dari tangkai dan dicuci bersih. Setelah

itu daun singkong dikering anginkan selama 3 hari. Proses pengeringan dan

perendaman daun singkong bertujuan untuk mengurangi kandungan asam sianida

dalam daunsingkong dan untuk mempermudah padasaat pembuatan ekstrak daun

singkong. Selanjutnya sejumlah 50 gram potongan daun singkong dihancurkan

dengan blender rmenggunakan 125 ml etanol 70% selama 3 menit. Larutan daun

singkong dalam etanol tersebut kemudian disaring dengan penyaring kain halus,

lalufiltrat yang diperoleh disaring kembali dengan corong Buchner menggunakan

kertassaring. Filtrat diambil sebagai ekstrak daun singkong. Semua proses

dilakukan dalam kondisi terhindar dari cahaya. Selanjutnya ekstrak daun singkong

tersebut dievaporasi selama satu jam pada suhu 70 0C sehingga menghasilkan

pasta daun singkong. Alur pembuatan ekstrak daun singkong dalam penelitian ini

disajikan pada gambar 4.


15

Dipisahkan
DicuciDaun
Dicuci
DiberiSingkong
Dari
Diblender
Disaring
Residu
dengan Tangkai
Etanol
Ekstrak
Etanol
Dikeringkan
Disaring
Dicacah

Gambar 4.Tahapan Pembuatan Ekstrak Daun Singkong

3.3.3. Ransum Percobaan

Ransum yang digunakan terdiri dari jagung kuning, dedak dan CAB.

Ransum disusun sesuai dengan kebutuhan zat makanan puyuh.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penelitian.


Kandungan Nutrien
Bahan Pakan
EM(kkal/kg) Protein Kasar(%) Serat Kasar(%) Lemak Kasar(%)
Jagung (1)
3430 7,94 3,45 10,75
Dedak (2)
2158 7,76 12,00 7,76
CAB (3)
2711 38,50 7,00 3,00
Sumber :1.Djamari, (2004);
2. Nuraini et al, (2016):
3. Brosur Pakan CAB Produksi PT. Charon Phokphan, (2004).
16

Tabel 3.Formulasi dan Kandungan Nutrisi Ransum Perlakuan.


Kandungan Nutrisi
Bahan Pakan Persentase (%)
EM (kkal/kg) PK (%) SK (%) LK (%)
Jagung 40 1372,00 3,17 1,38 4,3
Dedak 26 561,08 2,01 3,12 2,01
CAB 34 921,74 13,09 2,38 1,02
Total 100 2854,82 18,28 6,88 7,33

3.3.4. Pemberian Pakan

Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan yaitu tahap adaptasi pakan dan tahap

pemberian pakan perlakuan. Tahap adaptasi pakan dilakukan selama 2

minggu,dan tahap pemberian pakan perlakuan dilakukan selama 4 minggu. Pakan

diberikan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Pemberian air minum

dilakukan secara adlibitum, dengan menambahkan vitastres dengan dosis sepuluh

gram yang dilarutkan dalam satu liter air setiap 3 hari sekali pada minggu pertama

pemeliharaan.

3.4. Rancangan Penelitian

Model rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan 5 ulangan. Masing-masing

unit satuan percobaan diisi dengan 5 ekor burung puyuh, sehingga jumlah burung

puyuh yang digunakan adalah 100 ekor.

Perlakuan yang akanditerapkan yaitu sebagai berikut:

P0 = puyuh tanpa pemberian ekstrak daun singkong

P1 = pemberian 5,292mg ekstrak daun singkong

P2 = pemberian 10,584mg ekstrak daun singkong

P3 = pemberian 15,876mg ekstrak daun singkong


17

Model matematika yang di gunakan menurut ( Steek dan Torrie, 1991)

adalah :

Yij = µ + αi + εijk

Keterangan :

Yij : Respon perlakuan ekstrak daun singkongke-i (i = 1,2,3,4,) dan

ulangan ke-j (j = 1,2,3,4,5)

µ : Rataan pengamatan.

αi : Pengaruh perlakuan ekstrak daun singkong ke-i.

εijk : Galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

3.5. Variabel Penelitian

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

3.5.1. Persentase Karkas

Persentase karkas diukur dengan membandingkan berat puyuh tanpa bulu,

darah, kepala, leher, kaki dan organ dalamsatuan g dengan bobot potong (g)

kemudian dikalikan 100%. Persentase karkasdihitung dengan rumusberikut

(Anjani, 2018):

3.5.2. Persentase Non Karkas

Pengukuran giblet dilakukan dengan menimbang bagian-bagian yang telah

dipisahkan dari karkas setelah pemotongan.Cara mendapatkan bagian-bagian

giblet adalah masing-masing dilepas dari organ lain. Rumus untuk menghitung

bagian giblet menurut Anjani (2018), yaitu sebagai berikut:


18

1.

2.

3.

3.6. Analisis Data

Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara statistik dengan

menggunakan analisis ragam. Jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata, maka

akan dilakukan uji lanjut menggunakan uji wilayah Berganda Duncan dengan

Software SPSS 16.


19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Persentase Karkas Burung Puyuh

Persentase potongan karkas adalah perbandingan antara potongan karkas

dengan bobot karkas kemudian dikalikan seratus. Mahfudz (2009), menyatakan

bahwa persentase karkas juga akan ditentukan oleh besarnya bagian tubuh yang

terbuang seperti kepala, leher, kaki, alat pencernaan, bulu dan darah. Rata-rata

persentase karkas burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) yang diberi ekstrak

daun singkong sebagai fee additive disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase Karkas Burung Puyuhyang Diberi Ekstrak Daun Singkong


sebagai Feed Additive
Perlakuan
Ulangan
P0 P1 P2 P3
1 72,18 66,53 70,08 65,89
2 71,11 70,43 68,86 77,36
3 65,16 67,65 71,64 65,64
4 69,23 67,75 69,74 64,45
5 70,49 67,60 68,22 68,16
Rataan 69,63±2,72 67,99±1,45 69,71±1,30 68,30±5,24

Tabel 4 menunjukan bahwa rata-rata persentase karkas burung puyuh

(Coturnix coturnix japonica) pada berbagai dosis pemberian ekstrak daun

singkong berkisar antara 67,99- 69,71%. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari

Fitrah et al. (2018) yangmemperolehpersentasekarkasantara 65,14 - 66,73% padap

uyuhumur 35 hari.

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian ekstrak daun singkong

hingga 15,876mg tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase karkas

burung puyuh. Winarno (2005) menyatakan bahwa pada unggas kecil seperti

puyuh, persentase pemotongan selama pertumbuhan relatif sama (konstan). Ayam


20

broiler, kalkun dan unggas besar lainnya persentase pemotongan meningkat

selama peningkatan umur, pertumbuhan serta kenaikan bobot tubuh ternak.

Persentase karkas relatif sama pada masing-masing perlakuan dalam

penelitian ini diduga karena dosis ekstrak daun singkongyang masih terlalu

rendah, sehingga efek dari kandungan minyak atsiri yang berperan sebagai

antibiotik, flovonoid yang berperan sebagai antioksidan, serta saponin yang

berfngsi sebagai imunostimulan yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh juga

belum memberikan efek yang signifikan. Antioksidan dalam ekstrak daun

singkong belum mampu mempengaruhi metabolisme puyuh, sehingga proses

penguraian nutrisi dari pakan masih normal. Kondisi ini mengakibatkan

pertumbuhan puyuh belum meningkat ataupun menurun secara signifikan yang

akhirnya juga berkaitan langsung dengan persentase karkas. Menurut Rochmana

et al. (2013), kandungan minyak atsiri dan flavonoid dapat digunakan sebagai

antibiotik dan antioksidan dan saponin yang berfungsi sebagai imunostimulan

yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh.

Menurut Pradikto et al. (2016) faktor yang mempengaruhi bobot karkas

adalah jenis kelamin, umur, aktivitas, bangsa, jumlah dan kualitas pakan, ditinjau

dari perlemakan tubuh, berat potong dan konsumsi pakan. Hal yang dapat

mempengaruhi persentase karkas adalah zat dalam pakan seperti nutrisi protein

yang dikonsumsi ternak untuk menghasilkan daging.

4.2. Persentase Hati Burung Puyuh

Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh, hati memiliki beberapa

fungsi yaitu pertukaran zat dari protein, lemak sekresi empedu, dektoksifikasi
21

senyawa-senyawa yang beracun dan ekskresi senyawa-senyawa metabolit yang

tidak berguna (Jumiati, 2017). Rata-rata persentase hati burung puyuh (Coturnix

coturnix japonica) yang diberi pakan menggunakan ekstrak daun singkong

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase Hati Burung Puyuh yangDiberi Ekstrak Daun Singkong


Sebagai Feed Additive
Perlakuan
Ulangan
P0 P1 P2 P3
1 2,42 2,48 2,05 1,55
2 1,78 1,99 1,75 2,36
3 2,05 2,21 1,82 2,32
4 1,83 1,81 2,21 2,37
5 2,08 2,00 1,55 2,24
Rataan 2,03±0,25 2,10±0,25 1,88±0,26 2,17±0,35

Rataan persentase hati burung puyuh pada penelitian ini berkisar antara

1,88-2,17%. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Putnam (1991) yang

menyatakan bahwa persentase hati 1,70 – 2,80 % dari berat hidup. Namun, hasil

penelitian ini lebih rendah dari penelitian Arifindan Widiastuti (2016) dimana

burung puyuh yang diberi pakan komersial dengan suplementasi protein dan serat

kasar tepung daun mengkudu memiliki persentase hati antara 2,52 – 2,65%.

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian ekstrak daun singkong

hingga 15,876mg tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase karkas

burung puyuh. Hal diduga karena lingkungan burung puyuh berada dalam kondisi

terkontrol, sehingga dapat meminimalisir kontaminasi bahan-bahan bersifat racun.

Hati memiliki beberapa fungsi diantaranya pertukaran zat dari protein, lemak,

sekresi empedu, detoksifikasi senyawa-senyawa yang beracun dan ekskresi

senyawa-senyawa metabolit yang tidak berguna lagi bagi tubuh (Retnodiati,


22

2011). Selanjutnya Mc Lelland (1990) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi ukuran, konsistensi dan warna hati yaitu bangsa, umur dan status

individu ternak yang sama dan apabila keracunan warna hati berubah menjadi

kuning, warna hati yang normal yaitu coklat kemerahan atau cokelat.

Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ekstrak daun

singkong tidak berpengaruh nyata terhadap hati burung puyuh dikarenakan zat

antinutrien yang terkandung pada daun singkong telah dinetralisir melalui

beberapa proses pemberian etanol, sehingga meringankan peran utama hati

sebagai organ tempat detoksifikasi racun. Ini juga membuktikan bahwa pemberian

ekstrak daun singkong terhadap burung puyuh aman digunakan walaupun daun

singkong terkenal dengan zat anti nutriennya.

4.2. Persentase Gizzard Burung Puyuh

Gizzard merupakan organ pencernaan yang berfungsi sebagai penghancur

partikel makanan atau biji-bijian yang besar menjadi partikel makanan yang lebih

kecil. faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya gizzard adalah ukuran

ternak, jenis pakan dan jumlah pakan yang dikonsumsi (Merry, 2016). Rata-rata

persentase gizzard burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) yang diberi pakan

menggunakan ekstrak daun singkong disajikan pada Tabel 6.


23

Tabel 6. Persentase Gizzard Burung Puyuh yangDiberi Ekstrak Daun Singkong


Sebagai Feed Additive
Perlakuan
Ulangan
P0 P1 P2 P3
1 2,42 3,31 3,28 3,10
2 3,11 2,66 2,63 3,30
3 3,69 3,31 2,55 3,09
4 2,56 3,26 3,32 3,79
5 2,43 3,20 3,49 3,59
Rataan 2,84±0,55 3,15±0,28 3,05±0,43 3,37±0,31

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian ekstrak daun singkong

hingga 15,876mg tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase gizzard

burung puyuh. Hal ini diduga disebabkan ukuran, bentuk dan jenis pakan yang

sama pada masing-masing perlakuan. Menurut Rahmat (2011), bahwa bobot

gizzard bisa dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah bentuk fisik pakan

yang diberikan yaitu mash, crumble, pelet dan butiran. Dimana besar partikel pada

pakan yang digunakan lebih kasar dapat membuat kerja keras pada otot gizzard

sehingga akan menambah berat gizzard ternak.

Menurut Suparjo (2003), gizzard merupakan tempat untuk mencerna

makanan secara mekanis seperti halnya hati dan jantung, gizzard memberi respon

kepada serat kasar yang tinggi dalam pakan. Tambunan (2007) juga menyatakan

gizzard berfungsi menggiling dan memecah partikel pakan yang mempunyai

ukuran besar, sehingga dapat mempermudah proses pencernaan selanjutnya.

Ukuran bobot gizzard dipengaruhi oleh aktivitasnya. Dharmawanti dan Ari

(2012) juga menyatakan bahwa meningkatnya bobot ampela (gizzard) bukan

disebabkan semakin meningkatnya pertumbuhan, melainkan karena fungsinya

yang cukup berat dalam menggiling bahan makanan menjadi partikel yang lebih
24

kecil. Widianingsih (2008) menyatakanbahwa kandungan serat kasar pada pakan

dipengaruhi oleh bobot rempela, sehingga semakin tinggi kandungan serat kasar

dalam bahan pakan maka aktivitas rempela juga semakin tinggi dan berat rempela

juga akan semakin tinggi.

Menurut Rahmat (2011), bahwa besar partikel pada pakan yang digunakan

lebih kasar dapat membuat kerja keras pada otot gizzard sehingga akan menambah

berat gizzard ternak. Artinya semakin besar partikel pakan yang diberikan kepada

ternak maka akan mempengaruhi ukuran gizard, maka dapat disimpulkan bahwa

pada pemberian ekstrak daun singkong tidak mempengaruhi kerja gizzard karena

ekstrak daun singkong yang diberikan pada ternak puyuh dalam bentuk cair

sehingga otot - otot gizzard tidak bekerja dengan keras dan hal ini berdampak

pada ukuran gizzard yang tidak mengalami penambahan bobot.

4.3. Persentase Jantung Burung Puyuh

Jantung adalah suatu struktur muskular beronggayang bentuknya

menyerupai kerucut yang berfungsi memompa darah kedalam bilik-bilik arterial

dan kemudian memompa darah tersebut dari ventrikel menuju ke jaringan dan

kembalilagi (Jumiati, 2017). Besar jantung dipengaruhi dari jenis kelamin, umur,

bobot badan dan aktivitas hewan tersebut (Setiadi, 2013). Rata-rata persentase

jantung burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) yang diberi pakan

menggunakan ekstrak daun singkong disajikan pada Tabel 7.


25

Tabel 7. Persentase Jantung Burung Puyuh yang Diberi Ekstrak Daun Singkong
Sebagai Feed Additive
Perlakuan
Ulangan
P0 P1 P2 P3
1 0,81 0,83 0,82 0,78
2 0,89 0,66 0,88 0,94
3 0,82 0,74 1,09 0,77
4 1,10 0,72 0,74 0,95
5 0,69 0,80 0,78 0,90
Rataan 0,86±0,15 0,75±0,06 0,86±0,14 0,87±0,09

Rata-rata persentase jantung burung puyuh pada penelitian ini berkisar

antara 0,75-0,78%. Hal ini sesuai dengan pendapat Fritzgerald (1969) menyatakan

bahwa bobot jantung puyuh berkisar antara 0,6 - 0,9% dari bobot tubuhnya. Hasil

ini lebih rendah dari hasil penelitian Fitrah et al. (2018) memperoleh rataan

persentase jantung burung puyuh sebesar 0,92% dengan pemberian larutan daun

kelor.

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian ekstrak daun singkong

hingga 15,876mg tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase jantung

burung puyuh. Ressang (1998), menyatakan bahwa berat jantung dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu jenis, umur, besar, serta aktivitas ternak tersebut. Anggorodi

(1995) juga mengatakan pertumbuhan jaringan tulang dan daging sangat

ketersediaan protein pakan

Frandson (1986) menyatakan bahwa bobot jantung juga dipengaruhi oleh

besar tubuh ternak, peningkatan ukuran sel pada otot jantung terjadi saat jantung

bekerja lebih keras. Menurut Tambunan (2007), ukuran sel pada otot jantung

dapat meningkat disebabkan karena jantung bekerja lebih keras, ukuran besar

kecilnya jantung dipengaruhi oleh besar tubuh yang berbeda-beda. Ressang


26

(1984) menjelaskan bahwa besar jantung tergantung dari jenis kelamin, umur,

bobot hidup dan aktivitas hewan. Pembesaran ukuran jantung biasanya

diakibatkan adanya penambahan jaringan otot jantung yang diakibatkan oleh

aktivitas hewan tersebut.

Jantung merupakan organ tempat memompa darah sehingga aktifitas

metabolisme dapat berjalan. Menurut Tambunan (2007), ukuran sel pada otot

jantung dapat meningkat disebabkan karena jantung bekerja lebih keras. Ukuran

jantung dipengaruhi oleh zat-zat toksik atau adanya infeksi/peradangan pada

jantung yang diakibatkan oleh penyakit atau racun yang terkandung dalam pakan

unggas. Racun yang terkandung dalam pakan unggas dapat mengakibatkan

jantung bekerja lebih keras dan akan mengalami pembengkakkan. Infeksi atau

peradangan yang diakibatkan oleh mikroorganisme juga dapat mempengaruhi

besar kecilnya jantung dari ukuran normal yaitu 0,6 - 0,9% dari bobot tubuhnya.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun

singkong terhadap ukuran jantung tidak berpengaruh nyata dikarenakan ekstrak

daun singkong mengandung gizi yang tinggi, diantaranya Flavonoid dan saponin

yang dikenal sebagai senyawa yang memiliki peran anti inflamasi dan anti bakteri,

kedua zat inilah yang menghambat siklus peradangan terutama pada organ jantung

dan berdampak terhadap kondisi burung puyuh yang sehat menunjukkan bobot

jantung pada burung puyuh penelitian ini berukuran normal dengan persentase

yaitu 0,75%-0,78% dari bobot tubuhnya.


27
28

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

pemberian ekstrak daun singkong hingga 15,876mg tidak berpengaruh nyata

(P>0,05) terhadap produksi karkas dan non karkas burung puyuh (Coturnix

coturnix japonica).

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efektivitas antioksidan pada

daun singkong dalam meningkatkan kekebalan tubuh burung puyuh.


29

DAFTAR PUSTAKA

Akinfala EO, Aderibigbe and Matanmi O. 2002. Evaluation of the Nutritive value
of whole cassava plant meal as replacement for maize in the starter diets
for broiler chickens. Res. Rural Dev. 14(6).
Alsuhendra. 2004. Daya anti-aterosklerosis turunan klorofil dari daun singkong
(Manihot esculenta Crantz) pada kelinci percobaan [Disertasi]. Bogor.
Institut Pertanian Bogor.
Amri U dan Iskandar. 2014. Pengaruh Umur terhadap Persentase Karkas dan Non
Karkas pada Ternak Kerbau. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, 17
(2):58-61.
Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Umum.
Anjani, INF. 2018. Pengaruh Pemberian Duckweed dalam Ransum terhadap
Komposisi Karkas dan Organ Lainnya pada Ayam Broiler. Publikasi
Ilmiah. Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas
Mataram, Mataram.
Arifin HD, Widiastuti R. 2016. Persentase Karkas dan Giblet Burung Puyuh
Pengaruh Suplementasi Protein dan Serat Kasar Tepung Daun Mengkudu
dalam Pakan Komersial. Journal of Animal Science and Agronomy
Panca Budi. Bp104. Hal. 1-7
Ayasan, Tugay. 2013. Effects of Dietary Inclusion of Protexin (Probiotic) on
Hatchability of Japanese Quails. Indian J. Anim. Sci, vol. 83, no. 1, pp.
78-81.
Badan Standarisasi Nasional. 2009. Mutu dan Karkas Daging Ayam. SNI 3924-
2009.

Buwono. 2009. PerkembanganAyam Broiler. AgromediaPustaka. Jakarta.

Dharmawati S, Ari JK. 2012. Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Alang Alang
(Imperata cylindrica) dalam Ransum terhadap Kadar Lemak, Kolesterol
Karkas dan Organ Pencernaan Itik Alabio Jantan. Ziaraa’ah (34) 2:150-
160.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2021. Statistik Peternakan dan


Kesehatan.

Ebuehi, O. A. T., Babalola, O. and Ahmed, Z. 2005. Phytochemical,Nutrittive and


Anti-Nutritive Composition of Casava (Manihot esculenta L) Tubers and
Leaves.
30

Elida S. dan Hamidi W. 2009. Analisis pendapatan agroindustri rengginang


singkong di Kabupaten Kampar. Pekanbaru: Fakultas pertanian UIR.
Fitrah H, R Handarinidan E Dihansih. 2018. Persentase Karkas dan Giblet Burung
Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Jantan Umur 35 Hari yang Diberi
Larutan Daun Kelor. Jurnal Pertanian, 4(2):107-114.
Frandson RD. 1986. Anatomy Dan Physiology Of Farm Animals. 4 th
Edition. Lea Febiger. Philadelphis, Pennysylvania.
DiterjemahkanOlehSrigandono Dan KoenPraseno. 1996. Anatomy Dan
Fisiologi Ternak. Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Fritzgerald TC. 1999. The Coturnix Quail Anatomy and Histology. 3rd Edition.
The Lowa State University Company. USA
Genchev A, Mihaylova G. 2008. Slaughter analysis protocol in experiments using
japanese quail (Coturnix japonica). Trakia Journal Science. 6 (4): 66-71.
Herbarium Medanense. 2016. Identifikasi Tumbuhan. Medan. Sumatra Barat.
Huss, D., Poynter, G., dan Lansford, R. 2008. Japanese Quail (Coturnix japonica)
as a Laboratory Animal Model. Lab animal, vol. 37, no. 11, pp. 513.
Jumadin L, AS Satyaningtijas, dan K Santoso. 2017. Ekstrak daun singkong baik
sebagai antioksidan pada burung puyuh dewasa yang mendapat paparan
panas singkat. Jurnal Veteriner. 18(1) : 135-143.
Jumadil L, Satyaningtijas AS, Maika Z, Darlian L, Ummah W dan Santoso K.
2018. Ekstrak Daun Singkong Sebagai Antioksidan Pada Burung Puyuh
Yang Mendapat Cekaman Panas Singkat. Jurnal Veteriner 19(3): 335-
341.
Jumiati S, Nuraini dan R Aka. 2017. Bobot Potong, Karkas, Giblet dan Lemak
Abdominal Ayam Broiler yang diberi Temulawak
(Curcumaxanthorrhiza, ROXB) dalam pakan. Jitro 4(3)
Kartikayudha, W. Isroli dan N.H. Suprapti. 2014. Kadar Protein dan Bobot
Daging setelah Pemberian Bahan Tambahan Pakan Tepung Ikan
Swangi dan Periodisasi waktu Pemberian Tepung Kunyit yang
Berbeda pada Ransum. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 22(1) : 17-29.
Khalil, MM. 2015. Use of Enzymes to Improve Feed Conversion Efficiency in
Japanese Quail Fed a Lupin-based Diet. Thesis. The University of
Western Australia.
Lakitan, B. 1995. Hortikultura : Teori, Budidaya dan Pasca Panen. Cetakan 1. PT
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Lestari P.K., I. Siska dan Y.L. Anggrayni. 2021. Pengaruh Substitsi Tepung Daun
Singkong (Manihot utilissima) dalam Ransum Terhadap Bobot Hidup,
Persentase Karkas dan Lemak Abdominal Broiler. Jurnal Pengembangan
Ilmu Pertanian. 10 (2): 242-251.
31

Maeda, Y., F. Minvielle, and S. Okamoto. 1997. Changes of protein polymorphis


in selection program for egg production in Japanese quail
(Coturnixcoturnix japonica). Japanese Poultry Science. 34:263-272
Mahfudz. 2009. Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Pedaging yang Diberi
Ampas Bir dalam Ransum. Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan
Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan peternakan. Bogor
Mclelland J. 1990. A Colour Atlas of Avian Anatomy. Wolfe Publishing Ltd:
London.
Mery C dan P Patabo. 2016. Pengaruh Pemberian Tepung Daun Sirsak (Annona
muricata L) DAKLAM Pakan Terhadap Berat Organ Dalam Ayam
Kampung Pedaging. Jurnal Agroforesti, 11(1)
Nisa VM, Meilawati, Zahara dan Astuti, Puji. 2013. Efek Pemberian Ekstrak
Daun Singkong (Manihot esculenta) Terhadap Proses Penyembuhan
Luka Gingiva Tikus. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013.
Nugraheni, D. W. 2012. Persentase Karkas dan Daging Puyuh (Cortunix-cortunix
japonica) Afkir pada Kepadatan Kandang yang Berbeda. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Intitut Pertanian Bogor. Bogor.
NugrohodanI.G.Kt. Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Eka Offsets,
Semarang.
Nurdiana, A. R. 2013. Uji Ekstrak Daun Singkong (Manihot esculenta) terhadap
Jumlah Neutrofil pada Proses Penyembuhan Luka Tikus (Rattus
norvegiccus). Jember.
Panekenan, OJ., Loing JC., Rorimpandey, B., dan Vwaleleng PO. 2013. Analisis
Keuntungan Usaha Beternak Puyuh di Kecamatan Sonder Kabupaten
Minahasa. Jurnal Zootek, vol. 32, no. 5, pp. 1-10.
Pradikdo AB, E Sudjarwo dan Muharlien. 2016. Pengaruh Jenis Burung Puyuh
dengan Pemberian Pakan Komersial yang Berbeda Terhadap Persentase
Karkas dan Organ Dalam Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica). J.
Ternak Tropika, 17(2): 23-33.
Primacitra, YD., Sjoj an, O., dan Natsir, MH. 2014. Pengaruh Penambahan
Probiotik (Lactobacillus Sp.) dalam Pakan terhadap Energi Metabolis,
Kecernaan Protein dan Aktivitas Enzim Burung Puyuh. J. Ternak
Tropika, vol. 15, no. 1, pp. 74-79.
Putnam PA. 1991. Handbook of Animal Science. Academy Press. San Diego
Radhitya, A. 2015.Pengaruh pemberian tingkat protein ransum pada fase grower
terhadap pertumbuhanpuyuh (Cortunixcortunix japonica). Students e-
Journal.4(2): 1- 11.
Rahmat, D. dan Wiradimadja, R. 2011. Pendugaan kadar kolesterol daging dan
telur berdasarkan kadar kolesterol darah pada puyuh Jepang (Coturnix-
coturnix japonica). Jurnal Ilmu Ternak. 1 (1): 35-38.
Randell, M dan B. Gery. 2008. Raising Japanese Quail.
Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Departemen Urusan Riset
Nasional Republik Indonesia. Denpasar.
Ressang. 1998. Patologi Khusus Veteriner. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
32

Retnodiati, N. 2011. Persentase Berat Karkas, Organ Dalam dan Lemak Abdomen
Ayam Broiler yang Diberi Pakan Berbahan Baku Tepung Kadal
(Mabouya Mulfifacaata Kuhl). Skripsi. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor.
Santoso K., Jumadil L, Satyaningtijas AS,. 2019. Ekstrak Daun Singkong Baik
Sebagai Antioksidan Pada Burung Puyuh Dewasa Yang Mendapat
Paparan Panas Singkat. Jurnal Veteriner 18(1): 135-143.
Setiadi D, K Nova dan S Tanalo. 2013. Perbandingan Bobot Hidup, Karkas,
Giblet dan Lemak Abdominal Ayam Jantan Tipe Medium dengan Strain
Berbeda yang diberi Ransum Komersial Broiler. Fakultas Peternakan.
Universitas Lampung
Setyawan, A.E., E. Sudjarwo, E. Widodo, dan H. Prayogi. 2012. Pengaruh
penambahan limbah teh dalam pakan terhadap penampilan produksi telur
burung puyuh. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 23:7-10.
SNI 01-3907-2006. Pakan puyuh bertelur (quail layer). Badan Standardisasi
Nasional, Indonesia.
Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Gadjah Mada University
Press,Yogyakarta. 637 + xx halaman
Starck, M.J. and G.H.A. Rahman. 2003. Phenotypic flexibility of structure and
function of the digestive system of Japanese quail. J. Exp. Biol.
206:1887-1897.
Steel RGD and Torrie JH. 1993. Principle and Procedure af Statistic. Mc. Graw-
Hill-Book Co, New York.
Sukrasno, K. R., Wirasutisna dan Fidrianny, I. 2007. Pengaruh Perebusan
terhadap Kandungan Flavonoid dalam Daun Singkong. Jurnal Obat
Bahan Alam Vol. 6 No. 2. Jakarta.
Suryani, R. 2015. Beternak Puyuh di Pekarang Tanpa Bau. Cetakan I. Arcitra.
Yogyakarta.
Tambunan, I. R. 2007. Pengaruh Pemberian Tepung Kertas oran pada Periode
Grower Terhadap Persentase karkas, Lemak Abdominal, Organ dalam,
dan Saluran Pencernaan Ayam Broiler. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusuma, dan S.
Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5.
Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.
Tumbilung W., L. Lambey., E. Pudjihastuti dan E. Tangkere. 2014. Sexing
Berdasarkan Morfologi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica).
Jurnal Zootek. 34 (2): 170-184.
Utomo, J.W., A.A. Hamiyanti, danE.Sudjarwo. 2014. Pengaruh penambahan
tepung darah pada pakan terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot
badan, konversi pakan serta umur pertama kali bertelur burung puyuh.
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24(2): 41-48.
Vali, N. 2008. The Japanese Quail: A Review. Int. J. Poultry Sci, vol. 7, no. 9, pp.
925-931.
Warditiani. 2011. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70 % Daun Singkong
(Manihot utilissima Pohl) terhadap Kadar Gula Darah Mencit Jantan
33

Galur Balb/C yang Diinduksi Aloksan. Skripsi. Jurusan Farmasi Fakultas


Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
Wheindrata, H.S. 2014. Panduan Lengkap Beternak Burung Puyuh Petelur. Lily
Publisher. Yogyakarta.
Widianingsih, M.N. 2008. Persentase Organ dalam Broiler yang Diberi Pakan
Crumble berperekat Onggok, Bentonit dan Tapioka. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Winarno FG. 2005. Karkas: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. MBrio
Press. Bogor.
34

LAMPIRAN GAMBAR

Proses Pencacahan dan Menganginkan daun singkong

Proses Penimbangan Daun Singkong dan Etanol 70 %

Pemblenderan dan Pemerasan Daun Singkong


35

Dokumentasi Ampas Daun Singkong Dan Penimbangan Ekstrak Daun Singkong

Ekstrak daun singkong dan Pencampuran Pakan

Penimbangan dan Pemotogan Karkas Puyuh


36

Penimbangan Hati dan Karkas Puyuh

Penimbangan Jantung dan Gizard Puyuh

Anda mungkin juga menyukai