Anda di halaman 1dari 19

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris yang sangat tergantung pada produksi
pertanian, oleh karena itu pembangunan pertanian merupakan syarat yang mutlak
untuk membangun ekonomi nasional. Tanaman kakao yang memiliki nama latin
Theobroma cacao L. merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembang
luaskan dalam rangka peningkatan sumber devisa negara. Secara geografis
Indonesia merupakan daerah tropis yang mempunyai potensi baik untuk
pengembangan kakao. Kondisi yang sesuai untuk suatu jenis tanaman tertentu,
akan memberikan kenampakan pertumbuhan yang baik dan sehat serta produksi
yang tinggi. Oleh karena itu untuk pengembangan kakao, terlebih dahulu perlu
dilakukan pemilihan dan penilaian kesesuaian lahan yang sesuai dengan
persyaratan tumbuhnya, dan diikuti teknik budidaya yang tepat sehingga tanaman
kakao dapat memberikan produksi yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan
(Wahyudi, 2008).
Meskipun kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat
memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa negara. Kualitas biji kakao yang
dihasilkan sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan produk kakao yang
masih tradisional karena perkebunan kakao di Indonesia sebagian besar di kelola
oleh perkebunan rakyat dimana 85% biji kakao produksi nasional tidak
difermentasi. Sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi rendah dan
menyebabkan harga biji dan produk kakao di pasar internasional dikenaipotongan
10 hingga 15% dari harga pasar. Selain itu para pedagang terutama trader asing
lebih senang mengekspor dalam bentuk biji kakao non olahan (Rohman, 2009).
Mutu fisik dari kakao pada umumnya juga dipengaruhi oleh keadaan daerah
seperti ketinggian daerah tanaman, iklim setempat, pemeliharaan tanaman, benih
atau bibit yan digunakan dan pengolahan seperti proses fermentasi serta
pengeringan. Selain itu teknik budidaya dan varietas kakao juga berpengaruh
terhadap mutu fisik biji kakao yang akan dihasilkan (Susanto,2001).
Maka dari itu untuk mampu bersaing dengan negara penghasil kakao
lainnya, pemerintah menetapkan standar bagi para petani atau penghasil kakao
yang tercantum dalam standar nasional Indonesia nomor 2323 tahun 2008. Dan
pada praktikum kali ini akan mempeleajari, mengetahui dan menentukan apakah
kakao yang dihasilkan telah sesuai dengan standar yang ditetapkan.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum ini adalah menentukan mutu biji kakao berdasar SNI 2323-
2008.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kakao (Theobroma cacao L.)


Kakao di Indonesia diperkenalkan oleh orang Spanyol pada tahun 1560 di
Minahasa, Sulawesi. Tanaman ini merupakan satu-satunya di antara 22 jenis
marga Theobroma, suku Stercul iaceae yang diusahakan secara komersial.
Menurut Tjitrosoepomo (2001) klasifikasi tanaman ini sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi :Angioospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L

Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon
tinggi, curah hujan tinggi, shu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembapan
tinggi dan relatif tetap. Tanaman kakao dapat digambarkan sebagai pohon yang
tingginya antara 4 hingga 15 m. Tinggi tanaman tersebut beragam, dipengaruhi
oleh intensitas naungan dan faktor-faktor tumbuh yang tersedia. Sedangkan sifat
pertumbuhannya dimorphous, yang berarti ada dua bentuk cabang (Nasarudin,
2008).
2.2 Jenis-Jenis Kakao
Jenis kakao yang terbanyak dibudidayakan Menurut Sunanto (2008),
adalah jenis:
1. Criollo (Criollo Amerika Tengah dan Amerika Selatan), yang menghasilkan
biji kakao bermutu sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia, fine
flavour cocoa, choiced cocoa atau edel cocoa. Criollo memiliki ciri – ciri
sebagai berikut:
a. Pertumbuhan tanaman kurang kuat dan produksinya relatif rendah dan
tunas – tunas muda umumnya berbulu.
b. Masa berbuah lambat.
c. Agak peka terhadap serangan hama dan penyakit.
d. Kulit buah tipis dan mudah diiris.
e. Terdapat 10 alur yang letaknya berselang – seling, dimana 5 alur agak
dalam dan 5 alur agak dangkal.
f. Ujung buah umumnya berbentuk tumpul, sedikit bengkok dan tidak
memiliki bottle neck.
g. Tiap buah berisi 30 – 40 biji yang bentuknya agak bulat sampai bulat.
h. Endospermnya berwarna putih.
i. Proses fermentasinya lebih cepat dan rasanya tidak begitu pahit.
j. Warna buah muda umumnya merah dan bila sudah masak menjadi
orange.
2. Forastero, yang menghasilkan biji kakao bermutu sedang dan dikenal
sebagai ordinary cocoa atau bulk cocoa. Jenis terdiri dari
forasteroamazona dan trinitario. Tipe forastero memiliki ciri – ciri sebagai
berikut :
a. Pertumbuhan tanaman kuat dan produksinya lebih tinggi.
b. Masa berbuah lebih awal
c. Umumnya diperbanyak dengan semain hibrida.
d. Relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
e. Kuat buah agak keras tetapi permukaanya halus.
f. Alur – alur pada kulit buah agak dalam.
g. Ada yang memiliki bottle neckdan ada pula yang tidak memiliki.
h. Endospermnya berwarna ungu tua dan berbentuk gepeng.
i. Proses fermentaasinya lebih lama.
j. Rasa biji lebih pahit.
k. Kulit buah berwarna hijau terutama yang berasal dari Amazona dan
merah yang berasal dari daerah lain.
2.3 Istilah dan Definisi Kerusakan Biji Kakao
a. Biji berjamur
Biji yang ditumbuhi jamur pada bagian dalamnya dapat dilihat dengan mata.
Biji berjamur mempunyai struktur yang keriput dan dipabagian pingir ditumbuhi
jamur. Jamur yang sering tumbuh adalah mikotoksin sehingga biji akan merasa
musty atau lapuk apek. Jamur itu tumbuah diakibatkan dari proses pengeringan
yang kurang sempurna sehingga biji tidak kering sempurna dan jamur tumbuh
pada saat fermentasi.
b. Biji Slaty
Biji bila dibelah memanjang akan memperlihatkan separuh atau lebih
permukaan yang berwarna keabu-abuan agak ungu. Karena tidak terfermentasi
sempurna, biji yang kering sebelum proses fermentasi berakhir dan pencampuran
yang kurang merata. Biji slaty bean akan terasa pahit dan flavour khas dari kakao
akan berkurang karena terkikis
c. Biji berserangga
Biji coklat yang dibagian dalamnya terdapat serangga. Pada umumnya kadar
air yang cukup tinggi. Biji akan berlubang-lubang akibat adanya serangga.
d. Biji berkecambah
Biji yang kulit kerasnya telah ditumbuhi oleh kecambah biji.
e. Biji hampa
Biji yang tidak mengandung keping biji
f. Biji pecah
Biji yang bentuknya tidak utuh lagi, tetapi bisa berupa serpihan kecil
g. Biji mengandung benda asing
Biji mengandung kotoran atau pecahan benda asing seperti kerikil ataukayu
serpihan
h. Biji dempet
Biji kakao yang melekat (dempet) tiga atau lebih yang tidak dapat dipisahkan
dengan satu tangan
2.4 SNI Kakao
Standar mutu biji kakao Indonesia telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi
Nasional Indonesia dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 - 2323
- 2008), yaitu :
SNI 01-2323-2008 Biji Kakao
No
Karakteristik Mutu I Mutu II SubStandar
.
1. Jumlah biji/100 gr *) *) *)
2. Kadar air, %(b/b) maks 7,5 7,5 >7,5
3. Berjamur, %(b/b) maks 3 4 >4
4. Tak Terfermentasi %(b/b) maks 3 8 >8
Berserangga, hampa,
5. 3 6 >6
berkecambah, %(b/b) maks
6. Biji pecah, % (b/b) maks 3 3 3
7. Benda asing % (b/b) maks 0 0 0
8. Kemasan kg, netto/karung 62,5 62,5 62,5

Tabel. Persyaratan umum mutu biji kakao


No Jenis uji Satuan Persyaratan
.
1. Serangga hidup - Tidak ada
2. Kadar air % fraksi Maks 7,5
3. Biji berbau asap dan atau massa Tidak ada
4. berbau asing - Tidak ada
Kadar benda asing -

Tabel 2. Persyaratan khusus mutu biji kakao


Biji Kotoran Biji
Biji
Biji slaty berserang maksimu berkecam
berjamur
Maksimu ga m bah
Kakao Kakao maksimu
m maksimu (%biji/bi maksimu
mulia Lindak m
(%biji/bi m ji) m
(%biji/bi
ji) (%biji/biji (%biji/bij
ji)
) i)
IF IB 2 3 1 1,5 2
II F II B 4 8 2 2 3
III F III B 4 20 2 3 3

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Pisau
2. Botol Timbang
3. Neraca Analitik
4. Mortar
5. Ayakan
6. Kaca Arloji
3.1.2 Bahan
Biji kakao fermentasi
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Penentuan Adanya Serangga Hidup atau Benda Asing

Kakao

Pembukaan

Pengamatan serangga atau benda


asing

Penentuan adanya serangga atau


benda asing

Gambar 3.1. Skema Kerja Penentuan Adanya Serangga atau Benda Asing
Langkah pertama yang dilakukan oleh praktikan dalam praktikum biji kakao
adalah mengamati adanya serangga yang hidup pada biji kakao yang disiapkan
kakao dalam kemasan. Dari pengamatan tersebut penulisan data biji kakao yang
berserangga maupun tidak.
3.2.2 Penentuan Adanya Biji Berbau Asap atau Asing Lainnya

Biji kakao

Pembelahan

Pengamatan aroma
Gambar 3.2. Skema Kerja Penentuan Adanya Biji Berbau Asap atau Asing
Lainnya

Pada praktikum acara penetuan biji berbau asap / asing langkah kerja yang
dilakukan cukup sederhana. Pertama mempersiapkan biji kakao kering. Kemudian
dilakukan pembelahan menggunakan pisau. Dan dicium aromanya serta dihitung
banyaknya biji yang berbau asap abnormal atau tidak, berbau asing atau tidak.
3.2.3 Penentuan Kadar Kotoran

1000 g Kakao

Pemisahan antara kotoran dan biji kakao

Penimbangan

Penghitungan kadar kotoran

Gambar 3.3 Skema Kerja Penentuan Kadar Kotoran

Pada praktikum acara ini menetukan kadar kotoran dalam biji kakao,
sehingga dapat diketahui kualitas biji kakao yang baik dan kurang baik. Pertama
menimbang sebanyak 1000 gram biji kakao. Kemudian dilakukan pengamatan
kotoran terhadap biji kakao. Selanjutnya ditimbang untuk dapat mengetahui
banyaknya kotoran yang menempel pada biji kakao, dan lanjutkan dengan
penghitungan kadar kotorannya.
3.2.4 Penentuan Jumlah Biji Kakao per 100 gram

Kakao100g

Penghitungan biji

Penentuan golongan menurut SNI kakao


Gambar 3.4 Skema Kerja Penentuan Jumlah Biji Kakao per 100 gr

Pada acara praktikum ini menentukan jumalah biji kakao /100 gram dengan
cara menghitung jumlah biji kakao dalam 100 gram biji. Kegiatan ini bertujuan
untuk mengetahui kualitas biji kakao. Menurut SNI, pada mutu I jumlah biji
kakao adalah sebanyak sampai dengan 85 biji. Langkah yang dilakukan yaitu biji
kakao ditimbang sebanyak 100 gram. Selanjutnya dilakukan perhitungan biji
kakao yang terdapat pada 100 gram biji kakao tersebut, sehingga dapat diketahui
jumlahnya. Kemudian digolongkan menurut ukuran apakah biji kakao termasuk
golongan AA, A, B, C, atau S.
3.2.5 Penentuan Kadar Biji Cacat pada Kakao (biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, biji berkecambah)

Biji Kakao (60 biji)

Pemotongan

Pengamatan biji berjamur, biji slaty, biji berserangga dan


biji berkecambah

Perhitungan biji cacat dalam satuan biji / biji dan


penentuan kadar
Gambar 3.5 Skema Kerja Penentuan Kadar Biji Cacat pada Kakao
Pada praktikum analisis penentuan biji cacat tahap pertama yang dilakuakan
adalah dengan mengambilan 300 biji kakao secara acak kemudian dilakukan
pembelahan memanjang yang bertujuan untuk memudahkan pengamatan biji
kakao yang berkapang, biji yang tidak terfermentasi, biji berserangga, dan biji
berkecambah. Kemudian dari masing-masing parameter yang di amati, dilakukan
perhitungan biji cacat.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Penentuan adanya serangga atau benda asing
Pengamatan Kakao Baru Kakao Lama
Serangga Hidup Tidak ada Ada
Benda Asing Ada Ada

4.1.2 Penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya
Pengamatan Kakao Baru Kakao Lama
Biji berbau asap abnormal Tidak Ada Tidak Ada
Biji berbau asing Tidak ada Tidak Ada

4.1.3 Penentuan Kadar Kotoran


Pengamatan Kakao Baru Kakao Lama
Plasenta 0,4 gr 5,65 gr
Biji dempet 4,88 gr 73,66 gr
Pecahan biji Tidak ada Tidak ada
Pecahan kulit 18,11 gr 15,27 gr
Biji pipih 85,8 gr 78,24 gr
Ranting 1,3 gr 2,23 gr

4.1.4 Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram


Pengamatan Kakao Baru Kakao Lama
Jumlah biji per seratus gram 112 biji 92 biji

4.1.5 Penentuan kadar biji cacat pada kakao


Pengamatan Kakao Baru Kakao Lama
Biji berjamur Tidak ada 8 biji
Biji slaty 20 biji 34 biji
Biji berserangga Tidak ada 2 biji
Biji berkecambah 2 biji 2 biji

4.2 Hasil Perhitungan


4.2.1 Penentuan adanya serangga atau benda asing
Tidak dilakukan perhitungan.

4.2.2 Penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya
Tidak dilakukan perhitungan

4.2.3 Penentuan Kadar Kotoran


Pengamatan Kakao Baru Kakao Lama
Plasenta 0,04% 0,565%
Biji dempet 0,488% 7,366%
Pecahan biji 0% 0%
Pecahan kulit 1,811% 1,527%
Biji pipih 9,58% 7,824%
Ranting 0,13% 0,223%
Kadar kotoran total 12,049% 17,505%

4.2.4 Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram


Tidak dilakukan perhitungan.

4.2.5 Penentuan kadar biji cacat pada kakao


Pengamatan Kakao Baru Kakao Lama
Biji berjamur 0% 2,56%
Biji slaty 6,67% 11,3%
Biji berserangga 0% 0,667%
Biji berkecambah 0,0667% 0,667%
Total kadar biji cacat 7,34% 15,3%

BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Analisa Data
5.1.1 Adanya Serangga Hidup
Berdasarkan praktikum dan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap
biji kakao, tidak terdapat serangga hidup ataupun benda asing lainnya pada biji
kakao baik biji kakao lama dan biji kakao baru. Hal ini telah sesuai dengan SNI
(2008) tentang syarat mutu biji kakao yang menyatakaan bahwa pada syarat
umum mutu biji kakao yaitu tidak ada serangga hidup maupun benda asing
lainnya.
5.1.2 Penentuan Kadar Kotoran
Bedasarkan praktikum, hasil pengamatan dan hasil perhitungan yang telah
dilakukan, pada biji kakao terdapat kotoran seperti plasenta, biji dempet, pecahan
kulit, dan biji pipih unutk biji kakao baru dan biji kakao lama. Diperoleh data
pada biji kakao baru yaitu plasenta sebesar 0,4 gr; biji dempet sebesar 4,88 gr;
pecahan kulit sebesar 95,80 gr; biji pipih sebesar 1,3 gr; dan ranting sebesar 1,3 gr
yang didapatkan dalam gram/1000 gram. Sedangkan pada biji kakao lama yaitu
plasenta sebesar sebesar 5,65 gr; biji dempet sebesar 73,66 gr; pecahan kulit
sebesar 15,27 gr; biji pipih sebesar 78,24 gr; dan ranting sebesar 2,23 gr yang
didapatkan dalam gram/1000 gram,
Hal tersebut manandakan bahwa biji kakao kurang memenuhi standar SNI.
Tingginya kotoran pada biji kakao rakyat disebabkan oleh fermentasi,
pengeringan dan penyimpanan yang tidak sempurna. Biji dempet ini dapat dengan
mudah ditemukan karena ditandai dengan dua atau lebih biji kakao saling melekat
yang tidak dapat dipisahkan dengan tangan. Pecahaan kulit ditandai dengan
adanya bagian kulit biji kakao tanpa adanya keping biji atau yang tersisa hanyalah
kulit. Biji pipih ditandai dengan terdapatnya biji kakao yang sudah tidak
mengandung keping biji atau keping bijinya tidak dapat dibelah.
Berdasarkan SNI (2008) syarat khusus mutu biji kakao untuk kotoran
maksimum digolongkan menjadi tiga yaitu golongan I, II, dan III. Untuk golongan
mutu I kotoran maksimum sebanyak 1,5%, untuk golongan mutu II kotoran
maksimum sebanyak 2%, dan pada golongan mutu III sebanyak 3%. Sedangkan
dari hasil perhitungan, kadar kotoran total yang didapakan dari biji kakao baru
tersebut seebsar 12,049% sedangkan untuk kadar kotoran total pada biji kakao
lama yaitu 17,505%. Ini menunjukkan data tidak sesuai dengan literatur yang ada.
Hal ini dapat terjadi akibat kemungkinan proses pembersihan dan sortasi yang
kurang sehingga masih terdapat kotoran yang terdapat pada biji kakao baru
ataupun lama.
5.1.3 Penentuan jumlah biji kakao per 100 gram
Berdasarkan praktikum dan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh data
bahwa jumlah biji kakao baru adalah 112 biji sedangkan pada biji kakao lama
yaitu 92 biji. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa biji kakao baru
termasuk kedalam golongan C yaitu 112 biji per seratus gram sedangkan biji
kakao lama termasuk kedalam golongan A yaitu 92 biji per seratus gram. Hal
tersebut tidak sesuai dengan SNI yang menyebutkan bahwa penggolongan biji
kakao sebagai berikut :
AA = maksimum 85 biji per 100 gram
A = 86-100 biji per 100 gram
B = 101-110 biji per 100 gram
C = 111-120 biji per 100 gram
S = > 120 biji per 100 gram
Hal tersebut bisa terjadi akibat kemungkinan pada biji kakao baru, buah
yang akan difermentasi belum masak optimal sehingga biji buah kakao kecil dan
menghasilkan data 112 biji per seratus gram.
5.1.4 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, biji berkecambah)
Berdasarkan praktikum dan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh
pada biji kakao yang diamati sebanyak 60 biji baik biji kakao lama dan biji kakao
baru. Jumlah biji slaty pada biji kakao lama sebanyak 34 biji per 60 biji.
Banyaknya jumlah biji slaty disebabkan karena proses fermentasi yang tidak
sempurna pada biji kakao. Jumlah biji berjamur sebanyak 8 biji per 300 biji.
Sedangkan ditemukan biji berserangga dan biji berkecambah sebanyak 2 dalam 60
biji kakao lama. Berbeda dengan biji kakao baru yang didapatkan data yaitu
jumlah biji slaty pada biji kakao baru sebanyak 20 biji per 60 biji. Tidak
ditemukan biji berjamur dan biji berkecambah dalam 60 biji kakao baru.
Sedangkan ditemukan biji berkecambah sebanyak 2 dalam 60 biji kakao lama dan.
Perbedaan jumlah biji cacat pada perbandingan biji kakao baru dan kakao
lama bisa disebabkan karena penyimpanan biji kakao yang terlalu lama pada biji
lama sehingga muncul serangga, biji mulai berkecambah dan terkontaminasi oleh
mikroorganisme yaitu tumbuhnya jamur.
5.1.5 Penentuan biji berbau Asap / Asing
Ada tidaknya biji yang berbau asap abnormal maupun bau asing pada
praktikum ini dapat ditentukan secara organoleptik pada biji kakao yang
dilakukan oleh praktikan. Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh,tidak
ditemukan biji berbau asap abnormal ataupun berbau asing pada biji kakao baru
dan biji kakao lama. Dari data tersebut menandakan bahwa biji kakao tersebut
telah memenuhi persyaratan umum mutu biji kakao. Berdasarkan standar yang
telah ada bahwa biji kakao yang baik tidak berbau asap abnormal dan tidak berbau
asing.

BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kakao yang diamati dalam praktikum ini belum semua parameternya
sesuai dengan standar nasional Indonesia. Masih banyak standar-standar yang
belum terpenuhi dari standar mutu kakao seperti masih terdapat kotoran seperti
plasenta, biji dempet, pecahan biji, pecahan kulit dan biji pipih, terdapat biji yang
berjamur, berserangga, serta biji berkecambah. Namun untuk penentuan biji
berbau asap atau abnormal tidak ditemukan pada biji kakao yang diamati, hal ini
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

6.2 Saran
Diperlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan praktikum agar
hasil yang didapatkan sesuai dengan yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Nasarudin. 2008. Budidaya Kakao dan Beberapa Aspek Fisiologinya. Makassar:
Universitas Hasanuddin.
Rohman. 2009. Cokelat. Riau: Departemen Pertanian Bagian Proyek Informasi
Pertanian Riau: 14-15
Sunanto, H., 2008. Cokelat Pengelolaan Hasil dan Aspek Ekonominya.
Yogyakarta. Kanisus,
Susanto.2011. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
Standar Nasional Indonesia. 2008. SNI 01-2323-2008: Biji Kakao. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.

Tjitrosoepomo, S., 2001. Budidaya Cacao. Kansius. Yogyakarta.


Wahyudi, T., T.R Pangabean., dan Pujianto. 2008. Panduan Lengkap Kakao
Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.

LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Penentuan Kadar Kotoran Kakao Baru
a. Plasenta
(0,4 gr / 1000 gr) x 100% = 0,04%
b. Biji Dempet
(4,88 gr / 1000 gr) x 100% = 0,488%
c. Pecahan Biji
(0 gr / 1000 gr) x 100% = 0%
d. Pecahan Kulit
(18,11 gr / 1000gr) x 100% = 1,811%
e. Biji Pipih
(95,8 gr / 1000 gr) x 100% = 9,58%
f. Ranting
(1,3 gr / 1000 gr) x 100% = 0,13%
Total kadar kotoran = 12,049%
2. Penentuan Kadar Kotoran Kakao lama
a. Plasenta
(5,65 gr / 1000 gr) x 100% = 0,565%
b. Biji Dempet
(73,66 gr / 1000 gr) x 100% = 7,366%
c. Pecahan Biji
(0 gr / 1000 gr) x 100% = 0%
d. Pecahan Kulit
(15,27 gr / 1000gr) x 100% = 1,527%
e. Biji Pipih
(78,24 gr / 1000 gr) x 100% = 7,824%
f. Ranting
(2,23 gr / 1000 gr) x 100% = 0,223%
Total kadar kotoran = 17,505%
3. Penentuan kadar biji cacat Kakao Baru
a. Biji Berjamur
(0 / 300) x 100% = 0%
b. Biji Slaty
(20 / 300) x 100% = 6,67%
c. Biji Berserangga
(0 / 300) x 100% = 0%
d. Biji Berkecambah
(2 / 300) x 100% = 0.667%
Total kadar biji cacat = 7,34%
4. Penentuan kadar biji cacat Kakao Lama
a. Biji Berjamur
(8/ 300) x 100% = 2,67%
b. Biji Slaty
(34/ 300) x 100% = 11,3%
c. Biji Berserangga
(2/ 300) x 100% = 0,667%
d. Biji Berkecambah
(2 / 300) x 100% = 0.667%
Total kadar biji cacat = 15,3%

Anda mungkin juga menyukai