Anda di halaman 1dari 7

Triwindiyanti, et al.

Amerta Nutr (2018) 37-43 37


DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.37-43

RESEARCH STUDY Open Access

Perbedaan Dan Pengaruh Indikator Ketahanan Pangan Terhadap Proporsi


BBLR Pada Wilayah Pesisir Pulau Jawa (Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten
Tulungagung)

Differences and Influence In Food Security Indicators of Low Birth Weight


Proportion On Coastal Areas In Java Island (Kabupaten Bangkalan and
Kabupaten Tulungagung)

Qurrota A’yun Febrina Triwindiyanti*1, Edy Purwanto Tertius2, Trias Mahmudiono1

ABSTRAK
Latar Belakang: Pangan dan produksi pangan berkaitan dengan ketahanan pangan dan status gizi
suatu wilayah. Terdapat 9 indikator ketahanan pangan yaitu rasio warung, rasio toko, rasio rumah
tangga tidak sejahtera, rasio rumah tangga tanpa arus listrik, rasio akses roda 4, rasio anak tidak
sekolah, rasio rumah tangga tanpa air bersih, rasio jumlah tenaga kesehatan, dan rasio fasilitas
sanitasi. Ketahanan pangan dipengaruhi beberapa aspek, selain aspek ketersediaan, angka
kemiskinan tiap tahun juga mempengaruhi status ketahanan pangan. Rumah tangga di wilayah
pesisir memiliki tingkat kesejahteraan rendah, hal ini disebabkan adanya pembagian hasil tangkap
yang kecil pada nelayan. Berdasarkan Food Security Vulnerability Atlas (FSVA) tahun 2016 wilayah
Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Tulungagung termasuk dalam kategori wilayah rawan pangan,
serta masih ditemukan adanya BBLR kedua Kabupaten.
Tujuan: Untuk menganalisis perbedaan serta pengaruh antara indikator ketahanan pangan pada
aspek ketersediaan dengan proporsi BBLR pada wilayah pesisir laut utara dan laut selatan provinsi
Jawa Timur.
Metode: Penelitian ini menganalisis data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur serta Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten
Tulungagung. Analisis pengaruh menggunakan Uji Regresi liner dan uji perbedaan menggunakan uji-t
independent.
Hasil: Analisis uji beda didapatkan hasil yaitu pada variabel rasio toko (0,994), rasio anak tidak
sekolah (0,084), rasio jumlah tenaga kesehatan (0,137), dan rasio fasilitas sanitasi (0,959).
Kesimpulan: Dari hasil uji pengaruh tidak terdapat pengaruh dari indikator ketahanan pangan yang
meliputi rasio warung, rasio toko, rasio rumah tangga tidak sejahtera, rasio rumah tangga tanpa arus
listrik, rasio akses roda 4, rasio anak tidak sekolah, rasio rumah tangga tanpa air bersih, rasio jumlah
tenaga kesehatan, dan rasio fasilitas sanitasi dengan proporsi BBLR di Kabupaten Bangkalan dan
Tulungagung. Hasil uji beda dari Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Tulungagung terdapat
perbedaan pada variabel rasio toko, anak tidak sekolah, jumlah nakes dan fasilitas sanitasi.

Kata Kunci: ketahanan pangan, proporsi BBLR, wilayah pesisir

©2018. Triwindiyanti, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received 3-11-2017, Accepted 31-1-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.37-43
Triwindiyanti, et al. Amerta Nutr (2018) 37-43 38
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.37-43

ABSTRACT

Background: Food and food production is closely related to food security and nutritional status of a
region. There are 9 indicators of food security: stall ratios, store ratios, non-prosperous household
ratios, household no-electric ratio, four-wheel access ratios, non-school-age ratio, net open water
ratio, ratio of health personnel, and facility ratio sanitation. In addition to availability, the annual
poverty rate declines, but is different from that of coastal households. Households in coastal areas
have low levels of welfare, this is due to the small share of fish catches to fishermen. Based on Food
Security Vulnerability Atlas (FSVA) in 2016, Kabupaten Bangkalan and Tulungagung are categorized
as food insecurity areas.
Objective: To analyze the difference between food security indicator with nutritional status
(proportion of LBW) in west coastal and south coastal area of East Java Province.
Method: This research is by analyzing secondary data obtained from Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan Jawa Timur and Dinas Kesehatan of Kabupaten Bangkalan and Tulungagung. Analysis of
influence using linear regression test and difference test using independent t-test.
Result: The test result of independent t-test were found on store ratio variable (0.994), non-school
ratio (0.084), ratio of nakes (0.137), and ratio of sanitation facility (0.959).
Conclusion: From the result of the influence test, there is no effect from food security indicator which
include the ratio of shop, store ratio, non-prosperous ratio, non electric rt ratio, 4 wheel access ratio,
and ratio of sanitation facilities with LBW in Bangkalan and Tulungagung districts. Independent t-test
have differences in store ratios, non-school variables, number of nakes and sanitation facilities.

Keywords: food security, proportion of LBW, coastal areas

*Koresponden:
qurrotaayunfebrina@gmail.com
1
Departemen Gizi Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
2
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PENDAHULUAN kerawanan pangan dan gizi wilayah perlu


adanya program peningkatan status
Pengertian pangan dalam Peraturan ketahanan pangan dan gizi individu suatu
Pemerintah Republik Indonesia No 28 Tahun wilayah.
2004 bahan dari sumber hayati serta air, baik Kerawanan pangan dan gizi merupakan
melalui proses pengolahan maupun tidak masalah yang kompleks, analisis kerawanan
melalui proses pengolahan. Proses pangan mencakup pada beberapa parameter
pengolahan yang dilakukan untuk konsumsi tidak hanya parameter cakupan produksi
manusia sebagai makanan atau minuman. pangan saja. Kondisi rawan pangan
Ketahanan pangan merujuk pada UU Nomor merupakan cerminan ketidakmampuan suatu
18 Tahun 2012 menjelaskan bahwa kondisi daerah untuk memenuhi pangan yang cukup
terpenuhinya pangan suatu wilayah dari untuk dapat hidup sehat serta produktif dalam
lingkung mikro (perorangan) yang tergambar waktu sementara maupun waktu yang lama.
dari jumlah dan mutu pangan yang terpenuhi, Kerawanan pangan wilayah dapat diukur dari
aman, beragam dan bergizi serta sesuai banyaknya rumah tangga pra sejahtera
dengan ketentuan agama, keyakinan dan dengan alasan status ekonomi, status gizi
budaya. Pencegahan kerentanan dalam masyarakat dari jumlah status gizi balita, serta

©2018. Triwindiyanti, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received 3-11-2017, Accepted 31-1-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.37-43
Triwindiyanti, et al. Amerta Nutr (2018) 37-43 39
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.37-43

ketersediaan pangan dan kerentanan pangan Indonesia merupakan negara maritim


suatu daerah1. dengan luas wilayah perairannya mencapai
Suatu wilayah memiliki status tahan 75% dari daratan, hal ini menjadikan bidang
pangan dapat diukur dari aspek ketersediaan perikanan mempunyai peranan yang penting
pangan. Terpenuhinya ketersediaan pangan pada rencana pembangunan. Pembangunan
dilihat dari beberapa indikator hasil pemetaan pada sektor perikanan terutama perikanan
ketahanan dan kerentanan pangan terhadap tangkap tujuannya untuk meningkatkan
kerawanan pangan suatu wilayah. kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan.
Ketersediaan pangan memiliki 9 indikator Setiap wilayah mempunyai karakteristik
rawan pangan yang terdiri dari indikator rasio geografis yang berbeda, hal ini menjadikan
warung, rasio toko, rasio keluarga tidak suatu wilayah memiliki kemampuan
sejahtera, rasio rumah tangga tanpa listrik, sumberdaya alam yang berbeda6.
rasio akses roda 4, rasio anak tidak sekolah, Tanjung bumi merupakan salah satu
rasio rumah tangga tanpa air bersih, rasio kecamatan di Kabupaten Bangkalan yang
jumlah tenaga kesehatan dan rasio fasilitas berada di pesisir utara. Pada hasil kajian
sanitasi2. Status gizi seseorang secara tidak Suhartono tahun 2010 di wilayah pesisir utara
langsung dipengaruhi oleh ketersediaan laut Jawa khususnya wilayah Bangkalan
pangan individu. Aspek akses pangan dan Kecamatan Tanjung Bumi mengalami
akses pemanfaatan mempengaruhi status kerawanan pangan dengan faktor
ketahanan pangan3. Tingkat kemiskinan suatu penyebabnya adalah indikator konsumsi
wilayah mempengaruhi juga untuk akses normatif, jumlah penduduk miskin, penduduk
pangannya4. Ketersediaan pangan disuatu buta huruf, akses air bersih yang rendah, serta
daerah haruslah sejalan dengan akses pangan keterbatasan akses listrik7. Kabupaten
didaerah tersebut, namun jika hal tersebut Bangkalan dan kabupaten Tulungagung
tidak sejalan maka akan berdampak pada merupakan kabupaten dengan kecamatan
penyerapan pangan yang kurang maksimal yang memiliki status ketahanan pangan pada
sehingga wilayah tersebut masih tergolong prioritas 1 dan prioritas 2. Pada Kabupaten
dalam wilayah rawan pangan3. Bangkalan status ketahanan pangan rumah
Penurunan tingkat kemiskinan tangga masuk pada status prioritas 1. Status
penduduk Jawa Timur terjadi pada Bulan prioritas 1 yaitu jumlah desa dan persentase
September 2016 yaitu sebesar 11,85% yang desa sangat rawan terhadap kerentanan
turun dari 9,75% yang dimana presentasenya pangan per Kabupaten2. Hal ini berbeda pada
di Bulan Maret 2016 sebesar 12,05%4. Tingkat Kabupaten Tulungagung, ketahanan rumah
penurunan kemiskinan yang terjadi di Provinsi tangga di Kabupaten Tulungagung termasuk
Jawa Timur ternyata belum mampu dalam prioritas 2 dengan kondisi rentan
menurunkan angka kerawanan pangan yang terhadap kerawanan pangan.
masih terjadi dibeberapa Kabupaten di Jawa Status kerawanan pangan wilayah yang
Timur. Penyebabnya yaitu masih tinggi harga berbeda antara pesisir utara Jawa dan pesisir
yang harus dibayarkan untuk memenuhi selatan Jawa akankah berpengaruh terhadap
kebutuhan pangan. Data hasil Susenas untuk status gizi individu. Tujuan dari penelitian ini
periode Maret hingga September 2016 yaitu untuk melihat apakah ada perbedaan
menunjukkan adanya kenaikan sebesar 2,30%. indikator ketahanan pangan pada aspek
Hasil tangkap ikan yang didapat nelayan ketersediaan serta pengaruh antar indikator
belum dapat mecerminkan kesejahteraan terhadap proporsi BBLR pada wilayah pesisir
ekonomi nelayan. Provinsi Jawa Timur pada laut utara (Bangkalan) dan laut selatan
tahun 2008 merupakan provinsi dengan (Tulungagung) provinsi Jawa Timur
jumlah hasil tangkap ikan laut terbesar yaitu
±394.000 ton. Pada Provinsi Jawa Timur METODE
khususnya wilayah pantai utara pulau Jawa
memiliki hasil tangkap ikan sebesar Penelitian ini dilakukan pada Kabupaten
274.012.994 kg/tahun5. Bangkalan meliputi jumlah 18 kecamatan

©2018. Triwindiyanti, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received 3-11-2017, Accepted 31-1-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.37-43
Triwindiyanti, et al. Amerta Nutr (2018) 37-43 40
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.37-43

serta pada Kabupaten Tulungagung sebanyak tersebut merupakan kecamatan yang berada
19 kecamatan. Data yang digunakan pada di daerah pesisir Bangkalan meliputi
penelitian yaitu menggunakan jenis data Kecamatan Klampis, Kecamatan Kokop,
sekunder Food Security Vulnerability Atlas Kecamatan Konang, Kecamatan Kwanyar,
(FSVA) yang didapatkan di Dinas Pertanian dan Kecamatan Sepulu, serta Kecamatan Tanjung
Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur serta bumi2.
Badan Statistik Kabupaten. Penelitian ini Desa di Kabupaten Tulungagung masuk
dilakukan pada Kabupaten Bangkalan dan dalam kategori wilayah rentan terhadap
Kabupaten Tulungagung karena Kabupaten kerawanan pangan 2,2%. Status ketahanan
Bangkalan merupakan wilayah pesisir utara pangan pada Kabupaten Tulungagung serupa
Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten dengan Kabupaten Bangkalan yaitu mayoritas
Tulungagung yang merupakan wilayah pesisir kecamatan yang mengalami rentan rawan
selatan Provinsi Jawa Timur. Data sekunder pangan merupakan kecamatan pada wilayah
FSVA, Indikator ketahaan pangan pada aspek pesisir. Kecamatan yang masuk pada wilayah
ketersediaan yang digunakan yaitu Rasio pesisir, yaitu pada Kecamatan Campurdarat,
warung, Rasio toko, Rasio non sejahtera, Rasio dan Kecamatan Pucanglaban8. Ketahanan
Rumah Tangga non listrik, Rasio akses roda 4, pangan rumah tangga memiliki penyebab
Rasio anak tidak sekolah, Rasio RT tanpa air utama yaitu pada faktor ketersediaan serta
bersih, Rasio tenaga kesehatan, Rasio fasilitas faktor utama penyebab terjadin kerawanan
sanitasi pangan yaitu faktor sosial dan ekonomi8.
Data rawan pangan merupakan data Data kesehatan diperoleh berdasarkan
sekunder dari laporan tahunan periode tahun data sekunder dari Dinas Kesehatan
2013, 2014, dan 2015 yang dilaporkan pada Kabupaten pada tahun 2015. Berdasarkan
tahun 2016 oleh Dinas Pertanian dan data bahwa ditemukan kasus BBLR yang paling
Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur. Data banyak di Kabupaten Bangkalan adalah di
sekunder Kabupaten merupakan data Porfil daerah pesisir yaitu Kecamatan Galis,
Kesehatan Tahun 2015 terutama pada Kecamatan Socah dan Kecamatan Tanjung
proporsi BBLR. Uji statistik yang digunakan Bumi9. Sedangkan di Kabupaten Tulungagung
adalah uji regresi linier dan uji t-test. Regresi kasus BBLR tertinggi ditemukan pula didaerah
linier digunakan untuk mengetahui apakah pesisir yaitu pada Kecamatan Bandung,
ada pengaruh dari indikator terhadap proposi Kecamatan Rejotangan, Kecamatan
BBLR serta t-test digunakan untuk mengetahui Boyolangu, Kecamatan Kedungwaru,
perbedaan 9 indikator kerawanan pangan Kecamatn Ngantru, Kecamatan Gondang dan
dengan proporsi BBLR antara kedua Kecamatan Sendang10.
Kabupaten. Proporsi BBLR pada wilayah rawan
pangan dapat diketahui pengaruh
HASIL DAN PEMBAHASAN indikatornya dengan menggunakan uji regresi
linier sederhana. Hasil menunjukkan lebih dari
Penelitian ini menggunakan data α 0,005 dan berarti tidak memiliki pengaruh
sekunder yang berasal dari Dinas Pertanian terhadap setiap indikator terhadap proporsi
dan Ketahanan Pangan berdasarkan Food BBLR. Tidak ada pengaruh terhadap proporsi
Security Vulnerability Atlas (FSVA). FSVA tahun kejadian BBLR di dua Kabupaten Provinsi Jawa
2016 menunjukkan bahwa Kabupaten rawan Timur berdasarkan indikator ketersediaan dari
pangan dengan persentase 2,85% adalah ketahanan pangan di wilayah tersebut.
Kabupaten Bangkalan. Bangkalan merupakan Penambahan berat badan ibu hamil, KEK,
kabupaten dengan urutan ke-4 daerah paling anemia, jarak kehamilan, dan jarak kehamilan
rawan pangan setelah Kabupaten Bondowoso, dapat mempengaruhi terjadinya BBLR11.
Sumenep, dan Probolinggo di Provinsi Jawa Kondisi Fisiologi pada ibu hamil yang tidak
Timur. Kabupaten Bangkalan memiliki baik dan atau sedang dalam keadaan
beberapa Kecamatan yang menjadi prioritas menderita suatu penyakit dapat
utama kerawanan pangan, kecamatan mengakibatkan BBLR terjadi. Salah satu

©2018. Triwindiyanti, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received 3-11-2017, Accepted 31-1-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.37-43
Triwindiyanti, et al. Amerta Nutr (2018) 37-43 41
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.37-43

parameter kesehatan masyarakat dan erat setiap variabel pada dua kabupaten.
kaitannya dengan angka kesakitan, kurang gizi Perbedaan dengan uji t dijelaskan pada Tabel
dan kematian adalah Angka BBLR. 2. Tabel 2 mengambarkan bahwa nilai mean
Indikator ketahanan pangan rumah dua kabupaten berbeda. Nilai mean pada
tangga tidak berpengaruh terhadap proporsi Kabupaten Tulungagung lebih besar dari
BBLR karena merupakan faktor tidak langsung. Kabupaten Bangkalan. Pada variabel proporsi
Faktor langsung yang mempengaruhi yaitu BBLR Kabupaten Tulungagung memiliki nilai t
faktor fisiologis ibu dan janin. Faktor fisiologis hitung lebih besar dari nilai t hitung pada
ibu terdiri dari status gizi serta riwayat Kabupaten Bangkalan. Proporsi BBLR banyak
kehamilan12. Kejadian BBLR salah satunya ditemukan pada Kabupaten Tulungagung.
disebabkan oleh status gizi rendah pada ibu Kabupaten Bangkalan memiliki nilai t hitung
hamil13. Status gizi dipengaruhi oleh jauh lebih besar dari pada Kabupaten
pendapatan/faktor ekonomi, seseorang Tulungagung yaitu pada variabel rumah
dengan pendapatan dibawah rata-rata tangga non listrik dan rumah tangga tanpa air
memiliki resiko lebih besar mengalami status bersih. Proposi BBLR pada kedua kabupaten
gizi yng rendah dibandingkan dengan individu tersebut disebabkan oleh variabel rumah
yang memiliki pendapatan lebih atau sama tangga tanpa arus listrik dan serta rumah
dengan normal. Individu dengan ekonomi tangga tanpa air bersih.
rendah merupakan faktor penyebab dari
ketersediaan rumah tangga, apabila Tabel 1. Hasil Uji Regresi Linier Indikator
ketersediaan kurang maka indvidu tersebut Ketahanan Pangan Terhadap
tidak tahan pangan14. Proporsi BBLR
Faktor ekonomi dan ketahanan pangan Variabel P value
memiliki hubungan dengan kejadian BBLR Rasio warung 0,514
disuatu wilayah. Apabila rumah tangga dalam Rasio toko 0,979
keadaan tidak tahan pangan atau status Non sejahtera 0,435
ekonomi rendah dapat memberikan dampak Non listrik 0,226
pada konsumsi individu per anggota Akses roda 4 0,976
keluarga15. Non sekolah 0,211
Uji perbedaan antara wilayah rawan Non air bersih 0,344
pangan terhadap proporsi BBLR di Kabupaten Nakes 0,941
Bangkalan dan Kabupaten Tulungagung Sanitasi 0,670
dilakukan untuk melihat adakah perbedaan

Tabel 2. Hasil Uji t-test perbedaan pengaruh rawan pangan dengan proporsi BBLR di Kabupaten
Bangkalan dan Kabupaten Tulungagung.
Kabupaten Bangkalan Kabupaten Tulungagung
Variabel P value
Mean SD Mean SD
Proporsi BBLR 1,5250 0,7639 4,9810 5,4654 0,018
Rasiowarung 0,0134 0,0096 0,0105 0,0049 0,006
Rasiotoko 0,0258 0,0131 0,0370 0,0148 0,994
Non sejahtera 0,3157 0,1610 0,1363 0,0853 0,019
Nonlistrik 0,0055 0,0076 0,0013 0,0008 0,000
Aksesroda 4 1,0441 0,1066 1,0413 0,0896 0,954
Non sekolah 0,0906 0,0253 0,0384 0,0168 0,084
Non air bersih 0,1131 0,1237 0,0388 0,0343 0,001
Nakes 0,0010 0,0004 0,0024 0,0035 0,137
Sanitasi 0,0649 0,0587 0,0436 0,0614 0,959

©2018. Triwindiyanti, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received 3-11-2017, Accepted 31-1-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.37-43
Triwindiyanti, et al. Amerta Nutr (2018) 37-43 42
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.37-43

Variabel rumah tangga tanpa arus listrik Kabupaten, kesamaan tersebut salah satunya
menunjukan keterbatasan akses, akses yang adalah angka kemiskinan pada kedua
susah menyebabkan distribusi makanan pada Kabupaten tinggi4.
Kabupaten rendah apabila distribusi rendah
menyebabkan ketersediaan pangan yang KESIMPULAN
rendah2. Pada variabel rumah tangga tanpa air
bersih menyebabkan BBLR karena air bersih Hasil analisis yang telah dilakukan
dapat menyebabkan terjadi infeksi pada ibu menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
hamil. Faktor dari BBLR terdapat pada ibu indikator ketahanan pangan di Kabupaten
yaitu status gizi, penyakit selama kehamilan Bangkalan dan Tulungagung terhadap proporsi
serta infeksi selama kehamilan16. BBLR. Namun hasil analisis menunjukkan
Data yang diolah menunjukan nilai t bahwa ada perbedaan antara faktor yang
hitung yang homogen yaitu pada rasio toko berpengaruh pada wilayah rawan pangan
sebesar 0,994, rasio non sekolah sebesar (Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten
0,084, rasio jumlah nakes sebesar 0,137, rasio Tulungagung). Faktor pengaruh tersebut yaitu
fasilitas sanitasi sebesar 0,959> α, α = 0,05. Uji rasio toko, rasio anak tidak sekolah, rasio
Statistik menunjukan ada perbedaan jumlah tenaga kesehatan, dan rasio fasilitas
pengaruh wilayah rawan pangan, variabel sanitasi. Namun faktor pengaruh yang tidak
yang mempengaruhi yaitu rasio toko, rasio memiliki perbedaan pada kedua Kabupaten
non sekolah, rasio jumlah nakes dan fasilitas yaitu pada faktor proporsi BBLR, rasio warung,
sanitasi di Kabupaten Bangkalan dan rasio rumah tangga tidak sejahtera, rasio
Kabupaten Tulungagung Provoinsi Jawa Timur. akses roda 4, rasio rumah tangga tanpa arus
Sedangkan pada nilai t hitung yang tidak listrik dan rasio rumah tangga tanpa air bersih.
homogen yaitu proporsi BBLR sebesar 0,018, Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
rasio warung sebesar 0,006, rasio non menjadikan bahan rujukan Dinas Ketahanan
sejahtera sebesar 0,019, rasio non listrik Pangan dan Dinas Kesehatan kedua
sebesar 0,000 dan rasio non air bersih sebesar Kabupaten serta sebagai pengawasan wilayah
0,001 < α, maka ho ditolak, yang artinya tidak rentan akan angka kemiskinan, serta proporsi
ada perbedaan pengaruh dari indikator BBLR yang berkaitan dengan derajat
ketahanan pangan pada wilayah rawan kemiskinan.
pangan di Kabupaten Bangkalan dan
Kabupaten Tulungagung. Indikator yang ACKNOWLEGMENT
memiliki perbedaa pengaruh proposi BBLR
pada kedua kabupaten yaitu rasio toko, rasio Penghargaan diberikan penulis kepada
non sekolah, rasio jumlah nakes dan fasilitas Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
sanitasi. Pada Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kesehatan
merupakan kabupaten dengan wilayah Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten
prioritas pembangunan, indikator rasio toko Tulungagung dan Fakultas Kesehatan
yang berpengaruh tinggi ada pada Kabupaten Masyarakat Khususnya Departemen Gizi
Bangkalan2. Rasio toko dapat menggambarkan Universitas Airlangga.
ketersediaan pangan yang cukup untuk
dikonsumsi suatu wilayah. Apabila REFERENSI
ketersediaan pangan tidak terpenuhi maka
makanan yang hendak dikonsumsi individu 1. Subagio, A. Modified cassava flour
terutama ibu hamil rendah hal ini (MOCAL) sebagai ketahanan pangan
menyebabkan kejadian bayi lahir dengan nasional berbasis potensi lokal. J. Teknol.
berat badan rendah17. Indikator yang tidak Dan Kejuru. 14, 92–103 (2008).
memiliki perbedaan pengaruh ada pada 2. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.
indikator rasio warung, rasio non sejahtera, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan
rasio non listrik, dan rasio non air bersih. Hal Tingkat Desa Provinsi Jawa Timur. (2016).
ini dikarenakan adanya kesamaan pada kedua 3. Mun’im, A. Analisis Pengaruh Faktor

©2018. Triwindiyanti, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received 3-11-2017, Accepted 31-1-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.37-43
Triwindiyanti, et al. Amerta Nutr (2018) 37-43 43
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.37-43

Ketersediaan, Akses, Dan Penyerapan


Pangan Terhadap Ketahanan Pangan Di 12. Diniyah Nashihatu, Rahayu Atikah, M.
Kabupaten Surplus Pangan: Pendekatan Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Partial Least Square Path Modeling. J. Berat Badan Bayi Lahir rendah Wilayah
Agro Ekon. 30, 41–58 (2012). Kerja Puskesmas Martapura Kabupaten
4. Badan Pusat Statistik. Berita Resmi Banjar. J. Publ. Kesehat. Masy. Indones. 3,
Statistik: Profil Kemiskinan di Jawa Timur 100–105 (2016).
September 2016. (2017). 13. Damanik, R. Kejadian Bayi Berat Lahir
5. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Rendah Dan Faktor-Faktor Yang
Jawa Timur. Statistik Perikanan Provinsi Mempengaruhinya. (2011).
Jawa Timur tahun 2013. (2013). 14. Anita, S. Pengaruh Status Sosial ekonomi,
6. Romadhon, A. & Sucipto. Pemetaan budaya, dan pemeriksaan kehamilan
Potensi Komoditas dan Rancangan Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir
Pengembangan Di Kecamatan Blega, Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja
Bangkalan Madura. Agrovigor 3, 146–156 Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli
(2010). Serdang Tahun 2012. J. Kesehat. Masy.
7. Suhartono. Indikator dan Pemetaan dan Lingkung. Hidup 1, 1–6 (2014).
Daerah Rawan Pangan Dalam Mendeteksi 15. Nuryani, N. & Rahmawati, R. Kejadian
Kerawanan Pangan di Kecamatan Tanjung Berat Badan Lahir Rendah di Desa Tinelo
Bumi Kabupaten Bangkalan. Bangkalan. Kabupaten Gorontalo dan Faktor yang
EMBRYO 7, (2010). Memengaruhinya. J. Gizi dan Pangan 12,
8. Hapsari, N. I. & Rudiarto, I. Faktor-Faktor 49–54 (2017).
yang Mempengaruhi Kerawanan dan 16. Prisusanti, R. D. PATH ANALYSIS FAKTOR-
Ketahanan Pangan dan Implikasi FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
Kebijakannya di Kabupaten Rembang. J. KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR
Wil. dan Lingkung. 5, 125 (2017). RENDAH DI RSUD BANGIL KABUPATEN
9. Dinas Kesehatan Bangkalan. Profil PASURUAN JAWA TIMUR. Wijaya Kusuma
Kesehatan Kabupaten Bangkalan. (2015). Malang J. 1, 23–31 (2017).
10. Dinas Kesehatan Tulungagung. Profil 17. Budiman, Riyanto Agus, Juhaeriah Juju, H.
Kesehatan Kabupaten Tulungagung. G. Faktor Ibu yang Berhubungan dengan
(2015). Berat Badan Bayi Lahir di Puskesmas
11. Suryati. Faktor-Faktor Yang Garuda Tahun 2010. J. Kesehat. Kartika
Mempengaruhi Kejadian Bblr Dl Wilayah 1–12 (2010).
Kerja Puskesmas Air Dingin Tahun 2013. J.
Kesehat. Masy. Andalas 8, 72–78 (2014).

©2018. Triwindiyanti, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received 3-11-2017, Accepted 31-1-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.37-43

Anda mungkin juga menyukai