Anda di halaman 1dari 30

RESUME MATERI

POKOK-POKOK MATERI

Pelaksanaan pendidikan tidak lepas dari adanya suatu kurikulum. Hal ini
karena kurikulum menjadi pedoman untuk pelaksanaan pendidikan di Indonesia.
Kurikulum di Indonesia sangat berkembang pesat baik dalam hal teoritis dan
praktis. Hal ini dapat kembali diingat kurikulum tradisional berfokus pada mata
pelajaran dan sistem penuangan informasi pada peserta didik. Kemudian
kurikulum baru lebih berfokus pada dimensi baru meliputi kecakapan hidup,
pengembangan diri, pembangunan ekonomi dan industri, era globalisasi, dengan
berbagai permasalahannya, politik, bahkan dalam praktiknya telah menyentuh
dimensi teknologi informasi dan komunikasi. Perubahan ini sangat terasa seiring
dengan perkembangan jaman hingga saat ini.

Dalam UU No.20 tahun 2003 dijelaskan bahwa kurikulum adalah


seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Seiring zaman,
kurikulum yang ada di Indonesia mengalami perkembangan dan beberapa
perubahan. Perubahan ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan era dan
kemajuan zaman agar hasil yang didapatkan berkualitas dan bermutu tinggi.

Perubahan yang terjadi merupakan akibat dari perubahan sistem politik,


sosial budaya, ekonomi, dan IPTEK dalam masyarakat berbangsa dan bernegara
(Burhanuddin, 2014). Ada beberapa faktor penyebab terjadinya perubahan
dimasyarakat yang berpengaruh pada kurikulum tersebut, yaitu karena:

1. Keluasan dan pemerataan kesempatan belajar


2. Upaya peningkatan mutu pendidikan
3. Memperhatikan relevansi pendidikan
4. Persoalan efektivitas dan efisiesnsi pendidikan
5. Perubahan paradigma pendidikan

1
Di Indonesia sendiri perkembangan kurikulum dimulai sejak sebelum
kemerdekaan hingga setelah kemerdekaan. Sebelum kemerdekaan kurikulum
masih belum terstruktur dengan baik. Setelah Indonesia merdeka dalam
pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum yaitu kurikulum
sederhana (1947-1964), pembaharuan kurikulum (1968 dan 1975), kurikulum
berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis
kompetensi (2004 dan 2006) (Ahmad, 2014).

Menurut Sudjana (1993 : 37) pada umumnya perubahan struktural


kurikulum dari masa kemasa menyangkut komponen kurikulum yakni:

1. Perubahan dalam tujuan. Perubahan ini meliputi pandangan dan falsafah


bangsa.
2. Perubahan isi dan struktur. Perubahan ini meliputi struktur mata pelajaran
dan materi pelajaran bagi siswa.
3. Perubahan strategi kurikulum. Perubahan ini meliputi pelaksanaan
pembelajaran baik metode pembelajaran hingga penilaian pembelajaran.
4. Perubahan sarana kurikulum. Perubahan ini meliputi ketenagaan dan sarana
prasarana kelengkapan sekolah dalam melaksanakan pembelajaran.
5. Perubahan sistem evaluasi kurikulum. Perubahan ini meliputi evaluasi atau
penilaian efektifitas kurikulum dalam peningkatan pendidikan.
Kurikulum rencana pelajaran (1947-1968) kurikulum ini dibentuk untuk
menggantikan sistem pendidikan Indonesia yang sebelumnya masih dipengaruhi
oleh sistem tatanan sosial politik dimana negara-negara penjajah masih
berpengaruh tinggi dalam sistem pendidikan (Burhanuddin, 2014).

2
A. Kurikulum 1947

Kurikulum 1947 atau yang disebut juga Rencana Pelajaran 1947


mengubah sistem pendidikan Indonesia yang dulunya sebelum kemerdekaan
hanya berorientasi pada golongan kolonialis belanda menjadi pendidikan
untuk masyarakat umum. Kurikulum ini menitikberatkan fokus pendidikan
dalam membangun watak dan kesadaran berbangsa dan bernegara
dibandingkan dengan pendidikan yang memicu pemikiran (Suplemen Bahan
Ajar, 2013). Materi pembelajaran juga disesuaikan dengan peristiwa
keseharian, pengembangan seni dan jasmani. Selain itu juga dibentuk kelas
masyarakat bagi masyarakat yang tidak mampu melanjutkan sekolah
kejenjang menengah, kelas ini memberikan pembelajaran ketrampilan
keseharian misalnya pertaniaan dan lain-lain, yang mampu digunakan
masyarakat untuk bekerja dan memenuhi kebutuhannya.
B. Kurikulum 1952

Kurikulum 1952 yang disebut juga Rencana Pelajaran Terurai 1952


menyempurnakan sistem pendidikan sebelumnya yaitu kurikulum ini lebih
terarah pada pendidikan nasional. Perencanaan pelajaran disesuaikan dengan

3
materi dan kehidupan sehari-hari. Kurikulum ini menitik beratkan pada
kemampuan pengembangan daya cipta, rasa, karsa, dan moral. Mata
pelajarannya juga dibagi menjadi 5 kelompok bidang studi Pancawardhana
yaitu jasmani, emosional, ketrampilan, kecerdasan dan moral (Suplemen
Bahan Ajar, 2013).

C. Kurikulum1964

Pikiran utama kurikulum ini adalah agar semua masyarakat Indonesia


mendapatkan pengetahuan akademik pada jenjang dasar. Kurikulum ini
berfokus pada pengembangan daya cipta, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana) (Hamalik, 2000). Kurikulum 1964 digunakan untuk
mengubah sistem pendidikan dahulu yang hanya mementingkan pencapaian
pengetahuan dan praktek. Metode pembelajaran menggunakan metode
gotong royong terpimpin. Sehingga diharapkan masyarakat akan memiliki
sifat pancasialis yang sosialnya tinggi.
Kurikulum berorientasi pencapaian tujuan (1975-1994) kurikulum ini
merupakan perubahan dari kurikulum Rencana Pelajaran. Kurikulum baru ini
berorientasi pada pencapaian tujuan yaitu menekankan isi atau materi
pelajaran. Pembelajaran merupakan usaha penguasaan isi atau materi
pelajaran sebanyak-banyaknya (Sudjana, 1993). Secara berangsur-angsur
kurikulum ini juga memperhatikan proses belajar yang dilakukan, proses
belajar ini juga diarahkan dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

D. Kurikulum1968

Kurikulum 1968 berfokus pada tujuan menjadikan masyarakat yang


berjiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum
1968 mengubah fokus yang dulunya pada arah Pancawardhana menjadi
manusia berjiwa Pancasila. Sehingga pendidikan diarahkan pada kegiatan
pembentukan manusia berjiwa pancasila sejati, berjasmani sehat dan kuar,

4
cerdas dan berketrampilan jasmani, rohani dan moral yang baik. Kurikulum
ini menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran menjadi kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus (Kuswanto,
2015). Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak menghubungkannya
dengan permasalahan langsung dalam kehidupan sehari-hari.

E. Kurikulum1975

Kurikulum 1975 berfokus pada tujuan pendidikan yang lebih efektif


dan efisien, hal ini disebabkan adanya pengaruh konsep manajemen yang
sedang ramai pada saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dituangkan
dengan jelas dalam Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI).
Sistem instruksional dimasukkan dalam setiap satuan pelajaran meliputi
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan
evaluasi. Kurikulum ini banyak dikeluhkan oleh pengajar dikarenakan
pengajar sibuk persiapan rincian hal-hal yang harus dicapai pada setiap
pembelajaran (Kuswanto, 2015).

F. Kurikulum1984

Kurikulum 1984 menggantikan kurikulum 1975 karena kurikulum


tersebut dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat
dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pokok
pikiran utama kurikulum 1984 adalah disesuaikannya dengan kebutuhan
pembangunan segala bidang (penyesuaian materi berbasis CBSA). Tujuan
kurikulum 1984 berfokus pada pengembangan kemampuan (kecerdasan dan
ketrampilan), pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Materi pelajaran dikemas
berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran (Burhanuddin, 2014).

G. Kurikulum1994

Pokok pikiran utama kurikulum 1994 adalah pembelajaran yang


menekankan pada pendekatan konsep dan ketrampilan proses dengan
menggunakan metode yang ssesuai dengan bahan kajian yang diajarkan dan

5
mampu melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan
sosial (Hamalik, 2000). Kurikulum 1994 bersifat populis yaitu satu
kurikulum diterapkan pada seluruh sekolah di Indonesia.

Kurikulum Berbasis Kompetensi dan KTSP (2004/2006) kurikulum ini


berorientasi pada penguasaan kemampuan yang bersifat aplikatif dan penguasaan
kompetensi secara menyeluruh. Kemampuan ini sesuai dengan perkembangan
kehidupan masyarakat yang terpengaruh oleh globalisasi, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya. Sehingga fokus kurikulum ini
adalah pada peningkatan kemampuan kecakapan hidup masyarakat agar mampu
bersaing, dan bertahan dalam perubahan zaman (Hamalik, 1990).

H. Kurikulum2004 (KBK)

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dijadikan sebagai respon pada


perubahan struktural dari sentralistik menjadi desentralistik. Pendidikan
berbasis kompetensi menitik beratkan pada pengembangan kemampuan atau
kompetensi untuk melakukan tugas-tugas tertentu sesuai dengan yang
ditetapkan (Hamalik, 2000: 89).

6
Pendekatan utama KBK adalah cenderung berfokus pada pencapaian
target kompetensi yang telah ditentukan dibanding penguasaan materi, lebih
mengeksplor keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan,
memberikan keleluasaan pada pelaksana pendidikan untuk mengembangkan
sesuai dengan kebutuhan (Suplemen Bahan Ajar, 2013). Kompetensi
mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value,
attitude, dan interest. Melalui pengembangan beberapa aspek tersebut
diharapkan siswa memahami, mengusai, dan menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya.

I. Kurikulum2006(KTSP)

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KTSP) memiliki ciri utama yaitu


kurikulumnya secara operasional disusun dan dilaksanakan oleh masing-
masing satuan pendidikan atau adanya otonomi pengelolaan pendidikan
(Mulyasa, 2006).
KTSP memiliki tujuan untuk memandirikan satuan pendidikan untuk
mengambil keputusan dan kebijakan secara partisipatif dalam pengembangan
kurikulum, selain itu juga meningkatkan inisiatif sekolah dalam mengelola
dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia (Mulyasa, 2006: 22-23).
Pengembangan kompetensi siswa dalam pembelajarannya disesuaikan
dengan potensi, perkembangan, dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan
lingkungannya. Sehingga relevan dengan kebutuhan kehidupan sehari-hari.
Sekolah memiliki kebijakan dan tanggung jawab penuh dalam
menetapkan pengembangan kurikulum sesuai dengan tujuan satuan
pendidikan. Pewujudannya sekolah harus mampu mengembangkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam indikator kompetensi,
mengembangkan strategi, menentukan prioritas, mengendalikan
pemberdayaan berbagai potensi sekolah dan lingkungan sekitar, seta
mempertanggung jawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah.
Komponen KTSP terdiri atas tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,

7
kalender pendidikan, silabus daan RPP. Pengembangan program lain dalam
KTSP meliputi, program tahunan, program semester, program modul (pokok
bahasan), program remidial serta program bimbingan konseling.

J. Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum terbaru yang saat ini sedang


dipergunakan dalam pendidikan Indonesia. Kurikulum 2013 merupakan hasil
dari perbaikan dan penyempurnaan kurikulum-kurikulum sebelumnya yang
telah mengalami perubahan berkali-kali demi terwujudnya tujuan pendidikan
nasional. Kurikulum ini dikembangkan berdasarkan tantangan kebutuhan saat
ini yaitu:
a. Tantangan internal (dalam): menjadikan sumber daya manusia yang
produktif dan mampu memiliki keahlian atau ketrampilan dalam bidang
khusus sehingga dapat memiliki kemampuan pertahanan hidup dalam
kompetisi era globalisasi saat ini. Mampu bersaing dalam kemajuan ilmu
dan teknologi.
b. Tantangan eksternal (luar) : memenuhi kompetensi (berkomunikasi,
berpikir kritis kreatif, dan inovatif serta bermoral tinggi) yang harus
dicapai dimasa depan, berkaitan pula dengan perkembangan pengetahuan,
persepsi publik, pedagogik serta fenomena-fenomena terkini (Ahmad,
2014).
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengarahkan peserta didik menjadi
manusia berkualitas yang mampu dan proaktif terhadap tantangan perubahan
jaman, manusia beriman dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, menjadi manusia yang demokratis dan memiliki tanggungjawab
tinggi. Pembelajaran dalam kurikulum ini berfokus pada pemahaman dan
pengalaman peserta didik. Sehingga proses pembelajaran harus menggunakan
model pembelajaran yang tepat agar memicu dan meningkatkan
pengembangan potensi diri peserta didik secara maksimal (Kemendigbud,
2013).

8
Terdapat beberapa perubahan mendasar dari kurikulum 2006 ke
kurikulum 2013 yaitu:
a. Penataan pola pikir.
b. Pendalaman dan perluasan materi.
c. Penguatan proses
d. Penyesuaian beban

Beberapa elemen Standar Nasional Pendidikan yang mengalami


perubahan dalam kurikulum 2013:
a. Standar Isi: Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi yang akan dicapai. Hal ini juga terkait dengan buku yang
digunakan.
b. Standar Kompetensi Lulusan: Lulusan harus memiliki kemampuan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ada
keseimbangan kemampuan hardskill dan softskill pada lulusan.
c. Standar Proses: Proses Pembelajaran dilaksanakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

9
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Kemendikbud:
2013).Proses pembelajaran juga perlu mengedepankan pengalaman
personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, mencoba,
mencipta dan mengkomunikasikan untuk meningkatkan kreativitas
peserta didik.
d. Standar Penilaian: Penilaian yang dilakukan harus objektif, terpadu,
ekonomis, transparan, dan akuntabel atau dapat
dipertanggungjawabkan. Ada teknik dan instrumen penilaian khusus
untuk kompetensi sikap, pengetahuan dan ketrampilan (Kuswanto,
2015).
Kemendikbud secara resmi telah meluncurkan Revisi Kurikulum 2013
(K13) sejak Maret 2016 kemarin untuk diterapkan pada tahun pelajaran
2016/2017. Kurikulum 2013 yang merupakan pengganti kurikulum 2006
atau KTSP ini sebelumnya juga sudah sempat diterapkan. Namun sejak
kepemimpinan Mendikbud Anies Baswedan dinilai masih perlu dilakukan
beberapa penyesuaian dan perubahan sehingga penerapannya sempat
dihentikan sementara.
K. Kurikulum2013 Revisi

Beberapa perubahan yang terjadi anatara kurikulum 2013 lama dan


kurikulum 2013 terbaru (2016) meliputi beberapa aspek yaitu:

- Nama kurikulum tidak berubah menjadi kurikulum nasional tapi tetap


*Kurikulum 2013 Edisi R evisi* yang berlaku secara Nasional.
- Penilaian sikap KI 1 dan KI 2 sudah ditiadakan di setiap mata pelajaran
hanya agama dan ppkn namun *KI tetap dicantumkankan dalam penulisan
RPP*.
- Jika ada 2 *nilai praktik* dalam 1 KD , maka yang diambil adalah nilai
yang tertinggi. Penghitungan *nilai ketrampilan* dalam 1 KD ditotal
(praktek, produk, portofolio) dan diambil nilai rata2. untuk pengetahuan,
bobot penilaian harian, dan penilaian akhir semester itu sama.

10
- pendekatan scientific 5M bukanlah satu2 nya metode saat mengajar dan
apabila digunakan maka susunannya tidak harus berurutan.
- *Silabus kurtilas* edisi revisi lebih ramping hanya 3 kolom. Yaitu *KD,
materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran*.
- Perubahan *terminologi* ulangan harian menjadi *penilaian harian*, uas
menjadi *penilaian akhir semester* untuk semester 1 dan *penilaian akhir
tahun* untuk semester 2. Dan sudah tidak ada lagi uts, langsung ke
penilaian akhir semester.
- *Dalam RPP*, tidak perlu disebutkan nama metode pembelajaran yang
digunakan dan *materi dibuat dalam bentuk lampiran berikut dengan
rubrik penilaian* (jika ada).
- *Skala penilaian* menjadi *1-100*. *Penilaian sikap* diberikan dalam
bentuk *predikat dan deskripsi*.
- Remedial diberikan untuk yang kurang namun sebelumnya siswa
diberikan pembelajaran ulang. Nilai Remedial adalah nilai yang
dicantumkan dalam hasil.

Selain itu juga ada 6 point penting lainnya yaitu :

11
1. Menggunakan metode pembelajaran aktif. Dengan menggunakan
metode pembelajaran aktif ini diharapkan guru mampu berperan menjadi
fasilitator pembelajaran yang membuat siswa menjadi menyenangi
kegiatan belajar mengajar. Jangan sampai kurikulumnya saja yang baru
tapi cara mengajarnya masih cara lama.
2. Proses berpikir siswa tidak dibatasi. Pada kurikulum yang lama, berlaku
sistem pembatasan. Yaitu, anak SD sampai memahami, SMP
menganalisis, dan SMA mencipta. Pada kurikulum hasil revisi ini, anak
SD boleh berpikir sampai tahap penciptaan. Tentunya dengan kadar
penciptaan yang sesuai dengan usia anak atau disesuaikan dengan
kemampuannya.
3. Penyederhanaan aspek penilaian guru. Pada K13 versi lama, seluruh
guru wajib menilai aspek sosial dan spiritual (keagamaan) siswa. Sistem
ini yang kemudian banyak dikeluhkan oleh para guru. Dalam skema yang
baru, penilaian sosial dan keagamaan siswa cukup dilakukan oleh guru
PPKn dan guru pendidikan agama- budi pekerti. Sementara guru mata
pelajaran lainnya hanya menilai aspek akademik sesuai bidang yang
diajarkan saja.

12
4. Meningkatkan hubungan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi
Dasar (KD). Dengan peningkatan hubungan antara KI dan KD ini
mengakibatkan banyak buku pelajaran kurikulum 2013 lama yang harus
diperbaharui. Secara konten atau isi tidak ada yang salah dalam buku
Kurikulum 2013. Kesalahan terdapat pada urutan, terutama buku tematik
yang merupakan integrasi dari berbagai mata pelajaran. Sehingga yang
berubah adalah urutannya, misalnya untuk pelajaran di kelas 8 sebelumnya
teori pitagoras diajarkan pada semester 1, di buku edisi revisi baru ini
diajarkan di semester 2, urutan penyajian tetap disesuaikan dengan
kompetensi dasarnya.
5. Teori 5M. Teori 5M atau Mengingat, Memahami, Menerapkan,
Menganalisis, dan Mencipta, tidak lagi sebatas menjadi teori saja. Tetapi,
guru dituntut untuk benar-benar menerapkannya dalam pembelajaran.
6. Struktur mata pelajaran dan lama belajar di sekolah tidak diubah.

Upaya penyempurnaan kurikulum selalu dilakukan demi mewujudkan


kualitas pendidikan yang baik dan relevan dengan perkembangan zaman. Namun
demikian perkembangan kurikulum sering kali menemukan banyak masalah yang
memerlukan pertimbangan dan pemecahan tersendiri. Beberapa permasalahan
kurikulum yang sering terjadi di Indonesia secara umum adalah sebagai berikut:
1. Masalah isi bidang cakupan
Penentuan bidang cakupan dalam pengembangan kurikulum harus sangat
diperhatikan. Ada beberapa masalah yang ditemui pada isi bidang cakupan
kurikulum meliputi (a) pengorganisasian berbagai elemen dan hubungan antar
elemen yang harus jelas dan berkesinambungan; (b) pesatnya perkembangan
iptek sehingga perlu penyesuaian dan pertimbangan ekstra; (c) penetapan
prosedur tujuan yang harus disesuaikan dengan kebutuhan terkini pendidikan;
(d) pengambilan keputusan (Rosmaniar, 2013).
2. Masalah relevansi
Masalah relevansi menjadi permasalahan paling penting yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan kurikulum. Relevansi berkaitan dengan

13
kesesuaian antara pendidikan dengan masalah kebutuhan masyarakat dalam
perkembangan ekonomi, kemasyarakatan, budaya, sosial, politik dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengaruh globalisasi.
Relevansi berkembang menurut kegunaan dan kebermaknaan kurikulum bagi
masyarakat (Rosmaniar, 2013).
3. Masalah artikulasi
Masalah artikulasi berkaitan dengan kaitan atau tautan antara kelompok
elemen tingkatan sekolah, seperti SD dan SLTP, SLTP dan SMA, maupun
SMA dan Perguruan Tinggi. Elemen tersebut harus memiliki kontinuitas atau
kaitan yang jelas dan tidak menyimpang haluan. Sehingga rencana unit
materi pelajaran harus sesuai dan berkelanjutan secara lintas tingkatan
(Rosmaniar, 2013).
4. Masalah transfer
Masalah transfer berkaitan dengan permasalahan dalam pentransferan ilmu
atau nilai dalam pembelajaran dan pengajaran. Permasalahan yang sering
muncul adanya ketidaktepatan dan ketidaksesuaian metode mengajar
sehingga tujuan atau hasil kurikulum kurnag baik atau tidak tercapai.
Sehingga diperlukan pemilihan dan penentuan materi dan strategi
pembelajaran yang mengarahkan pentransferan secara maksimal (Rosmaniar,
2013).

Sedangkan untuk kurikulum 2013 ada beberapa permasalahan utama yang


dihadapi dari awal terbentuknya yaitu :
1. Kesalahan identifikasi masalah. Hal ini berkaitan dengan silabus mata
pelajaran yang telah disiapkan oleh pemerintah sepaket dengan kurikulum
2013. Kesalahan ini tampak pada kesalahan menganggap guru tidak bisa
menyusun silabus sendiri, sehingg diberikan solusi penggunaan silabus
seragam dalam kurikulum 2013.
2. Penggunaan kurikulum baru yang memerlukan persiapan dan pemahaman
ekstra untuk semua sekolah di Indonesia. Misalnya sekolah-sekolah terpencil
yang kesulitan dalam penerapan kurikulum 2013 karena sarana prasarana

14
yang belum mendukung. Solusi yang bisa dilakukan adalah penerapan
kurikulum 2013 bagi sekolah-sekolah yang telah siap dan mampu untuk
melaksanakannya, sedangkan bagi sekolah-sekolah yang berkekurangan dan
berketerbatasan diberikan waktu untuk belajar dan perlahan menerapkan
kurikulum 2013 sesuai dengan kemampuannya.
3. Kemampuan guru yang seakan-akan tidak dipercaya untuk berkreativitas
dalam pembelajaran dikelas, karena silabus sudah ditetapkan dari pusat. Hal
ini merugikan beberapa kreativitas guru. Padahal beberapa guru mampu
menyesuaikan kebutuhan kelas mereka melalui berbagai ide dan
kreativitasnya dalam meningkatkan pembelajaran.
4. Masalah kesiapan guru. Banyak guru yang belum siap dalam menerapkan
kurikulum 2013 dalam pembelajaran dikelas, akibatnya guru gelagapan
dalam penerapannya. Guru mengeluhkan kurangnya sosialisasi dan pelatihan
dalam memahami konsep dan implikasi kurikulum 2013. Sulit untuk
mengajarkan dan memaksa guru dalam menerapkan kurikulum 2013. Guru
merasa berat pada pencapaian yang ditetapkan silabus, penyiapan dokumen
perangkat pembelajaran yang cenderung rumit (perencanaan, penilaian,
rubrik evaluasi dan lain-lain).
5. Timbulnya penafsiran ganda terhadap beberapa konsep dalam kurikulum
2013. Penafsiran ganda ini ditimbulkan karena kurangnya sosialisasi dan
pelatihan bagi guru. Dalam hal ini permasalahan kurikulum paling banyak
adalah ditemui oleh guru karena guru selaku pelaksana kurikulum
pendidikan. Sebagai contoh kesalahan tafsir pada penggunaan langkah 5M
dalam pembelajaran yaitu Mengamati, Menanya, Mengumpulkan informasi
(explorasi), Mengasosiasi (menggunakan pengetahuan) dan
Mengkomunikasikan. Pada tahap mengkomunikasikan banyak menimbulkan
interpretasi yang berbeda tiap guru, ada yang berpendapat bahwa
mengkomunikasikan adalah komunikasi atau penyampaian informasi pada
orang lain, namun ada juga yang berpendapat bahwa mengkomunikasikan
adalah membagi informasi melalui internet atau email (Ahmad, 2014).

15
6. Pergantian kurikulum yang tidak pada waktunya. Beberapa tahun terakhir ini
masalah pergantian kurikulum yang terlalu cepat juga menuai banyak
keluhan terutama dari pelaku pendidikan yaitu guru. Pelaksanaan kurikulum
KTSP misalnya yang belum sepenuhnya berhasil kemudian diganti lagi
dengan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013 (Suryati, 2012). Hal ini
menyulitkan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan
kurikulum tersebut. Sebenarnya pergantian kurikulum ini sah-sah saja namun
jika pergantian yang dilakukan terlalu cepat menimbulkan persepsi bahwa
para pengembang kurikulum kurang mendalam dalam melakukan riset dan
evaluasi kurikulum sehingga terlalu cepat dalam menentukan keputusan
penggunaan kurikulum berikutnya dengan kurang mempertimbangkan
perubahan apa yang terjadi selanjutnya terkait ilmu pengetahuan, teknologi,
politik, sosial, budaya maupun ekonomi. Solusi yang bisa dilakukan adalah
perlu dilakukannya riset dan evalusi mendalam terkait dengan pengembangan
kurikulum terbaru nantinya.

1.1. Pengertian Assessment Berbasis Sekolah/Kelas Dalam


Pembelajaran Sains/Biologi
Melakukan asesment/penilaian merupakan salah satu tugas guru selain
menyusun program pembelajaran dan mengimplementasikannya di dalam kelas.
Guru juga harus dapat menetapkan apa yang dapat diperoleh atau dicapai dari
proses pembelajaran yang telah diselenggarakan. Selanjutnya guru harus dapat
menetapkan apakah program yang direncanakan dapat terlaksana sesuai harapan,
dalam arti bahwa kompetensi yang dikembangkan pada diri peserta didik sesuai
dengan harapan. Semua ini dapat diketahui dan terjawab, jika guru melakukan
asesmen dan evaluasi dengan baik. Penilaian sangat berperan dalam menentukan
arah pembelajaran dan kualitas pendidikan.

Pelaksanaan kurikulum dari Kurikulum Berbasis Kompetensi sampai


kurikulum 2013, semuanya mengharuskan semua guru sebagai pendidik untuk
mengembangkan silabus dan merubah pula sistem penilaian yang digunakan

16
dengan menerapkan sistem penilaian berbasis kompetensi. Penilaian sistem
tersebut lebih mengarah pada penilaian kelas, yaitu penilaian yang dilakukan
secara menyeluruh dan berkesinambungan. Penilaian ini tidak hanya menitik
beratkan pada kemampuan kognitif, tetapi juga mencakup ranah afektif dan
psikomotorik. Dengan kata lain informasi yang diperoleh dari asesmen harus
komprensif dan telah dilakukan pada saat-saat yang tepat selama dan setelah
peserta didik belajar. Artinya pengukuran harus dilakukan di sepanjang proses
belajar yang dijalani peserta didik.

Sesuai dengan UU No.66 tahun 2013 mengenai Standart Penilaian,


Standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan
instrument penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan sebagai
proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil
belajar peserta didik mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian
berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian
nasional, dan ujian sekolah/madrasah, yang diuraikan sebagai berikut.
a. Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif
untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output)
pembelajaran.
b. Penilaian diri merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh peserta didik
secara reflektif untuk membandingkan posisi relatifnya dengan kriteria yang
telah ditetapkan.
c. Penilaian berbasis portofolio merupakan penilaian yang dilaksanakan untuk
menilai keseluruhan entitas proses belajar peserta didik termasuk penugasan
perseorangan dan/atau kelompok di dalam dan/atau di luar kelas khususnya
pada sikap/perilaku dan keterampilan.
d. Ulangan merupakan proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran,
untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik.

17
e. Ulangan harian merupakan kegiatan yang dilakukan secara periodic untuk
menilai kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi
Dasar (KD) atau lebih.
f. Ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik
untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8
– 9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan tengah semester meliputi
seluruh indikator yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.
g. Ulangan akhir semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik
untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester.
Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua
KD pada semester tersebut.
h. Ujian Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UTK merupakan kegiatan
pengukuran yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk mengetahui
pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan UTK meliputi sejumlah Kompetensi
Dasar yang merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi
tersebut.
i. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UMTKmerupakan
kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh pemerintahuntuk mengetahui
pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan UMTKmeliputi sejumlah
Kompetensi Dasar yang merepresentasikanKompetensi Inti pada tingkat
kompetensi tersebut.
j. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN merupakan kegiatanpengukuran
kompetensi tertentu yang dicapai peserta didik dalamrangka menilai
pencapaian Standar Nasional Pendidikan, yangdilaksanakan secara nasional.
Ujian Sekolah/Madrasah merupakan kegiatan pengukuran
pencapaiankompetensi di luar kompetensi yang diujikan pada UN,
dilakukan olehsatuan pendidikan

2.2 Pelaksanaa Assessment Berbasis Sekolah/Kelas Dalam


Pembelajaran Sains/Biologi.

18
Sains atau Ilmu pengetahuan Alam berhubungan dengan bagaimana
mencari tahu tentang alam secara sistematis. Sebab, Sains bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep
atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan
(Depdiknas, 2006). Oleh karena itu pendidikan Sains tidak terlepas dari
pengembangan keterampilan dan sikap – sikap yang diperlukan untuk
mencapai suatu pengetahun. Tujuan – tujuan tersebut sesuai dengan
hakikat Sains itu sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Darmojo (1992)
yaitu Sains sebagai produk dan Sains sebagai proses, Sains sebagai
produk adalah prinsip-prinsip, teori-teori hukum, konsep-konsep maupun
fakta yang semuanya itu ditujukan untuk menjelaskan berbagai gejala
alam. Sedangkan Sains sebagai proses adalah proses mendapatkan ilmu
itu sendiri.

A. Prinsip dan Pendekatan Assessment


Pelaksanaan assessment dalam pembelajaran Sains/Biologi tidak cukup
hanya menggunakan penilaian secara tradisional. melainkan Assessent yang
digunakan harus menyeluruh dan rata. Menurut Permendikbud No.66 Tahun 2013
tentang standart penilaian, menjelaskan bahwa penilaian pendidikan sebagai
proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil
belajar peserta didik mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian
berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian
nasional, dan ujian sekolah/madrasah, yang diuraikan sebagai berikut.
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Objektif, berarti penilaian berbasis pada standardan tidak dipengaruhi faktor
subjektivitas penilai.
2. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu
dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.

19
3. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporannya.
4. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
5. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak
internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
6. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
Pendekatan penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan kriteria
(PAK). PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada
kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar
minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan
karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik
peserta didik.

B. Ruang Lingkup, Teknik, dan Instrumen Penilaian


1. Ruang Lingkup Penilaian
Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat
digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar
yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi,
kompetensi mata pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan proses.

2. Teknik dan Instrumen Penilaian


Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut.
a. Penilaian kompetensi sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi,
penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh peserta
didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri,
dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian

20
(rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan
pendidik.
1) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang
berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.
2) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta
didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam
konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar
penilaian diri.
3) Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara
meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian
kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian
antarpeserta didik.
4) Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi
informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik
yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.

b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan


Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes
lisan, dan penugasan.
1) Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat,
benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi
pedoman penskoran.
2) Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
3) Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang
dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik
tugas.

c. Penilaian Kompetensi Keterampilan

21
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian
kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan
suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan
penilaian portofolio.
Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian
(rating scale) yang dilengkapi rubrik.
1. Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan
melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan
kompetensi.
2. Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan
dalam waktu tertentu.
3. Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai
kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat
reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi,
dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya
tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian
peserta didik terhadap lingkungannya.
Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan:
1) substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai;
2) konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk
instrumen yang digunakan; dan
3) penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan
tingkat perkembangan peserta didik.

C. Mekanisme dan Prosedur Penilaian


1. Penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
dilaksanakan oleh pendidik, satuan pendidikan, Pemerintah dan/atau lembaga
mandiri.

22
2. Penilaian hasil belajar dilakukan dalam bentuk penilaian otentik, penilaian
diri, penilaian projek, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian
sekolah, dan ujian nasional.
a. Penilaian otentik dilakukan oleh guru secara berkelanjutan.
b. Penilaian diri dilakukan oleh peserta didik untuk tiap kali sebelum
ulangan harian.
c. Penilaian projek dilakukan oleh pendidik untuk tiap akhir bab atau tema
pelajaran.
d. Ulangan harian dilakukan oleh pendidik terintegrasi dengan proses
pembelajaran dalam bentuk ulangan atau penugasan.
e. Ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester, dilakukan oleh
pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan.
f. Ujian tingkat kompetensi dilakukan oleh satuan pendidikan pada akhir
kelas dan kelas XII (tingkat 6) dilakukan melalui UN.
g. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi dilakukan dengan metode survey oleh
h. Ujian sekolah dilakukan oleh satuan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
i. Ujian Nasional dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3. Perencanaan ulangan harian dan pemberian projek oleh pendidik sesuai
dengan silabus dan dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP).
4. Kegiatan ujian sekolah/madrasah dilakukan dengan langkah-langkah:
a. menyusun kisi-kisi ujian;
b. mengembangkan (menulis, menelaah, dan merevisi) instrumen;
c. melaksanakan ujian;
d. mengolah (menyekor dan menilai) dan menentukan kelulusan peserta
didik; dan
e. melaporkan dan memanfaatkan hasil penilaian.

23
5. Ujian nasional dilaksanakan sesuai langkah-langkah yang diatur dalam
Prosedur Operasi Standar (POS).
6. Hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan
ulangan harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus
mengikuti pembelajaran remedial.
7. Hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan dilaporkan dalam bentuk
nilai dan deskripsi pencapaian kompetensi kepada orangtua dan pemerintah.

D. Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian


1. Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian oleh Pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik yang dilakukan secara
berkesinambungan bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar
peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Penilaian
hasil belajar oleh pendidik memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Proses penilaian diawali dengan mengkaji silabus sebagai acuan dalam
membuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. Setelah
menetapkan kriteria penilaian, pendidik memilih teknik penilaian sesuai
dengan indikator dan mengembangkan instrumen serta pedoman
penyekoran sesuai dengan teknik penilaian yang dipilih.
b. Pelaksanaan penilaian dalam proses pembelajaran diawali dengan
penelusuran dan diakhiri dengan tes dan/atau nontes. Penelusuran
dilakukan dengan menggunakan teknik bertanya untuk mengeksplorasi
pengalaman belajar sesuai dengan kondisi dan tingkat kemampuan
peserta didik.
c. Penilaian pada pembelajaran tematik-terpadu dilakukan dengan mengacu
pada indikator dari Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran yang
diintegrasikan dalam tema tersebut.
d. Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui
kemajuan dan kesulitan belajar, dikembalikan kepada peserta didik
disertai balikan (feedback) berupa komentar yang mendidik (penguatan)

24
yang dilaporkan kepada pihak terkait dan dimanfaatkan untuk perbaikan
pembelajaran.
e. Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk:
1) nilai dan/atau deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil penilaian
kompetensi pengetahuan dan keterampilan termasuk penilaian hasil
pembelajaran tematik-terpadu.
2) deskripsi sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan
sikap sosial.
f. Laporan hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada kepala
sekolah/madrasah dan pihak lain yang terkait (misal: wali kelas, guru
Bimbingan dan Konseling, dan orang tua/wali) pada periode yang
ditentukan.
g. Penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua
pendidik selama satu semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan
dalam bentuk deskripsi kompetensi oleh wali kelas/guru kelas.

2. Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian oleh Satuan Pendidikan


Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan peserta didik yang meliputi kegiatan sebagai
berikut:
a. menentukan kriteria minimal pencapaian Tingkat Kompetensi dengan
mengacu pada indikator Kompetensi Dasar tiap mata pelajaran;
b. mengoordinasikan ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, ulangan kenaikan kelas, ujian tingkat kompetensi, dan ujian
akhir sekolah/madrasah;
c. menyelenggarakan ujian sekolah/madrasah dan menentukan kelulusan
peserta didik dari ujian sekolah/madrasah sesuai dengan POS Ujian
Sekolah/Madrasah;
d. menentukan kriteria kenaikan kelas;
e. melaporkan hasil pencapaian kompetensi dan/atau tingkat kompetensi
kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk buku rapor;

25
f. melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada
dinas pendidikan kabupaten/kota dan instansi lain yang terkait;
g. melaporkan hasil ujian Tingkat Kompetensi kepada orangtua/wali peserta
didik dan dinas pendidikan.
h. menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan melalui rapat
dewan pendidik sesuai dengan kriteria:
1) menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
2) mencapai tingkat Kompetensi yang dipersyaratkan, dengan ketentuan
kompetensi sikap (spiritual dan sosial) termasuk kategori baik dan
kompetensi pengetahuan dan keterampilan minimal sama dengan KKM
yang telah ditetapkan;
3) Instrumen, pelaksanaan, dan pelaporan ujian mutu Tingkat Kompetensi
mampu memberikan hasil yang komprehensif sebagaimana hasil studi lain
dalam skala internasional.

2.3 Menjelaskan permasalahan apa yang yang muncul dalam


assessment berbasis sekolah/kelas dalam pembelajaran
sains/biologi.
Ujian dan penilaian secara luas diakui sebagai penentu pelaksanaan
pendidikan. Dalam rangka mengubah praktik kelas, ujian dan penilalaian
diperlukan untuk menggeser konsepsi penilaian guru dari hanya mendominasi
pertanggungjawaban dan prestasi menjadi tujuan yang lebih menyeluruh dalam
pengumpulan bukti yang berguna untuk menginformasikan praktik pembelajaran
(Shepard 2000). Inilah latar belakang dibentuknya Hong Kong A-level Biology
Prakctical Examination yang telah digantikan oleh sebuah skema penilaian
berbasis sekolah yaitu Teacher Assessment Scheme (TAS). Untuk alasan yang
sama, skema Science Practical Assessment (SPA) diimplementasikan di
Singapura untuk menggantikan bentuk tes satu kali praktik yang diberikan pada
akhir kuliah sains.
TAS dan SPA dirancang untuk mempromosikan pendekatan investigasi
dalam pembelajaran praktikum (Yung 2006; Towndrow 2008). Diharapkan,

26
dengan hal ini dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep sains,
memotivasi belajar melalui praktik dan mengembangkan keterampilan praktikum
yang penting untuk investigasi laboratorium (Departemen Pendidikan, Singapore
2002). Guru diberi tanggung jawab untuk merancang dan menilai tugas dengan
rubrik penilaian yang sesuai dengan situasi mengajar mereka. Singkatnya, selain
bertujuan untuk penilaian yang lebih valid dari kompetensi praktik siswa, baik
TAS dan SPA bertujuan untuk 'membebaskan' kurikulum sains dengan
memberikan guru ruang yang lebih untuk membuat keputusan pedagogik mereka
sendiri. Seperti beberapa pendukung mengklaim, penilaian berbasis sekolah dapat
meningkatkan profesionalisme guru dengan menambah pengalaman mereka
(Yung 2006).
Perubahan kebijakan tidak selalu mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran
seperti yang diharapkan (Richardson dan Placier 2001). Hal ini terutama terjadi
untuk perubahan penilaian yang berkaitan dengan aspek-aspek penilaian formatif
(Black dan Wiliam 2003). Masalahnya lebih kompleks dengan adanya hubungan
yang rumit antara penilaian, pengajaran dan pembelajaran yang sangat tergantung
pada interaksi konteks dimana penilaian berperan (Carless 2005). Profesionalisme
guru dan kompetensi penilaian mereka adalah dua faktor penting dalam
menentukan keberhasilan setiap skema penilaian berbasis sekolah.
Sesuai dengan Undang-Undang No 66 tahun 2013 maka implementasi
asesmen berbasis sekolah di Indonesia sudah disesuaikan dengan karakter siswa di
daerah. kesulitan yang mungkin saja timbul dari pelaksanaan assesmen ini adalah
diperlukannya waktu yang cukup oleh pendidik dalam membina perkembangan
peserta didiknya, terutama peserta didik yang berkemampuan di bawah rata-rata
dengan mengaplikasikan berbagai bentuk dari asesmen seperti aasesmen otentik,
portofolio, ulangan, dll. Kenyataan membuktikan, kondisi sosial dan ekonomi
yang menghimpit kesejahteraan hidup para guru, menyebabkan mereka kurang
berkonsentrasi dalam proses pembelajaran. Belum lagi mengingat kualitas guru
yang kurang merata di setiap daerah. Ini artinya, asesmen berbasis sekolah
menghadapi kendala daya kreativitas dan beragamnya kapasitas guru untuk
membuat asesmen sendiri.

27
Kendala lain, asesmen ini menuntut kemampuan guru dalam
menjalankan pembelajaran berbasis kompetensi dengan merencanakan
sendiri bagaimana strategi yang tepat diterapkan sesuai dengan kondisi
dan kemampuan daerah setempat. Di samping masalah fasilitas
pendidikan di sekolah yang masih sangat minim. Padahal konsep ini lebih
menitikberatkan pada praktek di lapangan sesuai dengan kompetensi
yang dimiliki dibanding teori semata. Kendala lain yang dialami guru
adalah ketidakpahaman mengenai apa dan bagaimana melakukan
evaluasi dengan portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali
kepada pola assessment lama dengan tes-tes dan ulangan-ulangan yang
cognitive-based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan
sebagai rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan,
apalagi lompatan, dalam proses peningkatan kegiatan belajar
mengararnya.
Asesmen ini menekankan kompetensi peserta didik yang berarti
proses belajar harus diperhatikan oleh guru, di pihak lain materi meskipun
tidak diprioritaskan tetapi akhirnya harus diselesaikan juga. Dengan
demikian guru harus berpacu dengan waktu, sementara proses belajar
tidak dapat dipastikan keberhasilannya. Hal ini berdampak pada
rendahnya hasil belajar peserta didik yang dibinanya, yang berujung pada
penolakan kebijakan pemerintah tentang Ujian Nasional (UN) sebagai
dasar penentuan kelulusan peserta didiknya.
Implementasi Asesmen ini sebenarnya membutuhkan penciptaan
iklim pendidikan yang memungkinkan tumbuhnya semangat intelektual
dan ilmiah bagi setiap guru, mulai dari rumah, di sekolah, maupun di
masyarakat. Hal ini berkaitan adanya pergeseran peran guru yang semula
lebih sebagai instruktor atau selalu memberi instruksi dan kini menjadi
fasilitator pembelajaran. Guru dapat melakukan upaya-upaya kreatif serta
inovatif dalam bentuk penelitian tindakan terhadap berbagai teknik atau
model pengelolaan pembelajaran yang mampu menghasilkan lulusan
yang kompeten.

28
Pentingnya pengembangan profesional guru semakin diakui di negara-
negara (Coolahan 2002). Penelitian telah secara konsisten menunjukkan perlunya
menangani isu-isu perubahan, keberlanjutan dan memahami dampak dari program
pengembangan professional yang dirancang untuk mendukung perubahan
pendidikan (Fraser et al. 2007).

2.4 Upaya mengatasi masalah yang muncul dalam assessment


berbasis sekolah/kelas dalam pembelajaran sains/biologi.
a. Dilaksanakan berdasarkan prinsip dan standar asesmen.
 Prinsip asesmen: terpadu, terbuka, objektif, adil,menyeluruh dan
berkesinambungan, sistematis,beracuan kriteria, serta akuntabel. (BSNP,
2006)
 Standar asesmen (NSES, 2003):
- menggunakan berbagai perangkat dan strategisasesmen untuk
mencapai tujuan-tujuanpenting pembelajaran yang diarahkan
denganmetode pembelajaran dan kebutuhan siswa
- menggunakan hasil-hasil multi asesmen untukmengarahkan dan
memodifikasi pengajaran,lingkungan kelas, atau proses asesmen
- menggunakan hasil-hasil asesmen sebagaiwahana bagi siswa-siswa
untuk menganalisispembelajaran diri mereka, melakukan
analisisrefleksi diri terhadap kerja mereka
b. Dilaksanakan oleh guru yang kompeten,memenuhi standar kompetensi guru.
 Kompetensi inti Guru yang terkaitdengan asesmen (Permendiknas nomor
16 tahun 2007):
- Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
- Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran.
c. Memaksimalkan Penilaian Otentik

29
Salah satu ciri penilaian otentik adalah adanya ketergantungan terhadap
pertimbangan manusia (guru) dalam menentukan skor terhadap aspek kinerja
(performansi) siswa yang dinilai. Kenyataan ini menyebabkan tidak dapat
dihindarinya faktor subyektivitas penilaian terhadap performansi siswa,
mengingat persepsi atau interpretasi seseorang dalam memandang sesuatu
cenderung berbeda meskipun dalam waktu dan momen yang sama.

Agar tercapai penilaian otentik yang reliabel, diperlukan upaya untuk


meminimalkan adanya faktor penyebab perbedaan keputusan penskoran terhadap
kinerja yang sama. Reliabilitas (konsistensi) dalam penskoran sangat dituntut
demi keadilan bagi peserta didik. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain
penetapan kriteria yang jelas, pemahaman yang seragam dari sejumlah penilai
terhadap kriteria, proses pengukuran tidak hanya dilakukan oleh satu orang, tidak
menangguhkan penilaian, serta dilakukan konsesus secara berulang terhadap
pemahaman kriteria (Herman, 1992).

Selain penggunaan instrument penilaian otentik harus konsisten,


diperlukan juga instrumen asesmen otentik yang sahih (valid). Validitas
(kesahihan) instrumen asesmen kinerja berkaitan dengan kesesuaian antara
instrumen tersebut dengan aspek-aspek yang hendak dinilai. Menurut Wayan
Nurkancana (1986:127) alat ukur dapat dikatakan sahih apabila alat ukur tersebut
dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur.

30

Anda mungkin juga menyukai