Anda di halaman 1dari 18

“SW (SPRAY-WASHMOUTH)” INOVASI SPRAY-WASHMOUTH DAUN

BAMBU SIAM (Thyrsostachys siamenis) DAN DAUN PEPERMIN (Mentha


piperita) DALAM MENCEGAH KARIES GIGI TERHADAP PERTUMBUHAN
Streptococcus mutans DAN Candida albicans

Proposal Riset Produk

Disusun Oleh:
Elisa Damayanti Putri (171810285)
Isa Suparman (171810235)
Sindi Nurmaya (171810268)

YAYASAN PENGEMBANGAN KETERAMPILAN DAN


MUTU KEHIDUPAN NUSANTARA
SMK AK NUSA BANGSA
KOTA BOGOR
2020

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut menjadi salah satu yang perlu diperhatikan oleh
semua orang. Salah satu cara yang sering dilakukan dalam upaya menjaga
kesehatan mulut adalah dengan membersihkan gigi secara teratur minimal dua kali
dalam sehari. Gangguan pada kesehatan gigi dan mulut dapat mengakibatkan
dampak yang negatif pada kehidupan sehari-hari contohnya yaitu menurunkan
tingkat kepercayaan diri saat sedang berkomunikasi. Menurut FDI (Federation
Dentair Internationale) World Dental Federation, terdapat permasalahan pada mulut
dan gigi yaitu seperti kerusakan gigi (karies), kanker mulut, dan gangguan pada
gusi (penyakit periodontal).

Karies gigi merupakan salah satu gangguan gigi yang paling umum dan
banyak dialami oleh semua orang. Menurut hasil data Riskesdas pada tahun 2018
dalam (Anjari, et al., 2018) prevalensi karies di Indonesia adalah sebesar 88,8%.
Terdapat beberapa faktor dalam pembentukan karies gigi yaitu mikroorganisme,
gigi, makanan, dan waktu (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Konsumsi makanan
dan minuman yang mengandung gula secara berlebihan dapat memicu terjadinya
karies gigi. Mekanisme terjadinya karies disebabkan oleh asam yang dihasilkan
oleh bakteri terhadap karbohidrat yang dapat mengikis enamel pada gigi. Penyebab
bakteri utama pada karies gigi disebabkan oleh Streptococcus mutans (Fatmawati,
2011)

Penyebab penyakit periodontal selain disebabkan oleh Streptococcus


mutans, kandidiasis merupakan salah satu penyakit rongga mulut yang diakibatkan
oleh perubahan jamur dari saprofit menjadi pathogen. Penyebab jamur penyakit
kandidas yaitu C. albicans. Dalam tubuh manusia candida sebagai jamur hidup
sebagai saprofit namun berubah menjadi pathogen apabila terjadi penurunan pada
sistem imunitas tubuh, gangguan endokrin, terapi penggunaan antibiotik jangka
waktu yang lama, perokok, dan efek khemoterapi (Fajri & Marlina, 2019).

2
Pesatnya perkembangan zaman ini telah menciptakan suatu barang guna
menghilangkan masalah pada pencegahan karies gigi salah satunya yaitu obat
kumur. Obat kumur merupakan larutan yang mengandung zat antibakteri untuk
mengurangi jumlah mikroorganisme dalam mulut yang digunakan sebagai
pembilas rongga mulut. Menurut (Rosdiana & Nasution, 2016) dalam pencegahan
karies gigi dapat dilakukan dengan cara mengaplikasikan bahan aktif anti plak yang
telah dipatenkan seperti Chlorhexidine (CHX) yang terkandung dalam obat kumur.
Namun dalam penelitian Pratiwi, 2005 dalam (Rosdiana & Nasution, 2016)
menyatakan bahwa penggunaan CHX dalam jangka panjang dapat menimbulkan
efek yang merugikan. Kemudian, penggunaan obat kumur tidak efisien dalam
pemakaian di luar ruangan, oleh sebab itu perlu dibuat suatu sedian untuk
meningkatkan kepraktisan dan kemudahan pemakaian berbahan dasar alami yang
dibuat dalam bentuk spray-mouthwash yang dapat digunakan di dalam maupun luar
ruangan.

Permasalahan mulut tersebut dapat dimanfaatkan dengan bahan yang


memiliki aktivitas antimikroba. Bahan pada tumbuhan yang memiliki aktivitas
antimikroba seperti flavonoid yang terdapat dalam daun bambu (Zhiang, et al.,
2017). Daun bambu memiliki senyawa metabolit sekunder yaitu senyawa fenol,
flavonoid, saponin, dan triterpenoid. Hal tersebut juga diperkuat oleh penelitian
(Ulfa, et al., 2018) yang membuktikan bahwa ekstrak daun bambu memiliki
aktivitas antibakteri pada konsentrasi sebesar 120 mg/mL. Sedangkan pada
penelitian (Putri, et al., 2020) membuktikan bahwa daun bambu sebesar 0,16%
memiliki aktivitas antibakteri dan efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur
C. albicans.

Untuk mengatasi permasalahan kesehatan dalam gigi dan mulut, dalam


penelitian kali ini, akan dilakukan pembuatan spray-washmouth dengan bahan aktif
daun bambu dan daun pepermin yang dapat berperan dalam menghambat
pertumbuhan bakteri ataupun jamur penyebab penyakit kandidiasis pada mulut dan
karies gigi. Daun bambu dan daun pepermin diuji kemampuannya sebagai
antibakteri dan jamur terhadap Streptococcus mutans dan C. albicans.

1.2. Rumusan Masalah

3
1. Bagaimana cara membuat spray-washmouth dengan bahan aktif daun bambu
siam dan pepermint?
2. Apakah daun bambu siam dan daun pepermint memiliki aktivitas sebagai
penghambat bakteri dan jamur berdasarkan uji daya hambat ?
3. Bagaimana hasil uji antimikroorganisme spray-washmouth daun bambu dan
daun pepermint dalam membunuh bakteri dan jamur ?

1.3. Tujuan Riset

Penelitian ini bertujuan membuat dan menganalisis spray-washmouth yang


dapat memiliki aktivitas sebagai anti mikroorganisme berbahan dasar ekstrak daun
bambu siam dan daun pepermint berdasarkan uji daya hambat.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat Kumur

Obat kumur merupakan larutan yang mengandung zat antibakteri untuk


mengurangi jumlah mikroorganisme dalam mulut yang digunakan sebagai
pembilas rongga mulut dan dapat mencapai area permukaan di dalam rongga mulut
yang sulit dicapai pada saat menyikat gigi. Obat kumur dapat mengandung zat aktif
berasal dari sintesis atau yang berasal dari alam (Ririn, et al., 2013). Bahan aktif
anti mikroba sintesis yang biasa digunakan dalam sedian obat kumur adalah
chlorhexidine, fluoride, dan povidone iodine. Pada bahan aktif chlorhexidine
mampu mengurangi pembentukan plak dan mencegah terjadinya penyakit
periodontal karena sifatnya yang bakterisid dan bakteriostatik terhadap bakteri yang
berada di dalam plak. Fluoride memiliki karakteristik yang mampu bekerja dengan
cara menghambat metabolisme plak yang dapat menyebabkan kematian bakteri
pada plak. Povidone iodine mempunyai aktivitas sebagai bahan bakterisidal dan
fungisidal (Sinaredi, et al., 2014). Ketiga bahan aktif sintesis ini dipatenkan dalam
obat kumur yang apabila digunakan dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek
yang merugikan (Rosdiana & Nasution, 2016).

2.2. Karies Gigi


Karies atau gigi berlubang merupakan penyakit pada jaringan gigi yang
ditandai oleh rusaknya lapisan email, dentin dan sementum yang mengalami proses
progresif. Terdapat beberapa faktor dalam pembentukan karies gigi yaitu
mikroorganisme, gigi, makanan, dan waktu (Ramayanti & Purnakarya, 2013).
Mikroorganisme dalam pembentukan karies gigi diantaranya yaitu bakteri
Streptococcus mutans dan Candida albicans. Faktor lain yang dapat membuat
karies gigi ialah komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri
plak menjadi asam, terutama asam laktat dan asetat yang ditandai dengan adanya
demineralisasi jaringan keras gigi dan rusaknya bahan organik akibat terganggunya
keseimbangan email dan sekelilingnya, menyebabkan terjadinya invasi bakteri
serta kematian pulpa bakteri dapat berkembang ke jaringan periapeks sehingga
dapat menimbulkan rasa nyeri pada gigi (Fajri & Marlina, 2019).

5
2.3. Daun Bambu

Bambu siam atau bambu dengan nama latin Thyrsostachys siamensis


merupakan tumbuhan monokotil yang masuk ke dalam keluarga rumput-rumputan
family Poaceae. Bambu merupakan tanaman yang sudah umum di Indonesia dan
tanaman ini sudah menyebar ke semua daerah nusantara. Batang pada bambu siam
memilik warna yang sama dengan warna daunnya, pada batang bambu siam juga
tumbuh buluh yang menempel kuat pada batang dan terdapat bulu halus di
permukaannya. Tinggi bambu ini dapat mencapai 8-14 meter dengan panjang ruas
15-30 cm dengan garis tengahnya 2-7,5 cm. Bambu siam memiliki daun yang
sangat rimbun berukuran maksimal sekitar 10 cm dan berwarna hijau pucat keputih
putihan (Hingmadi, 2012). Daun bambu memiliki senyawa metabolit sekunder
yaitu senyawa fenol, flavonoid, saponin, dan triterpenoid. Bahan pada daun bambu
yang dapat digunakan sebagai aktivitas anti mikroba yaitu flavonoid. (Zhiang, et
al., 2017)

Gambar 1. Tanaman Daun Bambu siam

(Sumber: Data primer, 2020)

2.4. Flavonoid

Flavonoid merupakan metabolit sekunder dari polifenol yang terdiri atas 15


atom karbon (Arifin & Ibrahim, 2018). Flavonoid dengan struktur C6-C3-C6 yang
terdiri atas 2 cincin aromatic dan dihubungkan oleh tiga atom karbon yang dapat
ataupun tidak dapat membentuk cincin ketiga (Parwata, 2016). Flavonoid terdapat

6
pada daun, bunga, buah, biji-bijian, kacang-kacangan, bulir padi, rempah, dan pada
tumbuhan lain yang berperan sebagai agen protektif terhadap mikroorganisme
(Nugraha, et al., 2017).

Gambar 2. Struktur Antosianin

(Simanjuntak, et al., 2014)

Flavonoid memiliki berbagai efek bioaktif salah satunya yaitu antosianin.


Senyawa antosianin merupakan bentuk dari glikosida yang merupakan bagian dari
metabolit sekunder flavonoid yang bersifat antibakteri (Nomer, et al., 2019),
antifungi, antiprotozoa, dan antivirus (Pambudi, et al., 2014). Flavonoid memiliki
aktivitas menghambat ataupun menghentikan pertumbuhan mikroorganisme
(Pambudi, et al., 2014). Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri dengan cara
membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu
keutuhan membran sel bakteri. Mekanisme kerjanya dengan cara mendenaturasi
protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi
(Rachmawaty, et al., 2009).

2.5. Daun Pepermin (Mentha piperita)

Daun pepermin (Mentha piperita) adalah tanaman yang berasal dari benua
Eropa dan dapat tumbuh dimanapun. Tanaman papermin masuk ke dalam kategori
tanaman herbal tertua yang termasuk ke dalam genus Mentha. Tanaman pepermin
memiliki kandungan bahan aktif dan memiliki aroma yang khas. Pada
penggunaanya terdapat tiga jenis spesies yang terkenal, yaitu Mentha arvensis
merupakan penghasil mentol dan minyak cornmint (Cornmint oil), jenis kedua
Mentha piperita yang menghasilkan minyak peppermint (Peppermint oil), dan

7
Mentha spicata yang menghasilkan minyak spearmint (Spearmint oil) (Nurhidayat,
2014)

Kebanyakan daun mint bisa tumbuh dengan baik pada suhu dingin, dan
dapat tumbuh juga di daerah tropis. Pada daerah tropis daun mint dapat tumbuh,
namun tidak berbunga berbeda dengan pada pegunungan yang dapat tumbuh
dengan baik pada ketinggian 150-1200 mdpl. Daun mint memiliki tinggi sekitar 30-
50cm. Batangnya lunak berbulu, bentuk daun bulat telur, bergerigi, menyirip,
berwarna hijau dengan bunga berwarna ungu (Verma, et al., 2010).

Kandungan utama dalam daun mint sendiri yaitu minyak atsiri dimana
minyak atsiri banyak di gunakan sebagai antibakteri, antifungi, antiseptik. Daun
mint juga banyak digunakan sebagai penyegar mulut karena mengandung mentol.
Minyak atsiri dalam daun mint juga dapat berfungsi sebagai penghambat
pertumbuhan bakteri bakteri dalam mulut seperti Streptococcus mutans bakteri
penyebab karies pada gigi dan beberapa bakteri lain yaitu Candida albicans dan
Lactobacillus casei. Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian (Singh, et al., 2011)
bahwa ekstrak daun mint mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan antibakteri
pada bakteri gram positif serta gram negatif.

2.6. Bakteri Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri yang bersifat kariogenik dan


merupakan penyebab utama karies gigi. Bakteri ini berbentuk oval dan lain dari
bentuk spesies Streptococcus yang lain, sehingga disebut sebagai mutans dari
Streptococcus. Taksonomi dari bakteri Streptococcus mutans adalah sebagai
berikut (Fatmawati, 2011).

Kingdom : Monera

Divisio : Firmicutes

Class : Bacili

Order : Lactobacilalles

Family : Streptococcaceae

8
Genus : Streptococcus

Species : Streptococcus mutans

Gambar 3. Bentuk Mikroskopis Bakteri Streptococcus mutans

(Rosdiana & Nasution, 2016)

Mekanisme pelekatan bakteri Streptococcus mutans terdapat dua tahap. Tahap


pertama bakteri Streptococcus mutans melekat pada suatu permukaan di dalam
rongga mulut dengan perantara pelikel (mediator melekatnya bakteri rongga mulut
pada permukaan restorasi). Tahap kedua Streptococcus mutans berkembang biak
sehingga pelikel berubah membentuk plak. Streptococcus mutans mempunyai
kemampuan dalam menghasilkan asam sangat cepat. Pembentukan mekanisme
asam oleh Streptococcus mutans berhubungan dengan terjadinya karies gigi dimana
proses ini akan menyebabkan demineralisasi pada gigi yang berakhir pada
terbentuknya lubang pada gigi (Rosdiana & Nasution, 2016).

2.7. Jamur Candida albicans

Candida Albicans merupakan Mikroorganisme jenis jamur patogen dari


golongan deuteromycota. Spesies cendawan ini merupakan penyebab infeksi
oportunistik yang disebut kandidiasis pada kulit, mukosa, dan organ dalam manusia
yang memiliki dua wujud dan bentuk secara simultan atau dimorphic organisme.
Jamur Candida albicans ini dapat tumbuh dengan cepat pada suhu 25-37°C pada
media perbenihan sederhana sebagai sel oval dengan pembentukan tunas untuk
memperbanyak diri. Sedangkan melalui pembentukan spora dan jamur disebut
blastospora atau sel ragi/sel khamir (Mutiawati, 2016).

9
Gambar 4. Bentuk Mikroskopis Jamur Candida albicans

(Juariah & Maritza, 2019)

Candida albicans memiliki bentuk seperti telur (ovoid) atau sferis dengan
ukuran diameter 3-5 μm. Spesies Candida albicans memiliki dua jenis bentuk, yaitu
berbentuk seperti khamir dan bentuk hifa. Spesies cendawan ini dapat memproduksi
peudohifa dan memiliki kemampuan untuk menempel pada sel inang dan
melakukan kolonisasi. Candida albicans yang merupakan jamur dimorfik karena
kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel
tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah
yang akan membentuk hifa semu. (Anggaraeni, 2017).

10
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2021 sampai Maret 2021 bertempat
di Laboratorium SMK AK Nusa Bangsa Bogor.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa neraca analitik, oven,
cawan Petri, colony counter, rotary evaporator, pinset, autoclave, inkubator,
penangas air, dan peralatan gelas.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun bambu siam
yang diperoleh dari lingkungan SMK AK Nusa Bangsa, daun pepermin, etanol
96%, kloroform, asam asetat, H2SO4 pekat, metanol 30%, HCl pekat, bubuk
magnesium, pereaksi Lieberman, reagen Mayer, kertas cakram, media Nutrien
Agar, NaCl Fisiologis, amonia 10%, FeCl 1%, akuades, dan kertas saring.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Simplisia Daun Bambu


Daun bambu segar yang telah dipisahkan dari batangnya dicuci dengan air
yang mengalir dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 40oC selama 48 jam.
Daun bambu kering, dihaluskan dengan menggunakan blender kemudian diayak
dengan mesh 100 dan diletakkan dalam botol sampel.

3.3.2. Pembuatan Simplisia Daun Pepermin


Daun pepermin segar dicuci dengan air yang mengalir dan dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 40oC selama 72 jam. Daun pepermin kering,
dihaluskan dengan menggunakan blender kemudian diayak dengan mesh 100 dan
diletakkan dalam botol sampel.
3.3.3. Pembuatan Ekstrak Daun Bambu (Agustina, 2017)
Pembuatan ekstrak daun bambu dilakukan dengan metode maserasi.
Simplisia dimaserasi dengan etanol 96% (perbandingan simplisia:pelarut = 1:3)
selama 24 jam. Ekstrak dipisahkan dengan penyaringan, kemudian maserasi
diulangi sebanyak 2 kali terhadap residu. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan

11
dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40oC. Kemudian dilanjutkan
dengan penguapan menggunakan penangas air hingga menghasilkan ekstrak daun
bambu kental.
3.3.4. Pembuatan Ekstrak Daun Pepermin (Hestiana, et al., 2014)
dimodifikasi
Pembuatan ekstrak daun pepermin dilakukan dengan cara maserasi. Serbuk
simplisia pepermin dimaserasi dengan alkohol 96% (perbandingan simplisia :
alkohol 96% = 1:3) selama 24 jam. Ekstrak dipisahkan antara filtrat dan residu
dengan penyaringan, maserasi diulangi sebanyak 2 kali terhadap residu. Filtrat yang
diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40⁰C dan
dilanjutkan dengan pemanasan menggunakan penangas air sampai didapat ekstrak
kental.
3.3.5. Uji Fitokimia Ekstrak Daun Bambu
a. Uji Alkaloid
Sebanyak 4 mL ekstrak Daun Bambu siam dimasukan ke dalam tabung
reaksi kemudian ditambahkan 2 mL kloroform dan 5 mL amonia 10 %, lalu
ditambahkan 10 tetes asam sulfat 2M agar memperjelas pemisahan
terbentuknya 2 fase yang berbeda. Bagian atas dari fase yang terbentuk
diambil, kemudian ditambahkan reagen Mayer. Ekstrak mengandung
alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan merah (Harborne, 1996
dalam (Rumagit, et al., 2015))
b. Uji Flavonoid
Ekstrak Daun Bambu siam ditambahkan 10 mL air panas kemudian
ditambahkan serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat, kemudian dikocok-kocok. Uji
positif ditandai dengan terbentuknya warna merah, jingga, atau ungu
(Robinson, 1995 dalam (Marliana & Saleh, 2011))
c. Uji Fenolik
Ekstrak Daun Bambu siam ditambahkan 10 mL air panas kemudian
ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1%. Uji positif ditunjukkan oleh
terbentuknya warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam pekat (Harborne,
1987 dalam (Marliana & Saleh, 2011))
d. Uji Saponin

12
Ekstrak Daun Bambu siam ditambahkan 10 mL air panas kemudian
tabung dikocok kuat-kuat, Ekstrak positif mengandung saponin jika timbul
busa dengan ketinggian 1-10 cm yang bertahan selama 10 menit (Harborne,
1987 dalam (Marliana & Saleh, 2011))
e. Uji Triterpenoid dan Steroid (Uji Lieberman)
Ekstrak Daun Bambu Siam ditambahkan CHCl3 lalu ditambahkan
reagen Lieberman Buchard. Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan selama
beberapa menit. Steroid memberikan warna biru atau hijau dan untuk
Triterpenoid memberikan warna merah atau ungu (Harborne, 1987 dalam
(Marliana & Saleh, 2011)).
3.3.6. Analisis Antimikroba Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Bambu Siam
(Putri, et al., 2020) dimodifikasi.
Bakteri dan jamur dibuat suspensi mikroba (Streptococcus mutans dan
Candida albicans) dengan menggunakan larutan NaCl fisiologis. Ekstrak etanol
daun bambu dibuat dengan menggunakan pelarut DMSO. Ekstrak etanol daun
bambu dibuat larutan dengan konsentrasi 0,12%, 0,16%, 0,2% b/v.

Sebanyak 0,3 mL suspensi bakteri dimasukkan ke dalam cawan petri steril


kemudian ditambahkan 15 mL media Nutrien Agar (NA), dihomogenkan lalu
dibiarkan hingga memadat. Kertas cakram dicelupkan ke dalam larutan uji,
kemudian diletakkan di atas media inokulum. Media diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 24 jam untuk bakteri dan selama 48 jam untuk jamur. Pertumbuhan mikroba
diamati dan zona bening yang terbentuk disekeliling kertas cakram diukur dengan
penggaris. Sebagai pembanding, digunakan cakram kosong yang diberi DMSO
untuk kontrol negatif dan kontrol positif cakram antibiotik kloramfenikol untuk
bakteri dan nystatin untuk kontrol positif jamur.

3.3.7. Formulasi Sediaan Spray-wash mouth (Widiyarti, et al., 2014)


dimodifikasi
Obat kumur dibuat sebanyak 100 mL dengan kandungan senyawa aktif dari
daun bambu. Pembuatan obat kumur dilakukan dengan cara melarutkan sodium
lauril sulfat 0,76 % (b/v) dalam air secukupnya hingga homogen, selanjutnya
ditambahkan ekstrak daun bambu 0,1-0,2% (b/v), sodium sakarin 0,1% (b/v),
sodium benzoate 0,1% (b/v), ekstrak daun mint 0,25% (b/v) dan sodium sitrat 3,5%

13
(b/v). Campuran tersebut selanjutnya diaduk dengan stirer dengan kecepatan
pengadukan 250 rpm sampai terlarut sempurna, dan selanjutnya dipindahkan ke
dalam labu takar 100 mL dan ditambahkan aquades hingga volumenya menjadi 100
mL. Obat kumur yang dihasilkan selanjutnya disimpan dalam botol plastik.
3.3.8. Uji Organoleptis Spray-wash mouth (Mumpuni, et al., 2019)
Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati perubahan warna, bau, dan
rasa dari sediaan spray-wash mouth yang ditaruh disuhu ruang, diamati perubahan
tersebut setiap bulan selama tiga bulan.
3.3.9. Analisis Antimikroba Uji Daya Hambat Spray-wash mouth (Putri,
et al., 2020) dimodifikasi
Bakteri dan jamur dibuat suspensi mikroba (Streptococcus mutans dan
Candida albicans) dengan menggunakan larutan NaCl fisiologis. Sebanyak 0,3 mL
suspensi bakteri dimasukkan ke dalam cawan petri steril kemudian ditambahkan 15
mL media Nutrien Agar (NA), dihomogenkan lalu dibiarkan hingga memadat.
Kertas cakram dicelupkan ke dalam larutan uji, kemudian diletakkan di atas media
inokulum. Media diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam untuk bakteri dan
selama 48 jam untuk jamur. Pertumbuhan mikroba diamati dan zona bening yang
terbentuk disekeliling kertas cakram diukur dengan penggaris. Sebagai
pembanding, digunakan cakram kosong yang diberi DMSO untuk kontrol negatif
dan kontrol positif cakram antibiotik kloramfenikol untuk bakteri dan nystatin
untuk kontrol positif jamur.

14
Daftar Pustaka

Agustina, S., 2017. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Bambu Tali (Gigantochloa
apus) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli dan
Salmonella typhimurium. Skripsi. Bogor: Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Anggaraeni, P. I., 2017. Oral Candidiasis. Bali: Universitas Udayana.

Anjari, Kiantini, R., Abdullah, G. I. & Muhawarman, A., 2018. Yuk! Peduli
Kesehatan Gigi dan Mulut. 98 penyunt. Subang: MediaKom.

Arifin, B. & Ibrahim, S., 2018. Struktur, Bioaktivitas dan Antioksidan Flavonoid.
Jurnal zarah, pp. Halaman 21-29.

Fajri, A. & Marlina, G., 2019. Obat Kumur untuk Mengatasi Jamur Candida
albicans dan Bakteri Streptococus mutans di Rongga Mulut. Jurnal
Internasional Conference on Education, September.

Fatmawati, D. W. A., 2011. Hubungan Biofilm Streptococcus mutans terhadap


Resiko Terjadinya Karies Gigi. Jurnal Stomatognatic , 8(3), pp. 127-130.

Hestiana, A., Yasin, N., Hariri, A. M. & Subeki, 2014. Aktivitas Antifidan Ekstrak
Daun Mint (Mentha arvensis L.) dan Buah Lada Hitam (Piper nigrum L.)
terhadap Ulat Krop Kubis (Crocidolompa pavonana F.). Jurnal Agrotek
Tropika, Januari, 2(1), pp. 124-129.

Hingmadi, D., 2012. Keanekaragaman Ciri Morfologi Jenis-Jenis Bambu


(Bambusa Sp.) di Kelurahan Teunbaun Kecamatan Amarasi Barat
Kabupaten Kupang. Kupang: Universitas PGRI NTT.

Juariah, S. & Maritza, N., 2019. Identifikasi Jamur Candida albicans pada Air Bak
Toilet Umum di Pasar Tradisional Kota Pekanbaru. Journal Of Pharmacy and
Science, Desember.3(1).

Marliana, E. & Saleh, C., 2011. Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Kasar Etanol, Fraksi n-Heksana, Etil Asetat dan Metanol dari Buah Labu Air

15
(Lagenari siceraria (Molina) Standl). Jurnal Kimia Mulawarman, 8(2), pp.
63-69.

Mumpuni, E., Purwanggana, A., Mulatsari, E. & Pratama, R., 2019. Formulasi dan
Evaluasi Larutan Pencuci Mulut dengan Bahan Antimikroba Senyawa 1,5-
Bis (3’-Etoksi-4’-Hidroksifenil)-1,4-Pentadien-3-On. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia, April, 17(1), pp. 87-94.

Mutiawati, V. K., 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi pada Candida Albicans. Jurnal


Kedokteran Syiah Kuala, Agustus.16(1).

Nomer, N. M. G. R., Duniaji, A. S. & Nocianitri, K. A., 2019. Kandungan Senyawa


Flavonoid dan Antosianin Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) serta
Aktivitas Antibakteri terhadap Vibrio cholerae. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Pangan , p. 2.

Nugraha, A. C., Prasetya, A. T. & Mursiti, S., 2017. Isolasi, Identifikasi, Uji
Aktivitas Senyawa Flavonoid sebagai Antibakteri dari Daun Mangga.
Chemical Science, p. 2.

Nurhidayat, O., 2014. Optimasi Kondisi Hidrogenasi Etanol-Natrium untuk


Meningkatkan Kadar Mentol pada Minyak Permen Mentha piperita.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Pambudi, A. et al., 2014. Identifikasi Bioaktif Golongan Flavonoid Tanaman


Anting-Anting (Acalypha indica L.). Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains
dan Teknologi, p. 3.

Parwata, I. M. O. A., 2016. Flavonoid. Denpasar: Fakultas Matematika dan Ilmu


Pengetahuan .

Putri, E. D., Kusumo, S. H. & Aulia, P., 2020. Mas Intan (Masker Filter
AntiPolutan) Inovasi Masker Penjerap CO2 Berbasis Ekstrak Daun Bambu
Siam (Thyrsostachys siamensis) dan Lidah Mertua (Sansevieria). Bogor:
SMK AK Nusa Bangsa.

16
Rachmawaty, F. J. et al., 2009. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) sebagai Agen
Anti Bakteri terhadap Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, 1(No. 1), pp. 1-10.

Ramayanti, S. & Purnakarya, I., 2013. Peran Makanan terhadap Kejadian Karies
Gigi. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2).

Ririn, Tandjung, A. I. & Wagola, S., 2013. Formulasi Sediaan Mouthwash dari Sari
Buah Sirih (Piper betle L.) Varietas Siriboah. Journal As-Syifaa, Desember,
5(2), pp. 153-161.

Rosdiana, N. & Nasution, A. I., 2016. Gambaran Daya Hambat Minyak Kelapa
Murni dan Minya Kayu Putih dalam Menghambat Pertumbuhan
Streptococcus mutans. Journal of Syiah Kuala Dentistry Society, 1(1), pp. 43-
50.

Rumagit, H. M., Runtuwene, M. R. & Sudewi1, S., 2015. Uji Fitokimia dan Uji
Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol Spons Lamellodysidea herbacea.
Jurnal Ilmiah Farmasi, 3 Agustus, Volume 4, pp. 183-192.

Simanjuntak, L., Sinaga, C. & Fatimah, 2014. Ekstraksi Pigmen Antosianin dari
Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). Jurnal Teknik Kimia USU,
Juni.III(2).

Sinaredi, B. R., Pradopo, S. & Wibowo, T. B., 2014. Antibacterial Effect of Mouth
Washes Containing Chlorhexidine, Povidone Iodine, Fluoride Plus Zinc on
Streptococcus mutans and Porphyromonas gingivalis). Journal Dental,
December, 47(4), pp. 211-214.

Singh, R., Shushni, M. A. & Belkheir, A., 2011. Antibacterial and Antioxidant
Activities of Mentha piperita L. Arabian Journal of Chemistry, Januari,
Volume 8, pp. 322-328.

Ulfa, M., Apridamayanti, P. & Sari, R., 2018. Penentuan Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etanol Daun Bambu (Bambusa vulgaris) terhadap Bakteri
Salmonella typhi Secara In Vitro. Pontianak : Universitas Tanjungpura.

17
Verma, R. et al., 2010. Essential Oil Composition of Menthol Mint (Mentha
arvensis) and Peppermint (Mentha piperita) Cultivars at Different Stages of
Plant Growth from Kumaon Region of Western Himalaya. Journal of
Medicinal and Aromatic Plants, 1(1), pp. 13-18.

Widiyarti, G., Sundowo, A. & Angelina, M., 2014. Pembuatan Sediaan Oral
Nutraceutical dari Ekstrak Gambir. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia,
September, 12(2), pp. 145-153.

Zhiang, K., Sari, R. & Apridamayanti, P., 2017. Penentuan Konsentrasi Hambat
Minimum Ekstrak Etanol Daun Bambu (Bambusa vulgaris) terhadap Bakteri
Staphylococcus epidermidis Secara In Vitro.

18

Anda mungkin juga menyukai