Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

PENENTUAN PENGGUNAAN PESTISIDA PADA TANAMAN MELON


(Cucumis melo L.) BERDASARKAN HAMA YANG DIAMATI

Anggota Kelompok :

I Gusti Ayu Juliana (1606541080)

Arendra Ariantoni (1606541081)

Gusti Putu Maesa Krisnamurti (1606541082)

Fransen Sinaga (1606541083)

Dewa Ayu Diah Puspitasari (1606541085)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Melon (Cucumis melo L.), merupakan tanaman buah semusim yang berasal dari lembah Persia,
Mediterania. Buah melon masuk ke Indonesia dan mulai dibudidayakan pada tahun 1970. Melon
mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi sehingga mempunyai nilai ekonomi tinggi. Melon
dibudidayakan sebagai tanaman musiman di Indonesia, merupakan tanaman yang tumbuh
merambat. Tanaman ini mempunyai akar tunggang yang ditumbuhi akar-akar serabut pada
ujungnya. Batang tanaman berwarna hijau muda, berbentuk segi lima, berbuku dan memiliki ruas-
ruas sebagai tempat munculnya tunas dan daun (Astuti, 2007).

Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama merupakan bagian budidaya pertanian.
Sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu, manusia dengan sengaja menanam
tanaman untuk dipungut hasilnya sebagai pemenuhan keperluan sandang dan pangan. Kualitas dan
kuantitas makanan terus meningkat sesuai dengan perkembangan kehidupan dan kebudayaan
manusia. Namun setiap usaha pertanian manusia selalu mengalami gangguan, berupa binatang-
binatang pesaing dan pemakan tanaman yang dianggap sebagai musuh manusia yaitu hama
(Untung, 1993).

Serangan hama dapat terjadi pada daun, batang, buah, akar, umbi atau seluruh bagian tanaman.
Pengendalian OPT kali ini akan diamati tingkat polulasi hama yang menyerang daun melon pada
saat tanaman memasuki fase vegetative (munculnya tunas pada ketiak daun dan batang tanaman
mulai tumbuh) yaitu berumur 30 hari setelah tanam sampai masa awal panen berumur 80 hari
tergantung pada varietasnya dan tempat tumbuhnya. Gejala yang sering terjadi adalah terdapat
bercak putih dan berlubang pada daun dan buah. Penyebab gejala ini adalah telur (ulat grayak).
Hama ini merupakan jenis ulat yang suka menyerang tanaman dengan cara meletakkan telur secara
berkelompok dan ditutup oleh sejenis selaput mirip kapas berwarna coklat. Larvanya berupa ulat
(ulat grayak) berwarna hijau, kemudian akan berubah menjadi hitam-coklat. Larva ini merusak
daun. Ukuran larva ulat grayak yang berumur 2 minggu kurang lebih 5,4 mm (Setiasi & Parimin,
2006).
1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memutuskan kapan penggunaan pestisida dapat dilakukan pada
lahan yang ditanami melon.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanaman Melon

Melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman merambat termasuk dalam family Cucurbitaceae
genus Cucumis. Tanaman melon berasal dari Lembah Panas Persia, Tetapi beberapa literatur
mengatakan bahwa tanaman melon berasal dari Turki dan India (Tjahjadi, 1987). Tanaman melon
merupakan tanaman semusim berbatang sukulen, yang menjalar ditanah. Tanaman melon
(Cucumis melo L.) mirip dengan tanaman ketimun (Cucumis sativus), tetapi melon mempunyai
sudut daun yang tidak setajam sudut daun tanaman ketimun. Melon banyak mempunyai cabang,
sistem perakarannya dangkal dan menyebar, sehingga semakin dalam tanah, jumlah akarnya
semakin berkurang.

Menurut Setiadi (1999), tanaman melon menyerupai tanaman semangka (Citrulus


vulgaris) tetapi melon mempunyai buah lebih kecil, lebih harum, lebih legit, dan
lebih sempurna bulatnya jika dibandingkan dengan buah semangka. Untuk
memudahkan sistem penanaman serta pengelompokan melon para ahli klasifikasi
membagi melon dalam dua tipe yaitu netted melon dan winter melon.

2.2. Ulat Grayak


a. Klasifikasi Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu hama daun yang penting karena
hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang luas meliputi kedelai, kacang tanah,
kubis, ubi jalar, kentang, dan lain-lain. Hama ini sering mengakibatkan penurunan produktivitas
bahkan kegagalan panen karena menyebabkan daun menjadi robek, terpotong-potong dan
berlubang. Bila tidak segera diatasi maka daun tanaman di areal pertanian akan habis (Samsudin,
2008).
b. Morfologi Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Ulat grayak (S. litura) yang masih muda berwarna kehijauan, sedangkan ulat instar
akhirnya berwarna kecoklatan atau abu-abu gelap dan berbintik-bintik hitam serta bergaris
keputihan. Stadium telur pada serangga ini adalah selama 3 hari kemudian dilanjutkan dengan
larva instar I yang ditandai dengan tubuh larva yang berwarna kuning dengan terdapat bulu-bulu
halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm, lama instar I adalah 3 hari. Dilanjutkan
dengan larva instar II yang ditandai dengan tubuh berwarna hijau dengan panjang 3,75-10 mm,
bulu-bulunya tidak terlihat lagi dan pada ruas abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat
pada bagian dorsal terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen, pada toraks
terdapat empat buah titik yang berbaris dua-dua, instar II ini berlangsung selama 3 hari. Larva
instar III memiliki panjang tubuh 8-15 mm dengan lebar kepala 0,5-0,6 mm. Pada bagian kiri dan
kanan abdomen terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh, instar
III ini berlangsung selama 4 hari. Mulai instar IV warna bervariasi yaitu hitam, hijau, keputihan,
hijau kekuningan atau hijau keunguan, panjang tubuh 13-20 mm, instar IV berlangsung selama 4
hari (Utami et al., 2010).

c. Gejala Serangan

Ulat grayak aktif makan pada malam hari, meninggalkan epidermis atas dan tulang daun
sehingga daun yang terserang dari jauh terlihat berwarna putih (Balitbang, 2006). Larva yang
masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok. dengan meninggalkan
sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya
larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim kemarau (Tenrirawe dan
Talanca, 2008).
Selain pada daun, ulat dewasa makan polong muda dan tulang daun muda, sedangkan
pada daun yang tua, tulang-tulangnya akan tersisa. Selain menyerang kedelai, ulat grayak juga
menyerang jagung, kentang, tembakau, kacang hijau, bayam dan kubis (Balitbang, 2006).
BAB III
METODOLOGI PENGAMATAN

3.1 Waktu dan Tempat Pengamatan

Pengamatan ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Pertanian Jl.
Pulau Moyo, Kelurahan Sesetan Kota Denpasar. Pengamatan ini dilaksanakan pada tanggal
…..

3.2 Alat dan Bahan Pengamatan

Alat dan Bahan yang dibutuhkan pada pengamatan ini antara lain:

1. Buku Cacatan
2. Alat Tulis

3.3 Langkah Pengambilan Sampel

Pengambilan sample menggunakan metode acak sistematis bentuk U. Pada umumnya


pengambilan sampel dengan metode acak sistematis (Systematic Random Sampling) bagi
populasi yang jumlah anggotanya terbatas dilakukan melalui tahapan berikut:

 Menentukan ukuran sampel (n) yang akan diambil dari keseluruhan anggota populasi (N).
 Membagi anggota populasi menjadi k kelompok dengan ketentuan k harus lebih kecil
atau sama dengan N/n. Nilai k lebih besar dari N/n akan menyebabkan ukuran sampel
yang diinginkan tidak dapat diperoleh (kurang dari n). Bila ternyata besarnya populasi
(N) tidak diketahui, k tidak dapat ditentukan secara akurat, dengan demikian harus
dilakukan pendugaan nilai k yang dibutuhkan untuk menentukan ukuran sampel sebesar
n
 Menentukan secara acak satu unit sampel pertama dari kelompok yang pertama yang
terbentuk. Unit sampel kedua, ketiga dan selanjutya kemudian secara sistematis dari
kelompok kedua, ketiga dan selanjutnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Dari lahan tanaman melon dengan populasi 222 tanaman melon ingin diambil secara acak
sistematis. Penyelesaiannnya dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Menentukan banyaknya kelompok: k=222/10= 22, berarti ada 22 kelompok (tidak boleh
lebih dari 22 kelompok).
2. Memberi nomor urut secara acak pada 222 tanaman tersebut tersebut dari 1, 2, 3 sampai
222.
3. Membagi keseluruhan anggota populasi menjadi 10 kelompok. Maka akan diperoleh
kelompok pertama (kelompok A) berisi tanaman melon dengan nomor urut 1 hingga 10,
kelompok kedua (kelompok B) dengan nomor urut 11 hingga 20, dst sampai kelompok
V.
4. Mengambil satu unit sampel secara acak pada kelompok A (pertama) , terambil Tanaman
Melon dengan nomor 7. Setelah itu dilakukan pengambilan sampel pada kelompok yang
berikutnya untuk satuan sampel yang berada segaris (memiliki jarak yang sama) dengan
sampel nomor 7 tersebut. Anggota populasi yang menjadi sampel dalam penelitian ini
adalah anggota populasi yang mempunyai nomor sbb:

Kelompok A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V
No. 7 17 27 37 47 57 67 77 87 97 107 117 127 137 147 157 167 177 187 197 207 217
Terpilih
Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0
Hama
4.2 Pembahasan

Dari data diatas, Hama ulat grayak hanya dapat ditemukan di 4 Tanaman sampel dari 22
Tanaman Sampel. Hama Ulat Grayak yang paling banyak dapat ditemukan pada Tanaman Melon
nomor 177.

Ambang batas pengendalian ulat grayak pada 2 ekor pertanaman pada seluruh tanaman sampel.
Jadi batas populasi pengendalian hama ulat grayak pada tanaman melon dilahan diatas adalah 44
ekor. Namun pada pengamatan kali ini, jumlah populasi hama ulat grayak pada lahan tersebut
adalah sebanyak 5 ekor. Jadi penggunaan pestisida tidak dianjurkan pada lahan melon ini.
Pengendalian hama ulat grayak pada lahan melon ini dapat dilakukan dengan cara pengendalian
mekanik.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penggunaan pestisida pada lahan melon tidak dianjurkan karena populasi hama ulat grayak
masih belum mencapai ambang populasi. Pengendalian sebaiknya menggunakan pengendalian
mekanik karena populasi hama masih relative sedikit.

5.2 Saran
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

 Astuti, 2007. Petunjuk Praktikum Analisis Bahan Biologi. Yogyakarta: Jurdik Biologi
FMIPA UNY.
 Setiadi. 1999. Bertanam Melon. Penebar Swadaya, Jakarta. 42 hlm.
 Samsudin, H., 2008. Pengendalian Hama Dengan Insektisida Botani. Diakses dari :
http://petaniwahid.blogspot.com/2008/08/pengendalian-hamadengan-insektisida.html.
 Utami. 2010. Pengaruh Penambahan Ekstrak Buah Nenas (Anenas comosus L. Merr)
Dan Waktu Pemasakan Yang Berbeda Terhadap Kualitas Daging Itik Afkir. Skripsi.
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
 Tenrirawe, A. dan Talanca, A.H. 2008. Bioekologi Dan Pengendalian Hama Dan
Penyakit Utama Kacang Tanah. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI
PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 5 November 2008. Balai Penelitian
Tanaman Serealia, Maros

Anda mungkin juga menyukai