Anda di halaman 1dari 40

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian tidak terpisahkan dari

kesehatan tubuh secara keseluruhan. Hingga kini kesehatan gigi dan mulut masih

belum menjadi perhatian utama, akibatnya gigi berlubang atau karies menjadi

masalah umum yang dihadapi sebagian besar masyarakat. Padahal penyakit gigi

dan mulut dapat menjadi gerbang munculnya berbagai penyakit (Nismal, 2018).

Persentase penduduk Indonesia yang mengalami masalah gigi dan mulut

terus meningkat. Pada tahun 2007 persentase penduduk yang mengalami masalah

gigi dan mulut mencapai 23,2% sedangkan pada tahun 2013 telah mencapai

25,9% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Sedangkan

berdasarkan RISKESDAS 2018 prevalensi karies untuk Provinsi Sumatera Barat

meningkat menjadi 43,9% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

2018).

Karies disebabkan oleh empat faktor, yaitu; gigi, substrat, mikroorganisme,

dan waktu. Sisa makanan dalam mulut yang mengandung karbohidrat dapat

diragikan oleh beberapa bakteri tertentu dan membentuk asam, sehingga pH

(Power of Hydrogen) plak akan menurun sampai di bawah lima dalam waktu satu

sampai tiga menit (Tiwa, 2017), setelahnya terjadi demineralisasi struktur

permukaan gigi, yaitu hilangnya mineral dari email, dentin, dan sementum. Proses

demineralisasi dimulai ketika bakteri spesifik melekat erat pada gigi dan lapisan

yang disebut dental plak (biofilm) dan rentan terhadap karbohidrat. Karbohidrat
2

bereaksi dengan bakteri untuk membentuk asam (seperti asam laktat) yang

berperan menghancurkan struktur keras gigi, mengakibatakan hilangnya mineral

(Scheid, 2013).

Streptococcus mutans dan Lactobacillus adalah dua jenis bakteri penyebab

utama terjadinya karies (Scheid, 2013). Streptococcus mutans merupakan bakteri

yang dapat tumbuh dengan baik dalam suasana asam serta dapat memproduksi

asam sebagai hasil fermentasi karbohidrat. Asam yang dihasilkan bakteri ini dapat

memicu terjadinya demineralisasi gigi. Pertumbuhan bakteri Streptococcus

mutans dapat dikendalikan dengan bahan antibakteri (Putra, 2017).

Pencegahan karies gigi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya

seperti menyikat gigi, penggunaan obat kumur, dan imunisasi. Pencegahan karies

dapat menggunakan bahan antimikroba untuk mengurangi jumlah bakteri

penyebab karies pada rongga mulut (Sulianti, 2012). Salah satunya penggunaan

obat kumur antiseptik yang bertujuan untuk menurunkan jumlah koloni bakteri

patogen dalam rongga mulut, mengurangi terjadinya plak, dan karies gigi. Banyak

jenis obat kumur yang telah beredar di masyarakat, salah satunya yang banyak

digunakan yaitu obat kumur dengan kandungan Chlorhexidine. Chlorhexidine

telah diteliti selama 20 tahun dan merupakan bahan kemoterapi yang paling

potensial dalam menghambat Streptococcus mutans. Tetapi, penggunaan

Chlorhexidine dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek samping berupa

timbulnya noda kuning atau coklat pada gigi, deskuamasi mukosa mulut, hingga

perubahan keseimbangan flora normal mulut (Rosidah, 2014).

Bahan antibakteri yang berasal dari alam saat ini menjadi kajian penting

dikarenakan semakin menurunnya efektifitas obat kimia karena efek samping dan
3

resistensi. Penggunaan obat sebagai alternatif antimikroba yang berasal dari alam

lebih banyak digunakan karena lebih aman dan mudah didapat (Sari, 2010).

Berdasarkan penelitian (Vashist, 2012) ekstrak metanol daun Tin (Ficus carica)

memiliki aktifitas antibakteri yang terdapat di rongga mulut seperti bakteri

Streptococcus mutans, Streptococcus sanguinis, Streptococcus sobrinus,

Streptococcus ratti, Streptococcus criceti, Streptococcus anginosus, Streptococcus

gordonii, Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Fusobacterium nucleatum,

Prevotella intermedia dan Porphyromonas gingivalis, sementara itu ekstrak etanol

seluruh bagian dari tumbuhan Ketul (Bidens pilosa), Kesumba keling (Bixa

orellana), Kina (Cinchona officinalis), Gamal (Gliricidia sepium), Jakaranda

(Jacaranda mimosifolia), juga memiliki aktifitas antibakteri yang terdapat pada

rongga mulut seperti bakteri Staphylococcus aureus, dan Candida albicans, selain

itu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif antimikroba salah satunya

adalah Gletang (Tridax procumbens L.) (Maldhure, 2015).

Gletang (Tridax Procumbens L.) adalah obat herbal yang digunakan oleh

praktisi etnomedisin, Gletang (Tridax Procumbens L.) merupakan tanaman dari

keluarga Asteraceae atau Compositae. Tanaman ini berasal dari Amerika tropis

(Jain, 2012). Penggunaannya untuk tujuan terapi karena mengandung alkaloid,

karotenoid, deksametason, luteolin, flavonoid, tannin, titerpenoid dan setosterol,

berguna sebagai antimikroba, sedangkan alkaloid, titerpenoid, flavonoid berguna

sebagai antibakteri (Maldhure, 2015).

Hasil peneliti Mohd, (2011) menunjukkan bahwa ekstrak metanol gletang

(Tridax Procumbens L.) konsentrasi 0.25%, 0.5%, 1%, dan 2% mempunyai

aktifitas antibakteri terhadap bakteri gram positif (Staphylococcus aureus, dan


4

Bacillus subtilis) dan bakteri gram negatif (Enterobacter aerogenes) menunjukkan

hasil bahwa ekstrak gletang memiliki aktivitas antibakteri dengan diameter zona

hambat pada batang 10 mm dengan kategori sedang, sementara itu hasil penelitian

Krishnaswamy, (2015) ektrak etanol gletang juga efektif terhadap bakteri gram

positif seperti Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan gram negatif

Escherichia coli, Proteus mirabilis, dan, Klebsiella pneumonia, dengan

konsentrasi 20%, 60%, dan, 80% dengan zona hambat terbesar 25 mm dengan

kategori sangat kuat pada konsentrasi 80%.

Penelitian sebelumnya hanya terbatas pada bakteri Enterobacter aerogenes,

Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Proteus mirabilis,

Klebsiella pneumonia dan belum ada penelitian terhadap bakteri Streptococcus

mutans yang merupakan bakteri spesifik penyebab karies. Sehingga pada

penelitian ini peneliti ingin mengatahui aktivitas antibakteri ekstrak batang

Gletang (Tridax procumbens L.) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans

ATCC 25175 (In vitro).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat aktivitas antibakteri ekstrak batang gletang (Tridax

Procumbens L.) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC 25175 (In

vitro)?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak batang gletang (Tridax

procumbens L.) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC 25175 (In

vitro).
5

1.4 Manfat Penelitian

1. Memberikan informasi dari hasil penelitian ekstrak batang gletang (Tridax

Procumbens L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan

bakteri Streptococcus mutans ATCC 25175, dan dapat digunakan sebagai

obat herbal yang digunakan sebagai antibakteri.

2. Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Baiturrahmah yang dapat digunakan sebagai bahan bacaan untuk

melakukan penelitian selanjutnya.


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karies

Karies (gigi berlubang) adalah infeksi bakteri yang merusak struktur gigi-

geligi melalui demineralisasi dan kerusakan matriks organik pada gigi yang

berasal dari interaksi bakteri yang memproduksi asam (Streptococcus mutans,

Actinomyces viscosus, spesies Lactobacillus, dan Streptococcus sanguis) pada

plak dengan substrat makanan dalam periode waktu yang lama. Bakteri

menghasilkan asam laktat yang menyebabkan perubahan elektrokimia dan aliran

keluar ion kalsium serta fosfat dari bagian gigi yang mengalami mineralisasi

(Langlais, 2013).

Karies disebabkan adanya beberapa faktor yang saling berinteraksi

diantaranya mikroorganisme, host (gigi dan saliva), substrat (makanan), dan

waktu. Beberapa jenis karbohidrat dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan

membentuk asam sehingga pH (Power of Hydrogen) plak akan menurun sampai

5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu

tertentu akan mengakibatkan terjadinya proses karies gigi yang ditandai dengan

demineralisasi. Karies baru bisa terjadi hanya kalau keempat faktor tersebut diatas

ada (Kidd, 2013).


7

Gambar 2.1. Faktor Pencetus Karies. Sumber: Kidd, Edwina A M, Sally Joyston
Bechal. 2013. Dasar-Dasar Karies Penyakit Dan Penanggulangan.
Jakarta: EGC; hal….
2.2 Streptococcus mutans

J. Clarke pada tahun 1924 melakukan isolasi organisme dari lesi karies dan

dikenal dengan nama Streptococcus mutans, karena menurutnya sel berbentuk

oval yang diobservasi adalah bentuk mutan dari Streptococcus (Lemos, 2013).

Nama Mutans adalah dimana sering terjadi fase kokus menjadi kokus-basil.

Sampai sekarang terdapat tujuh spesies dari Streptococcus mutans, dan delapan

serotipe (a-h) yang diakui. Istilah Streptococcus mutans terbatas pada isolasi dari

manusia termasuk serotipe (c,e,f, dan k) (Samaranayake, 2006; Marsha, 2009).

Bakteri Streptococcus mutans adalah bakteri gram positif coccus terbentuk

dari rantai pendek menjadi sedang dan uji katalase negatif. Pada Mitis-Salivarius

agar, koloni Streptococcus mutans tumbuh dengan cepat, tidak seperti

Streptococcus lainnya di rongga mulut, kebanyakan strain dari Streptococcus

mutans dapat secara selektif dikultur pada Mitis-Salivarious agar dengan

komposisi 20% sukrosa, dan 0,2 % unit/ml basitrasin. Secara karakteristik,

Streptococcus mutans mensintesis polisakarida yang tidak larut dari sukrosa.


8

Bakteri ini bersifat homofermentatif dan lebih asidurik daripada oral

Streptococcus lainnya (Rajendran, 2012). Streptococcus mutans mengekresi suatu

enzim yang disebut Glukosyltransferase, yang memiliki kemampuan

mempolimerisasi suksora menjadi suatu polimer besar, dekstran, dan

monosakarida fruktosa (Cappucino, 2013).

Sifat virulensi utama Streptococcus mutans adalah (Lemos, 2013):

1. Kemampuan untuk menghasilkan asam organik (asidogenik) dalam

jumlah besar dari metabolisme karbohidrat.

2. Kemampuan bertahan pada pH (Power of Hydrogen) yang rendah

(asidurik).

3. Kemampuan mensintesis glucan-homopolymers ekstra seluler dari

sukrosa, berperan pada titik kritis pada perlekatan inisial, kolonisasi, dan

akumulasi biofilm pada permukaan gigi.

Urutan taksonomi dalam klasifikasi bakteri Streptococcus mutans adalah

(Marsh, 2009):

Kingdom : Procaryotae

Division : Firmicutes

Sub-division : Low G+C content of DNA

Ordo :-

Family : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Spesies : Streptococcus mutans


9

Gambar 2.2. Streptococcus mutans. Sumber: Todar, Kenneth. 2012. The Normal
Bacterial Of Humans. (Online): Www.Textbookofbacteriology.Net.
Diakses 19 Juli 2018.
.
Diet yang diikuti dengan kesehatan mulut yang buruk menyebabkan bakteri

Streptococcus mutans memfermentasi asam. Sehingga, polisakarida melekat kuat

pada gigi dan membentuk plak gigi, yang ini di dalamnya tinggal Streptococcus

yang memfermentasikan sehingga menghasilkan pemebentukan asam laktat

(Cappucino, 2013). Enzim glukosyltransferase (Gtf) berperan dalam proses

fermentasi sukrosa yang disekresi oleh Streptococcus mutans yang merupakan

protein permukaan bakteri gram positif yang bertindak sebagai adhesi selektif

pada pelikel gigi manusia, serta sintesis glukan dari sukrosa dan inisiator

kolonisasi bakteri Streptococcus mutans dalam pembentukan plak (Gani, 2006).

Perlekatan ini memberikan peranan ganda yaitu awal dari pembentukan plak dan

proses terjadinya karies karena karies diawali dengan fermentasi asam oleh enzim

Glukosyltransferase. Asam yang dihasilkan dari fermentasi tersebut berdasarkan

Chemo-parasitic theory menjadi penyebab terjadinya karies, melalui proses

dekalsifikasi dari asam yang dihasilkan bakteri khususnya Streptococcus mutans

(Saraf, 2006).
10

Aktivitas Streptococcus mutans dapat dihambat jika tanpa adanya sukrosa

sehingga tidak ada yang dapat difermentasi bakteri S.mutans sehingga asam yang

melarutkan mineral gigi tidak diproduksi. Maka dari itu proses karies dapat

dicegah bukan hanya dengan menghambat bakteri penyebab saja tetapi juga

melalui perubahan lingkungan sehingga tidak menimbulkan perubahann yang

merugikan terhadap komposisi dan aktifitas metabolik biofilm (Tarigan, 2013).

Tabel 2.1. Spesies Streptococcus mutans di dalam rongga mulut. Sumber:


Samaranayake, L. 2006. Essential Microbiology For Dentistry (3rd
Edition). Philadelphia: Churcill Livingstone Elsevier Limited.

Group Streptococcus mutans (di Spesies


dalam rongga mulut)
Streptococcus mutans, serotipe c,e,f,
Mutans group dan k
Streptococcus sobrinus, serotipe d,g
Streptococcus cricetus, serotipe a
Streptococcus rattus serotipe b, dll

2.3 Gletang (Tridax Procumbens L.)

T.Procumbens L memiliki nama lain: Gletang (Indonesia), Ketumpang

(sunda), Gletangan, Gobesan, Londotan, Orang-aring, Prepes, Songga langit,

Sidowala, Srunen, Cemondelan (Jawa) (Heyne, 1987). Gletang (T.Procumbens

L.) merupakan spesies yang banyak ditemukan liar sebagai gulma, anggota suku

Asteraceae. Berasal dari Amerika tropis kemudian tersebar luas ke India dan Asia

Tenggara. Gletang di Jawa pertama kali tercatat pada tahun 1875 dan menyebar ke

seluruh Nusantara dengan memencarkan biji-biji atau buahnya dengan bantuan

angin (anemokori). Gletang biasa didapati di tempat-tempat yang tidak becek,

banyak terkena cahaya matahari atau hanya sedikit ternaungi, terutama di tanah
11

berpasir atau berbatu, dan tumbuh pada ketinggian 1.500 m diatas permukaan laut

(Kartika, 2015).

2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Gletang (Tridax Procumbens L.)

Tabel 2.2: Klasifikasi T.Procumbens L. Sumber: Jain, Amita. 2012.‘International


Journal Of Pharma And Bio Sciences Tridax Procumbens ( L .) : A
Weed With Immense Medicinal Importance : A Review, 3(1).
.

Kingdom Plantae

Subkingdom Tracheobionta

Devisi Magnoliophyta

Class Magnoliopsida

Subclass Asteridae

Ordo Asterales

Family Asteraceae

Genus Tridax L

Spesies Tridax procumbens (L.)

Gambar 2.3. Gletang (T.Procumbens. Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018.


12

Gletang memiliki marfologi sebagai berikut: Bunga majemuk berbongkol

dan merupakan bunga majemuk cawan yang memiliki bunga pita dengan mahkota

berjumlah 6-8 berwarna putih dan bagian ujungnya terbelah 3 begitu lebar dan

bunga tabung yang terdiri sangat banyak jumlahnya yang pada umumnya

berwarna kekuningan dengan benang sari yang melekat pada kepala putik yang

membelah bagian tengahnya. Bunga terletak pada ujung tangkai bunga. Buah

keras berwarna bening dan beralur pada permukaannya bentuk ramping dan

memanjang (Syah, 2014).

2.3.2 Kandungan Kimia Batang Gletang (Tridax Procumbens L.)

Kandungan kimia batang gletang dari skrining fitokimia yang telah

dilakukan pengujian oleh peneliti di laboratorium Sekolah Tinggi Analis

Kimia Cilegon mengungkapkan adanya, flavonoid, Alkaloid, Triterpenoid.

1. Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alami dari senyawa

fenolik yang banyak merupakan pigmen tumbuhan. Manfaat flavonoid

antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, memiliki hubungan

sinergis dengan vitamin C (meningkatkan efektifitas Vitamin C),

antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik. Flavonoid

adalah suatu kelompok senyawa fenol yang banyak ditemukan di alam.

Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk

senyawa kompleks terhadap protein extraseluler dan menganggu

integritas memberan sel bakteri (Mustarichie, 2011).

2. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar


13

yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme kerjanya

dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel

bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan

menyebabkan kematian sel tersebut (Kurniawan, 2015).

3. Triterpenoid

Terpenoid yang terkandung dalam tumbuhan biasanya digunakan

sebagai senyawa aromatik yang menyebabkan bau pada eucalyptus,

pemberi rasa pada kayu manis, cengkeh, jahe dan pemberi warna kuning

pada bunga. Terpenoid tumbuhan mempunyai manfaat penting sebagai

obat tradisional, antibakteri, antijamur. Beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa senyawa terpenoid dapat menghambat pertumbuhan

bakteri dengan mengganggu proses terbentuknya membran serta dinding

sel sehingga membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk

tidak sempurna (Kurniawan, 2015).

2.4 Uji Zona Hambat

Zona hambat merupakan daerah bening atau jernih di sekeliling cakram

karena tidak ditemukan pertumbuhan koloni bakteri. Untuk mengetahui aktivitas

zona hambat agen antibakteri dapat dilakukan dengan menggunakan metode difusi.

Metode difusi merupakan suatu metode pengujian aktifitas antibakteri dengan

menggunakan suatu cakram yang bekerja dengan menyerap agen antibakteri

dalam jumlah tertentu yang ditempatkan pada suatu media yang telah ditanami

bakteri uji. Daerah bening yang mengelilingi agen antibakteri mengindikasikan

ukuran kekuatan hambatan agen antibakteri terhadap bakteri yang akan diuji

(Harti, 2012).
14

Pengujian aktivitas zona hambat agen antibakteri dapat dilakukan dengan

menggunakann metode difusi. Terdapat beberapa macam metode difusi seperti

yang dijelaskan berikut ini (Pratiwi, 2008; Harti, 2012):

1. Metode disc diffusion (Kirby bauer)

Metode disc diffusion digunakan untuk menentukan aktivitas agen

antibakteri terhadap bakteri uji. Cakram yang berisi agen antibakteri

diletakkan pada media agar yang telah ditanami bakteri uji yang akan

berdifusi pada media agar tersebut. Hambatan pertumbuhan bakteri oleh

agen antibakteri pada permukaan media agar diindikasikan dengan

adanya area jernih disekelilingi cakram.

Metode disc diffusion ini merupakan metode yang sederhana, cepat

dan mudah dalam pengerjaannya. Prinsip dari metode ini adalah kertas

cakram yang mengandung zat uji dengan konsentrasi tertentu dapat

berdifusi dengan baik pada permukaan media padat yang sebelumnya

telah ditanami bakteri uji (Nuria, 2009).

2. E-test

Metode E-test bekerja dengan cara agen antibakteri dari kadar

terendah hingga tertinggi yang terdapat pada strip plastik diletakkan pada

permukaan media agar yang telah ditanamai bakteri uji. Adanya zona

hambat menunjukkan konsentrasi terkecil agen antibakteri dalam

menghambat pertumbuhan bakteri uji.

3. Ditch- plate technique

Metode Ditch- plate technique dilakukan dengan cara membuat parit

pada bagian tengah media agar, kemudian agen antibakteri diletakkan


15

pada daerah tersebut. Bakteri uji digoreskan kedalam parit yang telah

berisi agen antibakteri dan dilihat zona hambat yang terbentuk disekitar

parit.

4. Cup-plate technique

Prinsip metode Cup-plate technique sama dengan metode disc

diffusion, dimana media agar yang telah ditanami bakteri uji dibuatkan

suatu sumur atau lubang. Sumur tersebut diisi oleh agen antibakteri dan

dilihat zona hambat yang terbentuk disekelilingi sumur.

2.5 KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) dan KBM (Konsentrasi Bunuh


Minimum)

KHM merupakan konsentrasi terendah bakteri yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri dengan hasil yang dilihat dari pertumbuhan koloni pada agar

atau kekeruhan pada pembiakan cair. Sedangkan KBM adalah konsentrasi

terendah antimikroba yang dapat membunuh 99,9% pada biakan selama waktu

yang ditentukan (Soleha, 2015).

Kemampuan antimikroba dalam melawan bakteri dapat diukur

menggunakan metode yang biasa dilakukan, yaitu (Soleha, 2015):

1. Metode Dilusi

Metode dilusi terdiri dari dua teknik pengerjaan, yaitu teknik dilusi

perbenihan cair dan teknik dilusi agar yang bertujuan untuk penentuan

aktivitas antimikroba secara kuantitatif, antimikroba dilarutkan kedalam

media agar atau kaldu, yang kemudian ditanami bakteri yang akan ditetes.

Setelah diinkubasi semalam, konsentrasi terendah yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri disebut dengan KHM. Nilai KHM tersebut


16

dibandingkan dengan konsentrasi obat yang didapat di serum dan cairan

tubuh lainnya untuk mendapatkan perkiraan respon klinik.

1) Dilusi perbenihan cair

Dilusi perbenihan cair terdiri dari makrodilusi dan mikrodilusi.

Pada prinsipnya pengerjaannya sama hanya berbeda dalam volume.

Untuk makrodilusi volume yang digunakan lebih dari 1 ml, sedangkan

mikrodilusi volume yang digunakan 0,05 ml sampai 0,1 ml. Antimikroba

yang digunakan disediakan pada berbagai macam pengenceran biasanya

dalam satuan µg/ml, konsentrasi bervariasi tergantung jenis dan sifat

antibiotic secara umum untuk penentuan KHM.

Pengenceran antimikroba dengan penurunan konsentrasi

setengahnya misalnya mulai dari 16, 8, 4, 2, 1, 0,5, 0,25 µg/ml

konsentrasi terendah yang menunjukkan hambatan pertumbuhan dengan

jelas baik dilihat secara visual atau alat semiotomatis dan otomatis

disebut dengan konsentrasi daya hambat minimum atau KHM, dan

distribusi antimikroba akan mempengaruhi dosis, rute dan frekuensi

pemberian antimikroba untuk mendapatkan dosis efektif di tempat

terjadinya infeksi.

Penentuan konsentrasi minimum antibiotik yang dapat membunuh

bakteri/ KBM dilakukan dengan menanam bakteri pada perbenihan cair

yang digunakan untuk KHM ke dalam agar kemudian diinkubasi

semalam pada 37⁰C. KBM adalah ketika tidak terjadi pertumbuhan lagi

pada agar.

2) Dilusi agar
17

Teknik dilusi agar dngan menambahkan antibiotik sesuai dengan

pengenceran ke dalam agar, sehingga akan memerlukan perbenihan agar

sesuai jumlah pengenceran ditambah satu perbenihan agar untuk kontrol

tanpa penambahan antibiotik, konsentrasi terendah antibiotik yang

mampu menghambat pertumbuhan bakteri merupakan KHM antibiotik

yang diuji.

2.6 Chlorhexidine

Chlorhexidine merupakan dirivat bis-biguanite yang efektif dan mempunyai

spektrum luas, bekerja cepat dan toksisitas rendah. Chlorhexidine telah terbukti

efektif terhadap bakteri rongga mulut karena dapat mengurangi jumlah

mikroorganisme plak sebanyak 80%. Aplikasi obat kumur Chlorhexidine dapat

mencegah timbulnya plak dan gigi berlubang (karies) karena Chlorhexidine

memiliki kemampuan bakterisida dan bakteriostatik terhadap bakteri rongga

mulut, termasuk Streptococcus mutans (Mervrayanto, 2015).

Mekanisme kerja dari Chlorhexidine efektif untuk menghambat

pertumbuhan maupun membunuh bakteri gram positif dan gram negatif,

tergantung dari konsentrasi yang digunakan. Molekul Chlorhexidine memiliki

muatan positif (kation) dan sebagian besar muatan molekul bakteri adalah negatif

(anion). Hal ini menyebabkan perlekatan yang kuat dari Chlorhexidine pada

membran sel bakteri. Chlorhexidine akan menyebabkan perubahan pada

permeabilitas memebran sel bakteri sehingga meyebabkan keluarnya sitoplasma

sel dan komponen sel dengan berat molekul rendah dari dalam sel menembus

membrane sel sehingga menyebabkan kematian bakteri (Sinaredi, 2014).


18

2. 7 Kerangka Konsep

Bakteri
Streptococcus mutans

Karies

Pengobatan Pencegahan

Restorasi Kontrol Berkala Obat Kumur Menyikat gigi

Sintetik Alami

Chlorhexidine
Tin (Ficus Ketul (Bidens
0,1% carica) pilosa)

Ekstrak batang Gletang


(Tridax Procumbens L.)

Alkaloid, Triterpenoid,
flavonoid.

Antibakteri

KHM (Konsentrasi
Keterangan: Hambat Minimum)

KBM (Konsentrasi Bunuh


: Diteliti
Minimum)

: Tidak diteliti

Diagram 1. Kerangka Konsep.


19

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode penelitian

eksperimental laboratorium dengan melakukan pengujian terhadap ekstrak batang

Gletang (Tridax Procumbens L.) dengan berbagai konsentrasi terhadap

pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC 25175.

3.2 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah Streptococcus mutans ATCC 25175

yang terdapat pada Muller Hinton Agar.

3.3 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah Streptococcus mutans ATCC 25175 yang

diperoleh dari Laboratorium Sentral Universitas Padjadjaran.

3.3.1 Besar Sampel

Besar sampel pada percobaan ini menggunakan rumus Frederer (Siswanto,

2017):

(t-1) (r-1) ≥ 15

Keterangan: t = jumlah kelompok perlakuan.

r = jumlah replikasi/ sampel per kelompok.

Jumlah kelompok perlakuan dalam penelitian ada 6 yaitu konsentrasi 20%,

40%, 60%, 80% , kontrol positif Chlorhexidine 0,1%, dan kontrol negatif etanol

96%.
20

(t-1) (r-1) ≥ 15
(6-1) (r-1) ≥ 15
(5) (r-1) ≥ 15
5r- 5 ≥ 15
5r ≥ 15+5
5r ≥ 20
r≥4
Besar sampel (n) = t× r
n = 6×4
n = 24
Jumlah kelompok perlakuan dalam penelitian ini ada 6 perlakuan dengan

konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, kontrol positif Chlorhexidine 0,1%, dan

kontrol negatif etanol 96%. dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali. Maka besar

sampel menjadi 24 perlakuan.

3.3.2 Kriteria Sampel


1. Kriteria Inklusi
Koloni Bakteri Streptococcus mutans ATCC 25175 yang tumbuh

pada Mueller Hinton Agar.

2. Kriteria Ekslusi

Adanya pertumbuhan jamur atau kontaminasi lain pada Mueller

Hinton Agar.

3.4 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Ekstrak batang Gletang (T.procumbens L.) dengan

konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80%.


21

2. Variabel terikat: Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Streptococcus

mutans ATCC 25175, KHM (Konsentrasi Hambat Minimum), dan KBM

(Konsentrasi Bunuh Minumum).

3.5 Defenisi Operasional Variabel

Tabel 3.1. Definisi Operasional.

No Variabel Defenisi Alat ukur Hasil ukur Skala


1. Ekstrak Ekstrak batang Timbangan % Rasio
Batang Gletang adalah digital dan
Gletang(T.pro ekstrak yang dibuat labu ukur
cumbens L). melalui proses
maserasi.
menggunakan
konsentrasi 20%,
40%, 60%, 80% .

2. Zona hambat Zona hambat Kaliper mm Rasio


bakteri merupakan tempat
Streptococcus dimana bakteri
mutans ATCC terhambat
25175. pertumbuhannya,ya
ng ditandai dengan
adanya zona bening.
3 KHM konsentrasi minimal Elisa % Rasio
(Konsentrasi ekstrak daun multimode
Hambat Gletang yang reader
Minimum). mampu
menghambat
pertumbuhan
bakteri
Streptococcus
mutans setelah
diinkubasi 24 jam.
4 KBM konsentrasi minimal Elisa % Rasio
(Konsentrasi bahan coba yang multimode
Bunuh dapat membunuh reader.
Minumum). bakteri sebesar 99%
atau 100% pada
media agar.
22

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.6.1 Lokasi Penelitian

Lokasi identifikasi tumbuhan Gletang (T.procumbens L.) di

laksanakan di Herbarium Universitas Andalas, dan untuk identifikasi

fitokimia di Laboratorium Sekolah Tinggi Analis Kimia Cilegon, sementara

itu untuk pembuatan ekstrak di laksanakan di Laboratorium Kimia

LLDIKTI Wilayah X (Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau)

Padang, Sumetra Barat, dan lokasi pembuatan suspensi bakteri serta

pengujian aktifitas antibakteri, KHM dan KBM di Laboratorium Sentral

Universitas Padjadjaran.

3.6.2 Waktu Penelitian

Waktu Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juli 2018 sampai Juni

2019.

3.7 Alat dan Bahan

Tabel 3.2. Alat dan bahan.


Alat Bahan
1. Timbangan digital (Precisa 1. Daun Gletang (Tridax
XT 220A, Swiss) Procumbens L)
2. kaliper 2. Etanol 96%
3. Botol gelap 2.5 L 3. Alcohol 70%
4. Corong 4. Bakteri S. mutans ATCC
5. Anaerobic jar 25175
6. Tabung Erlenmeyer 5. MuellerHinton Agar
7. Tabung Fial (MHA) + sukrosa 2%
8. Baker glass 6. Agar bakteriological
9. Cawan petri 7. Aquades
10. Pinset 8. Chlorhexidine0,1%
11. Autoclave (Wiseclave, 9. Parafilm paper
China) 10. Masker dan handscoon
12. Inkubator (LSIS B2V/EC 11. Papper disk
55, Germany) 12. Kapas, kain kasa
13. oven 13. Kertas HVS
14. Rotavapor (Buchi Rotavapor 14. Kapas lidi steril
23

R-200, Zwitzerland) 15. Masker dan handscoon


15. Kertas saring Wathman
16. Alumunim foil
17. Laminar air flow
18. Kamera dokumentasi
19. Elisa Multimode Rider
20. Spatula
21. Lampu spritus
22. Ose
23. Mikro pippet dan pippet tips
24. Micro plate

3.8 Cara Kerja

Prosedur kerja dari penelitian ini ada empat tahap yaitu:

1. Pembuatan ekstrak batang gletang (T.procumbens.L).

2. Pengujian aktivitas antibakteri (Zona Hambat).

3. Penentuan KHM (Konsentrasi Hambat Minimum).

4. Penentuan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum).

3.8.1 Pembuatan Ekstrak

1. Pengambilan batang gletang, batang gletang yang didapatkan

langsung dari kota Padang, Sumatera Barat. Untuk memastikan bahwa

batang yang didapatkan adalah batang gletang maka dilakukan

identifikasi di Laboratorium Herbarium Universitas Andalas, Padang.

2. Batang gletang dicuci bersih. Setelah itu batang gletang dipotong

kecil-kecil kemudian dikeringkan dengan sinar matahari. Setelah

kering batang gletang diblender sampai halus.

3. Batang gletang yang telah halus dimasukan kedalam tabung gelap 2,5

liter dan tuangkan etanol 96% sebanyak 2 liter dengan menggunakan

corong kaca. Diaduk dan didiamkan selama 3x24 jam dalam suhu
24

kamar. Setelah 3x24 jam rendaman batang gletang disaring

menggunakan corong kaca dan kertas saring Whatman ke dalam

tabung erlenmeyer sampai ampasnya terpisah. Setelah itu dimasukkan

dalam tabung labu untuk diuapkan dengan vacum rotary evaporator

dengan suhu 60ºC sampai diperoleh ekstrak kental.

4. Pembuatan konsentrasi ekstrak. Konsentrasi ekstrak batang gletang

yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20%, 40%, 60%, dan 80%.

Bahan yang digunakan sebagai pelarut ekstrak batang gletang adalaha

larutan etanol 96%. Untuk mendapatkan konsentrasi yang akan

diinginkan, maka konsentrasi ekstrak yang di dapatkan adalah sebagai

berikut:

Tabel 3.3. Pembuatan Konsentrasi Ekstrak batang Gletang (Tridax procumbens


L.).

20% 40% 60% 80%


1 ml (ektrak) + 4 2 ml (ekstrak) + 3 ml (ekstrak) + 4 ml (ekstrak) +
ml (pelarut) 3 ml (pelarut) 2 ml (pelarut) 1 ml (pelarut)

3.8.2 Pengujian Aktivitas Antibakteri

1. Alat-alat yang akan digunakan dicuci bersih lalu dikeringkan sebelum

melakukan pengujian. Cawan petri dibungkus dengan menggunakan

kertas, tabung reaksi, erlenmeyer, gelas ukur, ditutup dengan kapas dan

dibungkus dengan aluminium foil. Kemudian disterilkan di dalam

autoclave pada suhu 300ºC selama 2,5 jam.

2. Uji aktivitas dilakukan dengan menggunakan metode disc diffusion

karena lebih sederhana, cepat dan mudah dalam pengerjaannya serta

dapat digunakan untuk melihat sensitivitas berbagai jenis mikroba


25

terhadap antimikroba. Penggunaan chlorhexidine sebagai kontrol

positif karena masih merupakan gold standar sebagai obat kumur

dalam menghambat pembentukan plak pada gigi, konsentrasi yang

dipakai adalah 0,1%. Penggunaan etanol 96% sebagai kontrol negatif

karena etanol merupakan senyawa polar dan non polar serta harganya

lebih murah.

3. Ambil kapas steril, lalu celupkan kedalam suspensi bakteri

Streptococcus mutans dan disebarkan ke MHA (Mueller Hinton Agar) ,

lalu sebarkan paper disk sebanyak 6 buah pada media MHA tadi serta

teteskan diatasnya ekstrak batang gletang dengan konsentrasi 20%,

40%, 60%, 80%, kontrol positif chlorhexidine 0,1% dan kontrol

negatif etanol 96% dengan menggunakan micro pippet, lalu tutup

cawan petri dengan parafilm paper.

4. Setelah itu cawan petri dimasukkan kedalam anaerobic jar.

Anaerobic jar adalah suatu wadah kedap udara yang baik digunakan

untuk bakteri anaerob flora normal, karena Streptococcus mutans

lebih sensitif terhadap oksigen (Shahin, 2002).

5. Selanjutnya inkubasi selama 24 jam di dalam inkubator dengan suhu

370C. Setelah 24 jam diamati area bening yang terbentuk dan diukur

dengan caliper sebagai zona hambat dalam satuan mm.

3.8.3 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode mikro

dilusi cair, kemudian diukur kekeruhan atau optical density dengan alat

Elisa multimode reader. Uji KHM dalam penelitian ini adalah untuk
26

menentukan konsentrasi minimum senyawa aktif batang gletang yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC 25175. Uji

ini dilakukan menggunakan micro plate yang terdiri dari 12 kolom, dan 4

baris sumur dengan langkah kerja sebagai berikut :

1. Persiapkan lingkungan kerja yang steril dan bekerja dengan teknik

asepsis.

2. Mempersiapkan micro plate steril, yang terdiri dari 12 kolom, dan 4

baris sumur. Baris pada micro plate ini dibagi menjadi empat bagian;

baris A, baris B, baris C, dan baris D

3. Media cair Mueller Hilton Broth, ekstrak batang gletang

(T.procumbens L.) sebanyak 160 µl dimasukan kedalam sumur A dan

B Secara aseptik, dan media cair Mueller Hilton Broth, ekstrak batang

gletang (T.procumbens L.) sebanyak 150 µl dan suspensi bakteri yang

setara dengan larutan Mac Farland 0,5 (3x108 sel/ml sampel)

sebanyak 10 µl dengan menggunakan micro pippet dimasukan

kedalam sumur C dan D Secara aseptik.

4. Kemudian lakukan pengenceran berurut (serial dilusi) meggunakan

alat mikro pippet sampai 12 kali pada micro plate

5. Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C di inkubator.

6. Baca intensitas warna dengan menggunakan ELISA multimode reader.

7. Nilai KHM dapat diukur dengan menghitung persentasi penghambatan

bakteri dan persentasi kematian sel yang terhitung dengan rumus

berikut:

% Kematian sel= (ODMPB – ODMP) – (ODMSB – ODMS)


27

(ODMBP – ODMP)

Ket:
1. OD: Optical Density
2. M: Media
3. S: Sampel
4. B: Bakteri
5. P: Pelarut

Konsentrasi Hambat Minimum diambil sebagai konsentrasi terendah

dari larutan sampel yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri ditandai

dengan nilai adanya kejernihan.

Tabel 3.4. Lay out micro plate untuk penentuan nilai KHM.
Micro Pengenceran
plate 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A M+S
B
C M+S+B
D
Keterangan:
1. M: Media
2. S : Sampel
3. B : Bakteri

Micro plate diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Konsentrasi

terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Streptococcus mutans ATCC 25175 ditentukan sebagai konsentrasi hambat

minimum, yang diamati dengan ELISA multimode reader.

3.8.4 Penentuan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum)

Konsentrasi Bunuh Minimum diambil sebagai konsentrasi terendah

dari larutan sampel yang dapat membunuh 99% bakteri yang ditanam pada
28

lempeng agar pada setiap konsentrasi setelah KHM. Berikut adalah cara kerja

penentuam KBM:

1. Cara kerja :

1) Sterilisasi area kerja.

2) Siapkan cawan petri yang sudah berisi MHA sebanyak 4 buah.

3) Ambil kapas steril dan celupkan kedalam suspensi bakteri

Streptococcus mutans ATCC 25175 lalu diratakan ke MHA.

4) Ambil 160 µl suspensi media+sampel+bakteri dari konsentrasi

setiap sampel, masukkan sampel ekstrak batang gletang dengan

konsentrasi yang didapatkan dari hasil nilai konsentrasi hambat

minimum.

5) Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.

6) Setelah 24 jam diinkubasi, dikeluarkan dan dilakukan pengamatan

ada tidaknya pertumbuhan bakteri pada permukaan MHA.

7) Nilai konsentasi bunuh minimum, ditentukan dari konsentasi yang

tidak ada pertumbuhan bakteri pada media MHA.


29

3.9 Alur Penelitian

Persiapan alat dan bahan


penelitian serta specimen
yang diperlukan

Pembuatan bahan uji

Penyediaan bakteri Ekstrak batang Gletang


Streptococcus mutans (Tridax procumbens L.)

Pembuatan konsentrasi
ekstrak 20%, 40%,
60%, dan 80%.

Kelompok kontrol Kelompok perlakuan


(+)Chlorhexidine 0,1%
(-) Etanol 96% 20% 40% 60% 80%
%

Zona Hambat

KHM (Konsentrasi
Hambat Minimum)

KBM (Konsentrasi
Bunuh Minimum)

Analisis Data

Diagram 3. Alur Penelitian.


30

3.10 Analisi Data

Data yang diperoleh dientri kedalam bentuk tabel kemudian dianalisis

secara deskriptif untuk menunjukkan hasil pengukuran zona hambat dalam satuan

mm, KHM, dan KBM dalam satuan %.


31

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Uji Aktifitas Antibakteri Ekstrak Batang Gletang Terhadap


Pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC 25175

Penentuan aktifitas antibakteri ekstrak batang gletang terhadap pertumbuhan

Streptococcus mutans ATCC 25175 menggunakan Chlorohexidine 0,1% sebagai

kontrol positif, karena merupakan salah satu obat kumur yang paling baik dan

paling banyak digunakan. Sedangkan, etanol 96% sebagai kontrol negatif.

dkarenakan pelarut yang digunakan untuk pembuatan ekstrak batang gletang

adalah etanol 96%, sehingga untuk mengetahui pengaruh pelarut terhadap

pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC 25175.

Pengujian ekstrak batang gletang (T.procumbens L.) dibuat dengan

konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80%, parameter yang digunakan adalah diameter

zona hambat disekitar paper disk. Diameter zona hambat yang diakibatkan oleh

aktifitas antibakteri diukur dengan caliper, kemudian dibandingkan dengan

Chlorhexidine 0,1% sebagai kontrol positif dan etanol 96% sebagai kontrol

negatif. Berikut adalah gambar terlihat adanya zona hambat pada penelitian ini:
32

A C
E

F B

Gambar 4.1. Zona hambat ekstrak batang gletang (T.procumbens L.) terhadap
pertubuhan Streptococcus mutans ATCC 25175.
Keterangan:
A. Kontrol positif (Clorhexidine 0,1%).
B. Kontrol negatif (etanol 96%).
C. Ekstrak batang gletang konsentrasi 20%
D. Ekstrak batang gletang konsentrasi 40%
E. Ekstrak batang gletang konsentrasi 60%
F. Ekstrak batang gletang konsentrasi 80%

Hasil uji aktifitas antibakteri ekstrak batang gletang (T.procumbens L.)

terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC 25175 dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 4.1. Hasil uji diameter Zona hambat ekstrak batang gletang
(T.procumbens L.) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans
ATCC 25175.

Pengulangan Konsentrasi
20% 40% 60% 80% Clorheksidine Etanol
0,1% (+) 96% (-)
I (mm) 19,6 22,86 27,6 35,6 13,50 0,00
II (mm) 22,1 25,9 25,6 16,9 16,9 0,00
III (mm) 18,3 22,8 25,4 32,4 16,7 0,00
IV (mm) 18,7 23,2 25,2 33,7 16,4 0,00
Rerata 19,68 23,69 25,96 29,65 15,88 0,00
33

Tabel 4.1 menunjukan bahwa rerata diameter zona hambat pada konsentrasi

20% adalah 19,68 mm, konsentrasi 40% (23,69 mm), konsentrasi 60% (25,96

mm), konsentrasi 80% (29,65 mm), sementara itu Clorheksidine 0,1% sebagai

kontrol positif adalah 15,88, dan etanol 96% sebagai kontrol negatif adalah 0,00

mm. Jadi rerata diameter zona hambat paling besar pada konsentrasi 80% (29,65

mm), sedangkan rerata diameter zona hambat paling kecil adalah konsentrasi 20%

(19,68 mm).

Zona hambat ekstrak batang gletang (T.procumbens L.) terhadap

pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC 25175 terlihat meningkat seiring

dengan meningkatnya konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak batang

gletang (T.procumbens L.) maka semakin kuat daya hambatnya terhadap

pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC 25175, sedangkan pada kontrol positif

chlorohexidine 0,1% didapatkan hasil diameter zona hambat pertumbuhan

Streptococcus mutans ATCC 25175 15,88 mm dengan katagori kuat.

4.1.2 Uji KHM (Konsentrasi Hambat Minimum)

Metode yang digunakan dalam penentuan KHM adalah mikro dilusi cair.

Uji KHM dalam penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi minimum

ekstrak batang gletang (T.procumbens L.) yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri Streptococcus mutans ATCC 25175. Metode mikro dilusi cair

menggunakan micro plate ukuran 4x12 sumur (4 baris, 12 kolom). Baris pada

micro plate ini dibagi menjadi empat bagian; baris A, baris B, baris C, dan baris D.

Larutan isolat ekstrak batang gletang (T.procumbens L.) dibuat dalam konsentrasi

80% yang kemudian dilakukan pengenceran berurut (serial dilusi) sampai 12 kali

pada micro plate. Pengenceran dimulai dari konsentrasi 40% hingga 0,0195%.
34

40% 20% 10% 5% 2,5% 1,25% 0,625% 0,3125% 0,1563% 0,0781% 0,0391% 0,0195%

M+S

M+S+B

Gambar 4.2. Lay Out micro plate untuk menentukan nilai KHM.

Keterangan: M+S : media+sampel


M+S+B: media+sampel+bakeri

Media cair Mueller Hilton Broth, ekstrak batang gletang (T.procumbens

L.) sebanyak 160 µl, dimasukan masing-masing kedalam sumur A dan B secara

aseptik. Media cair Mueller Hilton Broth, ekstrak batang gletang (T.procumbens

L.) sebanyak 150 µl, dan suspensi bakteri yang setara dengan larutan Mac Farland

0,5 (3x108 sel/ml sampel) sebanyak 10 µl dengan menggunakan micro pippet

dimasukan masing-masing kedalam sumur C dan D secara aseptik. Kemudian

dilakukan pengenceran berurut (serial dilusi) sampai 12 kali pada micro plate.

Micro plate selanjutnya diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam dan dipindai

menggunakan ELISA multimode reader. Hasil pengukuran KHM dengan

menggunakan ELISA multimode reader ditunjukkan pada table berikut:

Tabel 4.2. Nilai kekeruhan dan nilai persen kematian sel ekstrak batang gletang
(Tridax procumbens L.) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans
ATCC 25175.
35

Tabel 4.2 menunjukan hasil pengukuran nilai absorbansi dengan

menggunakan alat ELISA multimode reader dapat dilihat dari nilai M+S+B harus

lebih kecil dari nilai M+S, dan persentase kematian sel bakteri harus lebih besar.

Dari tabel tersebut diperoleh nilai KHM pada konsentrasi 10% yang merupakan

konsentrasi terkecil yang menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans

ATCC 25175.

4.1.3 KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum)

Hasil KHM dari ekstrak batang gletang (Tridax procumbens L.)

menunjukan konsentrasi awal untuk penentuan konsentrasi bunuh minimum

dimulai dari konsentrasi 10%, 20%, dan 40%. Nilai KBM adalah Konsentrasi

minimal dimana tidak terdapat bakteri yang tumbuh pada media padat Mueller

hinton agar yang di inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C yang didapatkan

setelah mengamati pertumbuhan bakteri dari larutan uji KHM pada media cair,

jadi untuk mengetahui nilai KBM dimulai dari plate 40%, 20%, dan 10%, ditanam

pada media padat Mueller hinton agar, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada

suhu 37 0C. Berikut adalah hasil uji KBM ekstrak batang gletang terhadap

pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC 25175:

40% 20% 10%

Gambar 4.3. Pengamatan secara visual untuk menentukan nilai KBM ekstrak
batang Gletang (Tridax procumbens. L) terhadap pertumbuhan
Streptococcus mutans ATCC 25175.
36

Hasil pengamatan pada lempeng agar gambar 4.3, terlihat tidak adanya

pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 20%. Dari pengamatan ini dapat ditentukan

nilai KBM ekstrak batang gletang (Tridax procumbens L.) terhadap pertumbuhan

Streptococcus mutans ATCC 25175 adalah konsentrasi 20%.

4.2 Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium yang

bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak batang gletang

(T.procumbens L.) terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC 25175.

Penelitian ini menggunakan batang gletang yang dipilih adalah batang gletang

yang masih segar diperoleh langsung dari kota Padang, Sumatera Barat. Ekstrak

batang gletang dibuat dengan menggunakan pelarut etanol 96% melalui proses

maserasi. Maserasi adalah proses penyarian sederhana dengan jalan merendam

bahan alam atau tumbuhan dalam pelarut dan waktu tertentu, sehingga bahan jadi

lunak dan larut (Djamal, 2010). Dalam penelitian ini pelarut yang digunakan

adalah etanol 96%, pelarut ini dipilih karena merupakan pelarut yang baik, tidak

bersifat toksik, lebih aman, bersifat netral (Ditjen POM, 2000; Wahyuni, 2014;

Depkes RI, 1986 dalam Nuria, 2009).

Pengujian aktivitas antibakteri pada penelitian ini menggunakan metode

disc diffusion untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh ekstrak batang

gletang terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC 25175, hal ini dilihat

dengan besarnya diameter zona hambat dengan cara mengukur diameter zona

bening menggunakan caliper. Metode ini dipilih karena lebih sederhana, cepat

dan mudah dalam pengerjaannya (Nuria, 2009).


37

Clorhexidine digunakan sebagai kontrol positif karena efektif untuk

menghambat pertumbuhan maupun membunuh bakteri gram postif dan gram

negatif. Mekanisme kerja clorhexidine dengan merubah permeabilitas membran

sel bakteri sehingga meyebabkan keluarnya sitoplasma sel dan komponen sel

dengan berat molekul rendah dari dalam sel menembus membrane sehingga

menyebabkan kematian bakteri (Sinaredi, 2014).

Greenwood (1995) menyatakan kekuatan daya hambat bakteri dapat

dikategorikan sebagai berikut: diameter zona hambat >21 mm dikategorikan

sangat kuat, 11-20 mm dikategorikan kuat, 6-10 mm dikategorikan sedang, dan <5

dikategorikan lemah. Berdasarkan kriteria tersebut daya hambat ekstrak batang

gletang terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans pada konsentrasi

20% dengan rerata diameter zona hambat 19,68 mm termasuk kategori kuat,

konsentrasi 40% sebesar 23,69 mm termasuk kategori sangan kuat, konsentrasi

60% sebesar 25,96 mm termasuk kategori sangat kuat, dan konsentrasi 80%

sebesar 29,65 mm termasuk kategori sangat kuat. Kontrol positif pada penelitian

ini menggunakan clorhexidine 0,1% dengan rerata diameter zona hambat

terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC 25175 tergolong

kedalam kategori kuat yaitu 15,88 mm. Hal ini sejalan dengan penelitian Mohd,

(2011) menunjukkan bahwa ekstrak metanol gletang (Tridax Procumbens L.)

efektif digunakan sebagai antibakteri. Hal ini dibuktikan dengan pengukuran

diameter zona hambat ekstrak batang gletang (Tridax procumbens L.) efektif

menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC 25175 pada

konsentrasi 20% dengan rerata diameter zona hambat 19,68 mm, konsentrasi 40%

sebesar 23,69 mm, konsentrasi 60% sebesar 25,96 mm, konsentrasi 80% sebesar
38

29,65 mm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak batang

gletang (Tridax procumbens L.) maka semakin besar zona hambat pertumbuhan

bakteri dengan terjadinya peningkatan diameter zona hambat.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak batang gletang (Tridax

procumbens L.) memiliki aktivitas antibakteri secara in vitro. Dengan demikian

diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat serta memacu

peneliti selanjutnya untuk terus menggali manfaat batang gletang (Tridax

procumbens L.) sehingga dapat digunakan sebagai tanaman obat, khususnya

bidang kedokteran gigi.

Pengujian untuk menentukan nilai KHM pada penelitian ini bertujuan untuk

menentukan konsentrasi minimum senyawa aktif batang gletang yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri S.mu Streptococcus mutans tans ATCC 25175.

Metode yang digunakan adalah micro dilusi cair, merupakan metode pengenceran

secara bertahap pengukuran pengukuran absorbansi menggunakan alat ELISA

multimode reader, sehingga didapatkan nilai KHM ekstrak batang gletang pada

konsentrasi 10% yang artinya bahwa pada konsentasi 10% ekstrak batang gletang

sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC

25175.

Nilai KBM ekstrak batang gletang dapat membunuh 99% sampai 100%

bakteri Streptococcus mutans ATCC 25175. Pada penelitian ini didapatkan nilai

KBM pada konsentrasi 20%, yang artinya pada konsentasi 20% ekstrak batang

geltang dapat membunuh 99% sampai 100% bakteri Streptococcus mutans ATCC

25175.
39

Uji fitokimia yang dilakukan peneliti di laboratorium Sekolah Tinggi Analis

Kimia Cilegon mengungkapkan adanya, flavonoid, Alkaloid, Triterpenoid, pada

ekstrak batang gletang. Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri dengan

cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extra seluler dan menganggu

integritas memberan sel bakteri (Mustarichie, 2011). Sedangkan alkaloid dengan

mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga

lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel

tersebut (Kurniawan, 2015), dan triterpenoid dengan cara mengganggu proses

terbentuknya membran dan atau dinding sel, sehingga membran atau dinding sel

tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna (Kurniawan, 2015).


40

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah ekstrak batang gletang

(T.procumbens L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan S.mutans

ATCC 25175.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pelarut yang

berbeda.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi konsentrasi dan

kontrol positif, dan negatif yang berbeda.

3. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak batang gletang

terhadap jenis bakteri lain yang berperan dalam pembentukan karies gigi.

Anda mungkin juga menyukai