Anda di halaman 1dari 23

Tugas Individu

Mata Kuliah : Teknologi Pengelolaan Libah Padat


Dosen : Anwar Mallongi SKM., M.Sc. Ph.D

PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN PENGOMPOSAN

RENI SUHELMI
P1801216016

BAGIAN KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
A. PENDAHULUAN
Berbagai aktivitas dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kesejahteraan
hidupnya dengan memproduksi makanan, minuman dan barang lain dari sumber
daya alam. Selain menghasilkan barang-barang yang akan dikonsumsi, aktivitas
tersebut juga menghasilkan bahan buangan yang sudah tidak dibutuhkan oleh
manusia. Bahan buangan semakin hari akan terus bertambah. Hal ini erat kaitannya
dengan makin bertambahnya jumlah penduduk tidak berbanding lurus dengan
ketersediaan ruang hidup manusia yang relatif tetap.
Sampah merupakan bahan buangan dari kegiatan manusia atau hasil samping
dari aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai. Jumlah sampah yang dihasilkan
oleh setiap individu semakin meningkat dan tidak sebanding dengan jumlah
penduduk, jenis aktivitas dan tingkat konsumsi penduduk terhadap suatu barang.
Semakin besar jumlah penduduk, maka semakin besar pula volume sampah yang
dihasilkan. Menurut prakiraan produksi sampah di Indonesia adalah sekitar 100.000
ton/hari.(1)
Tingginya volume sampah yang dihasilkan menimbulkan masalah yang rumit
yang berdampak pada kesehatan, lingkungan dan sosial ekonomi. Sampah menjadi
tempat pembiakan lalat dan disenangi tikus sehingga mendorong penularan infeksi.
Sampah menurunkan kualitas lingkungan, estetika terganggu karena bau dan
berserakan. Pembuangan sampah dibadan air mengakibatkan banjir dan
meningkatkan biaya pengelolaan air. Sampah berdampak pada perkembangan
pariwisata. Persoalan sampah dapat menghambat perkembangan otonomi daerah
dan mengurangi arus investor.(2)
Sampah selalu menjadi permasalahan rumit jika dilihat dari segi isu sosial
yang kerap menimbulkan konflik structural antara pemerintah dan rakyat. Hal ini
disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat terkait sampah. Masyarakat masih
memandang sampah dari sisi negatif, padahal tidak semua sampah harus
dimusnahkan, melainkan pemahaman yang harus dirubah.(3)
Penanganan sampah rumah tangga yang umum dilakukan oleh pemerintah
daerah adalah pengelolaan sampah berbasis Tempat Pembuanan Akhir (TPA)
dimana ini pengelolaan adalah pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan
sampah. Namun pengangkutan dan pembuangan sampah berpotensi menimbulkan
pemborosan sumberdaya karena alokasi biaya yang cukup tinggi. Selain itu
pembangunan TPA sering menimbulkan reaksi penolakan dari masyarakat.(4)
Pengomposan berbeda dengan proses pengolahan sampah lainnya. Proses
pembuatan kompos baik bahan baku, tempat pembuatan maupun cara pembuatan
dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun.
Negara-negara berkembang memiliki penduduk yang berkembang dengan
cepat, urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi yang berkontribusi meningkatkan
jumlah sampah. Masalah yang terjadi dari proses pengumpulan yakni tidak adanya
pemilahan sampah antara sampah organik dan nonorganik sampai proses
pembuangan. Komposisi sampah organik yang dihasilkan sebesar 42-80,2%/hari.
Salah satu solusi alternatif dalam pengelolaan sampah adalah dengan melakukan
pengomposan.(5)
Salah satu upaya mengatasi permasalahan sampah dengan melakukan daur
ulang sampah organik dengan proses pengomposan. Proses pengomposan sangat
penting, karena 50-80% sampah yang dihasilkan adalah sampah organik dan dapat
dijadikan sebagai kompos.(6) Pengomposan merupakan suatu cara pemusnahan
sampah dengan cara memanfaatkan proses dekomposisi zat organik oleh kuman-
kuman pembusuk pada kondisi tertentu.(7) Kompos dapat digunakan sebagai pupuk
pada tanaman hias, tanaman sayur, tanaman buah-buahan maupun tanaman padi
disawah.
Upaya anggota masyarakat dalam mendayagunakan lingkungannya seperti
memanfaatkan sampah sebagai sumber dana yang mempunyai nilai ekonomis dan
dapat di manfaatkan. Pemanfaatan sampah yang bernilai ekonomis misalnya dapat
dijadikan kompos dan pakan ternak maupun kerajinan tangan. Adapun prinsip
utama yang digunakan dalam mengelola sampah adalah mencegah timbulnya
sampah, menggunakan ulang sampah atau daur ulang sampah. Jika prinsip ini
dijalankan dengan benar dan konsisten, makan akan mendatangkan hasil akhir yang
nyata. Pengelolaan sampah yang benar pada akhirnya akan mengurangi polutan,
melainkan mendatangkan manfaat ekonomi dan menjadikan lingkungan bersih
sehingga kesehatan masyarakat dapat terjaga.
Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan memberikan edukasi
pengelolaan sampah dengan cara pembuatan kompos dari sampah organik.
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan dan peningkatan
pengetahuan serta keterampilan pengolahan sampah sebelum dan setelah
memberikan pelatihan. Program pelatihan yang telah dilaksanakan ternyata
membawa dampak positif. Sampah organik yang dijadikan kompos berasal dari sisa
kegiatan rumah tangga dan mengambil dari pasar tradisional terdekat. Sampah yang
dikumpulkan kemudian mereka olah menjadi kompos sesuai dengan yang telah
diajarkan. Kemudian pupuk kompos yang sudah jadi selain dijual sebagian juga
digunakan untuk keperluan sendiri.(1)
Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa pengomposan menjadi
alternatif pengolahan sampah organik yang dapat diterapkan di masyarakat.
Besarnya volume sampah organik yang bisa dikompos sebesar 12%. Pengadaan
teknologi yang sederhana, biaya yang lebih ekonomis dan faktor sosial yang
mendukung. Adapun rencana desain pengomposan meliputi ruang penerima, ruang
kompos aktif dan ruang pengayakan.(8)

B. MASALAH TOPIK YANG DIBAHAS


Salah satu aspek yang paling menonjol adalah meningkatnya timbulan
sampah dan semakin sempitnya lahan untuk TPA akibat pembangunan perumahan
dan fasilitas komersial lainnya. Dalam kenyataannya partisipasi pasyarakat menjadi
faktor penentu keberhasilan pengolahan sampah di kota besar. Terdapat hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk menjadi leverage
factor bagi peningkatan volume sampah. Dengan simulasi model dinamik, juga
dihasilkan bahwa partisipasi masyarakat melalui pemilahan antara sampah organik
dan anorganik, mampu mereduksi biaya operasional sampai 72,66%.(9)
Kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah
berbasis masyarakat menyebabkan tindakan pengomposan tidak dilakukan. Strategi
awal yang dapat dilakukan dalam pengelolaan sampah adalah harus ada
edukasi/penyuluhan tentang pengelolaan sampah yang baik dan benar khususnya
untuk lingkup rumah tangga dari pemimpin pemerintah setempat. Tingkat
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah pada tahap perencanaan dan
pelaksanaan adalah termasuk dalam kategori sedang, sedangkan untuk tahap
pemanfaatan dalam kategori tinggi. Hubungan antara peran kepemimpinan dengan
tingka partisipasi dalam pengelolaan sampah rumah tangga menunjukkan hubungan
yang nyata.(10)

C. MODEL PENGELOLAAN SAAT INI


Semakin banyak masyarakat melakukan pengomposan maka semakin sedikit
volume sampah yang dibuang ke TPA dan semakin tinggi peran serta masyarakat.
Kompos sebagai salah satu contoh pupuk organik sangat baik dan bermanfaat untuk
segala jenis tanaman, mulai dari tanaman hias, tanaman sayuran, tanaman buah
buahan sampai ke tanaman pangan dan perkebunan.(11)
1. Tanaman hias
Kompos dicampurkan secara merata terlebih dahulu dengan tanah
sebelum bibit ditanamkan. Berbeda dengan pupuk pabrik, kelebihan
penggunaan kompos tidak akan menyebabkan tanaman layu atau mati.
Tanaman hias dalam pot dengan campuran tanah dengan kompos merupakan
tempat yang paling baik dan memenuhi syarat bagi tanaman, baik dari segi
pertumbuhan dan perkembangannya ataupun dari segi kesehatannta.
2. Tanaman sayuran
Kompos dapat dicampurkan terlebih dahulu selama pengelolaan tanah
atau kemudian ditaburkan di sekeliling bibit/tanaman yang ditanamkan,
mtergantung kepada jenis tanaman sayuran, penggunaan kompos dapat
berkisar antara lima sampai dua puluh per hektarnya.
3. Tanaman buah-buahan
Biiasanya bagian tanah di seputar pohon di gali terlebih dahulu baru
diberi kompos. Ada pula yang membuat lubang di sekeliling pohon pada jarak
tertentu, umumnya di bawah ujung daun terluar. Pada lubang tersebut
kemudian di tambahkan kompos.
4. Tanaman lainnya
Untuk tanaman lainnya, biasanya bergantung kepada jenis dan keadaan
tanah tempat tanaman tersebut ditanamkan. Untuk pada huma misalnya,
penambahan kompos bersamaan dengan bibit yang baru ditambahkan.
Garis besar pembuatan kompos adalah mikroorganisme mengambil air,
oksigen dar udara dan makanan dari bahan organik. Organisme ini kemudian
melepaskan karbondioksida, air dan energi berkembangbiak serta mati. Sebagian
energi yang dilepaskan tersebut digunakan untuk pertumbuhan dan gerakan, sisanya
dibebaskan sebagai sumber panas. Akibatnya setumpuk bahan kompos melewati
tahap-tahap penghangatan, suhu puncak, pendinginan dan pematangan.
Proses ini paling umum digunakan untuk mengubah limbah bahan organik
menjadi sesuatu yang berguna. Bahan limbah biasanya mengandung berbagai
mikroorganisme yang mampu melakukan proses tersebut. Ketika bahan tersebut
dipaparkan di udara dan kandungan airnya dibawa pada tingkat yang cocok
organisme memulai kerjanya. Selain oksigen dari udara dan air, mikroorganisme
memerlukan pasokan makanan yang mengandung karbon dan hara seperti nitrogen,
fosfor dan kalium sebagai tahap pertumbuhan dan reproduksi. Kebutuhan makanan
biasanya disesuaikan dengan bahan limbah. Ada beberapa yang perlu diperhatikan
dalam pengomposan, yaitu(12):
1. Penguraian bahan organik pada saat pembuatan kompos merupakan situasi yang
terus berubah dengan suhu pH dan ketersediaan makanan yang bervariasi. Pada
saat proses, jumlah dan spesies organisme juga berubah.
2. Kompos yang bermutu baik mengandun kandungan bahan organik tinggi dengan
kandungan non-organik minimum. Beberapa limbah yang dapat dibuat kompos,
terutama sari daerah industri, dapat mengandung logam dalam kadar
tinggiseperti tembaga, timah, nikel dan seng. Pada skala kecil dapat dipisahkan
dengan tangan sedangkan untuk skala besar digunakan dengan mesin.
3. Proses pembuatan kompos tergantung pada kerja mikroorganisme yang
memerlukan sumber karbon untuk mendapatkan energi dan bahan bagi sel-sel
baru, bersama dengan pasokan nitrogen untuk protein sel. Kebutuhan fosfor dan
unsur-unsur tertentu lebih kecil.
4. Kandungan air. Semua organisme membutuhkan air untuk hidup. Pada
kandungan air di bawah 30% dalam berat segar, reaksi biologis dalam tumpukan
kompos menjadi lambat. Pada kadar air yang terlalu tinggi, ruang antara partikel
menjadi penuh air sehingga mencegah gerakan udara dalam tumpukan.
Kandungan air optimum praktis tergantung pada kekuatan basah struktural
bahan. Air yang dihasilkan pada saat proses pembuatan kompos oleh
mikroorganisme dan hilang karena evaporasi ke dalam aliran darah.
5. Jumlah udara yang cukup ke semua bagian tumpukan kompos diperlukan untuk
memasok oksigen pada organisme dan mengeluarkan karbondioksida yang
dihasilkan. Tidak adanya udara akan menimbulkan perkembangbiakan berbagai
maca mikroorganisme yang menyebabkan pengawetan keasaman atau
pembusukan tumpukan menimbulkan bau busuk.
6. Dalam sistem pembuatan kompos yang tergantung pada aliran udara alami,
saerah pusat bawah dari tumpukan mungkin kekurangan oksigen kaena
kurangnya jumlag udara yang bergerak ke dalam tumpukan. Pada keadaan
demikian, mebalik bahan dengan tangan atau mesin memungkinkan udara
mencapai daerah tersebut.
7. Ketika bahan organik dikumpulkan menjadi satu untuk pengomposan, sebagian
energi yang dilepaskan oleh penguraian bahan dibebaskan dan menyebabkan
kenaikan suhu. Ketika bahan kompos sudah melewati suhu puncak, tumpukan
mencapai stabilitas di mana bahan yang mudah diubah telah diuraikan dan
kebanyakan kebutuhan oksigen yang tinggi sudah dipenuhi.
8. Pengaruh tambahan kimia, tanaman atau bakteri untuk meningkatkan kecepatan
penguraian dalam tumpukan kompos. Selain memungkinkan kebutuhan akan
ntrogen tambahan, kebanyakan bahan yang cocok untuk pembuatan kompos
mengandung berbagai mikroorganisme dan semua unsur hara yang diperlukan.
Ada beberapa bukti bahwa kenaikan suhu awal dapat dipercepat dengan
menambah hasil kompos.
Usaha pengomposan sampah organik sangat potensial untuk dikembangkan
karena komposisi sampah organik di beberapa kota di Indonesia sangat besar.
Selain mendapatkan manfaat ekonomi dari kompos yang dihasilkan, usaha
pengomposan juga membuka peluang kerja bagi masyarakat. Sumber paling besar
adalah domestik maka usaha pengomposan sampah organik akan efisien apabila
dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya dan skala kawasan. Pengomposan
sampah organik akan mengurangi biaya angkut dan biaya pembuangan sampah ke
TPA.(13)
Pengolahan sampah dengan pengomposan saat ini masih belum berjalan
secara optimal. Masyarakat secara umum tidak memilah sampah berdasarkan
jenisnya. Pemilahan sampah dapat membantu dalam melakukan pengolahan
sampah secara pengomposan. Pengolahan sampah di tingkat rumah tangga sangat
dianjurkan, sehingga volume sampah sampai di TPA dapat diminimalkan.
Penerapan pengolahan sampah secara pengomposan dapat memberi dampak positif
terhadap masyarakat. Sesuai dengan penelitian yang menunjukkan bahwa hasil
pemilahan sampah kemudian sampah organik dibuat menjadi kompos dapat
digunakan sebagai pupuk tanaman di rumah masing-masing. Permasalahan utama
pada saat ini peran serta masyarakat dalam pengolahan sampah adalah begaimana
menerapkan paradigma dari memilah dan membuang sampah menjadi
memanfaatkan sampah.(14)
Ada beberapa cara pengomposan sampah yang dapat diterapkan khususnya
dalam lingkup rumah tangga yaitu penggunaan tabung komposter dan tabung 4E.(15)
Bahan pembuatan dari tabung komposter dianjurkan menggunakanplastik agar
menghindari proses pengkaratan dan memiliki daya tahan pakai yang kuat.
Komposter ini memiliki dua sisi yang dipisahkan oleh sekat di dalamnya yang
berfungsi untuk memisahkan sampah organik dan lindi. Sampah organik akan
menjadi pupuk kompos dan air lindi yang bercampur dengan bioktivator akan
menjadi pupuk cair organik. Ketika cairan sampah menetas keruang bawah, aroma
sampah akan terbuang melalui lubang ventilasi yang ada di sisi bawah.
Cara penggunaan Tabung komposter sebagai berikut :
1. Bukalah tutup tabung, masukkan sampah pilahan ke dalam tabung. Sampah bisa
utuh ataupun terpotong-potong.
2. Semprotkan bioaktivator
3. Tambahkan sampah organik setiap saat kedalam tabung.
4. Kondisikan tutup tabung selalu dalam keadaan tertutup rapat
5. Perhatikan selang pengeluaran cairan pupuk organik, bila telah tampak dalam
selang, dapat dituangkan untuk dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.
Teknologi pengolahan sampah terkait pengomposan yang lain secara
teknologi sederhana adalah tabung 4E. Tabung 4E adalah tempat sampah skala
rumah tangga di perkotaan, terdiri dari empat tabung pipa pvc. Dinamakan tabung
4E karena terdiri dari empat tabung dan mempunyai keuntungan masing-masing.
1. Efisien karena tidak perlu lahan khusus
2. Efektif dengan tidak melakukan proses pencacahan dan pengadukan sampah
3. Ekonomis dengan harga yang murah
4. Estetika dengan kelihatan indah dan rapi, nampak bukan tempat sampah.
Cara pengomposan lain yang dapat dilakukan dalam lingkup rumah tangga
adalah(12):
1. Pengomposan ampas kopi.
Ampas kopi dalam jumlah cukup terkumpul di perkebunan atau pabrik
tempat biji kopi diolah untuk dipasarkan. Hal ini menjadi masalah lingkungan
yang serius ketika tumpukan yang tinggi berfermentasi, menimbulkan bau
busuk, mengembangbiakkan lalat dan sering mencemari aliran air. Ampas kopi
merupakan pupuk yang baik, kaya akan bahan organic, nitrogen dan kalium.
Beberapa petani menyebarkan ampas yang segar atau terurai sebagian di
sekitar tanaman kopi mereka; namun, hal ini dapat menyebabkan masalah
angkutan dan penyebaran dengan ampas basah yang berat, serta menimbulkan
masalah bau dan pertumbuhan tanaman. jauh lebih baik mengompos ampas
sehingga dapat digunakan dengan lebih efektif.
Unit pengomposan terdiri dari sejumlah lubang ditanah yang dibangun
dengan baik, diberi atas berupa lempeng besi berombak yang ditopang tiang
bamboo; atap untuk mencegah hujan agar tidak mempengaruhi massa kompos.
Lantai terbuat dari tiang bamboo yang diletakkan di atas batas; celah diantara
tiang memungkinkan ampas ditiriskan dan udara untuk lewat dibawah massa
sebelum naik melaluinya, lewat “ pengaruh cerobong” selagi pengomposan
berlangsung.
Ampas unti pengolahan biji kopi ditiriskan sejauh mungkin dan
kemungkinan dimuat ke dalam lubang pembuatan kompos sampai setinggi satu
meter. Limbah sayuran dan hewan harus dicampurkan jika tersedia. Juga perlu
ditambahkan sedikit tanah atau kompos dari tumpukan terdahulu.
Bahan segera menghangat dan mulai membusuk. Proses pengomposan
dapat dibantu dengan membolak-balik tumpukan, dari satu bagian lubang ke
bagian lain atau ke dalam lubang kosong didekatnya. Pekerjaan mengangkat
menjadi berkurang jika lubang dibagi menjadi dua bagian oleh dinding bamboo
melintang. Bahan kemudian dipindah dari setengah lubang ke setngah lubang
yang lain. Pembalikan demekian hanya perlu dilakukan sekali dalam 4 sampai
6 minggu; produk menjadi matang dan siap digunakan dalma 4 sampai 6 bulan.
2. Pengomposan rumput laut
Laut amat kaya akan kehidupan tanaman dan ini telah digunakan selama
berabad-abad. Rumput laut adalah ganggang, kerabaat berukuran besar dari
mikroorganisme ganggang yang ditemukan dalam kadar kecil dalam tumpukan
kompos. Rumput laut berbeda dari tanaman yang lebih rumit, karena tidak
mempunyai daun, batang atau akar sejati; namun spesies yang lebih besar
mempunyai organ yang memungkinkan mereka melekat pada batu. Terdapat
banyak variasi rumput laut dan dapat dikumpulkan dari batuan atau setelah
tersapu ke pantai. Walaupun rumput laut secara alami mempunyai kadar air
yang tinggi, namun merupakan sumber bahan organic dan mineral yang
bernilai. Rumput laut juga meengandung berbagai unsure trace dan merupakan
sumber hormone tumbuh tanaman.
Bila rumput laut tersapu ke pantai, akan membusuk dengan cepat menjadi
massa licin yang bau, tempat lalat berkembang biak. Pengomposan merupakan
alternative yang lebih baik. Rumput laut paling baik dicuci dengan air tawar
jika akan digunakan untuk tanah liat yang melekat;hal ini tidak terlalu penting
untuk tanah berpasir. Kemudian rumput laut disebar di dalam lapisan dengan
tebal sekitar 300 milimeter untuk dua hari; dengan demikian rumput laut akan
kehilangan setengah kandungan airnya melalui penirisan dan penguapan.
Bahan kemudian dicampur dengan jerami atau tangkai serelia dalma jumlah
yang sama, untuk membentuk susunan yang terbuka dimamna penyebaran
udara dapat berlangsung; limbah sayuran atau pupuk kandang dapat
ditambahkan jika tersedia. Pada praktiknya, rumput laut dapat ditambahkan
jika tersedia. Pada praktiknya, rumput laut dapat membentuk sampai setengah
berat campuran. Bahan kemudian dibentuk menjadi tumpukan tidak lebih dari
2 meter lebarnya dan 2 meter tinggi dengan lubang ventilasi vertical yang
dibentuk oleh tongkat dengan jarak tidak lebih dari 1 meter, seperti dalam
proses indore.
Setelah 4 hari tumpukan ini perlu dibolak-balik untuk memindahkan rumput
yang kering dan rapuh di tepi luar ke inti; mungkin diperlukan sedikit air tetapi
biasanya tidak diperlukan lubang ventilasi. Selama 3 bulan pembentukan
tumpukan, campuran ini membusuk menjadi produk halus yang mudah hancur.
Cara anaerobic menguraikan rumput laut adalah dengan mencampur rumput
laut dan tanah dalam jumlah yang sama serta menumpuknya untuk beberapa
minggu. Cara ini masih merupakan praktik yang berguna di mana bahan
organic tambahan untuk campuran, amat langka. Rumput laut juga dapat
disimpan di bawah lapisan tanah yang tebal untuk pengomposan kelak,
walaupun akan memancarkan bau menyengat pada saat tumbuhan dibuka.
Ada beberapa metode pengomposan yang biasa diterapkan, yaitu(16):
1. Metode indore
Bahan dasar yang digunakan adalan campuran antara sisa/residu tanaman,
kotoran ternak, urin ternak, abu bakaran kayu dan air. Bahan yang keras sepeti
ranting kayu tidak boleh melebihi 10% total berat bahan dasar. Semua bahaan
yang tersedia kemudian disusun menurut lapisan-lapisan dengan ketebalan
timbunan 1,0-1,5 m. Lokasi pembuatan kompos dipilih yang agak tinggi dekat
kandang ternak agar terbebas dari masalah penggenangan air. Lubang galian
dibuat dengan kedalaman 1 m dan lebar 1,5-2,0 m dengan panjang lubang
tergantung ketersediaan lahan. Selanjutnya, kotoran ternak yang telah
disiapkan dimasukkan ke dalam lubang setebal 10-15 cm secara merata
kemudian ditaburi dengan urin ternak 10-15 cm secara merata kemudian
ditaburi dengan urin ternak yang dicampur tanah. Kelembaban tumpukan
bahan dijaga kelembaban sekitar 90%. Selama proses pengomposan dilakukan
pembalikan tiga kali pada 15, 30 dan 60 hari setelah kompos mulai dibuat.
2. Metode heap
Pengomposan dilakukan di permukaan tanah berukuran dasar 2 m, tinggi 1,5 m
dan panjang 2 m. Bagian tepi dipadatkan dan di sekitar timbunan diberi
peneduh atau pelindung. Sebagai lapisan dasar pertama adalah bahan yang
kaya karbon setebal 15 cm (dedaunan, jerami, serbuk gergaji dan batang
jagung) kemudian lapisan berikutnya adalah bahan yang kaya nitrogen setebal
10-15 cm. Demikian seterusnya disusun bertumpuk hingga ketinggian 1,5 m
bahan dasra harus bervariasi aagar proses dekomposisi berjalan dengan baik
dan bila perlu dicacah agar lebih halus. Kelembaban dijaga dengan
menambahkan air secukupnya dan proses pembalikan dilakukan setelah 6 dan
12 minggu proses pengomposan berlangsung.
3. Metode bangalore
Metode ini direkomendasikan apabila bahan dasar pembuat kompos yang
digunakan adalah tinja dan sampah kota di daerah yang mempunyai curah
hujan rendah. Metode ini mempunyai banyak kelemahan, dimana selama
proses pengomposan sekitar 3 bulan, tidak dilakukan proses penyiraman atau
pembalikan. Permukaan kompos yang ditutup dengan lumpur menyebabkan
kehilangan kelembaban dapat ditekan sehingga laju dekomposisi bahan-bahan
selalu berada berjalan sangat lambat dan dapat berlangsung hingga 6-8 bulan
sampai kompos matan. Dalam proses ini tidak terjadi kehilangan karbon dan
nitrogen sehingga kualitas kompos sangat tergantung pada bahan dasar yang
digunakan. Metode yang dikembangkan pada bahan dasar yang digunakan.
Metode yang dikembangkan di Bangalore, India ini kurang populer karena
kesulitan dalam pengelolaan, waktu lama dan menimbulkan bau busuk dan
lalat yang banyak.
4. Metode berkeley
Metode pengomposan ini relatif cepat hanya sekitar 2 minggu dengan
menggunakan bahan dasar campuran dua bagian bahan organik kaya selulosa
dan satu bagian bahan organik yang kaya nitrogen dengan nilai rasio C/N
sekitar 30:1. Setelah hari ke 10, suhu mulai menurun dan bahan berubah
menjadi remah dan berwarna coklat gelap.
5. Vemikompos
Prinsip dari metode ini adalah memanfaatkan cacing sebagai perombak bahan
organik. Cacing tanah dapat memakan semua jenis bahan organik dengan
kemampuan makan setara dengan berat badannya per hari. Verikompos dapat
dibuat dalam skala kecil maupun skala besar. Pada pembuatan skala kecil
digunakan kotak dari papan kayu atau kotak plastik yang sudah tidak terpakai.
Proses pembuatan vermikompos dilaksanakan melalui tiga tahapyaitu
pengadaan bahan organik, erbanyak cacing tanah dan proses pengomposan.
Bahan organik berupa campuran limbah dapur dan bahan mengandung karbon
diperlukan sebagai media berstruktud lepas untuk memudahkan cacing
bernafas dan sebagai sarana proses dekomposisi aerobik.
D. POTENSI DAMPAK LINGKUNGAN DAN DAMPAK KESEHATAN
Proses pengomposan dapat didefinisikan sebagai dekomposisi biologis yang
dikendalikan dan stabilisasi substrat organik dengan kondisi aerobik.
Pengembangan suhu termofilik biologis dapat menghasilkan panas. Kompos yang
berasal dari sampah organik dapat menimbulkan residu untuk tanah dalam menjaga
kesuburan tanah. Banyak masyarakat modern telah mengakui peran penting
kompos dengan jumlah yang semakin meningkat dapat menghasilkan limbah.
Kompos kini bekerja sebagai proses pengobatan untuk berbagai substrat organik
seperti limbah padat kota, lumpur limbah, dan pertanian.
Pengomposan yang dilakukan dalam pengelolaan sampah juga memberikan
dampak terhadap lingkungan. Dampak terhadap lingkungan dapat dilihat dari
pencemaran udara, pencemaran tata ruang dan pencemaran ekosistem. Pencemaran
udaradapat dilihat dari emisi methane (CH4) dan karbon monoksida yang banyak
dihasilkan dari sampah organik. Pencemaran tata ruang dengan pembatasan hunian
tanah pada penggunaan lahan lainnya. Kemudian pencemaran ekosistem dapat
dilihat dari kontaminasi dan akumulasi racun yang terdapat pada rantai makanan.
Kompos digunakan dalam pertanian dan hortikultura sebagai pupuk atau
untuk meningkatkan fisik struktur tanah, termasuk campuran pot tanah. Sebaliknya,
peningkatan kejadian penyakit akibat aplikasi kompos juga telah ditunjukkan. Fakta
bahwa aplikasi kompos dapat mempengaruhi penekanan penyakit membuat aplikasi
kompos rumit sebagai strategi universal yang kuat.
Dampak kesehatan dari pajanan debu organik yang dihasilkan oleh kompos
dapat menimbulkan gangguan pernafasan. Banyak mikroorganisme yang ditemukan
dalam debu yang berpotensi mengganggu pernafasan. Bakteri yang terdapat juga
memberikan efek racun terhadap gangguan pernafasan dan infeksi ini sangat jarang
terjadi. Tingkat udara mikroorganisme yang dihasilkan selama penanganan kompos
dapat sangat bervariasi dari penelitian-penelitian tergantung pada skala dan jenis
operasi.
Gambar 1. Fakto-faktor yang mempengaruhi kompos dan dampak yang
ditimbulkan(17)

Faktor-faktor non-imunologi, seperti efek sitotoksik, juga dapat menyebabkan


peradangan. Respon sitotoksik telah dikaitkan pada pekerja yang terpapar debu
organik.penelitian yang dilakukan dalam menguji berbagai debu organik dan
menemukan bahwa debu yang paling agresif adalah konten mikroba yang tinggi
dan debu kompos. Tes lebih lanjut menegaskan bahwa potensi sitotoksik yang
terbesar terjadi ketika aktivitas mikroba mencapai puncaknya di proses
pengomposan.(18)
Hasil penelitian yang berbeda telah melaporkan tingkat yang berbeda-beda
pula. Efek kesehatan yang buruk terkait dengan menghirup debu organik bisa
disebabkan oleh mikroorganisme. Penelitian melaporkan paparan total udara
mikroorganisme menunjukkan bahwa terdapat bakteri dan jamur dalam udara.
Sebagian besar penelitian kompos ditemukan Penicillium spp. dan Aspergillus spp.
Secara keseluruhan penelitian menemukan paparan yang lebih tinggi terpapar
bakteri yang berpotensi menimbulkan penyakit.
Ada beberapa dampak kesehatan yang timbul akibat dari kopos, yaitu(18):
1. Alergi dan asma
Apabila seseorang berisiko terkena paparan udara dapat memicu sistem
kekebalan tubuh yang menyebabkan terjadinya alergi dan asma. Rhinitis dan
asma sering hidup berdampingan dengan orang yang sama dan kedua penyakit
ini sering terjadi pada populasi umum. Pekerja kompos sering terkena kedua
penyakit ini lebih tinggi dibanding dengan populasi lainnya.
2. Bronkhitis kronis dan penyakit paru
Bronkitis paru adalah peradangan pada selaput lendir bronkus yang ditandai
dengan batuk kronis, berdahak dan obstruksi pada saluran pernafasan. Peran
spora jamur di udara terlibat dalam penyakit ini. Penelitian membuktikan
bahwa ditemukan endotoksin tambahan pada mekanisme peradangan paru-
paru.
3. Pneumonia
Seseorang yang terpapar dengan spora dapat menyebabkan kejadian penyakit
ini. Kontak yang terlalu lama dengan konsentrasi rendah dapat menyebabkan
kronis. Gejala penyakit ini dapat terjadi 4-6 jam setelah terpapar debu. Gejalan
yang timbul menggigil, demam, batuk kering, sesak nafas dan kerusakan pada
paru-paru. Penyakit ini terjadi melalui inhalasi dari jamur dan spora yang
terdapat dalam jumlah besar dalam debu yang terkontaminasi.
4. Organic dust toxic syndrome (ODTS)
Penyakit akut terjadi selama eksposur yang tinggi terhadap debu udara. Gejala
yang timbul adalah flu dan demam. Hal ini terjadi karena menghirup
mitotoksin atau endotoksin lebih 30-300. Dampak yang timbul adalah
menurunnya fungsi paru. Dampak ini sangat penting dalam konteks pajanan
dan racun yang berasal dari kompos.

Dalam proses pengomposan, pekerja berpotensi terkena patogen ketika


penanganan dan pengomposan bahan baku. Kebanyakan hahan baku yang
digunakan mengandung patogen. Apabila pengomposan dilakukan dengan baik,
maka proses pengomposan tidak akan menghasilkan patogen. Pencegahan yang
dapat dilakukan adalah dengan memperhatikan kebersihan diri dengan baik. Kulit
dan luka ketika bekerja harus dilindungi. Debu yang dihirup harus dihindari dengan
menggunakan masker.(19)

E. MODEL BARU PENGOLAHAN LIMBAH PADAT YANG AKAN DI


APLIKASIKAN
Dewasa ini masalah sampah merupakan salah satu masalah serius dalam
lingkungan hidup diseluruh dunia dan kaitannya sangat erat dengan kehidupan
manusia sehari-hari. Semua orang tidak bisa terlepas dengan masalah sampah,
sebagai pihak yang menghasilkan sampah. Maka boleh dikatakan masalah sampah
adalalah masalah persepsi masyarakat mengenai sampah. Sebelum menerapkan
konsep pengelolaan sampah sebaiknya ada kerjasama terlebih dahulu antara pihak
pemerintah dengan masyarakat.
Untuk mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera di masa
yang akan datang, akan sangat diperlukan adanya lingkungan permukiman yang
sehat. Dari aspek persampahan, maka kata sehat akan berarti sebagai kondisi yang
akan dapat dicapai bila sampah dapat dikelola secara baik sehingga bersih dari
lingkungan permukiman dimana manusia beraktifitas di dalamnya. Pengelolaan
bank sampah melalui partisipasi Adaftif masyarakat, menunjukkan tingkat
partisipasi dengan angka 60% . Kegiatan dengan pelibatan masyarakat dimulai
dari sumber timbulan sampah, dimulai dengan sistem pengolahan sampah
hingga aspek manajemen pengelolaan dan aspek ekonomi dengan penerapan
sistem pengolahan sampah yang dapat meningkatkan ekonomi. Kegiatan
mereduksi sampah melalui pengomposan selain dapat mengurangi jumlah
timbulan sampah, meningkatkan pendapatan masyarakat, tujuan secara tidak
langsungnya diharapkan dapat memperpanjang umur TPA.(3)
Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat sangat membantu dalam
mengatasi permasalahan sampah. Peran seorang pemimpin yang peduli akan
lingkungan dan partisipasi masyarakat. Untuk itu dalam mengubah permasalahan
sampah di Kelurahan Kalumeme harus ada seorang pemimipin yang dapat berfikir
efektif, menciptakan partisipasi masyarakat dalam memecahkan masalah serta
menggali dan meningkatkan kreativitas khususnya dalam pengelolaan sampah.
Beberapa model yang bisa diterapkan seperti Potensi Pengelolaan Sampah
Menuju Zero Waste. Pengelolaan Sampah Perkotaan adalah mulai dari produksi
sampai berakhirnya suatu proses produksi dapat dihindari terjadi produksi sampah
atau diminimalisir terjadinya sampah. Konsep Zero Waste ini salah satunya dengan
menerapkan prinsip 3 R (Reduce, Reuse, Recycle) dan pengomposan. Pemikiran
konsep zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi
pengolahan sampah perkotaan skala individual dan skala kawasan secara terpadu
dengan sasaran untuk dapat mengurangi volume sampah sesedikit mungkin.
Konsep 3R adalah merupakan dasar dari berbagai usaha untuk mengurangi limbah
sampah dan mengoptimalkan proses produksi sampah.
Beberapa model pengomposan dapat diterapkan adalah pembuatan pabrik
kompos dengan melihat kondisi sebagai berikut(20):
1. Diterima oleh masyarakat
2. Bangunan
3. Desain ekonomi
4. Kerjasama antardisiplin ilmu
Dalam perencanaan pelaksanaan pabrik kompos adalah dengan melakukan
kerjasama beberapa disiplin ilmu seperti mikrobiologi, teknik sipil, arsitektur,
ventilasi, iklim dan teknik listrik, geologi dan tata ruang. Setiap bidang ilmu
memiliki pembagian tugas untuk menghindari kegagalan.
Gambar 2 pelaksanaan pengomposan dengan kerjasama tim
5. Perencanaan
6. Tempat
Teknologi pengoposan yang cepat melibatkan inokulasi substrat tanaman
yang digunakan untuk kompos dengan budaya Trichoderma harziamum. Jamur
ditanam di media serbuk gergaji dicampur dengan daun ipil disebut dengan kompos
jamur aktivator. Harus ada kondisi yang menguntungkan untuk proses pembusukan
seperti kelembaban yang memedai dan yang sesuai. Periode pengomposan selama 4
minggu. Transfer teknologi pada petani di Filipina melaporkan prnggunaan kompos
diproses melalui teknologi ini dan manfaat lainnya dikaitkan dengan teknologi
dijelaskan. Masalah kesuburan tanah di Filipina dan rekomendasikan pupuk resmi
dan dibahas bersama-sama dengan bagaimana penggunaan kompos diproses
melalui pengomposan yang cepat mengatasi masalah kesuburan.(21)

F. HAMBATAN DAN KEBERHASILAN

Hambatan dalam pengaplikasian pengelolaan sampah secara pengomposan


adalah masyarakat secara umum tidak melakukan pemilahan sampah menurut
jenisnya baik secara organik maupun anorganik. Tanah yang diberi pupuk kompos
strukturnya berubah sehingga hambatan mekanis dari tanah menurun. Menurunnya
hambatan mekanis tanah menyebabkan akar lebih mudah berkembang dalam
menyerap unsur hara yang tersedia. Tersedianya unsur hara dan porositas media
tanam, mendorong tanaman dengan kompos untuk berkembang biak dengan
baik.(22)

Nasir (2007) menyebutkan bahwa penggunaan pupuk, pestisida, dan bahan


kimia lainnya yang terus menerus dapat merusak biota tanah, keresistenan hama
dan penyakit, serta dapat merubah kandungan vitamin dan mineral beberapa
komoditi sayuran dan buah. Penggunaan bokashi (bahan organik yang telah
difermentasikan) EM (Efektif Mikroorganisme) secara rinci berpengaruh terhadap :
peningkatan ketersediaan nutrisi tanaman, aktivitas hama dan penyakit/patogen
dapat ditekan, peningkatan aktivitas mikroorganisme indogenus yang
menguntungkan seperti Mycorhiza, Rhizobium, bakteri pelarut fosfat, dan lain-lain.
Selain itu juga mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia dan fiksasi
Nitrogen, ramah lingkungan dan produk yang dihasilkan tidak tercemar oleh bahan-
bahan kimia yang membahayakan kesehatan dan lingkungan.(23)

Penelitian yang dilakukan oleh Sa’diyah, dkk (2015), kelompok tani di desa
Karangharjo dalam pembuatan kompos terkendala dalam pengomposan bahan
nabati yang ukurannya relatif besar, tidak seragam, dan keras karena membuat
proses pengomposan lebih lama jika tidak dicacah lebih dahulu, sedangkan
pencacahan masih dilakukan secara manual. Efisiensi produksi yang masih rendah,
mengakibatkan rendahnya kuantitas. Akibatnya kebutuhan pupuk kompos
kelompok tani tidak tercukupi. Padahal potensi wilayah sangat besar sehingga tidak
bisa dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan skala produksi.(24)

G. KEUNGGULAN
Sisa-sisa atau seresah tanaman, dan binatang, misalnya limbah atau kotoran
hewan, demikian pula kompos, bungkil, tepung tulang dan sebagainya dapat diubah
di dalam tanah menjadi bahan–bahan organik tanah, lazim disebut pupuk alam atau
pupuk organik. Pupuk kotoran ternak dapat dikatakan selain mengandung unsur
makro (Nitrogen, fosfor, Kalium,dsb) juga mengandung unsur-unsur mikro
(kalsium magnesium, tembaga serta sejumlah kecil mangan, tembaga, borium,dll.)
yang semuanya membentuk pupuk, menyediakan unsur-unsur atau zat-zat makanan
bagi kepentingan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk organik
mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk menggemburkan lapisan tanah
permukaan (top soil), meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap
dan daya simpan air, yang keseluruhannya dapat meningkatkan kesuburan tanah
pula. Keuntungan yang bisa didapat para petani dari penggunaan pupuk organik
yaitu, bahan pupuk organik mudah didapatkan, biaya yang dikeluarkan relatif
kecil.(25)
DAFTAR PUSTAKA

1. Salawati T, Astuti R, Hayati RN. Pengaruh Program Pelatihan Pengolahan


Sampah Padat Organik Menggunakan Metode Composting Terhadap Pengetahuan
Dan Ketrampilan Ibu-Ibu PKK Di RW III Kelurahan Boja Kabupaten Kendal.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. 2008;3(2):63-73.
2. Mulasari SA, Husodo AH, Muhadjir N. Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan
Sampah Domestik. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.
2014;8(8):404-10.
3. Prihatiningsih B. Aanalis Sistem Pengelolaan Sampah “Bank Sampah" Melalui
Partisipasi Adaptif Masyarakat DI Kota Malang. 2013.
4. Utami BD, Indrasti NS, Dharmawan AH. Pengelolaan Sampah Rumahtangga
Berbasis Komunitas: Teladan dari Dua Komunitas di Sleman dan Jakarta Selatan.
Sodality:: Jurnal Sosiologi Pedesaan. 2008;2(1).
5. Dhokhikah Y, Trihadiningrum Y. Solid waste management in Asian developing
countries: challenges and opportunities. 2016.
6. Wahyono S, Sahwan FL, Feddy, Suryanto. Mengolah Sampah Menjadi Kompos
Sistem Open Windrow Bergulir Skala Kawasan .Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi :Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta2003.
7. Budiman C. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC; 2006.
8. Budisulistiorini SH, Sutrisno E, Sinaga A. Perencanaan Pengomposan Sebagai
Alternatif Pengolahan Sampah Organik (Studi Kasus: TPA Putri Cempo–
Mojosongo). Jurnal Presipitasi. 2010;7(1):13-22.
9. Kholil. Rekayasa Model Daur Ualng Sampah (Recycling) Berbasis
Masyarakat2003.
10. Mujiburrahmad M, Firmansyah F. Hubungan Faktor Individu Dan Lingkungan
Sosial Dengan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
(Kasus Kampung Sengked, RT 03/RW 03 Desa Babakan Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor). Jurnal Agrisep. 2014;15(1):47-66.
11. Sulistyorini L. Pengelolaan sampah dengan cara menjadikannya kompos. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. 2005;2(1):77-84.
12. Thomas. Limbah Padat di Indonesia : Masalah atau sumber daya. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia; 1991.
13. Subandriyo, Anggoro DD, Hadiyanto. OPTIMASI PENGOMPOSAN SAMPAH
ORGANIK RUMAH TANGGA MENGGUNAKAN KOMBINASI
AKTIVATOR EM4 DAN MOL TERHADAP RASIO C/N. Jurnal ilmu
lingkungan. 2012;10(2):70-5.
14. Artiningsih NKA. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah
tangga (Studi kasus di Sampangan dan Jomblang, Kota Semarang): program
Pascasarjana Universitas Diponegoro; 2008.
15. Mallongi A, Saleh. Pengelolalan Limbah Padat Perkotaan Municipal Solid Waste
Management. Yogyakarta: Penerbit Writing Revolution; 2015.
16. Setyorini D, Saraswati R, Anwar EK. 2. KOMPOS. 2006.
17. Elsas V, Postma. Suppression of Soil-Borne Phytopathogens by Compost.
18. Hester, Horison. Environmental and Health Impact of Solid Waste Management
Activities. UK: The Royal Society of Chemistry; 2002.
19. Torres MJ, Dorigny B, Kuhn M, Berr C, Barberger-Gateau P, Letenneur L.
Nutritional status in community-dwelling elderly in France in urban and rural
areas. PloS one. 2014;9(8):e105137.
20. Bertoldi S. Design of Composting Plants.
21. Cuevas VC. Rapid composting technology in the Philippines: Its role in producing
good-quality organic fertilizers: Food & Fertilizer Technology Center; 1997.
22. Setiyo Y, Tika W, Sumiyati. APLIKASI KOMPOS SEBAGAI PUPUK
ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN KANDUNGAN FENOL PADA
TANAMAN JAHE MERAH: Universitas Udayana Bali; 2009.
23. Nasir. Pengaruh Penggunaan Pupuk Bokasi Pada Pertumbuhan dan Produksi Padi
Palawija dan Sayuran 2007.
24. Sa’diyah H, Hadi AF, Purnomo BH, Sudarko. APLIKASI MESIN PENCACAH
DALAM PEMBUATAN KOMPOS DI KECAMATAN SILO KABUPATEN
JEMBER. Fakultas Pertanian Universitas Jember. 2015.
25. Nurlina L, Harlia E, Karmilah D. Hambatan Sosiologis Peternak Sapi Potong pada
Program IbW dalam Pemanfaatan Limbah Menjadi Pupuk Organik Padat (The
Sociological Barriers of Small holders Beef Cattle Farmer on IbW Programme to
Utilize Manure for Solid Organic Fertilizers). Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran. 2011.

Anda mungkin juga menyukai